PERPAJAKAN
Kelompok 4 :
Dalam UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A maupun PMK
9/2013
s.t.d.t.d PMK 202/2015 tidak menjabarkan definisi keberatan secara
eksplisit. Namun secara sederhana, keberatan adalah upaya yang
dapat ditempuh wajib pajak yang puas atas suatu ketetapan pajak
yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan oleh pihak ketiga.
Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada
Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib
Pajak yang bersangkutan terdaftar.
Dalam hal apa keberatan dapat diajukan?
Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi
dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan
ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak,
atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan
pajak.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat
formal. Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan
diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.
Pengertian
Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding,
berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Putusan Banding adalah putusan
badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
Pencabutan Banding
Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada
Pengadilan Pajak.
Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat
diajukan kembali.
PENAGIHAN
PAJAK
Dalam prosedur penagihan pajak seorang penunggak pajak dapat disandera bahkan disita
hartanya. Sebagai wajib pajak, ada baiknya untuk memahami hal ini. Tujuannya agar wajib
pajak dapat mengantisipasi risiko yang timbul dari penagihan pajak.
Sementara, penanggung pajak adalah orang atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak. Dasar hukum penagihan pajak tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Penagihan Aktif
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan kelanjutan
dari penagihan pasif. dalam penagihan aktif, fiskus bersama juru sita Pajak
berperan aktif dalam tindakan sita dan lelang.
Penagihan seketika dan
sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang dilakukan
oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo
pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak dari semua
jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Tujuannya penagihan jenis ini adalah untuk mencegah terjadinya utang pajak yang
tidak bisa ditagih. Jika saat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak
belum membayar, maka juru sita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.
Langkah-langkah Penagihan
Pajak
1.Surat teguran
Surat teguran atau surat peringatan adalah surat yang diterbitkan untuk
melaksanakan penagihan pajak. Jika dalam waktu tujuh hari setelah tanggal
jatuh tempo penanggung pajak atau wajib pajak belum melunasi utang
pajaknya, maka surat teguran ini akan sampai ke tangan penanggung pajak.
Tujuannya adalah memberikan peringatan kepada penanggung pajak agar
segera melunasi utang pajak sehingga tidak perlu lagi dilakukan penagihan
secara paksa.
2.Surat paksa
Surat paksa merupakan surat yang akan diterbitkan jika 21 hari setelah
jatuh tempo surat teguran, si penanggung jawab pajak tidak melunasi
pajaknya.
Setelah datangnya surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam
waktu 2 x 24 jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan
ke luar
3. Surat sita
Surat sita adalah surat yang diterbitkan jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak
diterbitkannya surat paksa, penanggung pajak belum membayarkan pajaknya. Ada
biaya yang dikenakan untuk surat sita ini yakni Rp75.000. Biaya ini digunakan untuk
pelaksanaan sita.
Jadi, penanggung pajak masih memiliki kesempatan untuk melunasi pajaknya selama
14 hari terhitung dari penyitaan harta penanggung pajak. Jika dalam 14 hari
penanggung
pajak masih belum membayarkan utang pajaknya, maka akan diterbitkan
pengumuman lelang.
Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita pajak dengan disaksikan oleh 2 orang yang
4. Lelang
Lelang akan dilakukan jika dalam waktu 14 hari setelah diterbitkan pengumuman
lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Dasar penagihan pajak dibedakan berdasarkan jenis pajaknya. Berikut ini, dasar
penagihan pajak yang perlu Anda tahu:
Dasar penagihan pajak untuk PPh, PPN, dan PPnBM, serta bunga penagihan
adalah: Surat Tagihan Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
Surat Keputusan Pembetulan.
Surat Keputusan Pemberatan.
Putusan
Banding
Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak
yang masih hakrus dibayar bertambah.
Dasar penagihan pajak untuk PBB
adalah: Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang. Surat Ketetapan.
Surat Tagihan Pajak.
"Dengan demikian sengketa yang timbul sebelum keluar keputusan Direktorat Jenderal
Pajak dimaksud, seperti sengketa yang terjadi di dalam pemeriksaan misalnya, tidak dapat
dianggap sebagai Sengketa Pajak. Rumusan Sengketa Pajak tidak mengharuskan adanya
penyelesaian di Pengadilan Pajak, tetapi hanya memberi batasan bahwa keputusan
tersebut dapat diajukan
Banding atau Gugatan ke Pengadilan Pajak. Atas dasar itu, Sengketa Pajak bisa
diselesaikan di Direktorat Jenderal Pajak atau di Pengadilan Pajak".
Terdapat dua sisi persepsi obyek yaitu antara sudut pandang Fiskus dan
Wajib Pajak sebagai akibat dari adanya perbedaan penafsiran dan pendirian
mengenai ketentuan hukum pajak yang memicu terjadinya Sengketa Pajak,
ternyata dapat diselesaikan melalui upaya hukum yakni peradilan
administrasi dalam
pengajuan keberatan dan banding.
SANKSI
PERPAJAKAN
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan
perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti. Sanksi perpajakan merupakan jaminan
bahwa ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan ditaati/dipatuhi. Atau
bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib
Pajak tidak melanggar norma perpajakan.