Anda di halaman 1dari 23

PAJAK PENGHASILAN

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Hukum


Pajak
Kelompok 7
Adinda Noerdiana (2010631010067)
Alya Syafina Azani (2010631010176)
Detya Anggraeni (2010631010067)
Habib Noor Mundhi (2010631010084)
Naeksha Christine Glory(2010631010208)
Nesvita Christin Purba (2010631010211)
Pama Putery Persada (2010631010201)
BAB 1
LATAR BELAKANG
Pajak dikutip dari Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementrian Keuangan yaitu
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan dari Undang-Undang. Membayar pajak adalah bukan
hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut
berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, khususnya
dalam pelaksanaan pebangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara
untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak
mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
.
LANJUTAN….

Pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut :

a. Fungsi anggaran (budgetair) Fungsi ini terletak pada sector fublik, yaitu mengumpulkan
uang pajak sebanyak-banyaknya, sesuai dengan undang-undang yang berlaku untuk
membiayai pengeluaran Negara. Sebagai suber pendapatan Negara pajak, berfungsi untuk
membiayai pengeluaran Negara. untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan
melaksanakan pembangunan. Digunakan untuk pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, dan segainya.

b. Fungsi mengatur (regulered) Fungsi mengatur berarti pajak di jadikan alat bagi pemerintah
untuk mencapai tujuan tertentu, baik dalam bidang ekonomi moneter, social, kultural,
maupun dalam bidang politik.
Yang menjadi subjek pajak yaitu sebagaimana sudah tercantum dalam UU Nomor 36 Tahun
2008 pada Pasal 2, sedangkan yang tidak termasuk subjek pajak sudah tercantum dalam UU
Nomor 2008 pada Pasal 3. Yang menjadi objek pajak yaitu sebagaimana sudah tercantum dalam
UU Nomor 36 Tahun 2008 pada Pasal 4. Pajak dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Pajak Berdasarkan Sifatnya


a. Pajak tidak langsung adalah pajak yang diberikan kepada wajib pajak bila melakukan peristiwa
atau perbuatan tertentu. Contohnya seorang baru akan dikenakan pajak PPN apabila membeli
suatu barang.
b. Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan pada wajib pajak secara berkala baik perorangan
maupun badan usaha, contohnya pajak penghasilan (PPh) dan pajak bumi dan bangunan
(PBB).
2. Pajak Berdasarkan Pemungutnya
a. Pajak negara adalah pajak yang dipungut oleh negara atau pemerintah pusat seperti PPN,
PPh, dan PPnBM.
b. Pajak daerah adalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah seperti
PBB, pajak kendaraan bermotor, pajak restoran, dan BPHTB. Pajak adalah sumber
penerimaan utama daerah selain transfer dari pemerintah pusat.

Pajak penghasilan dikenal sebagai Pajak Penghasilan Pasal 25 atau PPh 25 adalah pajak yang
dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Setiap
karyawan yang telah memiliki penghasilan dapat dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.
Sedangkan wajib pajak orang pribadi yang memiliki usaha tertentu akan dikenakan PPh Pasal 25
dan PPh Pasal 29. Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional, atau regresif.
Pajak penghasilan awalnya diterapkan pada perusahaan perkebunan yang menyebar dan banyak
didirikan di Indonesia.
Dasar hukum PPh adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan. UU ini mengalami empat kali perubahan, yakni:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas UU No.7/1983 tentang Pajak
Penghasilan
2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU No.7/1983 tentang Pajak
Penghasilan
3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU No.7/1983 tentang Pajak
Penghasilan
4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No.7/1983 tentang
Pajak Penghasilan.

Selain itu, pengaturan terbaru tentang pajak penghasilan juga dalam UU Cipta Kerja No. 11
Tahun 2020 dan melalui UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengaturan Hukum Pajak Penghasilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008

Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Sedangkan Penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik berasal dari Indonesia maupun
luar negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama
dan dalam bentuk apa pun.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dan mengalami perubahan hingga disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan mengatur mengenai Wajib Pajak
yang bersangkutan Pajak Penghasilan (PPh).
Subtansi Pajak Penghasilan sebagaimana Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 jo
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yaitu:
1. Subjek Pajak
Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
a. orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di indonesia,
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
I. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
II. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
III. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
Sedangkan mengenai subjek pajak luar negeri, meliputi :
I. Subjek pajak luar negeri
a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
II. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
a. orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di indonesia,
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
I. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
II. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
III. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
IV. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
III. Penjelasan Bentuk Usaha
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a) tempat kedudukan manajemen;
b) cabang perusahaan;
c) kantor perwakilan;
d) gedung kantor;
e) pabrik;
f) bengkel;
g) gudang;
h) ruang untuk promosi dan penjualan;
i) pertambangan dan penggalian sumber alam;
j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
k) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
Adapun yang Tidak Termasuk ke dalam Subjek Pajak, yaitu:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama sama mereka dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
2. Objek Pajak
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menjadi objek pajak
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
Adapun yang termasuk ke dalam objek Pajak adalah:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah akan dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
i. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan; dan
l. surplus Bank Indonesia
3. Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak (pkp) adalah penghasilan yang dijadikan dasar untuk menghitung Pajak Penghasilan
(PPh). Hal tersebut diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam aturan tersebut
penghasilan kena pajak dihitung dari penghasilan kotor dikurang dengan upah untuk mengumpulkan dan
menjaga penghasilan. Kemudian jika kasus demikian hasilnya rugi maka akan digantikan oleh penghasilan
tahun pajak selanjutnya sampai dengan lima tahun ke depan. Tarif penghasilan kena pajak terbagi dalam dua
jenis berdasarkan subjek pajaknya, yaitu :
a. Tarif penghasilan kena pajak dikenakan kepada wajib pajak orang pribadi (WP OP) dalam negeri
b. Tarif penghasilan kena pajak yang dikenakan kepada wajib pajak badan dalam negeri atau Bentuk Usaha
Tetap (BUT).
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak telah diubah dari yang awalnya termaktub dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menjadi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Yang mana dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tersebut diterangkan
mengenai Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri adalah sebagai berikut:
a. Lapisan Penghasilan Kena Pajak 0 sampai dengan Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
dikenakan Tarif Pajak 5%;
b. Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dikenakan Tarif Pajak 15%;
c. Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dikenakan Tarif Pajak 25%;
d. Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dikenakan Tarif Pajak 30%;
e. Lapisan Penghasilan Kena Pajak di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dikenakan Tarif
Pajak 35%;
Sedangkan pada Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 22% (dua puluh dua persen
4. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan netto bagi wajib pajak
orang pribadi dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak (PKP). Sebagaimana Pasal 6 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, bahwa Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam
negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7. Adapun mengenai besaran PTKP sendiri termaktub dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu Penghasilan Tidak Kena Pajak
per tahun diberikan paling sedikit :
a. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp54.0O0.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1); dan
d. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode normative yaitu dengan mendeskripsikan
data selengkap dan sedetail mungkin. Data yang telah
diperoleh pada penelitian ini akan selanjutnya dilakukan
analisis dengan menggunakan peraturan perundang-
undangan dan teori yang relevan guna mengetahui
bagaimana fenomena peralihan penggunaan jenis hukum
yang berbeda dalam penyelesaian sebuah perkara.
Adapun data yang diperoleh adalah data yang diperoleh
langsung dari beberapa literatur terkait.
RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana prosedur dan efektivitas
rehabilitasi tindak pidana narkotika?
2.Apa saja faktor-faktor penghambat
penegakan hukum dalam pemberantasan
tindak pidana narkotika?
CONTOH KASUS DAN PUTUSANNYA
Pemberian hukuman mati bagi Bandar Narkoba merupakan salah satu
bentuk keseriusan negara terhadap penanganan kasus narkotika di negara ini.
Termasuk hukuman mati bagi Bandar Narkoba Freddy Budiman. Hukuman mati
yang dijatuhkan kepada Freddy Budiman dan kepada beberapa kasus tindak
pidana narkotika lainnya merupakan bentuk hukuman penjeraan agar pelaku
tindak pidana pengedar dan Bandar Narkoba merasa jera untuk mengedarkannya
dan sebagai bentuk pelajaran bagi kasus pidana narkotika yang masih ada dan
berkeliaran saat ini.
Terpidana mati kasus peredaran gelap narkotika (Bandar Narkoba) saudara
Freddy Budiman yang sudah divonis mati oleh hakim pengadilan Jakarta Barat
pada tanggal 15 Juli 2013 dan dieksekusi pada hari Jumat tanggal 29 Juli 2016 Pukul
00.45 dini hari di Nusakambangan Cilacap Jawa tengah. Eksekusi mati tersebut
dilakukan setelah menunggu 3 (tiga) tahun sampai kasus peninjauan kembali dan
permintaan grasi kepada Presiden tidak terpenuhi. Ekseskusi mati ini sudah
dilakukan demi kepentingan dan pelaksanaan hukum yang lebih
efektif.  Penjatuhan hukuman mati bagi terpidana kasus peredaran gelap narkoba
diatur dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 pasal 113 ayat (2) dan Pasal
114 ayat (2).
KESIMPULAN

1.Permasalahan tindak pidana narkotika adalah permasalahan yang sangat sulit untuk
dihilangkan, dari tahun ke tahun kasus-kasus narkotika semakin meningkat. Pecandu atau
pengguna tidaklah sama dengan penjual atau pengedar narkoba. Hasil dari tindakannya,
pengguna tidak dapat lepas dari zat berbahaya tersebut. Maka, kemudian diatur tentang
program rehabilitasi yang tertuang pada Undang-undang No.35 tahun 2009 pasal 54 yang
mewajibkan untuk pengguna narkoba agar menjalani rehabilitasi yang bertujuan untuk
menghentikan kecanduan dari penggunaan narkoba serta memulihkan kondisi sosial dan
mental pengguna.

2.Faktor-faktor yang menyebabkan terhambatnya penegakan hukum dalam pemberantasan


tindak pidana narkotika ialah disebabkan oleh faktor penegak hukum yang diskriminatif dalam
melakukan penegakan hukum bahkan di antaranya ada yang terlibat langsung dalam
penyalahgunaan narkoba, kurangnya sarana dan prasarana yang kurang memadai dan
keterbatasan anggaran, dan juga kurangnya kesadaran masyarakat awam tentang peran
mereka dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.
SESI TANYA JAWAB
TERIMAKSIH 

Anda mungkin juga menyukai