Anda di halaman 1dari 50

Kegawatan Kasus Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC)

Bestina Nindy Virgiani, S.Kep.,Ns.,M.Kep.


Latar Belakang

• DIC dapat terjadi  hampir pada semua orang tanpa perbedaan


ras, jenis kelamin, serta usia. DIC merupakan kelainan
perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh
kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta
sepsis bakterial.
• Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang
mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis,
emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.
• Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang
akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah  endotoksin
dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah
pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu
pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan
endotel  Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya
koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada
mikrovaskular.
Definisi
• Diseminated intravascularcoaguation (DIC) atau dalam bahasa
indonesia koagulasi intravaskular diseminata (KID) merupakan
suatu sindroma dimana homeostatik normal dalam
mempertahankan darah tetap cair berubah menjadi keadaan
yang patologik.
• Aktivasi koagulasi terjadi secara berlebihan sehingga terbentuk
sumbatan pada mikrovaskular secara luas, hal ini mempengaruhi
suplai darah ke organ, sehingga terjadi kekacauan metabolik dan
berkontribusi terjadinya kegagalan organ multipel. Pada saat
yang bersamaan itu pula terjadi koagulopati konsumtif sehingga
mudah perdarahan hebat.
• Sedangkan menurut Scientific and Standardization Committee of
the International Society on Thrombosis and Hemostasis (ISTH),
DIC adalah suatu sindroma yang didapat, ditandai oleh aktivasi
koagulasi intravaskular dengan hilangnya lokalisaasi yang
muncul dari berbagai sebab yang berbeda. Hal ini bisa dimulai
dari kerusakan mikrovaskular, dan apabila cukup berat dapat
mengakibatkan disfungsi organ.
• Kesimpulan : DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan
dalam tubuh berkurang sehingga terbentuk bekuan-bekuan
darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.
• Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan,
yang biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah.
Pada saat yang bersamaan, terjadi pemakaian trombosit dan
protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga jumlah faktor
pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang
berlebihan.
Klasifikasi

• DIC akut (overt DIC), adalah kondisi dimana pembuluh darah dan
darah serta komponennya tidak dapat mengkompensasi atau
mengembalikan homeostasis dalam merespon injury. Ditandai
dengan abnormalitas dari parameter koagulasi. Akibatnya terjadi
trombosis dan/atau perdarahan yang berujung kegagalan organ
multipel
• DIC kronik (non-overt DIC), adalah kondisi klinik dari kerusakan
pembuluh darah yang memperberat sistem koagulasi. Namun
respon tubuh masih dapat menjaga agar tidak terjadi
pengaktifan lebih lanjut dari sistem hemostasis dan inflamasi.
Etiologi

• Sesuaidengan definisi yang berlaku, DIC bukan sebuah penyakit


melainkan sindrom atau suatu manifestasi sekunder dari penyakit lain
yang mendahuluinya. Penyakit yang sering memicu seperti:
1. Sepsis/infeksi (30 – 51%)
2. Trauma / Perdarahan (45%)
3. Komplikasi obstetric (0,03%)
4. Keganasan, destrusi organ
• Infeksi
1. Bakterial ( gram-negatif pada Sepsis, infeksi gram positif,
ricketsia)
2. Virus (HIV, cytomegalovirus, varicella-zooster virus, hepatitis
virus)
3. Fungi (histoplasma)
4. Parasit (malaria)
• Maligna
1. Hematologi (acute myelocytic leukimia)
2. Metastasis (musin-sekresi adenokarsinoma)
• Komplikasi obsterik
1. Terlepasnya jaringan plasenta
2. Emboli cairan amnion
3. Eklampsi
• Trauma
1. Luka bakar
2. Kecelakaan kendaraan bermotor
3. Keracunan ular berbisa
• Transfusi
1. Reaksi hemolitik
• Malignansi
1. Tumor solid
2. Leukimia
• Obstetrik
1. Retained dead fetus syndrome
2. Retained products of conception
• Hematologi
1. Myeloproliferative syndrome
• Vaskular
1. Rheumatoid arthritis
2. Raymaud disease
• Cardiovascular
1. Infark miokard
• Inflamasi
1. Kolitis ulseratif
2. Crohn disease
3. Sarcoidosis
Manifestasi Klinis

