Gerakan-Gerakan Pembudayaan
Gerakan-Gerakan Pembudayaan
Nama Kelompok 6:
Salma Genta Ullayya (30101900171)
Salmah Sahirah (30101900172)
Salsabila Aryati (30101900173)
SHALAT BERJAMAAH
◦ SEJARAH
◦Jauh sebelum disyariatkan shalat 5 waktu saat mi'raj Nabi SAW, umat Islam sudah melakukan
shalat jamaah, namun siang hari setelah malamnya beliau mi'raj, datanglah malaikat Jibril ‘alaihissalam
mengajarkan teknis pengerjaan shalat dengan berjamaah.
◦Saat itu memang belum ada syariat adzan ataupun iqamah, yang ada baru panggilan untuk
berkumpul dalam rangka shalat. Yang dikumandangkan adalah seruan 'ash-shalatu jamiah', lalu Jibril
alaihissalam shalat menjadi imam buat Nabi SAW, kemudian Nabi SAW shalat menjadi imam buat para
shahabat lainnya.
◦Namun syariat untuk shalat berjamaah memang belum lagi dijalankan secara sempurna dan tiap
waktu shalat, kecuali setelah beliau SAW tiba di Madinah dan membangun masjid.
◦Setelah di Madinah barulah shalat berjamaah dilakukan tiap waktu shalat di Masjid Nabawi dengan
ditandai dengan dikumandangkannya adzan. Nabi SAW meminta Bilal radhiyallahuanhu untuk
melantunkan adzan dan iqamah dengan sabda beliau SAW :
◦“ Wahai Bilal, bangunlah dan lihatlah apa yang diperintahkan Abdullah bin Zaid dan lakukan sesuai
perintahnya.”(HR. Bukhari)
ANJURAN UNTUK SHALAT BERJAMAAH
◦ Ada begitu banyak dalil tentang anjuran shalat berjamaah, di antaranya adalah hadits berikut ini :
◦“Shalat berjamaah lebih afdhal daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat'.” (HR
Muslim)
◦Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fathul Bari, pada kitab Adzan telah menyebutkan secara rinci apa
saja yang membedakan keutamaan seseorang shalat berjamaah dengan yang shalat sendirian
◦ Diantaranya adalah ketika seseorang menjawab Adzan, bersegera shalat di awal waktu,
berjalannya menuju masjid dengan sakinah, masuknya ke masjid dengan berdoa, menunggu jamaah,
shalawat malaikat atas orang yang shalat, serta permohonan ampun dari mereka, kecewanya syetan
karena berkumpulnya orang-orang untuk beribadah, adanya pelatihan untuk membaca Al-Quran
dengan benar, pengajaran rukun-rukun shalat, keselamatan dari kemunafikan dan seterusnya.
◦ Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Shalatnya seseorang dengan
berjamaah lebih banyak dari pada bila shalat sendirian atau shalat di pasarnya dengan dua puluh sekian
derajat. Hal itu karena dia berwudhu dan membaguskan wudhu'nya, kemudian mendatangi masjid dimana
dia tidak melakukannya kecuali untuk shalat dan tidak menginginkannya kecuali dengan niat shalat.
Tidaklah dia melangkah dengan satu langkah kecuali ditinggikan baginya derajatnya dan dihapuskan
kesalahannya hingga dia masuk masjid....dan malaikat tetap bershalawat kepadanya selama dia berada
pada tempat shalatnya seraya berdoa,"Ya Allah berikanlah kasihmu kepadanya, Ya Allah ampunilah dia, Ya
Allah ampunilah dia. Dan dia tetap dianggap masih dalam keadaan shalat selama dia menunggu
datangnya waktu shalat.". (HR. Bukhari Muslim)
◦ Pada kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda :
◦ Secara umum shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih, dimana salah satunya menjadi imam dan yang lain menjadi
makmum dengan memenuhi semua ketentuan shalat berjamaah.
