Anda di halaman 1dari 79

Pertemuan ke 5 Hukum

kesehatan dan keperawatan

Dosen: Mukhadiono, SST.,MH


Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk
penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak. Filsuf
Aristoteles menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum
akan jauh lebih baik daripada dibandingkan dengan
peraturan tirani yang merajalela”. Sedangkan kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Menurut UU RI NO.23/1992, hukum kesehatan adalah
semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut
menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan
kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat)
maupun dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana, standar
pelayanan medik dan lain-lain.
Hukum kedokteran adalah merupakan bagian dari hukum kesehatan yang
menyangkut pelayanan kedokteran (medical care/service).
Hukum kesehatan menyangkut :
1. hukum kedokteran
2. hukum keperawatan
3. hukum farmasi klinik
4. hukum rumah sakit
Tujuan hukum kesehatan untuk mengatur tertib dan tetramnya pergaulan hidup.
Peraturan kesehatan dibuat oleh suatu organisasi politik seperti DPR dengan
Presiden, pemerintah, mentri kesehatan. sedangkan kode etik dikeluarkan oleh
ikatan dokter indonesia (IDI), kalau dikode etik tidak ada hukuman hanya diberikan
sanksi seperti pencabutan izin praktek dan sebagainya, dan kode etik kedokteran.
Jika dokter melanggar kode etik kedokteran maka akan diserahkan kepada Majelis
Kedokteran.
Hal-hal yang harus diterapkan oleh para dokter dalam hubungannya dengan pasien :
a. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional
b. Pekerjaannya berlandaskan etik profesi yaitu harus berperikemanusian tidak bertujuan
orientasi ekonomi.
c. Panggilan kemanusiaan
d. Perizinan
e. Belajar sepanjang hayat
f. Anggota suatu organisasi profesi
Ruang lingkup hukum kesehatan:
a. Hukum Medis (Medical Law)
b. Hukum Keperawatan (Nurse Law)
c. Hukum Rumah Sakit (Hospital Law)
d. Hukum Pencemaran Lingkungan (Environmental Law)
e. Hukum Limbah (dari industri, rumah tangga, dsb)
f. Hukum peralatan yang memakai X-ray (Cobalt, nuclear)
g. Hukum Keselamatan Kerja
h. Peraturan-peraturan lainnya yang ada kaitan langsung yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia
Fungsi Hukum Kesehatan
a. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur tata kehidupan
di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya dapat memberi sumbangan yang
besar bagi ketertiban masyarakat secara keseluruhan.
b. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat (khususnya di bidang
kesehatan). Benturan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
c. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat menghalang-halangi
dokter untuk melakukan pertolongan terhadap penjahat yang luka-luka karena
tembakan, maka tindakan tersebut sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk meluruskan sikap dan
pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan pandangan kelompok dokter yang sering
merasa tidak senang jika berhadapan dengan proses peradilan. Sedangkan Menurut
Bredemeier Fungsi Hukum Kesehatan yaitu menertibkan pemecahan konflik -konflik
misalnya kelalaian penyelenggaraan pelayanan bersumber dari kelalaian tenaga
kesehatan dalam menjalankan tugasnya
Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu kedokteran
modern) telah berhasil menyusun landasan bagi sumpah dokter serta
etika kedokteran, yaitu:
a. adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan
praktek kedokteran yang bersifat coba-coba
b. adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin bagi
kesembuhan pasien serta adanya larangan untuk melakukan hal-hal
yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui pelarangan
terhadap euthanasia dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana dokter
dilarang mengambil keuntungan.
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi setiap
dokter.
Hak dan kewajiban pasien, dokter dan Rumah Sakit :
a. Hak dan kewajiban pasien
Dalam Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang
Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, th.1997;
UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, menyebutkan beberapak Hak
dan Kewajiban Pasien serta kewajiban dari Rumah Sakit, diantaranya:
1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan
jujur.
2. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai
dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa
diskriminasi
3. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
keperawatan
4. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit
5. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
klinik dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
6. Hak atas 'second opinion' / meminta pendapat dokter atau dokter gigi
lain
7. Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut
peraturan yang berlaku
8. Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medik yg akan dilakukan thd dirinya.
9. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
10. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung
jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya.
11. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribad
dan atau masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang
kematian).
12.Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak
mengganggu ketertiban & ketenangan umum/pasien lainya.
13. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di
rumah sakit
14. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan
rumah sakit terhadap dirinya
15. Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
16. Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
17. Hak akses /'inzage' kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis
miliknya.
Kewajiban Pasien
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
kepada dokter yang merawat
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam
pengobatanya.
3. Mematuhi ketentuan/peraturan dan tata-tertib yang berlaku di rumah sakit
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkewajiban memenuhi
hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya
b. Hak dan kewajiban dokter
Berikut beberapa hak kewajiban dokter menurut UU No. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 50 dan 51 yaitu :
Termasuk dalam kewajiban dokter dalam pemberian pelayanan
kesehatan adalah :
1. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan
standar operasional prosedur serta kebutuhan medis.
2. Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan / pengobatan, bisa merujuk pasien
ke dokter / sarana kesehatan lain yang mempunyai kemampuan
lebih baik.
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan setelah pasien itu meninggal dunia
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang mampu melakukannya.
5. Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.
Sedangkan yang termasuk sebagai hak dokter dalam pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan
tugas sesuai standar profesi dan standar operasional prosedur.
2. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan
standar operasional prosedur.
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien
atau keluarganya.
4. Menerima imbalan jasa.
c. Hak dan kewajiban Rumah Sakit
Hak Rumah Sakit :
1. Membuat peraturan-peraturan yang berlaku di RS.nya sesuai dengan
kondisi/keadaan yang ada di RS tersebut.
2. Memasyarakatkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS
3. Memasyarakatkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang
diberikan dokter kepadanya
4. Memilih tenaga dokter yang akan bekerja di RS. melalui panitia
kredential
5. Menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk
pasien, pihak ketiga, dll)
6. Mendapat jaminan dan perlindungan hukum
7. Hak untuk mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah
diberikan kepada pasien
Kewajiban Rumah Sakit :
1. Mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah.
2. Memberikan pelayanan pada pasien tanpa membedakan golongan
dan status pasien
3. Merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas
perawatan (Duty of Care)
4. Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan
(Quality of Care)
5. Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat Darurat tanpa
meminta jaminan materi terlebih dahulu
6. Menyediakan sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan
7. Menyediakan sarana dan peralatan medik sesuai dengan standar
yang berlaku
8. Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana,
peralatan dan tenaga yang diperlukan
9. Mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana pencegahan
kecelakaan dan penanggulangan bencana
10. Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan
hukum bilamana dalam melaksanakan tugas dokter tersebut
mendapatkan perlakuan tidak wajar atau tuntutan hukum dari pasien
atau keluarganya
11. Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang bekerja di
rumah sakit tersebut
12. Membuat standar dan prosedur tetap untuk pelayanan medik,
penunjang medik, maupun non medik.
13. Mematuhi Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI)
Sedangkan mengenai hak untuk mengakses rekam medis pasien atau
pun catatan medis pasien maka hal yang mengatur akan ini adalah
Peraturan Menteri kesehatan No.269/MENKES/PER/III/2008 yang
berbunyi :
1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.
3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk
ringkasan rekam medis.
4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa
atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak
untuk itu.
Hak dan kewajiban tenaga kesehatan adalah merupakan
hubungan timbal balik antara para pemberi pelayanan
kesehatan dan juga para penerima jasa pelayanan kesehatan.
Bila hubungan antara hak dan kewajiban tenaga kesehatan
dokter contohnya berjalan dengan baik, tentunya pelayanan
kesehatan akan berjalan dengan optimal dan kesehatan akan
lebih bisa terjaga dan terpelihara dengan baik pula. Dan hal ini
juga diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Republik
Indonesia pula. Termasuk juga mengenai hak kewajiban pasien
ini.
Undang-undang yang mengatur mengenai hak kewajiban pasien serta
hak kewajiban dokter selaku salah satu dari pemberi pelayanan
kesehatan ada dalam beberapa bagian undang-undang. Diantaranya UU
yang berhubungan dengan hal ini adalah UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, sebagian pula diatur pada UU Perlindungan Konsumen, UU
No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan, dan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Semua bagian terdapat dalam aturan perundang-undangan tersebut di
atas.
Di bidang pelayanan kesehatan di Rumah sakit ada 3 bagian pelaku
utama yang berperan, yang masing-masing mempunyai hak dan
kewajiban yang harus sama-sama dipenuhi. Ketiga hal yang berkaitan
erat tersebut adalah Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
Pengaturan hak dan kewajiban tersebut, telah ditentukan dalam berbagai
peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Praktek
Kedokteran, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Rumah Sakit,
Permenkes No. 159 b/1988 tentang Rumah Sakit dan Surat Edaran
Dirjen Pelayanan Medik No. YM.01.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak
dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
Hak Pasien memang harus diatur dalam rangka melindungi kepentingan
pasien yang seringkali tidak berdaya dan merupakan bagian dari
konsumen jasa kesehatan. Demikian juga sebaliknya hak tenaga medis
diperlukan untuk melindungi kemandirian profesi medis dan kesehatan.
Sementara itu di sisi yang lain bahwa kewajiban tenaga medis diatur
untuk mempertahankan keluhuran profesi dan melindungi masyarakat
luas yang mendapatkan pelayanan kesehatan.
KASUS
Falya Raafan Blegur, anak perempuan berusia satu tahun satu bulan,
meninggal dunia usai mendapatkan suntikan antibiotik di Rumah Sakit
Awal Bros di Jalan KH Noer Ali Kavling 17-18, Kecamatan Bekasi
Barat, Kota Bekasi.
Ayah Falya, Ibrahim Blegur mengatakan, Falya dibawa ke RS Awal
Bros pada Rabu (28/10/2015) karena mengalami muntah-muntah dan
buang air besar terus.
Dokter RS Awal Bros Bekasi, Yenny Wiarni Abbas, menyatakan Falya
mengalami dehidrasi ringan dan harus diinfus. Falya pun terpaksa
dirawat di ruang rawat inap. Keesokan harinya, Kamis (29/10/2015),
kata Ibrahim, kondisi kesehatan Falya membaik. Falya sudah mau
makan, bahkan terlihat ceria. Sebelumnya Falya tidak mau makan.
Ibrahim dan istrinya, Erri Kursini mengaku tenang karena sang dokter
mengatakan apabila terjadi apa-apa datang saja ke ruang klinik.
Pada pukul 12.30, Ibrahim pergi keluar. Yang menjaga Falya hanya Erri.
Kemudian pukul 13.00, perawat mendatangi Falya dan mengganti infus.
Falya disuntik infus antibiotik.
Pada pukul 15.30, Ibrahim kembali ke ruangan Falya. Dia kaget karena
Falya sudah kehilangan kesadaran.
Saat Ibrahim datang, tangan Falya sudah dingin dan terdapat bercak-
bercak warna merah. Tubuhnya membiru serta bengkak. Perutnya juga
kembung.
“Padahal rencananya hari itu juga Falya bisa keluar. Saya panik dan
meminta pertolongan,” kata Ibrahim.
Menurut Ibrahim, dokter Yenny segera datang namun hanya memeriksa
dengan stetoskop dan setelah itu pergi tidak kembali-kembali.
Karena marah, Ibrahim minta anaknya diperiksa lagi. Barulah seorang
dokter jaga dan dua perawat datang melihat kondisi Falya.
Menyadari kondisi Falya kritis, perawat dan dokter jaga nampak panik.
Mereka memasang oksigen dan pengukur detak jantung.
Ibrahim melihat perawat hendak menyuntik obat penurun panas,
Sanmol. Namun Ibrahim mencegahnya. Kemudian dokter Yenny datang
kembali.
“Setelah kembali, dokter Yenny meminta kepada perawat untuk
membawa Falya ke ruang NICU,” kata Ibrahim.
Menurut Erri, ibu Falya, 30 menit setelah disuntik infus antibiotik, sang
anak mengalami kejang-kejang dan pada mulutnya mengeluarkan busa .
“Yang ganti infus perawat tanpa sepengetahuan ayah Falya. Katanya
atas perintah dokter,” kata Erri.
Pada Jumat (30/10/2015), di ruangan NICU, dokter Yenny menngatakan
kepada Ibrahim dan Erri bahwa Falya akan baik-baik saja.
Menurut dokter Yenny, kondisi kritis Falya bukan disebabkan antibiotik
melainkan karena terdapat bakteri di perut dan flek di paru-paru.
“Dia bilang tenang saja, karena pernah menangani kasus yang lebih
berat dan berhasil,” kata Ibrahim.
Ibrahim mengatakan, pihak RS Awal Bros tidak memberikan penjelasan
detail ketika ia menanyakan peluang hidup Falya.
“Mereka cuma bilang akan menangani Falya semaksimal mungkin.
Mereka tidak menjelaskan detail dan terkesan menutup-tutupi,” kata
Ibrahim.
Sejak Kamis siang itu, Falya tetap tidak sadarkan diri dan kondisi kesehatannya
terus menurun. Pada Minggu (1/11/2015) pagi, Falya dinyatakan meninggal dunia.
Ibrahim yakin Falya adalah korban malpraktik. Itu diperkuat dengan gratisnya biaya
pengobatan Falya.
Ketika Falya hendak dibawa ke rumah duka di Kranji, Bekasi Barat, Ibrahim tidak
mendapatkan tagihan apa pun.
“Biaya pengobatan Falya tidak ditagih. Kami cuma keluar Rp 1,5 juta saja untuk
deposit awal. Ini kan sangat aneh,” kata Ibrahim.
Pihak keluarga Falya berencana membawa kasus ini ke jalur hukum. “Kami akan
menempuh jalur hukum. Kami meyakini Falya adalah korban malpraktik,” kata
Ibrahim.
Ketika dikonfirmasi, pihak RS Awal Bros hanya memberikan jawaban normatif.
Menurut Manajer Pemasaran RS Awal Bros, Yadi Haryadi, pihaknya masih
mendalami kasus ini.
“Nanti hasilnya akan segera kita sampaikan ke pihak keluarga. Saya sendiri belum
tahu hasilnya karena memang masih dalam proses pendalaman oleh pihak kami,”
ujar Yadi
Analisa kasus
Pada Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga
Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yang telah dinyatakan dihapus
oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh karena itu secara
perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H.,
ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat
dijadikan acuan makna malpraktik yang mengidentifikasikan
malpraktik dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-
undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan
tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut:
a. melalaikan kewajiban;
b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh
seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun
mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan;
c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga
kesehatan;
d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-
undang ini.
Dokter Yenny Wiarni Abbas dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal
359 KUHP yang berbunyi “Barang siapa karena kesalahannya
(kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun” dan UU Kesehatan yang mengakibatkan orang meninggal dunia.
•Pengadilan Negeri Bekasi menyatakan RS Awal Bros Bekasi
melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
berbunyi “tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian
kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” serta UU No. 44 tahun 2009
Pasal 46 tentang Rumah Sakit yang berbunyi“Rumah Sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di
Rumah Sakit”.
Didalam Ketentuan Pidana pada Bab XX diatur didalam Pasal 190 yang berbunyi:
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien dalam keadaan
gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
Kesimpulan
Dalam kasus Falya, RS Awal Bros Bekasi terbukti bersalah karena
melakukan tindakan medis tidak sesuai dengan Standar Pelayanan
Minimal (SPM). Pada prosedur injeksi cairan, seharusnya dilakukan
sikn test namun pada kasus ini perawat tidak melakukan prosedur
tersebut. Setelah beberapa menit, diketahui bahwa pasien memiliki
alergi terhadap cairan yang telah diberikan hingga mengakibatkan
pasien meninggal dunia.
Orangtua Falya melaporkan kasus tersebut kepada pihak-pihak
yang berwajib namun tidak ada tanggapan hingga akhirnya
orangtua falya membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri
Bekasi. Pengadilan Negeri Bekasi menyatakan RS Awal Bros
Bekasi melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yang berbunyi “tiap perbuatan melawan hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut” serta UU No. 44 tahun 2009 Pasal 46 tentang Rumah
Sakit yang berbunyi“Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah
Sakit”.
1. Jenis Tenaga Kesehatan
Dalam Peraturan Pemerintah 32 Tahun 1996 dijelaskan adanya berbagai macam tenaga kesehatan,
yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik dari segi latar belakang pendidikannya maupun
jenis pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan. Jenis tenaga kesehatan berdasarkan UU ini
meliputi : tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga Kesehatan masyarakat,
tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisan medis.
1. Tenaga medis, mencakup: a. Dokter b. Dokter gigi
2. Tenaga Keperawatan, mencakup: a. Perawat b. Bidan
3. Tenaga Kefarmasian, mencakup: a. Apoteker b. Analis c. Asisten apoteker
4. Tenaga Kesehatan masyarakat, mencakup: a. Epidemiolog kesehatan. b. Entomolog kesehatan c.
Mikrobiolog kesehatan d. Penyuluh kesehatan e. Administrator Kesehatan f.Sanitarian
5. Tenaga gizi, yang mencakup : a. Nutrision b. Esisten
6. Tenaga keterapian fisik yang mencakup : a. Fisioterapis b. Akupasiterafis c. Terapis wicara
7. Tenaga Keteknisan medis, yang mencakup : a. Radiografer b. Radioterafis c. Teknisi Gizi d.
Teknisi elektromedis e. Analis kesehatan f. Refraksionis g. Optisien h. Otorik prostetek i. Teknisi
tranfusi j. Perekam medis
2. Persyaratan Tenaga Kesehatan
Untuk menduduki tugas dan fungsi sesuai dengan jenis tenaga kesehatan
seperti telah disebutkan diatas, maka tenaga kesehatan harus mempunyai
kemampuan atau keterampilan sesuai dengan jenis dan kualifikasi tenaga
kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, dalam Perturan Pemeragi intah No.32
Tahun 1996 diatur ketentuan sebagai berikut:
a. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang
kesehatan yang dinyatakan dengan ijasah dari lembaga atau intitusi
pendidikan
b. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga
kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari menteri. Persyarakatan ini
dikecualikan bagi tenaga kesehatan masyarakat.
c. Selain izin dari menteri, bagi tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan
dari lembga pendidikan luar negeri harus melakukan adaptasi terlebih dahulu
di fakultas atau lembaga pendidikan dokter negeri di Indonesia.
3. Perencanaan dan Pengadaan Tenaga Kesehatan
a. Perencanaan Tenaga Kesehatan
Perencanaan, pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan yang merata dan yang tersebar diseluruh jenis fasilitas pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta. Penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
nasional tenaga kesehatan. Dalam merencanakan tenaga kesehatan di indonesia didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan serta faktor-faktor sebagai berikut:
1) Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masayarkat. Hal ini akan ditentukan oleh jenis
pelayanan (preventif, promotif, kuratif atau rehabilitatif) dengan memperhatikan pula faktor geografis,
demografis dan sosial budaya masyarakat
2) Sarana kesehatan yang beraneka ragam yang tersebar diseluruh tanah air. Seperti diketahui bahwa
sarana kesehatan kita bukan berarti puskesmas dan rumah sakit saja, tetapi juga sarana atau intitusi yang
menunjang pelayanan kesehatan, seperti bidang farmasi, alat-alat dan teknologi kesehatan, laboratorium
klinik, penelitian kesehatan dan biomedis, dan sebagainya.
3) Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Seperti telah disebutkan
bahwa jenis tenaga kesehatan di Indonesia tidak kurang dari 28 jenis. Jenis tenaga kesehatan sebesar itu
memang yang dibutuhkan oleh sarana dan fasilitas kesehatan yang ada saat ini. Meskipun belum semua
tenaga kesehatan yang diperlukan di masayakat sudah tertampung dalam jenis-jenis pelayanan kesehatan
yang ada, seperti tekniker gigi, akupuntur dan mungkin masih ada lagi.
b. Pengadaan Tanaga Kesehatan
Ketentuan tentang pengadaan tenaga kesehatan yang diperlukan oleh berbagai jenis sarana dan
pelayanan kesehatan di Indonesia, menurut ketentuan dalam PP No. 32 Tahun 1996, dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.
Pendidikan
1) Pendidikan di bidang kesehatan dilaksanakan oleh lembaga atau intitusi pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat
2) Penyelenggaraan pendidikan bidang kesehatan ini didasarkan pada izin dari pihak yang diberi
kewenangan untuk mengatur penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Pelatihan
1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan atau penguasaan
pengetahuan di bidang teknis kesehatan
2) Pelatihan di Bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
3) Setiap tenaga kesehatan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang
kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
4) Penyelenggaraan dan atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan
kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan
untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan bidang kesehatan.
5) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilaksanakan di Balai Pelatihan Tenaga Kesehatan atau tempat
pelatihan lainnya.
6) Pelatihan bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat (swasta)
7) Pelatihan bidang kesehatan yang diselanggarakan oleh pemerintah dilaksanakan
dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
8) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat
dilaksanakan atas dasar izin menteri
9) Pelatihan di bidang kesehatan wajib meenuhi persyaratan tersedianya:
a) Calon peserta
b) Tenaga Pelatih
c) Kurikulum
d) Sumber yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan
pelatihan
e) Sarana dan Prasarana
10) Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan pelatihan di bidang
kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat ternyata:
a) Tidak sesuai dengan arah pelatihan yang ditentukan
b) Tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan
11) Penghentian pelatihan karena ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelatihan
dilanggar
4. Standar Profesi Dan Perlindungan Hukum
Petugas kesehatan adalah petugas kesehatan yang profesional. Petugas
kesehatan yang profesional mendasarkan semua prilaku dan
tindakannyadalam melayani masyarakat atau pasien harus didasarkan pada
standar profesi. Oleh sebab itu setiap jenis tenaga kesehatan yang melayani

