AKAL Pengertian Akal Akal berasal dari bahasa Arab ‘aqala- ya’qilu’ yang secara lughawi memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa Arab dijelaskan bahwa ‘aqala memiliki makna adraka (mencapai, mengetahui), fahima (memahami), tadarabba wa tafakkara (merenung dan berfikir). Menurut pendapat Abu al-Huzail, akal adalah daya untuk memperoleh pengetahuan, daya yang membuat seseorang dapat membedakan dirinya dengan benda-benda lain, dan mengabstrakkan benda-benda yang ditangkap oleh panca indera. Dengan demikian akal dalam pengertian Islam, bukanlah otak, akan tetapi daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya untuk memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Dalam pengertian inilah akal yang dikontraskan dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yakni dari Allah SWT. Fungsi Akal Dalam Islam
Dalam hubungan dengan upaya memahami islam, akal
memiliki fungsi yaitu sebagai berikut: 1. sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al- Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana keduanya adalah sumber utama ajaran islam. 2. Merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk mengetahui maksud yang tercakup dalam pengertian Al-Qur’an dan Sunnah Rosul. 3. Sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan semangat Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan umat manusia dalam bentuk ijtihat. 4. Untuk menjabarkan pesan yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah dalam kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan memakmurkan bumi dan seisinya. 5. Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan. 6. Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar. 7. Sebagai Alat penemu solusi ketika permasalahan datang. Kedudukan Akal Dalam Islam 1. Allah SWT hanya menyampaikan kalam-Nya (firman-Nya) kepada orang-orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syari'at-Nya. Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman: Artinya:"Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rohmat dari kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran". (QS. Shaad [38]: 43). 2. Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk mendapat taklif (beban kewajiban) dari Alloh subhanahu wa'ta'ala. Hukum-hukum syari'at tidak berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai akal. Dan diantaranya yang tidak menerima taklif itu adalah orang gila karena kehilangan akalnya. Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallama bersabda:
3. Allah SWT mencela orang yang tidak menggunakan akalnya. Misalnya celaan Allah SWT terhadap ahli neraka yang tidak menggunakan akalnya: Allah SWT berfirman: Artinya:"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS. 067. Al Mulk [67]: 10) 4. Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas kepemikiran dalam Al-Qur'an, seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti kalimat "La'allakum tafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau "Afalaa Ta'qiluun" (apakah kalian tidak berakal), atau "Afalaa Yatadabbarunal Qur'an" (apakah mereka tidak merenungi isi kandungan Al-Qur'an) dan lainnya. 5. Al-Qur'an banyak menggunakan penalaran rasional. Misalnya ayat-ayat berikut ini: Artinya:"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya". (QS. An Nisaa' [04]: 82) Kesimpulan Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah. Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang benar-benar sama. INDERA • Allah swt berfirman dalam surat an-Nahl ayat 78 : ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. • Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada manusia berupa indra, tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya, misalnya dalam alQur’an surat Yunus ayat 101 Allah swt berfirman: Surat Yunus ayat 101 • Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". WAHYU • Kata Wahyu dalam arti bahasanya adalah isyarat yang cepat, wahyu adalah kata masdhar yang memiliki pengertian dasar tersembunyi dan cepat, terkadang juga wahyu digunakan dalam kata isim maf’ul, diwahyukan. Wahyu sendiri secara syara’ adalah sumber pengetahuan yang diberikan Allah kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Wahyu adalah sumber pengetahuan yang bersandar pada otoritas Allah SWT sebagai sang Maha Ilmu. Namun arti yang paling terkenal adalah “apa yang disampaikan Allah SWT kepada nabi-nabi”. Yakni sabda Allah SWT yang disampaikan kepada orang pilihan-Nya agar diteruskan kepada manusia untuk dijadikan pegangan hidup • Dilihat dari segi sumbernya, wahyu Al- Qur’an bersumber dari tiga (3) subyek, yaitu • pertama Tuhan, misalnya QS. Al-An’am (6):106, • Terjemah : “Ikutilah apa yang telah diwahyukan Tuhanmu kepadamu (Muhammad); tidak ada tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” • Kedua Nabi, misalnya QS. Maryam (19):11, Terjemah : “Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka; bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang.” • Ketiga Syaithan, misalnya QS. Al-An’am (6):112 dan 121. Terjemah : 112. Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan. 121. Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benarbenar suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik. Kedudukan Wahyu
wahyu adalah Al-Qur’an bukan hanya karena seluruh
kandungan wahyu terdapat dalam Al-Qur’an, tetapi juga Al-Qur’an secara jelas dinyatakan sebagai wahyu. Bagi umat nabi Muhammad saw, wahyu adalah Al-Qur’an. Akan tetapi tidak semua wahyu merupakan Al-Qur’an. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan Al-Qur’an adalah bacaannya, Alquran bagi manusia berfungsi sebagai nasehat (mau’izhah), obat (syifa’), petunjuk (hūdan), rahmat, dan pembeda (furqān). Sedangkan wahyu adalah kitab yaitu semua firman Allah termasuk kedalam wahyu contohnya kitab zabur, kitab taurat, kitab injil dan kitab Al- Qur'an. Sedangkan Al-Qur'an adalah firman atau wahyu Allah yang Allah turunkan khusus kepada nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril dan hukum membacanya termasuk kedalam ibadah. Hubungan Akal, Indera, dan Wahyu Ketika dilahirkan dari rahim ibunya, manusia tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu, walau sedikitpun. Namun, disamping ketidak tahuan tersebut, manusia dibekali Allah Swt dengan potensi psiko-fisik yang dapat diberdayakan sebagai instrument untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sampai pada level pengetahuan untuk bersyukur kepada Tuhan. Kemampuan awal yang dimiliki manusia untuk mendapatkan pengetahuan adalah panca indera. Kita mengetahui manisnya gula melalui indera pencicip (lidah). Mengetahui warna melalui indera penglihatan, mengetahui suara binatang lewat indera pendengaran. Mengetahui dinginnya air salju dan es lewat indera peraba (kulit). Demikian pula mengetahui harumnya parfum melalui indera penciuman (hidung). • Ketika beranjak dewasa, secara bertahap kita mulai menyadari bahwa tidak semua pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera bisa dipercaya atau dipedomani. Sebagai contoh, ketika kita melihat bintang, bulan dan matahari tampak kecil. Benarkah demikian? Maka sejak saat ini kita mulai memfungsikan akal sebagai sumber pengetahuan. Akal adalah alat berpikir, berpikir adalah bertanya, bertanya adalah mencari jawaban, mencari jawaban adalah usaha untuk menemukan kebenaran, sehingga dengan demikian para filosof memandang bahwa akal adalah salah satu alat yang ampuh untuk mencari hakekat kebenaran. Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa keistimewaan manusia, terletak pada akal yang merupakan potensi untuk berpikir. Bertambah tinggi daya berpikir manusia, bertambah pula kemampuan untuk memecahkan problema yang dihadapinya. Ketika akal mampu melakukan penalaran dan mencapai kesimpulan bahwa Tuhan wajib al-wujud dan manusia wajib berterimakasih kepada Tuhan, namun dengan akal atau penalaran rasional kita tidak pernah mampu menemukan siapa sebenarnya Tuhan itu, apalagi sampai merasakan kehadirannya. Maka dengan ini kita memerlukan wahyu sebagai pemberi pengetahuan tersebut