HUKUM BERJAMAAH DALAM SHALAT
a. Shalat Jumat
◦ Jumhur ulama menyebutkan bahwa shalat Jumat itu minimal dilakukan oleh 40 orang mukallaf, yaitu mereka yang
beragama Islam, aqil, baligh, muqim, sehat, laki-laki dan merdeka. Mazhab Al-Hanafiyah membolehkan shalat Jumat bila
dikerjakan hanya oleh tiga orang, tetapi tetap tidak sah bila hanya dikerjakan sendirian.
◦ Mazhab Al-Malikiyah menyebutkan minimal shalat Jumat dikerjakan oleh 12 orang, tetapi kalau dikerjakan hanya oleh
satu orang saja, jelas shalat itu tidak sah.
a. Shalat Ied
◦ Dalam mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah, berjamaah menjadi syarat sah Shalat Idul Fithri dan Shalat Idul Adha.
Artinya, keduanya tidak sah apabila dikerjakan tanpa berjamaah atau hanya oleh seorang saja.
◦ Dasarnya karena di masa Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun shalat ini dikerjakan, kecuali dihadiri oleh banyak
orang, bahkan jumlahnya melebihihi jumlah yang hadir pada shalat Jumat. Hal itu lantaran RAsulullah SAW juga
memerintahkan agar para budak dan wanita haidh untuk ikut menghadirinya, padahal dalam shalat Jumat mereka tidak
diperintahkan hadir.
◦ DI SUNNAHKAN BERJAMAAH :
◦Para ulama umumnya berpendapat bahwa meski pun shalat tarawih dan witir sah untuk
dilakukan secara sendirian, namun melakukannya dengan berjamaah hukumnya sunnah atau
mustahab. Mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah menggunakan istilah sunnah, sedangkan
mazhab AlMaliliyah dan Al-Hanabilah menggunakan istilah mustahab.
◦Kusuf ـوف
( ( كــسadalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada
siang hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
◦ Khusuf ـوف
( ( خسadalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam hari
karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari. Kedua
shalat ini tidak pernah dilakukan di masa Nabi SAW kecuali dengan berjamaah juga. Dalilnya adalah hadits
berikut :
◦ Shalat Istisqa tidak pernah dilaksanakan di masa Rasulullah SAW kecuali dilakukan dengan berjamaah.
Namun para ulama menyebutkan bahwa hukumnya sunnah untuk dilaksanakan dengan berjamaah.
◦ Dan yang afdhal shalat ini dilaksanakan dengan mengerahkan semua anggota masyarakat, termasuk
para wanita dan anak-anak untuk hadir. Hal ini memberikan isyarat bahwa seluruh hamba Allah SWT telah
bersimpuh memohon turunnya hujan.
◦ Disunnahkan untuk disampaikan khutbah baik sebelum atau sesudah shalat. Namun dalam teknisnya
para ulama berbeda pendapat, apakah khutbah itu terdiri dari dua khutbah atau cukup dengan satu khutbah
saja.
◦ DIBOLEHKAN BERJAMAAH :
a. Shalat Tahajjud
◦ Shalat malam (tahajjud) lebih sering dilakukan oleh Rasulullah SAW sendirian di rumahnya. Walau pun kita
menerima riwayat bahwa kadang beliau shalat malam dan ada yang menjadi makmum di belakangnya.
◦ Namun bila dihitug-hitung, memang benar bahwa frekuensi dimana Rasulullah SAW shalat tahajjud sendirian
lebih banyak dibadingkan dengan berjamaah. Rasulullah SAW pernah melakukannya sekali dengan Huzaifah, sekali
dengan Ibnu Abbas, dan sekali dengan Anas dan ibunya.
◦ Sehingga ada pendapat yang memakruhkan shalat tahajjud dengan berjamaah, misalnya para ulama dari kalangan
Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah. Mereka berpendapat bahwa ijtima' (berkumpulnya) manusia untuk menghidupkan
malam hanya dibenarkan untuk shalat tarawih di bulan Ramadhan. Di luar itu menurut mereka disunnahkan untuk
melakukannya dengan secara sendiri sendiri.
◦ Mazhab Al-Hanabilah tidak memakruhkan shalat tahajjud yang dilakukan dengan berjamaah.
◦ Sedangkan Al-Malikiyah memberikan kesimpulan bahwa bila jamaah shalat tahajjud itu tidak terlalu banyak dan
bukan di tempat yang masyhur, hukumnya boleh tanpa karahah.
a. Shalat Sunnah Qabliyah dan Ba'diyah
◦Di antara shalat yang lebih utama dikerjakan sendirian aalah shalat sunnah sebelum shalat
fardhu (qabliyah) dan sesudah shalat fardhu (ba'diyah).
◦Namun dalam pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah, dibenarkan bila ada orang yang sedang
shalat ba'diyah, lalu ada orang yang ikut menjadi makmum di belakangnya, walaupun niatnya
bukan dengan niat shalat yang sama.
◦Shalat tahiyyatul masjid adalah shalat yang lebih sering dikerjakan sendirian oleh Rasulullah
SAW. Sehingga para ulama tidak mengajurkan agar shalat ini dikerjakan dengan berjamaah.
HUKUM SHALAT BERJAMAAH UNTUK SHALAT LIMA WAKTU
◦ HANAFI DAN MALIKI
Menurut madzhab Hanafi dan Maliki, pelaksanaan jama’ah dalam shalat faridhah hukumnya adalah sunnah muakkadah
(sunnah yang sangat dianjurkan) bagi setiap laki-laki yang berakal sehat dan mampu. Sedangkan, wanita, anak-anak,
hamba sahaya, orang yang tidak mampu berjalan, sakit, orang yang sudah berusia senja, tidak memiliki salah satu tangan
atau kakinya adalah tidak masuk dalam kategori sunnah muakkadah.
SYAFI’I MADZHAB
Syafi’i berpendapat bahwa hukum shalat berjama’ah adalah fardhul kifayah (wajib dilakukan oleh muslim, namun bila
sudah dilaksanakan orang muslim yang lain maka kewajiban ini menjadi gugur) bagi setiap laki-laki yang bermukim.
Sedangkan untuk wanita tidak diwajibkan. Madhab Syafi’i mengambil dasar dari hadith Abu Dawud, Nasa’i yang di
shahihkan oleh Ibn Hibban dan Al Hakim, yaitu bawah sekalian kamu harus berjama’ah, dan sesungguhnya seekor singa
itu akan memakan seekor domba yang lepas dari jama’ahnya.
HANBALI
Sedangkan menurut madzhab Hanbali,sholat berjamaah adalah hukumnya wajib ‘ain (wajib mutlak) dengan
mengambil dalil dari Surat an-Nisa ayat 102 dan al-Baqarah ayat 43, disamping itu juga mengambil dalil dari
hadits Abu Huraira
HIKMAH DARI SHALAT BERJAMAAH
◦ Masjid bagi tempat pendidikan Islam berperan sangat penting. Selain berfungsi
menjadi tempat ibadah, masjid juga dijadikan sebagai wahana untuk dakwah.
Melalui masjid diharapkan penyebaran Islam dapat berjalan dengan lancar.
Salah satu islamisasi individu untuk mengembalikan dan menguatkan tauhid
yang dilakukan oleh UNISSULA yaitu dengan membangun masjid dan
memperdayakannya, seperti dengan shalat berjamaah dan kegiatan-kegiatan
keislaman lainnya.
◦Masjid ini berfungsi sebagai pusat interaksi mahasiswa. Dengan bangunan yang sangat megah dan
strategis, banyak mahasiswa terlihat berkumpul di dalam maupun di sekitar masjid guna mendiskusikan tugas
kuliah. Dengan kebiasaan sebelum waktu zuhur tiba, semua kegiatan harus berhenti dan berkumpul di masjid
untuk persiapan shalat zuhur. Setelah shalat ada yang berzikir, membaca Al-Qur’an, ada yang belajar untuk
persiapan kuliah selanjutnya dan ada pula yang tidur karena capek dan sudah tidak ada jam kuliah. Selain
dari itu, kegiatan keislamannya yang mewarnai masjid, seperti tutorial baca Al-Qur’an untuk semua
mahasiswa berbagai fakultas setiap hari Sabtu, mulai semester satu dan dua berkumpul memenuhi masjid
kampus. Setiap bulan, tepatnya hari Jumat minggu terakhir seluruh warga kampus bersama-sama membaca
Al-Qur’an 30 juz di waktu siang tahfidz Al-Qur’an putra-putri dan malamnya diikuti semua civitas
akademik.
◦Semua tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan masjid UNISSULA sebagai alat islamisasi benar-
benar difungsikan dengan baik.
BERBUSANA ISLAMI
◦ BUSANA MUSLIMAH
- Al-Libas (bentuk jamak dari kata Al-Lubsu), yang berarti segala sesuatu yang menutup tubuh. Kata ini
digunakan Al-Qur‟an untuk menunjukan pakaian lahir dan batin.
- Ats-Tsiyab (bentuk jamak dari kata Ats-Tsaubu) yang berarti kembalinya sesuatu pada keadaan semula yaitu
tertutup.
◦Dari pengertian di atas, penulis dapat menarik pengertian bahwa busana muslim sebagai busana yang
dipakai oleh wanita muslimah yang memenuhi, kriteria-kriteria (prinsip-prinsip) yang ditetapkan ajaran Islam
dan disesuaikan dengan kebutuhan tempat, budaya, dan adat istiadat
FUNGSI BUSANA :
- Sebagai perlindungan diri dari gangguan luar, seperti panas terik matahari, udara dingin dan
sebagainya.
KONSEP BERBUSANA MUSLIMAH
◦ Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga
nampak kulitnya. Termasuk diantaranya adalah pakaian yang dapat mempertajam bagian-
bagian tubuh khususnya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: payudara, paha, dan
sebagainya. Dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1)
kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah
penguasa yang zhalim) (2) wanita yang berpakain tapi telanjang, yang selalu maksiat dan
menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebasar punuk unta. Mereka tidak akan
masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium sejauh
perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim, Babul Libas).
JILBAB DAN KRITERIA SEBAGAI BUSANA MUSLIMAH
◦ Dalam beberapa ayat Al-Qur‟an tentang jilbab atau dalam bahasa Al-Qur‟an disebut hijab selalu dihubungkan
dengan larangan menampakan perhiasan.Sebagaimana yang disebutkan dalam Qs. An-nur ayat 31 yang artinya:
◦ Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
◦ Yang dimaksud dengan kerudung dalam kalimat “dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya” ialah kain yang menutupi kepala, leher, dan dada. Sedangkan kata al-jayb menunjukan makna
dada terbuka yang tidak ditutupi dengan pakaian, atau bahkan yang lebih luas dari itu, yakni dada,
perhiasan, pakaian, dan make up. Sedangkan kata perhiasan dimaknai dengan keinginan dan kesenangan
wanita untuk dapat mempercantik dan melengkapi dirinya dengan cara apapaun, yang nantinya ia
tampakan kepada kaum lelaki.
◦ Adapun beberapa kriteria jilbab dan pakaian muslimah adalah :
KRITERIA JILBAB DAN PAKAIAN MUSLIMAH
- Menutup aurat. Sebagai tujuan utama jilbab yaitu menutup aurat. Ada pengecualin terhadap wajah dan telapak
tangan. Jilbab seharusnya menjadi penghalang yang menutupi pandangan dari kulit.
- Bukan berfungsi sebagai perhaisan. Tujuan kedua dari perintah menggunakan jilbab adalah untuk menutupi
perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jilbab itu sendiri menjadi perhiasan.