Perdarahan Trombosis Disfungsi organ


• Perdarahan kulit dan • Purpusa fulminant • Perubahan penanda
mukosa halus • Akrosianosis perifer serum dari liver, ginjal,
• Perdarahan akibat jantung
tindakan medis • Ikterus
• Abnormalitas system
saraf pusat
1. Nyeridada dan sesak nafas jika gumpalan darah menyumbat
pembuluh darah di paru dan jantung
2. Sakit, nyeri, kulit kemerahan, panas dan pembengkakan di kaki
bagian bawah jika terjadi deep vein thrombosis (DVT)
3. Sakit kepala, gangguan bicara, kelumpuhan, pusing, gangguan
bicara, gangguan kesadaran jika terjadi gangguan aliran darah
akibat sumbatan pada pembuluh darah di otak.
4. Gangguan fungsi organ hingga mengakibatkan serangan jantung,
permasalahan ginjal, gangguan nafas sesuai tempat dimana
gumpalan darah menyumbat pembuluh darah.
DIC bisa menyebabkan perdarahan dalam dan perdarahan luar.
Tanda perdarahan luar contohnya antara lain:
1. Perdarahan mulut misalnya tergigit, tergores atau kehilangan
gigi
2. Mimisan tanpa penyebab jelas
3. Gusi berdarah
4. Darah sulit berhenti meski hanya luka kecil di kulit
5. Bekas luka bisa kembali keluar darah
6. Sering memar di kulit baik dalam bentuk purpura maupun
petekie
7. Menstruasi dengan darah haid sangat banyak
Tanda perdarahan dalam contohnya antara lain:
1. Urin disertai darah akibat perdarahan di ginjal atau saluran kemih
2. Tinja ada darahnya akibat perdarahan di lambung atau usus
3. Memar sangat besar (hematoma) akibat perdarahan di dalam otot

Bisa terjadi perdarahan di dalam persendian lutut, pergelangan kaki dan siku
sehingga menyebabkan nyeri sendi. Perdarahan sendi bisa tampak sebagai
sendi mengalami bengkak, panas saat dipegang dan sangat sakit saat
digerakkan. Pembengkakan bisa bertambah parah saat perdarahan terus
terjadi. Sendi tidak bisa digerakkan. Jika perdarahan sendi tidak teratasi maka
persendian bisa rusak.
Patofisiologi DIC
1. Aktivasi system koagulasi (consumptive coagulopathy)
2. Gangguan system regulasi (antikoagulan)
- antitrombin
- Activated Protein C (APC)
- Tissue Factor pathway inhibitor (TFPI)
3. Hubungan koagulasi - inflamasi
1. Consumptive Coagulopathy

• Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi


sistem pembekuan darah secara sistemik. Trombosit yang
menurun terus-menerus, komponen fibrin bebas yang terus
berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda
dasar yang mengarah kecurigaan ke DIC. Karena
dipicu penyakit/trauma berat, akan terjadi aktivasi pembekuan
darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh darah,
sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai
organ yang mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ.
Akibat koagulasi protein dan platelet tersebut, akan terjadi
komplikasi perdarahan.
• Karena terdapat deposisi fibrin, secara otomatis tubuh akan
mengaktivasi sistem fibrinolitik yang menyebabkan terjadi
bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya
fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat
menyebabkan perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat
terjadi trombosis sekaligus perdarahan dalam waktu yang
bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk dikenali dan
ditatalaksana.
• Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan mekanisme yang cukup
kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam.
• Pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan
darah.
• Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem
antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin
secara terus-menerus. Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat
depresi sistem fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis,
akibatnya endapan fibrin menumpuk di pembuluh darah. Sistem-sistem
yang tidak berfungsi secara normal ini disebabkan oleh tingginya
kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1.
2. Depresi Prokoagulan
• DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah,
itulah penyebab utamanya. Karena banyak sekali kemungkinan
gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula
penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis
start jalur pembekuan darah ialah tersedianya protrombin
(diproduksi di hati) kemudian diaktivasi oleh faktor-faktor
pembekuan darah,sampai garis akhir terbentuknya trombin
sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah.
• Pembentukan trombin dapat dideteksi saat tiga hingga lima jam
setelah terjadinya bakteremia atau endotoksemia melalui
mekanisme antigen-antibodi.
• Faktor koagulasi yang relatif mayor untuk dikenal ialah sistem
VII(a) yang memulai pembentukan trombin, jalur ini dikenal
dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat
dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur
ekstrinsik. Jalur intrinsik tidak terlalu memegang
peranan penting dalam pembentukan trombin. Faktor
pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear
dan sel-sel endotelial.
• Kelainan fungsi jalur-jalur alami pembekuan darah yang
mengatur aktivasi faktor-faktor pembekuan darah dapat melipat
gandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam
membentuk fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III,
terdeteksi menurun di plasma pasien DIC. Penurunan kadar ini
disebabkan kombinasi dari konsumsi pada pembentukan
trombin, degradasi oleh enzimelastasi, sebuah substansi yang
dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang
abnormal. Besarnya kadar antitrombin III pada pasien
DIC berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien
tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan
sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal
organ.
• Berkaitan dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula
terjadi depresi sistem protein C sebagai antikoagulasi alamiah.
Kelainan jalur protein C ini disebabkan down regulation
trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari sel-sel
endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan
interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen
pembentuk protein C akan menyebabkan total protein C menjadi
sangat rendah, sehingga bekuan darah akan terus menumpuk.
Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah
menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam
morbiditas dan mortalitas DIC.
• Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa
alamiah yang memang berfungsi menghambat pembentukan
faktor-faktor pembekuan darah.Senyawa ini dinamakan tissue
factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok
pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur
pembekuan itu sendiri), sehingga kadar senyawa ini dalam
plasma sangatlah kecil, namanya pun jarang sekali kita kenal
dalam buku teks. Pada penelitian dengan menambahkanTFPI
rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh
jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan
mortalitas akibat infeksidan inflamasi sistemik. Tidak banyak
pengaruh senyawa ini pada DIC, namun sebagai senyawa yang
mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat dijadikan
bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa
depan
Defek Fibrinolisis
• Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem
fibrinolisis akan berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus
menumpuk di pembuluh darah. Namun pada keadaan bakteremia
atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan
Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang
umum, kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III,
protein C,dan aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara
optimal, sehingga fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah.
Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC akibat Acute
myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma
(mis. Kanker prostat)
 Sehingga akan terjadi hiper fibrinolisis, meskipun trombosis
masih ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap
berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut menyebabkan koagulasi
berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun drastis
dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.
• Perdarahan sistemik tidak ada metode khusus untuk
mendiagnosis DIC selain menilai gejala klinis berupa perdarahan
terus-menerus dengan gejala sianosis perifer serta melihat hasil
lab dengan trombositopenia, masa perdarahan global yang
memanjang signifikan (PT dan aPTT), serta Fibrin Degradation
Produc (FDP), atau spesifiknya D-dimer akan meningkat
(walaupun keduanya juga meningkat pada trauma berat)
Gambar Patofisiologi DIC Menurut Porth
Pemeriksaan Diagnostik

Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk:


• D-dimer Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan
darah dengan mengukur fibrin yang dilepaskan. D-dimer pada
orang yang mempunyai kelainan biasanya lebih tinggi dibanding
dengan keadaan normal.
Pemeriksaan Penunjang
• Prothrimbin Time (PTT) Tes darah ini digunakan untuk
mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam proses
pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau
factor pembekuan yang diperlukan untuk membekukan darah
dan menghentikan pendarahan. Prothrombin atau factor II
adalah salah satu dari factor pembekuan yang dihasilkan oleh
hati. PTT yang memanjang dapat digunakan sebagai tanda dari
DIC.
• Fibrinogen. Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak
fibrinogen dalam darah. Fibrinogen adalah protein yang mempunyai
peran dalam proses pemnekuan darah. Tingkant fibrinogen yang
rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika tubuh
menggunakan fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi.
• Complete Blood Count (CBC). CBC merupakan pengambilan sampel
darah dan menghitung jumlah sel darah merah dan sel darah putih.
Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa
DIC, namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis
untuk menegakkan diagnose.
• Hapusan Darah. Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada
slide dan diwarnai dengan pewarna khusus. Slide ini kemudian
diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran dan bentuk sel
darah merah, sel darah putih,dan platelet dapat di identifikasi.
Sel darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada pasien
dengan DIC.
Skor Tes Pembekuan
Scoring system untuk DIC diajukan oleh ISTH
(International Society on thrombosis and Hemostasis)

Skor atau Skala 0 1 2 3

Jumlah Platelet >100 <100 <50


(x109/L)

PT (detik) <3 >3 but <6 ≥6

Fibrinogen(g/L) >1 <1

Fibrin-related Tidak meningkat Meningkat Peningkatan


markers* sedang yang tajam
(meningkat)

TOTAL Jika ≥5, overt DIC- tes diulang setiap hari. Jika <5, non-overt DIC – tes
diulang 1-2 hari setelah tes pertama dilakukan.

*jalan pintas dari penilaian fibrin yang berhubungan dengan penanda yang ditegakkan untuk tes
spesifik.

(diadaptasi dari Franchini, et al., 2006, 6)


Penatalaksanaan

• Antikogulan Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan


menghentikan proses pembekuan, baik yang disebabkan oleh
infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin juga
banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun
dalam penelitian klinik pada pasien DIC, heparin tidak menunjukkan
komplikas perdarahan yang signifikan.
• Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus
kontinu.
• Dosis:100 iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam)
kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali
kontrol
• Low molecular weight heparin dapat menggantikan unfractionated heparin.
• Plasma dan trombosit Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat
selektif. Trombosit diberikan hanya kepada pasien DIC dengan perdarahan atau
pada prosedur invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma
juga patut dipertimbangkan, karena di dalam plasma hanya berisi faktor-faktor
pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien DIC terjadi gangguan seluruh
faktor pembekuan. Penghambat pembekuan (AT III)Pemberian AT III dapat
bermanfaat bagi pasien DIC, meski biaya pengobatan ini cukup mahal.
Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%
• Dosis:
• Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu
selama 3 – 5 hari.
• Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan
perdarahan, tetapi pada pasien KID pemberian antifibrinolitik tidak
dianjurkan. Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis
sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah,
akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat.
Komplikasi
• Hipotensi
• Asidosis
• Perdarahan intracranial • Syok
• Gastrointestinal • Edema Pulmoner
• Iskemia • Gagal Ginjal Kronis
• Emboli paru • Gagal Sistem Organ Besar
• Penyakit kardiovaskuler • Konvulsi
• Penyakit autoimun • Koma
• Penyakit hati menahun • Hipovolemia
• Hipoksia
Primary Survey

• Airway
• Breathing
• Circulation
• Dissability
• Exposure
• ASUHAN KEPERAWATAN
• Pengkajian
1. Adanya faktor-faktor predisposisi:
·  Septicemia (penyebab paling umum)
·  Komplikasi obstetric
·  SPSD (sindrom distress pernafasan
dewasa)
·  Luka bakar berat dan luas
·  Neoplasia
·  Trauma
2  Pemeriksaan fisik:
Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi
prosedur invasif
a. kulit dan mukosa membrane
1. Perembesan difusi darah atau plasma
2.  Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan
abdomen
3.  Bula hemoragi
4.  Hemoragi subkutan
5.  Hematoma
6.  Luka bakar karena plester sianosis akral
( estrimitas berwarna agak
kebiruan, abu –abu, atau ungu gelap )
b. sistem GI
1.  Mual dan muntah
2.  Uji guayak positif pada emesis atau
aspirasi
3.  Nasogastrik dan feses
4.  Nyeri hebat pada abdomen
d. sistem pernafasan
5.  Peningkatan lingkar abdomen
1.  Dispnea
c. sistem ginjal
2. Takipnea
1.  Hematuria
2.  Oliguria 3. Sputum mengandung darah
e. sistem kardiovaskuler
1. Hipotensi meningkat dan postural
2. Frekuensi jantung meningkat
3. Nadi perifer tidak teraba
f. sistem saraf perifer
1. Perubahan tingkat kesadaran
2. Gelisah
3.  Ketidaksadaran vasomotor
4.  Sistem muskuloskeletal
5.  Nyeri : otot,sendi,punggung
h. Perdarahan sampai hemoragi
1.  Insisi operasi
2.  Uterus post partum
3.  Fundus mata perubahan visual
4.  Pada sisi prosedur invasif : suntikan IV, kateter arteral dan selang
nasogastrik atau dada, dll.
5.  Kerusakan perfusi jaringan     
a. Serebral : perubahan pada sensorium, kacau mental
b. Ginjal : penurunan pengeluaran urin
c. Paru : dispnea dan orthopnea
d. Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada
lengan perifer dan kaki )
Diagnosa Keperawatan

• Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder.


• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat
ansietas dan adanya pembekuan darah.
• Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan.
• Hipovolemia berhubungan dengan hemoragi perebesan darah  dan tepat
fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi.
• Kerusakan Integritas Kulit yang berhubungan dengan keadaan syok,
hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.
• Defisit Pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai