Anda di halaman 1dari 24

BADAN USAHA DAN

PERPAJAKAN
Kelompok 4 :

Dwi Aryo Prasetyo Laksono


62201021002152 Della Putri
62201021002154
Ravita Hadi 62201021002164
Susanti Amelia Putri 62201021002151
Keberatan dan
banding Penagihan
Ketentuan Umum pajak
dan Tata Cara Sengketa dalam
Perpajakan : perpajakan dan
penyelesaiannya Sanksi
perpajakan
KEBERATAN DAN
BANDING DALAM
PEMBAYARAN PAJAK
Pengertian Keberatan

Dalam UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A maupun PMK
9/2013
s.t.d.t.d PMK 202/2015 tidak menjabarkan definisi keberatan secara
eksplisit. Namun secara sederhana, keberatan adalah upaya yang
dapat ditempuh wajib pajak yang puas atas suatu ketetapan pajak
yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan oleh pihak ketiga.
Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada
Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib
Pajak yang bersangkutan terdaftar.
Dalam hal apa keberatan dapat diajukan?

Keberatan dapat diajukan atas :


1.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
2.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT);
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4.Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5.Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi
dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan
ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak,
atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan
pajak.

Sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena Surat


Ketetapan Pajak (SKP) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak
Syarat Pengajuan Keberatan :
1.Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
2.Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3.Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;
4.Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib
Pajak.
5. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1
(satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
6. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan
disampaikan;

Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan?


5.Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
6.Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
7.Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;
8.Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas.
Jangka waktu pengajuan keberatan:
1.Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP atau sejak
tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar
kekuasaannya.
2.Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh
Kantor Pelayanan Pajak.
3.Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman
melalui Kantor Pos dan Giro.

Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat
formal. Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan
diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.
Pengertian
Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding,
berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Putusan Banding adalah putusan
badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang
diajukan oleh Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Banding :


1.Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
2.Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan
yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan
diterima dan
dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
3.Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:
1.Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
2.Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya;
3.Kuasa Hukum dari butir diatas.

Pencabutan Banding
Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada
Pengadilan Pajak.

Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:


penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan
sebelum sidang dilaksanakan;
putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat
pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan
terbanding.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat
diajukan kembali.
PENAGIHAN
PAJAK
Dalam prosedur penagihan pajak seorang penunggak pajak dapat disandera bahkan disita
hartanya. Sebagai wajib pajak, ada baiknya untuk memahami hal ini. Tujuannya agar wajib
pajak dapat mengantisipasi risiko yang timbul dari penagihan pajak.

Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan


agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya.

Sementara, penanggung pajak adalah orang atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak. Dasar hukum penagihan pajak tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Jenis Penagihan Pajak


Penagihan pajak ternyata punya banyak jenis. Ada yang sifatnya pasif, aktif bahkan seketika
dan sekaligus.
Penagihan Pasif
Pada penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan
pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya memberitahukan
kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu satu bulan sejak
diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya,
maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.

Penagihan Aktif
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan kelanjutan
dari penagihan pasif. dalam penagihan aktif, fiskus bersama juru sita Pajak
berperan aktif dalam tindakan sita dan lelang.
Penagihan seketika dan
sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang dilakukan
oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo
pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.

Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang
tidak bisa ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak
belum membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.
Langkah-langkah Penagihan
Pajak
1.Surat teguran
Surat teguran atau surat peringatan adalah surat yang diterbitkan untuk
melaksanakan penagihan pajak. Jika dalam waktu tujuh hari setelah tanggal
jatuh tempo penanggung pajak atau wajib pajak belum melunasi utang
pajaknya, maka surat teguran ini akan sampai ke tangan penanggung pajak.
Tujuannya adalah memberikan peringatan kepada penanggung pajak agar
segera melunasi utang pajak sehingga tidak perlu lagi dilakukan penagihan
secara paksa.

2.Surat paksa
Surat paksa merupakan surat yang akan diterbitkan jika 21 hari setelah
jatuh tempo surat teguran, si penanggung jawab pajak tidak melunasi
pajaknya.
Setelah datangnya surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam
waktu 2 x 24 jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan
ke luar
3. Surat sita
Surat sita adalah surat yang diterbitkan jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak
diterbitkannya surat paksa, penanggung pajak belum membayarkan pajaknya. Ada
biaya yang dikenakan untuk surat sita ini yakni Rp75.000. Biaya ini digunakan untuk
pelaksanaan sita.

Penyitaan tidak semata-mata bertujuan untuk menjual barang milik penanggung


pajak, melainkan petugas menggunakan barang-barang tersebut sebagai jaminan
agar
penanggung pajak melunasi pajaknya.

Jadi, penanggung pajak masih memiliki kesempatan untuk melunasi pajaknya selama
14 hari terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak. Jika dalam 14 hari
penanggung
pajak masih belum membayarkan utang pajaknya, maka akan diterbitkan
pengumuman lelang.

Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh 2 orang yang
4. Lelang
Lelang akan dilakukan jika dalam waktu 14 hari setelah diterbitkan pengumuman
lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.