- Kainnya harus tebal. Sebab, yang menutup itu tidak akan terwujud kecuali dengan kain yang tebal. Jika kainnya tipis,
maka hanya akan semakin memancing fitnah dan godan, yang berarti menampakan perhiasan. Karena itu ulama
mengatakan: “Diwajibkan menutup aurat dengan pakaian yang tidak mensifati warna kulit, berupa pakaian yang
cukup tebal atau yang terbuat dari kulit. Menutupi aurat dengan pakaian yang masih dapat menampakan warna kulit-
umpamanya denagn pakaian yang tipis, adalah tidak dibolehkan karena hal itu tidak memenuhi kriteria „menutupi
SEJARAH TENTANG JILBAB SEBAGAI BUSANA MUSLIMAH
◦ Jilbab berasal dari akar kata jalaba, yang berarti menghimpun dan membawa. Jilbab pada masa Nabi Muhammad
Saw ialah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kai perempuan muslimah yang
dewasa. Jilbab dalam arti penutup kepala hanya dikenal di Indonesia.
◦ Di beberapa Negara Islam, pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah, seperti chador di Iran, pardeh di
India dan Pakistan, milayat di Libya, abaya di Irak, cahrshaf di Turki, hijab di bebebrapa Negara Arab-afrika seperti di
Mesir, Sudan dan Yaman. Hanya saja pergeseran makna hijab dari semula berarti tabir, berubah makna menjadi pakaian
penutup aurat perempuan semenjak abad ke-4 H. berbeda dengan konsep hijab dalam tradisi
◦ Yahudi dan Nasrani, dalam Islam, Aksentuasi hijab lebih dekat pada etika dan estetika dari pada ke persoalan
substansi ajaran. Pelembagaan hijab dalam Islam didasarkan pada dua ayat dalam Al-Qur‟an yaitu Qs. Al-Azhab/ 33:59
dan Qs. An-Nur/ 24:31.
IMPLEMENTASI BERBUSANA ISLAMI
◦BUDAI diterapkan di UNISSULA mencakup pula gerakan berbusana islami. Hal ini untuk
membentuk Ruhiyah warga kampus menjadi hamba yang shalih yang selalu patuh kepada Allah dengan
menjalankan perintahnya, khususnya dalam berbusana islami. Hal ini karena dalam Islam telah
diwajibkan untuk menutup aurat dengan berbusana sesuai tuntunan Islam.
◦Pada hakikatnya menutup aurat adalah fitrah manusia yang diaktualisasikan saat ia memiliki
kesadaran. Maka, manusia primitif pun selalu menutupi apa yang dinilainya sebagai aurat. Untuk
menjaga dari godaan setan, Allah mewajibkan bagi perempuan untuk memakai jilbab dengan ketentuan-
ketentuan yang dijelaskan oleh syariat Islam.
◦Salah satu strategi islamisasi yang dilakukan UNISSULA yaitu melalui gerakan busana
islami. Hal ini dimaksudkan untuk mengajak agar setiap individu melakukan dan membiasakan
dengan hal yang baik yang dimulai diri sendiri, sesuai tuntunan agama. Sebagaimana menurut al-
Attas, yakni melakukan islamisasi individu untuk membebaskan akal dari pengaruh budaya
sekuler agar kembali kepada tauhid. Hal ini bermakna, islamisasi adalah satu pembebasan
individu dari pandangan alam takhayul dan sekuler. Karena dapat dilihat dalam konteks
perkembangan umat sekarang gaya hidupnya yang sudah banyak terpengaruh oleh budaya Barat,
sehingga dapat dinilai dalam kehidupan sehari-hari sudah menyimpang jauh dari syariat agama.
DAFTAR PUSTAKA
◦ Islami, B. A. (no date) Observasi Pelaksanaan BudAI.
◦ Sudarto, S. (2020) ‘Budaya Akademik Islami di Universitas Islam Sultan Agung Semarang dalam
perspektif islamisasi ilmu’, Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam, 9(2), p. 267. doi:
10.32832/tadibuna.v9i2.3526.
◦ al-Atsariyyah, Pakaian Wanita dalam Islam, diakses http://alatsariyyah.com/pakaian-wanita-dalam-
islam.html 04-07-2015 11.24wib