Anda di halaman 1dari 52

GERAKAN-GERAKAN PEMBUDAYAAN

Nama Kelompok 6:
Salma Genta Ullayya (30101900171)
Salmah Sahirah (30101900172)
Salsabila Aryati (30101900173)
SHALAT BERJAMAAH

◦ SEJARAH
◦Jauh sebelum disyariatkan shalat 5 waktu saat mi'raj Nabi SAW, umat Islam sudah melakukan
shalat jamaah, namun siang hari setelah malamnya beliau mi'raj, datanglah malaikat Jibril ‘alaihissalam
mengajarkan teknis pengerjaan shalat dengan berjamaah.

◦Saat itu memang belum ada syariat adzan ataupun iqamah, yang ada baru panggilan untuk
berkumpul dalam rangka shalat. Yang dikumandangkan adalah seruan 'ash-shalatu jamiah', lalu Jibril
alaihissalam shalat menjadi imam buat Nabi SAW, kemudian Nabi SAW shalat menjadi imam buat para
shahabat lainnya.
◦Namun syariat untuk shalat berjamaah memang belum lagi dijalankan secara sempurna dan tiap
waktu shalat, kecuali setelah beliau SAW tiba di Madinah dan membangun masjid.

◦Setelah di Madinah barulah shalat berjamaah dilakukan tiap waktu shalat di Masjid Nabawi dengan
ditandai dengan dikumandangkannya adzan. Nabi SAW meminta Bilal radhiyallahuanhu untuk
melantunkan adzan dan iqamah dengan sabda beliau SAW :

◦“ Wahai Bilal, bangunlah dan lihatlah apa yang diperintahkan Abdullah bin Zaid dan lakukan sesuai
perintahnya.”(HR. Bukhari)
ANJURAN UNTUK SHALAT BERJAMAAH

◦ Ada begitu banyak dalil tentang anjuran shalat berjamaah, di antaranya adalah hadits berikut ini :
◦“Shalat berjamaah lebih afdhal daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat'.” (HR
Muslim)

◦Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fathul Bari, pada kitab Adzan telah menyebutkan secara rinci apa
saja yang membedakan keutamaan seseorang shalat berjamaah dengan yang shalat sendirian

◦ Diantaranya adalah ketika seseorang menjawab Adzan, bersegera shalat di awal waktu,
berjalannya menuju masjid dengan sakinah, masuknya ke masjid dengan berdoa, menunggu jamaah,
shalawat malaikat atas orang yang shalat, serta permohonan ampun dari mereka, kecewanya syetan
karena berkumpulnya orang-orang untuk beribadah, adanya pelatihan untuk membaca Al-Quran
dengan benar, pengajaran rukun-rukun shalat, keselamatan dari kemunafikan dan seterusnya.
◦ Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Shalatnya seseorang dengan
berjamaah lebih banyak dari pada bila shalat sendirian atau shalat di pasarnya dengan dua puluh sekian
derajat. Hal itu karena dia berwudhu dan membaguskan wudhu'nya, kemudian mendatangi masjid dimana
dia tidak melakukannya kecuali untuk shalat dan tidak menginginkannya kecuali dengan niat shalat.
Tidaklah dia melangkah dengan satu langkah kecuali ditinggikan baginya derajatnya dan dihapuskan
kesalahannya hingga dia masuk masjid....dan malaikat tetap bershalawat kepadanya selama dia berada
pada tempat shalatnya seraya berdoa,"Ya Allah berikanlah kasihmu kepadanya, Ya Allah ampunilah dia, Ya
Allah ampunilah dia. Dan dia tetap dianggap masih dalam keadaan shalat selama dia menunggu
datangnya waktu shalat.". (HR. Bukhari Muslim)
◦ Pada kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda :

Dari Abi Darda' radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW


bersabda,"Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung
atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali
syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah,
sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari
kawanannya". (HR Abu Daud dan Nasai)
PENGERTIAN SHALAT BERJAMAAH

◦ Secara umum shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih, dimana salah satunya menjadi imam dan yang lain menjadi
makmum dengan memenuhi semua ketentuan shalat berjamaah.
HUKUM BERJAMAAH DALAM SHALAT

◦ Tidak semua shalat disyariatkan untuk dilakukan dengan berjamaah, sebagian


shalat ada yang justru lebih utama untuk dikerjakan sendirian. Maka para
ulama membagi shalat berjamaah itu menjadi beberapa hukum, antara lain ada
yang hukumnya wajib dan menjadi syarat sah shalat, ada yang hukumnya
sunnah dan ada yang tidak disunnahkan.
◦ SYARAT SAH SHALAT :

a. Shalat Jumat

◦ Jumhur ulama menyebutkan bahwa shalat Jumat itu minimal dilakukan oleh 40 orang mukallaf, yaitu mereka yang
beragama Islam, aqil, baligh, muqim, sehat, laki-laki dan merdeka. Mazhab Al-Hanafiyah membolehkan shalat Jumat bila
dikerjakan hanya oleh tiga orang, tetapi tetap tidak sah bila hanya dikerjakan sendirian.