Dasar Penagihan Pajak

Dasar penagihan pajak dibedakan berdasarkan jenis pajaknya. Berikut ini, dasar
penagihan pajak yang perlu Anda tahu:
Dasar penagihan pajak untuk PPh, PPN, dan PPnBM, serta bunga penagihan
adalah: Surat Tagihan Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Surat Keputusan Pembetulan.
Surat Keputusan Pemberatan.
Putusan
Banding
Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak
yang masih hakrus dibayar bertambah.
Dasar penagihan pajak untuk PBB
adalah: Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang. Surat Ketetapan.
Surat Tagihan Pajak.

Daluarsa Penagihan Pajak

Penagihan pajak dikatakan daluarsa jika


telah melampaui batas waktu
penagihan, yaitu 5 tahun terhitung sejak
penerbitan dasar penagihan pajak.
Apabila penagihan pajak daluarsa, maka
penagihan pajak tidak bisa lagi
SENGKETA
PAJAK
Sengketa pajak terjadi karena ketidaksamaan presepsi atau perbedaan
pendapat antara Wajib Pajak dengan petugas pajak mengenai
penetapan pajak terutang yang diterbitkan atau adanya tindakan
penagihan yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pengertian Sengketa Pajak umumnya diawali diterbitkannya surat


ketetapan pajak atau surat tindakan penagihan pajak. Surat
ketetapan pajak dimaksud adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
Selain itu sengketa juga bisa timbul karena adanya pemotongan atau
pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga pelaku pemotongan atau
pemungutan pajak.
Untuk menyelesaikan Sengketa Pajak yang dapat dilakukan Wajib Pajak
adalah meliputi proses keberatan, banding, peninjauan kembali, dan
gugatan.
Upaya hukum keberatan atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorat Jenderal
Pajak, sedang upaya hukum Banding dan Gugatan diajukan ke Pengadilan Pajak
(PP).
Khusus upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung
(MA).
Namun demikian, ada upaya hukum dengan nama peninjauan kembali yang
diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Definisi Sengketa Pajak menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak, "Sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang- undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang- undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa".

"Dengan demikian sengketa yang timbul sebelum keluar keputusan Direktorat Jenderal
Pajak dimaksud, seperti sengketa yang terjadi di dalam pemeriksaan misalnya, tidak dapat
dianggap sebagai Sengketa Pajak. Rumusan Sengketa Pajak tidak mengharuskan adanya
penyelesaian di Pengadilan Pajak, tetapi hanya memberi batasan bahwa keputusan
tersebut dapat diajukan
Banding atau Gugatan ke Pengadilan Pajak. Atas dasar itu, Sengketa Pajak bisa
diselesaikan di Direktorat Jenderal Pajak atau di Pengadilan Pajak".
Terdapat dua sisi persepsi obyek yaitu antara sudut pandang Fiskus dan
Wajib Pajak sebagai akibat dari adanya perbedaan penafsiran dan pendirian
mengenai ketentuan hukum pajak yang memicu terjadinya Sengketa Pajak,
ternyata dapat diselesaikan melalui upaya hukum yakni peradilan
administrasi dalam
pengajuan keberatan dan banding.
SANKSI
PERPAJAKAN
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan
perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti. Sanksi perpajakan merupakan jaminan
bahwa ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan ditaati/dipatuhi. Atau
bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib
Pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu


Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelanggaran
suatu norma perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja,
ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam
dengan sanksi
administrasi dan sanksi pidana ditaati dan dipatuhi. Atau dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk
menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
Itu sebabnya, penting bagi Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi
perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang
dilakukan ataupun tidak dilakukan .

Jenis-jenis Sanksi Perpajakan Sanksi Administrasi :


Menurut Mardiasmo (2011 : 59), sanksi administrasi merupakan
pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa bunga dan
kenaikan.
Menurut Adrian Sutedi (2011 : 221), sanksi administrasi berupa denda
dikenakan terhadap pelanggaran peraturan yang bersifat hukum publik.
Sanksi Pidana Menurut Mardiasmo (2011 : 59), sanksi pidana merupakan
siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir
atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan
dipatuhi.
Sanksi Pidana Menurut Mardiasmo (2011 : 59), sanksi pidana merupakan
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3
macam sanksi pidana, yaitu:
1.Denda Pidana
2.Pidana kurungan
3.Pidana penjara

Persepsi atas Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa


ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan)
akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan
alat
pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan
(Mardiasmo:2011;59).

Menurut M. Zain (2008:57) persepsi atas sanksi perpajakan adalah


interpretasi dan pandangan wajib dengan adanya sanksi
perpajakan.
Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan
indikator (Yadnyana,2009) sebagai berikut:

1.Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup


berat.
2.Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak
sangat ringan.
3.Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana
untuk mendidik wajib pajak.
4.Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa
toleransi.
5.Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi atas sanksi perpajakan merupakan


gambaran yang terstruktur dan bermakna pada hukuman yang dikenakan
kepada
Thank
You

Anda mungkin juga menyukai