di berbagai sarana atau fasilitas kesehatan harus mempunyai acuan


bertindak (etika) profesi atau “Kode Etik Profesi” sebagai standar profesi
kesehatan ini harus dirumuskan oleh masing-masing organisasi atau
perkumpulan profesi. Misalnya, untuk standar atau etika dokter disusun
oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia), etika atau standar profesi bidan oleh
IBI (Ikatan Bidan Indonesia), etika atau standar profesi perawat oleh PPNI
(Perkumpulan Perawat Nasional Indonesia), dan seterusnya.
Ketentuan tentang standar profesi petugas kesehatan ini dalam Peraturan
Pemerintah No.32 Tahun 1996 diatur sebagai berikut:
a. Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
tenaga kesehatan.
b. Standar profesi tenaga kesehatan ini selanjutnya ditetapkan oleh Menteri.
c. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
1) Menghormati hak pasien
2) Menjaga kerahasian identitas dan tata kesehatan pribadi pasien
3) Memberi informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
4) Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
5) Membuat dan memelihara rekam medis.

5. Tenaga Kesehatan Dalam UU No.36 Tahun 2009


Aspek hukum tenaga kesehatan seperti telah diuraikan di atas adalah bersumber pada PP.32 Tahun
1996. Sedangkan Peraturan Pemerintah tersebut disusun berdasarkan perintah Undang-Undang
Kesehatan yang baru (UU. No.36 Tahun 2009) ketentuan tentang Tenaga Kesehatan ini lebih rinci
dibandingkan dengan UU No.23 Tahun 1992. Untuk lebih jelasnya di bawah ini diuraikan ketentuan-
ketentuan tentang ketenagaaan (Pasal 21-29 UU No.36 Tahun 2009), sebagai berikut:
Perencanaan
Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayana kesehatan.ketentuan mengenai
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan ini
diatur dalam Pertauran Pemerintah. Demikian juaga ketentuan mengenai tenaga kesehatan akan
diatur dengan Undang-Undang.
Kualifikasi dan kewenangan
Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum. Ketentuan mengenai kualifikasi miminum
akan diatur dengan Peraturan Menteri. Disamping kualifikasi, tenaga kesehatan mempunyai
kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Kewenangan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan ini sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki
2. Dalam meyelengarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari
pemerintah
3. Selama memberikan pelayanan kesehatan tersebut, dilarang mengutamakan kepentingan yang
bernilai materi

Etika dan Kode Etik


Tenaga kesehatan yang berwenang menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus memenuhi
ketentuan:
a. Kode etik
b. Standar Profesi
c. Hak pengguna pelayanan kesehatan
d. Standar pelayanan, dan
e. Standar prosedur operasional
Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi- organisasi profesi yang
bersangkutan. Sedangkan ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, danstandar prosedur operasional diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

Pendidikan dan pelatihan


Pengadaan, pendidikan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah , dan atau masyarakat melalui pendidikan dan atau pelatihan tersebut menjadi
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah

Pendayaguanaan dan penempatan


Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan.
Sedangkan pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai
dengan kebutuhan daerahnya masing-masing. Pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan ini
harus dilakukan dengan memperhatikan:
(1) Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat
(2) Jumlah sarana pelayanan kesehatan:
(3) Jumlah tenaga keehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada
Perlu diingat pula bahwa penempatan tenaga kesehatan sebagai mana dimaksud dilakukan dengan
tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang merata.
Hak, Kewajiban, dan kewenangan
Tenaga kesehatan mempunyai hak, kewajiban dan kewenangan antara lain:
1. Mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya
2. Berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan tersebut diatur dalam Peraturan
Pemerintah
3. Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan pemeriksaan kesehatan atas
permintaan penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh negara
4. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud tersebut didasarkan pada kompetensi dan kewenangan sesuai
dengan bidang keilmuan yang dimiliki.
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
C. Hubungan Hukum Penyelenggaraan Kesehatan
Seperti dikemukakan di atas, peyelenggaraan mengenai semua upaya kesehatan didukung oleh sumber daya
kesehatan. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan secara implicit menegaskan bahwa kesehatan
dibagi menjadi dua unsur yaitu upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan46.
Pemeliharaan kesehatan dan pelayanan kesehatan merupakan dua aspek dari upaya kesehatan. Istilah pemeliharaan
kesehatan kesehatan dipakai untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat dan istilah pelayanan kesehatan dipakai
untuk upaya kesehatan individu. Dengan demikian pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan yang melibatkan tenaga kesehatan (antara lain dokter) dengan pasien dan sarana kesehatan. Sedangkan
sumber daya sumber daya kesehatan, terdiri dari sumber daya manusia kesehatan (tenaga kesehatan yaitu antara
lain dokter, apoteker, bidan, dan perawat), juga
sarana kesehatan (antara lain rumah sakit, puskesmas, klinik, dan tempat praktik dokter).
Sarana kesehatan biasanya dimiliki oleh pemerintah dan swasta untuk sarana kesehatan sasta (SKS). Sarana
kesehatan ini dalam menjalankan tugasnya selalu hubungan medic dan hubungan. Oleh karena itu hubungan
hukum seperti apa yang muncul berkaitan dengan sarana kesehatan, dokter, dan pasien.
Sarana kesehatan swasta (SKS) merupakan obyek hukum sedangkan subyek hukumnya adalah dokter dan pasien.
Hubungan hukum akan terjadi bila seorang pasien datang ke sarana kesehatan swasta untuk berobat. Hubungan
hukum antara dokter, pasien, dan sarana pelayanan kesehatan swasta berbentuk perikatan untuk berbuat sesuatu,
yang dikenal sebagai jasa pelayanan kesehatan. Pasien adalah pihak penerima jasa pelayanan kesehatan dan dokter
serta SKS adalah pihak-pihak yang memberi pelayanan kesehatan. Hubungan hukum adalah ikatan antara subyek
hukum dengan subyek hukum. Hubungan hukum ini selalu meletakan hak dan kewajiban yang timbal balik,
artinya hak subyek hukum yang satu menjadi kewajiban subyek hukum yang lain, demikian juga sebaliknya.
Hubungan hukum dalam bidang hukum perdata dikenal sebagai perikatan (verbintenis).
Hubungan antara dokter dan pasien selain hubungan medik, terbentuk pula hubungan hukum.
Pada hubungan medik, hubungan dokter dan pasien adalah hubungan yang tidak seimbang,
dalam arti pasien adalah orang sakit yang awam dan dokter adalah orang sehat yang lebih tahu
tentang medis. Namun dalam hukum terdapat hubungan yang seimbang, yakni hak pasien
menjadi kewajiban dokter dan hak dokter menjadi kewajiban pasien dan keduanya merupakan
subyek hukum.
Hubungan hukum antara dokter dan pasien dapat berbentuk perikatan yang lahir karena
perjanjian dan dapat berbentuk perikatan yang lahir karena UU. Contoh hubungan hukum
dokter dan pasien yang lahir karena perjanjian, adalah apabila pasien datang ke tempat praktik
dokter, yang melakukan penawaran jasa pelayanan kesehatan dengan memasang papan nama,
dalam
arti pasien menerima penawaran dari dokter, maka terbentuklah perikatan yang lahir karena
perjanjian.
Perikatan antara dokter dan pasien yang lahir karena UU, apabila dokter secara sukarela
membantu orang yang kecelakaan pada saat dokter tersebut sedang melintas di tempat terjadinya
kecelakaan tersebut. Tanpa ada perintah atau permintaan dari siapapun dokter berkewajiban
melakukan pertolongan sampai orang tersebut atau keluarganya dapat mengurusnya.
Hubungan hukum antara SKS dan pasien tergantung dari hubungan antara dokter dengan SKS
tersebut. Apabila terdapat kerugian yang diderita pasien karena pelayanan kesehatan yang
didapat, akan terdapat dua perjanjian, yaitu dengan SKS dan dokter yang mengobatinya.
Maka pasien harus mencari tahu terlebih dahulu, siapa yang melakukan kesalahan yang menimbulkan
kerugian bagi pasien. Apabila kesalahan dilakukan oleh SKS, maka pasien hanya menggugat SKS.
Tapi, apabila kesalahan oleh dokter yang mengobati maka pasien hanya harus menggugat dokter
tersebut. Dalam arti salah alamat kalau pasien menggugat SKS. Begitu pula kalau kesalahan dibuat
oleh baik SKS ataupun dokternya maka gugatan harus ditujukan kepada keduanya.
Peristiwa hukum yang dapat terjadi di SKS adalah bilamana pasien merasa dirugikan oleh pihak SKS
atau dokter yang sedang bertugas di SKS tersebut. Namun dapat saja terjadi di bagian lain misal
bagian farmasi dan sebagainya.
Pelayanan medis yang berlaku di rumah sakit tentunya tidak lepas dari standar prosedur yang berlaku
di masing-masing rumah sakit sehingga dokter atau tenaga kesehatan di tuntut dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien tidak boleh lepas dari standar yang telah ditetapkan, namun dalam
kenyataan di lapangan seringkali dokter atau tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas-tugasnya
lalai dan tidak jarang mengakibatkan kondisi pasien bisa berubah menjadi lebih sakit ataupun
meninggal karena kelalaian tersebut yang berakibat pada tuntutan hukum. Oleh karena itu dalam
beberapa kasus yang yang sering muncul di publik telah memberikan suatu peringatan

bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya harus lebih berhati-hati dan bertanggung
jawab agar supaya tidak terjadi kesalahan, kelalaian ataupun pembiaran, yang berakibat pada tuntutan
hukum.
Pembiaran medik secara umum belum di kenal secara luas di kalangan masyarakat
baik itu profesi hukum, pembiaran medik merupakan salah satu tindakan kedokteran
dimana dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak sesuai standar prosedur yang
berlaku, adapun dapat dikatakan pembiaran medik adalah suatu tindakan dokter
tidak sungguh-sungguh atau tidak memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien
dengan berbagai alasan yang terkait dengan sistem pelayanan kesehatan.
Pembiaran medik ini sering kali terjadi di rumah sakit terlebih khusus bagi
masyarakat atau pasien miskin dengan alasan harus memenuhi beberapa syarat
administrasi, pembiaran medik juga sering terjadi pada Instalasi Gawat Darurat
(IGD) atau Unit Gawat Darurat (UGD) setiap pasien yang masuk ke unit tersebut
seringkali tidak diberikan pelayanan yang memadai sehingga dapat terjadi
pembiaran, dalam hal tersebut, dokter atau tenaga kesehatan yang bertugas di unit
tersebut harus bertanggung jawab, dalam pertanggung jawab tersebut juga tidak
lepas dari peran rumah sakit yang melaksanakan pelayanan kesehatan.
Pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan dan merupakan pihak yang lemah
seringkali tidak mendapatkan perlindungan hukum dan advokasi sewajarnya, baik dari
pihak rumah sakit ataupun penegak hukum itu sendiri. Kesulitan pasien secara umum
adalah dalam hal memperoleh advokasi seperti sulitnya mencari alat bukti, sulitnya
menembus kebisuan para saksi ahli dan sulitnya mekanisme pengadilan. Untuk itu pasien
terancam tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya.
Kasus pembiaran medik yang berdampak pada kecacatan atau kematian kepada pasien
menimbulkan dampak hukum yang sangat besar, namun begitu karena ketidaktahuan atau
kurang pahamnya pasien dalam sistem pelayanan kesehatan menjadi suatu hal yang biasa
saja. Dalam sistem hukum Indonesia pembiaran medik secara umum belum tercantum
secara jelas namun dalam hal yang demikian dapat diasumsikan ke dalam beberapa
peraturan perundang- undangan yang ada misalnya :
1. KUHPerdata
Dalam pasal 1366 KUHPerdata, bahwa setia orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabakan perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
Dalam asumsi pasal tersebut kelalaian adalah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang bertugas di rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien tentunya
merupakan tanggung jawabnya, jika terjadi pembiaran medik bahwa karena hal-hal yang berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang mengabaikan pasien dengan alasan tertentu misalnya karena tidak ada biaya, atau
penjaminnya, sehingga mengakibatkan terjadinya kecacatan dan kematian bagi pasien, maka tenaga
kesehatan dapat di gugatan perdata dalam hal kelalaian dari tugas dan tanggung jawabannya yang
seharusnya dikerjakan.
2. KUHP
Pasal 304 KUHP, Sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang itu. Dalam hal demikian, tenaga kesehatan dengan sengaja membiarkan pasien yang masuk di
rumah sakit dan membutuhkan perawatan namun dengan kelalaiannya membiarkan pasien sehingga pasien
mengalami kecacatan dan atau kematian, maka tenaga kesehatan tersebut dapat di tuntut melakukan suatu
tindakan kejahatan pidana, berkaitan dengan kenyataan yang mempunyai arti dibidang pidana, antara lain
apakah tindakan, atau perbuatan dan sebab-akibat yang terjadi tersebut memenuhi kualifikasi suatu
kejahatan atau tidak. Berkaitan dengan kenyataan yang dapat dijadikan perkara pidana yang artinya bahwa
ada korban yang terancam atau dibahayakan jiwanya dan apakah kejadian tersebut murni karena faktor
manusia dan bukan alam.
3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam ketentuan pidana tidak secara jelas
mengatur tentang tindak pidana kesehatan dalam Pasal 190 menyebutkan pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien
yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85
(ayat 2) di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.
200.000.000,-. Dalam hal pasal ini dengan secara tegas hanya mengatur tentang ketentuan pidana
yang terjadi di unit gawat darurat tetapi tidak dengan pasien umum yang berada di rumah sakit,
untuk pembiaran medik ini bisa terjadi pada unit gawat darurat ataupun untuk pelayanan umum
karena pembiaran medik terjadi pada pasien yang kurang mampu.
Penjelasan diatas sedikit banyak telah mengulas tentang pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
menyebabkan banyak kejadian yang bertentangan dengan standar prosedur pelayanan kesehatan
yang berdampak pada penututan atau gugatan hukum, maka diwajibkan kepada tenaga kesehatan
yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit dalam menjalankan tugasnya
harus sesuai dengan standar prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan di rumah sakit.
Untuk melaksanakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, pada prinsipnya, semua jajaran tenaga kesehatan
didukung tenaga non kesehatan dalam prakteknya memperhatikan beragam aturan sbb :
a. Status tenaga kesehatan dalam profil standart
b. Menerapkan standart pelayanan medis sesuai dengan disiplin ilmu.
c. Operasional standart pelayanan medis sesuai dengan indikasi, sistematika ditindaklanjuti dengan protap atau
SOP