◦ Mazhab Al-Malikiyah menyebutkan minimal shalat Jumat dikerjakan oleh 12 orang, tetapi kalau dikerjakan hanya oleh
satu orang saja, jelas shalat itu tidak sah.

a. Shalat Ied

◦ Dalam mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah, berjamaah menjadi syarat sah Shalat Idul Fithri dan Shalat Idul Adha.
Artinya, keduanya tidak sah apabila dikerjakan tanpa berjamaah atau hanya oleh seorang saja.

◦ Dasarnya karena di masa Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun shalat ini dikerjakan, kecuali dihadiri oleh banyak
orang, bahkan jumlahnya melebihihi jumlah yang hadir pada shalat Jumat. Hal itu lantaran RAsulullah SAW juga
memerintahkan agar para budak dan wanita haidh untuk ikut menghadirinya, padahal dalam shalat Jumat mereka tidak
diperintahkan hadir.
◦ DI SUNNAHKAN BERJAMAAH :

a. Shalat Tarawih dan Witir

◦Para ulama umumnya berpendapat bahwa meski pun shalat tarawih dan witir sah untuk
dilakukan secara sendirian, namun melakukannya dengan berjamaah hukumnya sunnah atau
mustahab. Mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah menggunakan istilah sunnah, sedangkan
mazhab AlMaliliyah dan Al-Hanabilah menggunakan istilah mustahab.

a. Shalat Khusuf dan Kusuf

◦Kusuf ‫ـوف‬
( ‫( كــس‬adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada
siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
◦ Khusuf ‫ـوف‬
( ‫( خس‬adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari
karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari. Kedua
shalat ini tidak pernah dilakukan di masa Nabi SAW kecuali dengan berjamaah juga. Dalilnya adalah hadits
berikut :

“Ketika matahari mengalami gerhana di zaman


Rasulullah SAW, orang-orang dipanggil shalat
dengan lafaz : As-shalatu jamiah". (HR. Bukhari).
Menurut pendapat As-Syafi'iyah, dalam shalat
gerhana disyariatkan untuk disampaikan khutbah di
dalamnya. Khutbahnya seperti layaknya khutbah
Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat.
a. Shalat Istisqa'

◦ Shalat Istisqa tidak pernah dilaksanakan di masa Rasulullah SAW kecuali dilakukan dengan berjamaah.
Namun para ulama menyebutkan bahwa hukumnya sunnah untuk dilaksanakan dengan berjamaah.

◦ Mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan AlHanabilah menyebutkan bahwa disunnahkan shalat


istisqa' untuk dilaksanakan dengan berjamaah. Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah memang tidak
mensyariatkan shalat istisqa' ini dalam pandangannya.

◦ Dan yang afdhal shalat ini dilaksanakan dengan mengerahkan semua anggota masyarakat, termasuk
para wanita dan anak-anak untuk hadir. Hal ini memberikan isyarat bahwa seluruh hamba Allah SWT telah
bersimpuh memohon turunnya hujan.

◦ Disunnahkan untuk disampaikan khutbah baik sebelum atau sesudah shalat. Namun dalam teknisnya
para ulama berbeda pendapat, apakah khutbah itu terdiri dari dua khutbah atau cukup dengan satu khutbah
saja.
◦ DIBOLEHKAN BERJAMAAH :

a. Shalat Tahajjud

◦ Shalat malam (tahajjud) lebih sering dilakukan oleh Rasulullah SAW sendirian di rumahnya. Walau pun kita
menerima riwayat bahwa kadang beliau shalat malam dan ada yang menjadi makmum di belakangnya.

◦ Namun bila dihitug-hitung, memang benar bahwa frekuensi dimana Rasulullah SAW shalat tahajjud sendirian
lebih banyak dibadingkan dengan berjamaah. Rasulullah SAW pernah melakukannya sekali dengan Huzaifah, sekali
dengan Ibnu Abbas, dan sekali dengan Anas dan ibunya.

◦ Sehingga ada pendapat yang memakruhkan shalat tahajjud dengan berjamaah, misalnya para ulama dari kalangan
Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah. Mereka berpendapat bahwa ijtima' (berkumpulnya) manusia untuk menghidupkan
malam hanya dibenarkan untuk shalat tarawih di bulan Ramadhan. Di luar itu menurut mereka disunnahkan untuk
melakukannya dengan secara sendiri sendiri.

◦ Mazhab Al-Hanabilah tidak memakruhkan shalat tahajjud yang dilakukan dengan berjamaah.

◦ Sedangkan Al-Malikiyah memberikan kesimpulan bahwa bila jamaah shalat tahajjud itu tidak terlalu banyak dan
bukan di tempat yang masyhur, hukumnya boleh tanpa karahah.
a. Shalat Sunnah Qabliyah dan Ba'diyah

◦Di antara shalat yang lebih utama dikerjakan sendirian aalah shalat sunnah sebelum shalat
fardhu (qabliyah) dan sesudah shalat fardhu (ba'diyah).