d. Dalam semua tindakan medis sangat memperhatikan saling memahami dan menyetujui serta menghormati
akan hak pasien yang tertuang dalam Informed Consent (IC)
e. Rekaman tindakan medis yang dibantu / bersama / oleh dengan tenaga kesehatan dan non kesehatan yang lain,
sebaiknya cukup lengkap dan benar. Rekaman kesehatan terpaku (RM, asupan keperawatan, kefarmasian, gizi,
Lab dan Administrasi )
f. Penjaringan/selektif mengenai kerahasiaan pelayanan medis, diagnosa dan prognosa atau efek samping harus
diwaspadai, perlu dicermati.
g. Indikasi penggunaan sarana medis khususnya alat canggih betul selektif dan tepat guna.
h. Administrasi standart termasuk tarif normative saja
i. Semua tindakan medis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah medis ada transparasi.
j. Adanya kemungkinan aspek hukum, rambu-rambu antisipasi atau kenetralan perlu mendapat
kewaspadaan.
k. Semua tindakan atau perilaku tewrsebut untuk suatu upaya pengamanan timbal balik antara tenaga kesehatan
dan pasien/keluarga dan berhasil.
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahandiskusi para perawat. PPNI pada
kongres nasional ke-2 di Surabaya tahun1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan
perundang-undanganuntuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-
undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belumdapat bertanggung
jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpangtindih antara tugas dokter dan perawat
masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan perguruan tinggi merasa frustasi karena tidak
adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini jugamenyebabkan semua
perawat dianggap sama pengetahuan danketerampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang
ilmiah yang mereka miliki
Pada hari keperawatan sedunia yaitu tanggal 12 Mei 2008, diIndonesia digunakan untuk mendorong
berbagai pihak mengesahkanRancangan Undang-Undang Praktik Keperawatan. PPNI menganggap
bahwakeberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagimasyarakat terhadap
terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat.
Aspek hukum praktik keperawatan merupakan perangkat hukum atauaturan-aturan hukum yang
secara khusus menentukan hal-hal yang seharusnyadilakukan atau larangan perbuatan sesuatu
bagi profesi perawat dalammenjalankan profesinya. Aspek hukum yang terkait langsung dengan
praktikkeperawatan diantaranya UU no.23 tahun 1992 tentang kesehatan, PeraturanPemerintah
no.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, Kep.Men.Pan/II/2001tentang jabatan fungsional
perawat dan angka kreditnya, Kep.Men.Kes1239/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat,
Keputusan DirekturJendral Pelayanan Medik No.Y.M.00.03.2.6.956 tentang hak dan kewajiban
perawat
Menurut undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang tenagakesehatan Pasal (1)Dalam Undang-
Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilanmelalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentumemerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah
jenjang Diploma Tiga.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempatyang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanankesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatifyang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ataumasyarakat.
4. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaiankegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajatkesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihankesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
5. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang TenagaKesehatan berdasarkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik.
6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan,keterampilan, dan perilaku peserta didik
pada perguruan tinggi yangmenyelenggarakan pendidikan tinggi bidang Kesehatan.
7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadapKompetensi Tenaga Kesehatan untuk
dapat menjalankan praktik diseluruh Indonesia setelah lulus uji Kompetensi.
8. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh
lulusan pendidikan profesi.
9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatanyang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesidan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai
pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik.
Menurut undang-undang 38 tahun 2014 menetapkan undang-undang
tentang keperawatan pasal (1): Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:1. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan
kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalam
keadaan sakit maupun sehat.
2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikantinggi
Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeriyang diakui oleh
Pemerintah sesuai dengan ketentuanPeraturan Perundang undangan.
3. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanankesehatan yang
didasarkanpada ilmu dan kiat Keperawatanditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, ataumasyarakat, baik sehat maupun sakit
1. Definisi dan Tujuan Praktik Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun
sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan
system klien dan tenaga kesehatan lain dalam membrikan asuhan keperawatan
sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan,
termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok .
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk memberikan
perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan
keperawatan. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
yang diberikan oleh perawat.
2. Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.
Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat
kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan
pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum,
bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap
rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil,
berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki
tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak
(masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang,
optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan
kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU
Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan
bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis
telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan
Praktik Perawat.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian
pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi
dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan
pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan
penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
Kemudian fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan
maraknya tuntunan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk
keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan
kesehatan. Hanya perawat yang memeuhi persyaratan yang mendapat
izin melakukan praktik keperawatan.
Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU
Keperawatan semakin tinggi . Uraian diatas cukup menggambarkan
betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri,
melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan.
Sejak dilaksanakan Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang
menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi dan pendidikan
keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah
dilakukan dalam memajukan profesi Keperawatan.
Pada hari keperawatan sedunia yaitu tanggal 12 Mei 2008, di Indonesia digunakan
untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Praktik
Keperawatan. PPNI menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang akan
memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap terhadap pelayanan
keperawatan dan profesi perawat. Aspek hukum praktik keperawatan merupakan
perangkat hukum atau aturan-aturan hukum yang secara khusus menentukan hal-hal
yang seharusnya dilakukan atau larangan perbuatan sesuatu bagi profesi perawat
dalam menjalankan profesinya. Aspek hukum yang terkait langsung dengan praktik
keperawatan diantaranya UU no.23 tahun 1992 tentang kesehatan,
PeraturanPemerintah no.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan,
Kep.Men.Pan/II/2001 tentang jabatan fungsional perawat dan angka kreditnya,
Kep.Men.Kes1239/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat, Keputusan
DirekturJendral Pelayanan Medik No.Y.M.00.03.2.6.956 tentang hak dan kewajiban
perawat
Menurut undang-undang nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
Pasal (1)Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilanmelalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentumemerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikandiri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah
jenjangDiploma Tiga.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempatyang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanankesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatifyang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ataumasyarakat.
4. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaiankegiatan yang dilakukan
secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajatkesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihankesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
5. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang TenagaKesehatan
berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat
menjalankan praktik.
6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan,keterampilan, dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yangmenyelenggarakan pendidikan tinggi bidang
Kesehatan.
7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadapKompetensi Tenaga
Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik diseluruh Indonesia setelah lulus uji
Kompetensi.
8. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap
Tenaga Kesehatanyang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesidan
telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum
untuk menjalankan praktik.
Menurut undang-undang 38 tahun 2014 menetapkan undang-
undang tentang keperawatan pasal (1):Dalam Undang-Undang ini
yang dimaksud dengan:
1. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepadaindividu,
keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik dalamkeadaan sakit
maupun sehat.
2. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeriyang diakui oleh
Pemerintah sesuai dengan ketentuanPeraturan Perundang undangan.
3. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanankesehatan yang didasarkanpada ilmu dan kiat
Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik sehat maupun sakit
IMPLEMENTASI UNDANG- UNDANG
NO. 38 TAHUN 2014 TENTANG
KEPERAWATAN
1. SEKILAS. UU NO. 38 TAHUN 2014 TENTANG
KEPERAWATAN LEMBAR NEGARA No. 307
TAMBAHAN LEMBAR NEGARA No DITANDATANGANI
PRESIDEN RI TANGGAL 17 OKTOBER 2014

2. LATAR BELAKANG UU KEPERAWATAN PELAYANAN


KEPERAWATAN Bertanggung jawab, akuntabel, bermutu,
aman, dan terjangkau oleh perawat yg kompeten, berwenang,
beretika dan bermoral yg tinggi Perlu diatur secara
komprehensif Memberi perlindungan dan kepastian hukum :
perawat dan masyarakat
3. Perlindungan dan kepastian hukum Pengembangan dan Qualitas
Keperawatan (Profesionalisme) di Indonesia UNDANG-UNDANG
KEPERAWATAN P E N D I D I K A N J e n i s P w t K R E D E N S I A L R e
g i s t r a s i l i s e n s i PEMERINTAH OP,KOLEGIUM,AIP KONSIL H A K &
K E W A J I B A N PRAKTIK TUGAS WEWE NANG Sistem keperawatan
yang baik P e n g a w a s a n p e m b i n a a n p e n g e m b a n g a n

4. ANATOMI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII BAB
VIII BAB IX BAB X BAB XI BAB XII BAB XIII : KETENTUAN UMUM :
JENIS PERAWAT : PENDIDIKAN KEPERAWATAN : REGISTRASI, IZIN
PRAKTIK, DAN REGISTRASI ULANG : PRAKTIK KEPERAWATAN :
HAK DAN KEWAJIBAN : ORGANISASI PROFESI : KOLEGIUM
KEPERAWATAN : KONSIL KEPERAWATAN : PENGEMBAANGAN,
PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN : SANKSI ADMINISTRATIF :
KETENTUAN PERALIHAN : KETENTUAN PENUTUP
5. JENIS PERAWAT 1 2 Perawat Profesi - Ners (gelar yg diperloleh setelah
pendidikan profesi perawat) - Ners Spesialis Perawat vokasi Lulusan Diploma
III => Lulusan SPK.? (6 th) 7

6. PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN JENIS PROGRAM


PENYELENGGARAAN STANDAR PENDIDIKAN KEPERAWATAN
MENJAMIN MUTU LULUSAN DOSEN PT KEPERAWATAN UJI
KOMPETENSI DAN SERTIFIKAT KOMPETENSI/PROFESI

7. PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN 9 JENIS PROGRAM


PENDIDIKAN VOKASI PROGRAM DIPLOMA KEPERAWATAN PALING
RENDAH D III KEPERAWATAN PENDIDIKAN AKADEMIK PROGRAM
SARJANA KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
PROGRAM DOKTOR KEPERAWATAN PENDIDIKAN PROFESI
PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN PROGRAM SPESIALIS
KEPERAWATAN
8. PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN PT KEPERAWATAN
MEMILIKI IZIN BENTUK UNIVERSITAS, INSTITUT, SEKOLAH
TINGGI, POLITEKNIK, AKADEMI PENYELENGG ARAAN 1.
MENYEDIAKAN FASYANKES SEBAGAI WAHANA
PENDIDIKAN 2. BERKOORDINASI DG ORGANISASI PROFESI
PERSYARATAN FASYANKES : PMDIK 1
9. PENDIDIKAN KEPERAWATAN STANDAR NASIONAL
PENDIDIKAN KEPERAWATAN (SNPK) PPNI KEM DIK SNPK
KEM KES STANDAR NASIONAL PERGURUAN TINGGI (SNPT)
AIP Kepmendik 1
10. PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN DALAM MENJAMIN
MUTU LULUSAN PENYELENGPENERIMAAN ARA PT KEP,
HANYA DAPAT MENERIMA CALON MAHASISWA SESUAI
KUOTA NASIONAL KUOTA NASIONAL : diatur dalam
PERMENDIK (PMDIK 2)
11. PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN DOSEN (HAK & Kewajiban sesuai
Peruu-an) PERGURUAN TINGGI WAHANA PENDIDIKAN KEPERAWATAN
DOSEN WAHANA PENDIDIKAN : MEMILIKI KESETARAAN,
PENGAKUAN, ANGKA KREDIT MEMPERHITUNGKAN KEGIATAN
PELAYANAN PP 1
12. PENDIDIKAN KEPERAWATAN Mhs pd akhir pendidikan Vokasi dan Profesi
harus mengikuti Uji Kompetensi UKOM oleh PT bekerjasama : OP, Lembaga
Pelatihan, atau Lembaga Sertifikasi yang terakreditasi Mahasiswa vokasi lulus
Ukom : sertifikat kompetensi Mahasiswa profesi lulus Ukom : sertifikat Profesi
13. Registrasi dan Re registrasi Perkonsil Perawat Praktik wajib STR, STR
DIBERIKAN OEH KONSIL KEPERAWATAN BERLAKU 5 TAHUN DAN
DAPAT DI REGISTRASI ULANG SETIAP 5 TAHUN PERSYARATAN : -Ijazah
-Serkom/SerProf -Keterangan sehat fisik dan mental -Pernyataan Telah ucap
sumpah/janji Profesi -Pernyataan mematuhi Etika Profesi RE-REGISTRASI
DITAMBAH : -STR lama -Telah mengabdi sbg perawat vokasi/profesi -
Kecukupan kegiatan pelayanan, diklat atau ilmiah lainnya
14. IZIN PRAKTIK (SURAT IZIN PRAKTIK PERAWAT : SIPP)
PERAWAT PRAKTIK WAJIB IZIN : bentuk izin SIPP SIPP
DIKELLUARKAN OLEH PEMDA KAB/KOTA 1 SIPP UNTUK 1
TEMPAT, MAKSIMAL BOLEH 2 TEMPAT PERSYARATAN SIPP :
osalinan STR yg masih berlaku orekomendasi OP opernyataan Memiliki
tempat praktik atau keterangan Pimpinan fasyankes PRAKTIK MANDIRI
WAJIB PASANG PAPAN NAMA Permenkes
15. IZIN PRAKTIK PERAWAT WNA WAJIB EVALUASI KOMPETENSI
Kelengkapan Administrasi Penilaian kemampuan praktik Wajib STR
Sementara (1 th) Wajib SIPP (1 th) dan hanya perpanjangan 1 th
Pendayagunaan Perawat WNA diatuir PP PP 2
16. IZIN PRAKTIK PERAWAT WNI lulusan LUAR NEGERI WAJIB
EVALUASI KOMPETENSI Kelengkapan Administrasi Penilaian
kemampuan praktik STR dan SIPP sesuai dengan UU ini Pendayagunaan
diatur Kemkes
17. PRAKTIK KEPERAWATAN Dilaksanakan : - Di Fasyankes - Tempat lain
sesuai Klien sasaran Bentuk Praktik 1 2 Praktik di Fasyankes Praktik Mandiri Dasar
Kebutuhan Yankes/Yankep disuatu wilayah
18. PRAKTIK MANDIRI DITEMPAT PRAKTIK MANDIRI Tempat lain
sesuaiklien sasaran Antara lain : rumah Klien, rumah jompo, Panti Asuhan, Panti
sosial, sekolah dan perusahaan
19. PRAKTIK BERDASARKAN KODE ETIK ORGANISASIPROFESI
STANDAR PELAYANAN PEMERINTAH STANDAR PROFESI ORGANISASI
PROFESI (Std. Kompetensi & Std Praktik) I STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL INSTITUSI /FASYANKES
20. LEMBAGA-LEMBAGA TERKAIT PRAKTIK PERAWAT KONSIL
KEPERAWATAN PENGATURAN PEMBINAAN PENETAPAN ORGANISASI
PROFESI PEMERSATU PEMBINA PENGEMBANG PENGAWAS
KEWENANGAN KOMPETENSI DISIPLIN KOMPETENSI MARTABAT ETIKA
PROFESI
21. PENGEMBANGAN PRAKTIK TUJUAN PENDIDIKAN MENINGKATKAN
& MEMPERTAHANKAN PROFESIONALISME FORMAL - NON FORMAL -
BERKELANJUTAN PENYELENGGARA PEMERINTAH, PEMERINTAH
DAERAH ORGANISASI PROFESI LEMBAGA LAIN YG TERAKREDITASI
DASAR STANDAR PELAYANAN STANDAR PROFESI STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
22. PEMBERI ASKEP PELAKSANA TUGAS:KEADAAN TERBATAS
TERTENTU PENYULUH & KONSELOR TUGAS PERAWAT PELAKSANA
TUGAS PELIMPAHAN WEWENANG PENGELOLA KEPERAWAT AN Bersama-
sama atau sendiri PENELITI KEPERAWATAN Bertanggung jawab dan akuntabel
23. WEWENANG PEMBERI ASUHAN KEPERAWATAN (Dalam Upaya
Pelayanan Kesehatan Perorangan) Melakukan Pengkajian Secara Holistik
Menetapkan Diagnosa Keperawatan 1 2 Merencanakan tindakan Keperawatan
Melaksanakan tindakan keperawatan Mengevaluasi tindakan keperawatan Memberi
tindakan gadar sesuai kompetensi Memberi konsultasi & kolaborasi Melakukan
Penyuluhan & Konseling Melakukan tindakan penatalaksanaan pemberian obat
sesuai dengan resep TM atau obat bebas/bebas terbatas Melakukan rujukan
24. Wewenang sbg Pemberi Askep Upaya Kesehatan Masyarakat
Melakukan Pengkajian Keperawatan Kesmas di tingkat keluarga dan
masyarakat Menetapkan permasalahan Keperawatan Kesmas Membantu
Penemuan kasus penyakit Merencanakan tindakan keperawatan kesmas
Melakukan Rujukan kasus Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