◦Namun dalam pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah, dibenarkan bila ada orang yang sedang
shalat ba'diyah, lalu ada orang yang ikut menjadi makmum di belakangnya, walaupun niatnya
bukan dengan niat shalat yang sama.

a. Shalat Tahiyyatul Masjid

◦Shalat tahiyyatul masjid adalah shalat yang lebih sering dikerjakan sendirian oleh Rasulullah
SAW. Sehingga para ulama tidak mengajurkan agar shalat ini dikerjakan dengan berjamaah.
HUKUM SHALAT BERJAMAAH UNTUK SHALAT LIMA WAKTU
◦ HANAFI DAN MALIKI

Menurut madzhab Hanafi dan Maliki, pelaksanaan jama’ah dalam shalat faridhah hukumnya adalah sunnah muakkadah
(sunnah yang sangat dianjurkan) bagi setiap laki-laki yang berakal sehat dan mampu. Sedangkan, wanita, anak-anak,
hamba sahaya, orang yang tidak mampu berjalan, sakit, orang yang sudah berusia senja, tidak memiliki salah satu tangan
atau kakinya adalah tidak masuk dalam kategori sunnah muakkadah.

SYAFI’I MADZHAB

Syafi’i berpendapat bahwa hukum shalat berjama’ah adalah fardhul kifayah (wajib dilakukan oleh muslim, namun bila
sudah dilaksanakan orang muslim yang lain maka kewajiban ini menjadi gugur) bagi setiap laki-laki yang bermukim.
Sedangkan untuk wanita tidak diwajibkan. Madhab Syafi’i mengambil dasar dari hadith Abu Dawud, Nasa’i yang di
shahihkan oleh Ibn Hibban dan Al Hakim, yaitu bawah sekalian kamu harus berjama’ah, dan sesungguhnya seekor singa
itu akan memakan seekor domba yang lepas dari jama’ahnya.
HANBALI

Sedangkan menurut madzhab Hanbali,sholat berjamaah adalah hukumnya wajib ‘ain (wajib mutlak) dengan
mengambil dalil dari Surat an-Nisa ayat 102 dan al-Baqarah ayat 43, disamping itu juga mengambil dalil dari
hadits Abu Huraira
HIKMAH DARI SHALAT BERJAMAAH

1. Mengokohkan persaudaraan sesama muslim


2. Menampakkan syiar islam dan izzah kaum muslimin
3. Kesempatan menimba ilmu
4. Belajar disiplin
IMPLEMENTASI SHOLAT BERJAMAAH

◦ Gerakan shalat berjamaah bertujuan untuk menguatkan tauhid kepada


masyarakat kampus UNISSULA supaya bertambah takwa terhadap Allah
SWT. Selain dari itu, gerakan shalat berjamaah juga tidak secara langsung
untuk membentuk pribadi individu yang islami dan selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWT .Adapun shalat berjamaah itu sebagai sarana membangun
jamaah (masyarakat).Shalat jamaah merupakan representasi untuk
menghimpun diri secara harmonis, dengan maksud untuk bergerak maju ke
arah tujuan bersama.
◦ Sesuai dengan SK Rektor No. 4923/J/SA/XI/2002tanggal 26 November 2002 M / 21 Ramadhan
1423 H, tentang Gerakan Shalat Berjemaah pada pasal 1 ayat 3 yaitu mengajak para mahasiswa
untuk shalat berjamaah di Masjid Abu Bakar Assegaf UNISSULA, khususnya pada waktu shalat
dzuhur dan shalat ashar. Perlu digaris bawahi bahwa berjama’ah bukan syarat sahnya shalat faridhah
seperti yang disampaikan oleh Imam Ahmad. Akan tetapi penerapan shalat berjamaah oleh
UNISSULA kepada seluruh warga di kampus termasuk dosen, karyawan dan mahasiswa/i adalah
salah satu bentuk upaya dalam membangun budaya akademik yang lebih Islami sebagai simbol
ukhuwah yang kokoh dari seluruh elemen civitas akademik UNISSULA. Jadi hal ini sebagai salah
satu kurikulum pendidikan yang telah didesain sebagai strategi kampus dalam mencapai haluan
besarnya yaitu membangun generasi khairu ummah.
PEMBERDAYAAN MASJIDYANG BERFUNGSI SEBAGAI DAKWAH
ISLAMI
◦ HAKIKAT DAKWAH
◦ Ditinjau dari aspek bahasa, kata dakwah merupakan bentuk
masdar dari da’a, yad’u, da’watan. Dalam kamus bahasa Arab
kata “dakwah” yang terbentuk dari tiga huruf, yaitu dal, ‘ain,
dan wawu memiliki beberapa arti, yaitu memanggil,
mengundang, minta tolong, meminta, memohon.
◦ Artinya makna tersebut memiliki unsur usaha atau upaya yang
dinamis. Unsur dinamika dalam dakwah mengandung arti bahwa
dakwah hadir sebagai upaya solusi persoalan-persoalan yang
sedang dan akan dihadapi ummat. Dalam kata lain bahwa
dakwah adalah upaya perubahan masyarakat. Berbicara
perubahan masyarakat, inilah pemberdayaan masyarakat. Dari
lemah menjadi kuat, dari ketergantungan menjadi mandiri dan
percaya diri.
◦ DAKWAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
dapat dikatakan bahwa dakwah pemberdayaan masyarakat adalah:
a) Gerakan dakwah yang bersifat tindakan nyata untuk mewujudkan perubahan yakni peningkatan kualitas
keagamaan dan kualitas sosialnya,
b) Gerakan dakwah yang dilakukan secara professional dalam sebuah lembaga dakwah dengan menerapkan
fungsi-fungsi manajemen modern,
c) Gerakan dakwah dapat berupa pendampingan dengan melibatkan berbagai pihak,
d) Da’i dalam gerakan dakwah pemberdayaan dapat bertindak sebagai motivator dan fasilitator,
e) Yang menjadi sasaran dakwah pemberdayaan, adalah masyarakat yang memiliki kondisi lemah, dan
f) Materi dakwah pemberdayaan masyarakat, tidak hanya materi keislaman, tetapi meliputi berbagai aspek
yang menyangkut peningkatan kualitas hidup manusia
◦ PILAR-PILAR PEMBERDAYAAN UNTUK SASARAN MASYARAKATNYA
Untuk mengembalikan kekuasaan, atau mewujudkan masyarakat yang berdaya (mandiri, mampu, kuat, kuasa),
terdapat syarat dasar yang menjadi sandaran utama khususnya bagi tegaknya masyarakat Islam. Yang dimaksud
syarat utama dalam pemberdayaan masyarakat Islam, diistilahkan oleh Yusuf (t.t: 28-30) dengan pilar-pilar
pemberdayaan (muqawwamatut tamkin). Menurutnya terdapat tujuh pilar pemberdayaan masyarakat Islam yang
dijadikan landasan pokok dalam dakwah pemberdayaan, yaitu:
1) keimanan,
2) amal shalih,
3) ibadah,
4) ilmu pengetahuan,
5) jihad fi sabilillah,
6) Memohon pertolongan kepada Allah, dan
7) sabar
◦ MESJID SEBAGAI MEDIA DAKWAH
◦Ditinjau dari system dakwah, masjid merupakan sarana atau media yang menghantarkan manusia kepada
jalan Allah swt. Dengan demikian, masjid adalah termasuk diantara media dakwah. Jika kegiatan-kegiatan
dakwah masjid dikelola dengan sungguh-sungguh secara profesional, maka fungsi dakwah akan mampu
menyentuh dan memberdayakan masyarakat sekitar masyarakat
◦ Di Madinah dalam upaya mewujudkan masyarakat muslim yang bertauhid, selama sepuluh tahu, Rasulullah
saw.melakukan langkah nyata, yaitu: a) menanamkan keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, maka
dibangunlah masjid b) Penanaman pentingnya ibadah dan amal shalih dan harus menjadi milik setiap muslim c)
penanaman pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia, maka Rasulullah menyiapkan majelis ilmu yang setiap
saat berlangsung kajian Islam, d) menyerukan pentingnya jihad fi sabilillah dalam mempertahankan ketauhidan,
kebaikan dan kebenaran, e) menanamkan pentingnya doa memohon pertolongan kepada Allah dan disertai
sikap sabar dalam menjalankan segala aktivitas.
BENTUK PEMBERDAYAAN MASJID RASULULLAH SAW

1. Pemberdayaan aspek spiritual


◦ Pemberdayaan aspek spiritual sudah diawali ketika di Makkah dan Rasulullah berhasil membentuk
komunitas kecil kaum muslimin yang selanjutnya menjadi pionir-pionir pejuang dakwah di Madinah
bersama Nabi saw.. Ketika terjadi tekanan dari kaum Quraisy dan posisi kaum muslimin sangat sulit untuk
menjalankan ibadahnya, Rasulullah saw. memilih hijrah ke Madinah. Setelah Nabi saw. membangun
Masjid Nabawi dan dikumandangkanya seruan adzan oleh Bilal bin Rabbah di setiap waktu shalat, kaum
muslimin menemukan ketenangan dan kebebasan dalam menjalankan ibadah yang selama sepuluh tahun
tidak didapatkannya di Makkah.
◦ 2. Pemberdayaan aspek social
Masjid Nabawi yang dibangun sebagai pusat ibadah dan aktivitas kaum muslimin, telah mampu menghapus
seluruh sikap sosial yang lemah pada masyarakat Arab (fanatisme suku, konflik berkepanjangan, dsb). Rasulullah
memerintahkan, mengajari dan membimbing dalam mensucikan jiwa kaum Muslimin. Beberapa upaya yang
dilakukan Nabi dalam membangun sikap sosial masyarakat Islam, antara lain: a) Dengan pengalaman ruhani di
dalam masjid, seperti shalat berjama’ah, b) Melalui pendidikan di masjid Nabawi dan tauladan Rasulullah yang
secara terus-menerus ditanamkannya. Seperti penyampaian ayat-ayat al-Qur’an dan hadis tentang persamaan dan
kesetaraan manusia dalam Islam, (Qs. Al- Hujurat: 13) pentingnya persaudaraan, serta keharusan bekerja sama
antara laki-laki dan perempuan dalam menyerukan dan menegakkan kebaikan. (Qs. At-Taubah:71)
3. Pemberdayaan Aspek Pendidikan
◦ Nabi melakukan pemberdayaan pada aspek pendidikan. Dimulai di Makkah, Rasulullah saw. menyeru kepada
kaum Quraisy, mengajarkan dan membimbing kaum muslimin dengan kandungan al-Qur’an secara dialogis.
Nabi saw.
◦ Materi pendidikan berupa penyampaikan nilai-nilai dari al-Qur’an yang disampaikan dalam bentuk
penyampaian umum dan halaqah atau duduk melingkar mengerumuni Nabi di sela-sela shalat wajib. Ada juga
di setiap pertemuan dan perjalanan bersama Nabi. Bagi muslimah ada yang langsung bertanya tentang satu
permasalahan kepada Nabi, ada juga yang disampaikan kepada para istri nabi dan disampaikannya kepada
baginda.
◦ Bentuk dan kegiatan pendidikan yang dilakukan Nabi saw. memang masih sederhana jika dibandingkan dengan
masa sesudahnya. Namun dasar-dasar yang sudah dilakukan beliau memiliki implikasi yang sangat besar dalam
kehidupan manusia di muka bumi ini.
4. Pemberdayaan Aspek Ekonomi
◦Masyarakat Arab dikenal sebagai pedagang atau saudagar yang sukses di Jazirah Arab. Sebagian dari
mereka juga memiliki moral yang baik, seperti suka membantu dengan hartanya. Namun, yang dinilai lemah
dari perilaku ekonomi mereka adanya tindakan “riba” (adanya tambahan keuntungan dalam pembayaran
hutang). Perilaku riba melahirkan kelompok orang kaya yang sangat mencintai kemewahan di satu pihak dan
kelompok lemah yang terlilit di pihak lain. Di Madinah orang Yahudi yang menguasai pasar ditemukan
Rasulullah saw. biasa melakukan kecurangan-kecurangan.
5. Pemberdayaan Aspek Politik dan Pertahanan
Dalam kemampuan bela Negara, Nabi telah berusaha memberikan penguatan-penguatan sekaligus pengalaman, diantaranya:
a. Pengalaman berhijrah. Bentuk perlawanan Nabi terhadap tekanan kaum Quraisy dalam mempertahankan keimanan diri dan
ideologi, komunitas eksistensinya, dan pengembangan masyarakat Islam, dalam kondisi lemah pilihanya adalah hijrah.
b. Pembangunan masjid. Untuk membangun sebuah kekuatan, dibutuhkan tempat atau markas dimana kaum muslimin dapat bertemu
secara intensif. Masjid bukan hanya tempat beribadah, kaum muslimin bertemu untuk bermusyawarah, serta setiap saat Nabi
memberikan penguatan-penguatan berupa motivasi, harapan dan janji-janji Allah bagi mereka yang menolong agama Allah. Dari
Masjid Nabawilah kekuatan Islam bergema hingga mampu menaklukan Kota Makkah
c. Menggalang persatuan umat Islam. Dimulai dari mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
d. Menjalin kerukunan antar umat beragama yang berada di Madinah yang menghasilkan kesepakatan damai, yang dikenal dengan
“perjanjian piagam Madinah”
e. Mengadakan perjanjian damai dengan beberapa kabilah yang berada di sekitar jalur perlintasan dagang dari Makkah menuju Syam3
f. Latihan persiapan perang, seperti memanah, serta nashihat- nashihat tentang pentingnya memiliki keterampilan dalam membela
Negara serta pentingnya membangun kekuatan komunitas
g. Latihan keberanian dengan pengiriman pasukan secara terus- menerus untuk membangun kekuatan kaum muslimin ke hadapan
musuh Islam Kebersamaan dengan Nabi di medan peperangan. Kaum muslimin menyaksikan, merasakan dan mempraktekan
tahapan- tahapan menjelang pertempuran, serta strategi peperangan yang dikomando oleh Nabi secara langsung. Mereka juga
menyaksikan kesungguhan Nabi dalm membela agama Allah, dan merupakan tauladan bahwa keterlibatan pimpinan merupakan
hal yang penting
LANGKAH-LANGAH NABI MUHAMMAD S.A.W DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS MESJID

◦ Menumbuhkan dan Membangun Potensi ke-Islaman


. Menguatkan dan memelihara ke-Islaman masyarakat dengan
tersedianya pranata sosial potensi ke-Islaman yang sudah tumbuh, langkah selanjutkan diperkuat dengan
berbagai akses yang memungkinkan terwujudnya masyarakat muslim berkualitas. Di antara langkah Nabi
saw. adalah:
◦Pertama, Nabi membangun lembaga keagamaan yaitu masjid.
◦Kedua, Nabi membuat kesepakatan dan perjanjian damai dengan berbagai pihak. Langkah ini
ditempuh untuk membebaskan kaum muslimin dari berbagai tekanan, seperti kebebasan beribadah,
keterkungkungan fanatisme suku, rongrongan dari kaum Quraisy, Yahudi dan musyrikin Madinah.
◦Ketiga, didirikanya pasar di sekitar masjid. Dengan adanya pasar, kaum muslimin memiliki kesempatan
dalam menerapkan nilai ketauhidannya dalam kegiatan ekonomi. Selain itu, mereka juga mengembangkan
kemampuanya dalam berdagang, serta kesempatan untuk memiliki kekuatan dalam perekonomian, dan akan
menambah kepercayaan bagi kaum muslimin di kalangan Yahudi Madinah
◦Keempat, Nabi bersama kaum muslimin membentuk pasukan pertahanan. Dengan pasukan ini, Nabi
bersama kaum muslimin berlatih ketangkasan memanah, pengiriman pasukan prajurit mata- mata, serta
membicarakan strategi peperangan dan menyelamatkan Islam dari serangan musuh. Dengan pasukan
pertahanan ini kaum muslimin menjadi disegani dan ditakuti di seluruh Jazirah Arab
◦Kelima, Nabi senantiasa bersama kaum muslimin, memberikan tauladan, menashihatinya, memberikan
perlindungan, serta menegurnya apabila mereka melakukan kekeliruan. Nabi bersikap adil dan bijak
terhadap seluruh kaum muslimn serta beliau sangat menyayangi mereka. inilah bentuk perlindungan Nabi
kepada kaum muslimin.
Implikasi dari Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid

1. Implikasi dari Pemberdayaan Aspek Spiritual


◦ Selama kurun waktu di Makkah dan Madinah Nabi saw. telah berhasil mengubah keimanan masyarakat
Arab, dari keterkungkungan pada banyak tuhan/berhala menjadi penyembahan pada satu tuhan (tauhid).
Tidak hanya bentuk penyembahan yang dirubah, tetapi implikasi dari kekuatan ketauhidan Islam, telah
mampu melahirkan pribadi bertauhid, yaitu:
a. Pribadi yang mengutamakan Allah dan Nabi-Nya.
b. Mampu melahirkan jiwa yang sosial di kalangan Muhajirin dan Anshar.
c. Pribadi yang tha’at kepada hukum Allah dan mencontoh Nabi- Nya.. Seperti, menjalankan perintah shalat
termasuk dalam perubahan arah kiblat, menjalankan perintah jihad, membantu saudaranya dan bersikap
baik kepada orang kafir yang tidak memusuhi agama Islam.
2. Implikasi dari Pemberdayaan Aspek Sosial (persaudaraan dan kesetaraan)
. Implikasi dari Pemberdayaan Aspek Pendidikan
◦ Dari catatan sejarah ditemukan adanya pengaruh yang luar biasa yang dirasakan masyarakat Arab
setelah Nabi saw. melakukan pemberdayaan pada aspek pendidikan. Pengaruh itu meliputi:
a. Melahirkan para periwayat hadits baik laki-laki maupun perempuan
b. Melahirkan para da’i yang siap diutus ke berbagai daerah di Jazirah Arab untuk menyebarkan dakwah
Islam14
c. Melahirkan para pemimpin dan khalifah yang berhasil memimpin dunia
4. Implikasi dari Pemberdayaan Aspek Ekonomi
◦ Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan Rasulullah saw. pada waktu di Madinah, kegiatannya masih
sederhana. Nabi menyampaikan nashihat-nashihat etika bisnis, seperti larangan menipu, dan
berbohong dalam jual beli di pasar, larangan mengurangi timbangan, jujur, serta haramnya riba, dan
sebagainya.
◦ Konsep dan perinsip ekonomi Islam tersebut baru diterapkan di pasar yang sederhana yang dibangun
Nabi bersama kaum muslimin di sekitar Masjid Nabawi. Dengan demikian, implikasinyapun pada
waktu itu belum terlihat besar. Akan tetapi, dasar-dasar yang dimulai oleh Nabi dari masjid Nabawi
pada periode sesudah Nabi, memiliki pengaruh yang luar biasa pada perekonomian Islam.
5. Implikasi dari Pemberdayaan Aspek Politik dan Pertahanan Islam memiliki mujahid-mujahid tangguh
yang selalu siap setiap
◦ kali Nabi menyerukan perlawanan di medan juang. Sekalipun harus berperang secara berhadapan satu
lawan satu, kaum muslimin tidak pernah mundur sedikit pun. Diantaranya: paman Nabi Hamzah bin
abdul Muththalib dan Hanzhalah bin Abu “Amir al-fasiq yang gugur pada perang Uhud. Ali bin Abi
Thalib yang dengan berani membunuh “Amr bin Abd Wud dalam perang khandaq.
a. Seluruh wilayah Madinah, menjadi wilayah kekuasaan Islam, Makkah dapat ditaklukkan, hingga
seluruh Jazirah Arab
b. Melahirkan para Khalifah yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah
IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN MASJID

◦ Masjid bagi tempat pendidikan Islam berperan sangat penting. Selain berfungsi
menjadi tempat ibadah, masjid juga dijadikan sebagai wahana untuk dakwah.
Melalui masjid diharapkan penyebaran Islam dapat berjalan dengan lancar.
Salah satu islamisasi individu untuk mengembalikan dan menguatkan tauhid
yang dilakukan oleh UNISSULA yaitu dengan membangun masjid dan
memperdayakannya, seperti dengan shalat berjamaah dan kegiatan-kegiatan
keislaman lainnya.
◦Masjid ini berfungsi sebagai pusat interaksi mahasiswa. Dengan bangunan yang sangat megah dan
strategis, banyak mahasiswa terlihat berkumpul di dalam maupun di sekitar masjid guna mendiskusikan tugas
kuliah. Dengan kebiasaan sebelum waktu zuhur tiba, semua kegiatan harus berhenti dan berkumpul di masjid
untuk persiapan shalat zuhur. Setelah shalat ada yang berzikir, membaca Al-Qur’an, ada yang belajar untuk
persiapan kuliah selanjutnya dan ada pula yang tidur karena capek dan sudah tidak ada jam kuliah. Selain
dari itu, kegiatan keislamannya yang mewarnai masjid, seperti tutorial baca Al-Qur’an untuk semua
mahasiswa berbagai fakultas setiap hari Sabtu, mulai semester satu dan dua berkumpul memenuhi masjid
kampus. Setiap bulan, tepatnya hari Jumat minggu terakhir seluruh warga kampus bersama-sama membaca
Al-Qur’an 30 juz di waktu siang tahfidz Al-Qur’an putra-putri dan malamnya diikuti semua civitas
akademik.
◦Semua tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan masjid UNISSULA sebagai alat islamisasi benar-
benar difungsikan dengan baik.
BERBUSANA ISLAMI
◦ BUSANA MUSLIMAH

◦ Islam memerintahkan wanita-wanita muslim untuk berbusana muslimah


yang membedakan orang-orang muslim dengan non-muslim. Meskipun
sebenarnya berbusana muslim sudah ada sebelum Islam datang, Islam
memberikan ketetapan begitu jelas dalam Al-Qur‟an sebagai panduan bagi
seluruh kaum muslimah dalam berbusana. Namun, dalam kenyataannya
sekarang ini banyak sekali jenis pakaian muslimah, dalam hal ini tidak sesuai
dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur‟an.
◦ Berbusana muslimah selain menjadi sarana untuk menjaga pandangan dari
nafsu syahwat, juga memberikan pengaruh dalam persepsi sosial dan tingkah
laku seseorang untuk tetap berusaha berada dalam aturan Islam.
◦ Busana muslim dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang kita pakai mulai
dari kepala hingga ujung kaki. Hal ini mencangkup atanra lain Pertama, semua
benda yang melekat pada badan, seperti baju, celana, sarung, dan kain panjang.
Kedua, semua benda yang melengkapi pakaian dan berguna bagi si pemakai
seperti selendang, topi, sarung tangan, dan kaos kaki. Ketiga, semua benda
yang berfungsi sebagai hiasan untuk keindahan pakaian seperti, gelang, cincin,
dan sebagainya.
◦ Dalam pengertian berbusana atau berpakaian, Al-Qur‟an tidak hanya menggunakan satu istilah saja tetapi
menggunakan istilah yang bermacammacam sesuai dengan konteks kalimatnya. Menurut Qurais Shihab, tidak
ada 3 istilah yang dipakai yaitu:

- Al-Libas (bentuk jamak dari kata Al-Lubsu), yang berarti segala sesuatu yang menutup tubuh. Kata ini
digunakan Al-Qur‟an untuk menunjukan pakaian lahir dan batin.

- Ats-Tsiyab (bentuk jamak dari kata Ats-Tsaubu) yang berarti kembalinya sesuatu pada keadaan semula yaitu
tertutup.

- As-Sarabil yang berarti pakaian berbagai jenis bahan pakaiannya.

◦Dari pengertian di atas, penulis dapat menarik pengertian bahwa busana muslim sebagai busana yang
dipakai oleh wanita muslimah yang memenuhi, kriteria-kriteria (prinsip-prinsip) yang ditetapkan ajaran Islam
dan disesuaikan dengan kebutuhan tempat, budaya, dan adat istiadat
FUNGSI BUSANA :

Dalam Al-Qur‟an, Allah SWT menyebutkan beberapa fungsi busana yaitu:

- Sebagai penutup aurat

- Sebagai perhiasan, yaitu untuk penambah rasa estetika dalam berbusana

- Sebagai perlindungan diri dari gangguan luar, seperti panas terik matahari, udara dingin dan
sebagainya.
KONSEP BERBUSANA MUSLIMAH

◦ Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga
nampak kulitnya. Termasuk diantaranya adalah pakaian yang dapat mempertajam bagian-
bagian tubuh khususnya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: payudara, paha, dan
sebagainya. Dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1)
kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah
penguasa yang zhalim) (2) wanita yang berpakain tapi telanjang, yang selalu maksiat dan
menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebasar punuk unta. Mereka tidak akan
masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium sejauh
perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim, Babul Libas).
JILBAB DAN KRITERIA SEBAGAI BUSANA MUSLIMAH
◦ Dalam beberapa ayat Al-Qur‟an tentang jilbab atau dalam bahasa Al-Qur‟an disebut hijab selalu dihubungkan
dengan larangan menampakan perhiasan.Sebagaimana yang disebutkan dalam Qs. An-nur ayat 31 yang artinya:

◦ Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
◦ Yang dimaksud dengan kerudung dalam kalimat “dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya” ialah kain yang menutupi kepala, leher, dan dada. Sedangkan kata al-jayb menunjukan makna
dada terbuka yang tidak ditutupi dengan pakaian, atau bahkan yang lebih luas dari itu, yakni dada,
perhiasan, pakaian, dan make up. Sedangkan kata perhiasan dimaknai dengan keinginan dan kesenangan
wanita untuk dapat mempercantik dan melengkapi dirinya dengan cara apapaun, yang nantinya ia
tampakan kepada kaum lelaki.
◦ Adapun beberapa kriteria jilbab dan pakaian muslimah adalah :
KRITERIA JILBAB DAN PAKAIAN MUSLIMAH

- Menutup aurat. Sebagai tujuan utama jilbab yaitu menutup aurat. Ada pengecualin terhadap wajah dan telapak
tangan. Jilbab seharusnya menjadi penghalang yang menutupi pandangan dari kulit.

- Bukan berfungsi sebagai perhaisan. Tujuan kedua dari perintah menggunakan jilbab adalah untuk menutupi
perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jilbab itu sendiri menjadi perhiasan.

- Kainnya harus tebal. Sebab, yang menutup itu tidak akan terwujud kecuali dengan kain yang tebal. Jika kainnya tipis,
maka hanya akan semakin memancing fitnah dan godan, yang berarti menampakan perhiasan. Karena itu ulama
mengatakan: “Diwajibkan menutup aurat dengan pakaian yang tidak mensifati warna kulit, berupa pakaian yang
cukup tebal atau yang terbuat dari kulit. Menutupi aurat dengan pakaian yang masih dapat menampakan warna kulit-
umpamanya denagn pakaian yang tipis, adalah tidak dibolehkan karena hal itu tidak memenuhi kriteria „menutupi
SEJARAH TENTANG JILBAB SEBAGAI BUSANA MUSLIMAH

◦ Jilbab berasal dari akar kata jalaba, yang berarti menghimpun dan membawa. Jilbab pada masa Nabi Muhammad
Saw ialah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kai perempuan muslimah yang
dewasa. Jilbab dalam arti penutup kepala hanya dikenal di Indonesia.

◦ Di beberapa Negara Islam, pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah, seperti chador di Iran, pardeh di
India dan Pakistan, milayat di Libya, abaya di Irak, cahrshaf di Turki, hijab di bebebrapa Negara Arab-afrika seperti di
Mesir, Sudan dan Yaman. Hanya saja pergeseran makna hijab dari semula berarti tabir, berubah makna menjadi pakaian
penutup aurat perempuan semenjak abad ke-4 H. berbeda dengan konsep hijab dalam tradisi

◦ Yahudi dan Nasrani, dalam Islam, Aksentuasi hijab lebih dekat pada etika dan estetika dari pada ke persoalan
substansi ajaran. Pelembagaan hijab dalam Islam didasarkan pada dua ayat dalam Al-Qur‟an yaitu Qs. Al-Azhab/ 33:59
dan Qs. An-Nur/ 24:31.
IMPLEMENTASI BERBUSANA ISLAMI

◦BUDAI diterapkan di UNISSULA mencakup pula gerakan berbusana islami. Hal ini untuk
membentuk Ruhiyah warga kampus menjadi hamba yang shalih yang selalu patuh kepada Allah dengan
menjalankan perintahnya, khususnya dalam berbusana islami. Hal ini karena dalam Islam telah
diwajibkan untuk menutup aurat dengan berbusana sesuai tuntunan Islam.

◦Pada hakikatnya menutup aurat adalah fitrah manusia yang diaktualisasikan saat ia memiliki
kesadaran. Maka, manusia primitif pun selalu menutupi apa yang dinilainya sebagai aurat. Untuk
menjaga dari godaan setan, Allah mewajibkan bagi perempuan untuk memakai jilbab dengan ketentuan-
ketentuan yang dijelaskan oleh syariat Islam.
◦Salah satu strategi islamisasi yang dilakukan UNISSULA yaitu melalui gerakan busana
islami. Hal ini dimaksudkan untuk mengajak agar setiap individu melakukan dan membiasakan
dengan hal yang baik yang dimulai diri sendiri, sesuai tuntunan agama. Sebagaimana menurut al-
Attas, yakni melakukan islamisasi individu untuk membebaskan akal dari pengaruh budaya
sekuler agar kembali kepada tauhid. Hal ini bermakna, islamisasi adalah satu pembebasan
individu dari pandangan alam takhayul dan sekuler. Karena dapat dilihat dalam konteks
perkembangan umat sekarang gaya hidupnya yang sudah banyak terpengaruh oleh budaya Barat,
sehingga dapat dinilai dalam kehidupan sehari-hari sudah menyimpang jauh dari syariat agama.
DAFTAR PUSTAKA
◦ Islami, B. A. (no date) Observasi Pelaksanaan BudAI.

◦ Manajemen, P. et al. (2021) ‘“ Shalat Berjamaah ”’, (191158).

◦ Sarwat, A. (2018) ‘Shalat Berjamaah’, p. 47.

◦ Sudarto, S. (2020) ‘Budaya Akademik Islami di Universitas Islam Sultan Agung Semarang dalam
perspektif islamisasi ilmu’, Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam, 9(2), p. 267. doi:
10.32832/tadibuna.v9i2.3526.
◦ al-Atsariyyah, Pakaian Wanita dalam Islam, diakses http://alatsariyyah.com/pakaian-wanita-dalam-
islam.html 04-07-2015 11.24wib

Anda mungkin juga menyukai

  • Digitalisasi
    Digitalisasi
    Dokumen41 halaman
    Digitalisasi
    Salsa Bila
    Belum ada peringkat
  • Salsabila A Li LBM 4 Ot
    Salsabila A Li LBM 4 Ot
    Dokumen12 halaman
    Salsabila A Li LBM 4 Ot
    Salsa Bila
    Belum ada peringkat
  • Konseling TBC
    Konseling TBC
    Dokumen2 halaman
    Konseling TBC
    Salsa Bila
    Belum ada peringkat
  • PAI
    PAI
    Dokumen2 halaman
    PAI
    Salsa Bila
    Belum ada peringkat
  • LI
    LI
    Dokumen24 halaman
    LI
    Salsa Bila
    Belum ada peringkat
  • Kata
    Kata
    Dokumen13 halaman
    Kata
    Salsa Bila
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen5 halaman
    Tugas
    Salsa Bila
    Belum ada peringkat