kesmas Menjalin kemitraan dalam perawatan Kesmas Mengelola kasus
Melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif
25. Wewenang sebgai Penyuluhan & Konselor Melakukan pengkajian
Keperawatan secara holistik ditingkat individu dan keluarga, serta tingkat
kelompok masyarakat Melakukan pemberdayaan masyarakat Melakukan
advokasi dalam perawatan kesmas Menjalin kemitraan dalam perawatan
kesmas Melakukan Penyuluhan kesehatan & Konseling
26. Wewenang Pengelola Pelayanan Keperawatan Melakukan pengkajian
dan menetapkan permasalahan Merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi pelayanan keperawatan Mengelola kasus
27. Wewenang sebagai Peneliti Keperawatan Melakukan penelitian
sesuai dengan Standar dan etika Menggunakan sumber daya pada
fasilitas pelayanan Kesehatan atas izin Pimpinan Menggunakan pasien
sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
28. PLT dalam keadaan keterbatasan tertentu Penugasan pemerintah
Keadaan tidak adanya TM dan /atau TK disuatu wilayah tempat perawat
bertugas Keadaan tsb ditetapkan oleh SKPD Pelaksanaan tugas
memperhatikan kompetensi
29. Wewenang. dalam keadaan keterbatasan tertentu Melakukan
pengobatan utk penyakit umum dalam hal tdk terdapat tenaga medis
Merujuk Pasien sesuai ketentuan pada sistem rujukan Melakukan
pelayanan kefarmasian terbatas dlm hal tidak terdapat TK
30. DALAM KEADAAN DARURAT Untuk Pertolongan pertama perawat dpt melakukan tindakan
medis dan pemberian obat sesuai dg kompetensinya TUJUAN untuk menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan lebih lanjut Keadaan darurat : Keadaan mengancam nyawa atau kecacatan
Klien Ditetapkan oleh Perawat berdasarkan keilmuannya
31. PLT DALAM PELIMPAHAN WEWENANG -Memasang Infus -Menyuntik -Imunisasi Dasar 1
2 DELEGATIF tanggung jawab berpindah hanya dapat diberikan kepada perawat Profesi /Vokasi
terlatih sesui kompetensi yg dibutuhkan MANDAT tindakan medis dibawah pengawasan Tg jwb
berada pada pemberi wewenang Tertulis dari tenaga medis ke perawat dan di evaluasi
pelaksanaannya PERMENKES : TUGAS & WEWENANG 33 - TERAPI PARENTER AL -
MENJAHIT LUKA
32. KEWENANGAN (dilihat dari cara memperoleh) ARIBUTIF DELEGASI MANDAT
DIBERIKAN OLEH PEMBUAT UU (MELEKAT) WEWENANG MEMBUAT KEPUTUSAN YG
BERSUMBER UU PEMBERIAN WEWENANG BARU ATAS PELIMPAHAN
ORGAN/BADAN/ORANG LAIN BERSUMBER DARI ATRIBUSI AKIBAT HUKUMNYA
MENJADI TANGGUNG JAWABDELEGATARIS DAPAT DICABUT MANAKALA
MENYIMPANG DALAM MENJALANKAN WEWENANG UMUMNYA DALAM HUBUNGAN
RUTIN ATASAN- BAWAHAN TANGGUNG JAWAB TETAP PADA MANDANS SETIAP SAAT
WEWENANG DAPAT DITARIK KEMBALI OLEH MANDANS MENJALANKAN
KEWENANGAN ATAS NAMA PEMBERI PELIMPAHAN
33. KONSTRKUSI KEWENANGAN PERAWAT DALAM UU NO.38/2014 PEMERI ASKEP
DELEGASI MANDAT KONDISI GADAR PENYULUH & konselor PLT PELIMPA HAN WEWE
NANG ATRIBUTIF PENGE LOLA PLT DLM KEADAAN TERBATAS PENELITI
34. PERATURAN PELAKSANAAN UU KEPERAWATAN. PERATURAN PEMERINTAH (3)
PERATURAN PRESIDEN (1) PERMENKES (8) KEPMENKES/SK MENKES (1)
PERMENDIK(3) KEPMENDIK/SK MENDIK (1) PERAURAN KONSIL (3) PERATUAN
ORGANISASI PROFESI (1) Dalam 2 tahun harus sdh terbit, termasuk konsil keperawatan
35. UU KEPERAWATAN BAGI PROFESI PERAWAT Memberikan landasan yang kuat
penyelenggaraan profesi perawat Pendidikan, Praktik, Kehidupan Profesi Adanya Kepastian dan
Perlindungan hukum dalam Penyelenggaraan Praktik Memberi landasan dan arah dalam
Pengembangan Profesi perawat Adanya sistem Keperawatan yang ajeg Akan meningkatkan
profesionalisme sehingga perawat Indonesia mempunyai daya saing
36. PERAN PPNI PENGEMBANGKAN PRAKTIK PERAWAT Std Kompetensi Std Praktik Std
Kinerja Professional Mengembangkan dan menetapkan standar profesi yg recognize Menetapkan
dan mengkawal kode etik perawat Kode Etik keperawatan Indonesia CONTINUING
PROFESSIONAL DEVELOPMENT Menetapkan, membina dan menyelenggarakan CPD yg sesuai
kebutuhan global Advokasi, MENDORONG DAN SALING MELENGKAPI REGULASI
KEBIJAKAN YG AMAN DAN RECOGNIZE
37. STANDAR PROFESI STD KOMPETENSI General : Ners Sp, Ners, Diploma Khusus :
KB, GADAR, Icu, Komunitas ANAK dll STD Praktik Pengkajian Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Implementasi Evaluasi STD Kinerja Profesional Jaminan Mutu Pendidikan
Penilaian Kerja Kesejawatan Etik Riset Pemanfaatan Sumber2 DALAM KERANGKA
STANDAR KOMPETENSI ICN
38. PEMENUHAN STANDAR SOSIALISASI STANDAR PROFESI PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN BERLANJUT ASESMENT & SERTIFIKASI KOMPETENSI
KEKHUSUSAN
39. KODE ETIK PERAWAT Perawat-Klien PERAN sosialisasi Membuat pedoman advokasi
penerapan Perawat-Praktik Perawat-Masyarakat Perawat Teman Sejawat Perawat- Profesi
DALAM KERANGKA KODE ETIK PERAWAT ICN
40. CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT (CPD) Menetapkan kebijakan CPD
Menetapkan Standar Pelatihan Kompetensi Memberi Pengakuan / Kredit terhadap keikut
sertaan kegiatan mencapai kompetensi. Sendiri-sendiri atau bersama pihak lain yg sesuai
persyaratan menyelenggarakan kegitan pencapaian Kompetensi (pelatihan, workshop dll)

41. PRAKTIK PERAWAT PRAKTIK PROFESSIONAL PRAKTIK : BAIK BENAR


BERDAYA SAING TINGGI BAIK : NORMA ETIK KODE ETIK PERAWAT BENAR : 1.
SESUAI DG Per UU an LEGAL 2. Sesuai dg IPTEK Kperawatan/Standar Profesi Disiplin
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai