Anda di halaman 1dari 20

Subjek Hukum Internasional

Waode Mustika, S.H., M.H.


Fakultas Hukum
Universitas Negeri Gorontalo
Pengertian Subjek Hukum Internasional

• Pengertian Klasik (1)pemegang segala hak dan


kewajiban menurut hukum internasional (2) hanya terbatas
pada negara yg berdaulat penuh saja.

• Pengertian Luas (1) mencakup keadaan2 dimana yg


dimilikinya itu hak2 dan kewajiban2 yg terbatas (2) tidak
terbatas pd negara yg berdaulat tetapi juga negara bagian,
individu, organisasi,dan sebagainya.
Macam-Macam Subjek Hukum Internasional

1. Negara

Konvensi Montevideo 1933, yg mengatur ttg hak dan kewajiban negara, tidak menetapkan
pengertian Negara, akan tetapi telah berhsil menetapkan kesepakatan ttg syarat2 yg harus dipenuhi
Negara sbg subjek hukum internasional. Adapun syarat2 itu adalah:

1. adanya penduduk yg tetap


2. adanya wilayah yg pasti
3. adanya sistem pemerintahan
4.kemampuan untuk mengadakan hubungan internasional

Syarat2 diatas pun tdk semuanya bersifat mutlak. Dalam praktek adanya wilayah yg pasti tidak
selalu merupakan syarat bagi adanya negara, meskipun dlm kenyataannya tiap negara modern
memiliki suatu wilayah yg pasti. Negara Israel, misalnya, pd thn 1949 telah mendapat pengakuan
sbg negara meskipun pd waktu itu wilayahnya belum pasti.
Disamping itu perubahan wilayah dari suatu negara juga tdk merubah identitas
negara tersebut. Diantara syarat yg ditetapkan Konvensi Montevideo itu, syarat
adanya kemampuan mengadakan hubungan internasional merupakan syarat yg
penting bagi hukum int. Syarat inilah yg membedakan negara sbg subjek hukum
int dgn kesatuan kenegaraan bukan negara.

• ada beberapa pendapat terkait pengertian negara.


Kelsen merumuskan negara sbg kesatuan ketentuan hukum yg mengikat
sekelompok individu yg hidup dlm wilayah tertentu. Menurutnya Negara adalah
sama dengan sistem hukum.
Logemann mengutarakan bahwa negara ad/ sekumpulan org, yg dlm mencapai
tujuan bersama mereka, mengadakan kerjasama & pembagian kerja dibawah
satu pimpinan yg mempunyai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya.
jika kedua pendapat ini dihubungkan, hubungan itu terletak pada kenyataan
bahwa kehidupan negara itu didasarkan pd suatu sistem hukum.
dari uraian di atas dpt disimpulkan pengertian Negara sebagai
subjek HI adalah organisasi kekuasaan yg berdaulat,
menguasai wilayah tertentu dan penduduk tertentu dan yg
kehidupannya didasarkan pd sistem hukum tertentu.
Pada abad 18 dan 19 kedaulatan diartikan kekuasaan
kenegaraan yg tertinggi. Pd abad 20 ini kedaulatan diartikan
kekuasaan kenegaraan yg tertinggi tetapi dlm batas2 hk
internasional. Negara yg berdaulat krn memegang kekuasaan
kenegaraan yg tertinggi, tdk terikat pd kekuasaan kenegaraan
negara lain adalah negara merdeka. Negara yg berdaulat dg
demikian adalah negara yg merdeka .
2. Individu

• Persoalan tentang status individu dlm HI terkait erat dgn berkembangnya


perlindungan HAM internasional. Secara historis penghubung antara negara
dan individu untuk tujuan hukum adalah konsep kebangsaan. Ini telah
menjadi hal penting terutama dlm lingkup yurisdiksi & perlindungan
internasional individu oleh negara.
• Terdapat kaidah umum bahwa individu tdk memiliki kedudukan untuk bisa
mengadukan pelanggaran prjanjian int bila tdk ada protes oleh negara t4 ia
menjadi warganya, meski negara bisa setuju untuk memberikan hak
tertentu kpd individu yg akan diberlakukan menurut HI, terlepas dr HN.
Dalam Perjanjian Versailles 1919 antara Jerman dg Inggris,Prancis,dan
sekutu2nya, Pasal 297 & 304 dr prjanjian tsb memberikan kemungkinan
bagi orang perorangan untuk mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah
Arbitrasi Internasional
• Ketentuan serupa diatur pula dalm Perjanjian Upper Silesia tahun 1922
antara Jerman vs Polandia yg memutuskan Pengadilan berkompeten
untuk mengadili kasus2 yg melibatkan para warga negara melawan
negara tsb.
• Sejak saat itu berbagai perjanjian lainnya telah mengatur bahwa individu
memiliki hak secara langsung & memampukan para individu utk
memiliki akses langsung ke Mahkamah Internasional. Contohnya:
Konvensi Eropa ttg HAM 1950; Protokol Opsional Kovenan
Internasional Hak Sipil & Politik 1966; Kovenan Internasional untuk
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965.
• Persoalan hukum para individu di bawah hukum int juga meluas ke
persoalan mengenai tanggung jawab pidana langsung. Ada aturan hukum
int yg menetapkan bahwa tindak kekejaman tertentu akan memunculkan
tanggung jawab pidana individu secara langsung.
• Hal ini ditetapkan dalam keputusan Mahkamah Penjahat Perang, yg
diadakan di Nuremberg & Tokyo terhadap bekas pemimpin2 Perang
Jerman & Jepang stlh PD II, sbg individu yg melakukan perbuatan2 yg
dikualivisir sbg kejahatan. Pengadilan Penjahat Perang ini didirikan dlm
suatu perjanjian antara Inggris,Prancis,Rusia,USA di London, pd tgl 18
Agstus 1945 yg dikenal dg nama Perjanjian London. Menurut pendapat
Mahkamah Kejahatn Perang hanya dpt dilakukan oleh individu dan bukan
oleh suatu negara. Menurut Mahkamah Peradilan Nurenberg & Tokyo
kejahatan2 yg dilakukan oleh bekas Pemimpin Jerman dan Jepang, adalah:
1. kejahatan terhadap perdamaian
2. kejahatan terhadap kemanusiaan
3. kejahatan2 perang (yi pelanggaran terhadap Hk Perang) &
permufakatan jahat untuk mengadakan kejhatan2 tsbt.
• Perkembangan selanjutnya mengenai kedudukan hukum individu sbg
Subjek Hk int dikukuhkan dlm Konvensi Genosida tahun 1948.
Genosida adalah tindakan pembunuhan manusia secara massal, yg bertujuan
untuk memusnahkan suatu kelompok bangsa atau suku bangsa, krn alasan
ras, agama,dan sbgnya. Percobaan (attemp) atau “turut serta” dlm tindakan
Genosida ini dpt dituntut pula.
• Tanggung jawab individu juga telah dikonfirmasikan berkaitan dg
pelanggaran berat atas Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan
II 1977 mengenai konflik bersenjata.
• Setiap individu, tanpa memandang status pangkat atau pemerintahannya
secara pribadi bertanggung jawab atas kejahatan perang atau pelanggaran
berat yg dilakukannya, sedangkan prinsip tanggung jawab perintah (atau
atasan) berarti bahwa setiap pemegang otoritas yg memerintahkan
dilakukannya kejahatan perang atau pelanggaran berat memiliki tanggung
jawab seperti halnya bawahan yg melakukan tindakan tersebut.
3. Organisasi Internasional (OI)

Pada prisipnya, sudah ditetapkan bahwa Organisasi Internasional telah memiliki


kepribadian hukum internasional (international personality).
Sebuah OI memiliki kepribadian dalam HI akan bergantung kepada status
konstitusionalnya, kekuasaan dan praktik aktualnya. Yang pada akhirnya
akan merujuk kepada kemampuan untuk menjalin hubungan dgn negara dan
organisasi lain dan mengikat perjanjian antar mereka,serta status yg diberikan kpd
organisasi tersebut dalam hukum nasional
untuk membuktikan apakah OI mempunyai hak dan kewajiban atau
memiliki kewenangan hukum (legal capacity) menurut hukum
internasional, maka ada 2 cara ditempuh:
1. mempelajari atau meneliti akan perjanjian/konvensi internasional yg
menjadi dasar hukum berdirinya OI tersebut (biasanya tercantum dalam
anggaran dasarnya) spt pada Organisasi PBB dan Organisasi Buruh Int
(ILO).
2. memintakan pendapat hukum (advisory opinion) dari International
Court of Justice mengenai legal capacity dr OI yg bersangkutan.
Keraguan akan kedudukan organisasi int sebagai subjek hk int mulai
dipersoalkan terutama pada waktu terbunuhnya Pangeran Bernadotte
dari Swedia sewaktu bertugas sbg anggota komisi PBB di Israel pada
tahun 1958 yg terkenal dg nama Kasus Pangeran Bernadotte atau
Reparation of Injuries.
Permasalahan yg timbul berkenaan dg kasus Pangeran Bernadotte, adalah:
- siapakah yg mengajukan claim ganti rugi atas meninggalnya Pangeran
Bernadotte? Apakah Swedia atau PBB
- kalau PBB harus mengajukan claim ganti rugi itu, maka apakah PBB
mempunyai kewenangan hukum?
untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka 2 cara diatas ditempuh:

(1) meneliti anggaran dasar PBB, dan ternyata dlm Pasal 104 dr Piagam PBB,
terdapat ketentuan yg berbunyi:
“the organization shall enjoy in the territory of each of its members such legal capacity as may
be necessary for the exercise of its function and the fulfilment of its purposes ”
(2)Majelis umum PBB meminta advisory opinion dari Mahkamah Internasional
dlm memberikan pendapatnya, Mahkamah Internasional menguji status PBB
menurut Hk Int dan menyatakan dlm kesimpulannya bahwa:

“in the opinion of the court, the organization was intended to exercise and enjoy and is
in fact exercising and enjoying function and rights which can only be explained on the
basis of the possession of a large measure of international personality and the capacity
to operate upon an international plane... Accordingly, the court has come to the
conclusion that the organization is an international person.
that is not the something as saying that it is a state which it certainly is not, or that its
legal personality and rights and duties are less is it the something as saying that it is “a
super state”. Whatever that expression may means. It does not even imply that all its
right and duties must be upon the international plane any more than all the rights and
duties of a state must be upon that plane. What it does mean is that it is a subject of
international law and capable of possessing international rights and duties, and than it
has capacity to maintain its rights by ringing international claims..”
Berdasarkan Pasal 104 Piagam PBB dan Advisory Opinion dari
Mahkamah Internasional tersebut, maka jelaslah bahwa OI
berkedudukan sebagai subjek hukum dalam hukum internasional.
macam-macam Organisasi Internasional antara lain :
1. International Labor Organization (ILO);
2. International Bank for Reconstruction and Development (World
Bank);
3. International Monetery Fund (IMF);
4. Food and Agriculture Organization (FAO);
5. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO);
6. World Health Organization (WHO), dll.
4. Tahta Suci dan Kota Vatikan
• Pada 1870, penaklukkan sejumlah negara Kepausan oleh
pasukan Italia mengakhiri keberadaan mereka sbg negara
berdaulat. Hingga akhirnya muncul pertanyaan terkait status
Tahta Suci (Holy See) dalam Hukum Internasional, yg saat itu
tdk lagi memiliki kedaulatan teritorial.
• kedudukan Tahta Suci sbg subjek hukum internasional dlm
arti penuh, terutama terjadi setelah diadakan Perjanjian antara
Italia dan Tahta Suci yg dikenal dgn nama Lateran Treaty,
pada tgl 11 Februari 1929, yg mengembalikan sebidang tanah
di Roma kepada Tahta Suci yg memungkinkan didirikannya
negara Vatikan dan sekaligus diakui.
• Tahta suci menjadi peserta dalam berbagai perjanjian internasional
dan menjadi anggota perhimpunan pos sedunia dan Uni
Telekominikasi Internasional.
• Dengan berdasar faktor Pengakuan dan Persetujuan dlm konteks
berbagai klaimnya.
• Tahta Suci, otoritas pusat Gereja Katolik, setelah thun 1870 terus
melibatkan diri dlm hub.diplomatik dan membuat perjanjian dan
kesepakatan internasionalnya, hingga akhirnya status sbg pribadi int
diterima.
• Tahta Suci memiliki misi yg pada dasarnya bersifat religius dan
moral, universal dlm lingkupnya,didasarkan atas dimensi teritorial
minimal yg menjamin basis otonomi bagi pelayanan pastoral pihak
Paus yang Berdaulat
• Tahta Suci adalah pribadi hukum internasional dan sekaligus
pemerintah sebuah negara (Kota Vatikan).
5. Palang Merah Internasional

• Yang dimaksudkan ialah: International Commitee of Red Cross


(ICRC) yg berkedudukan di Jenewa; tidak termasuk Organisasi
Palang Merah Nasional masing2 negara.
• Kedudukannya sebagai subjek hukum internasional, lahir karena
sejarah. Karenanya mempunyai tempat tersendiri yg unik dalam
sejarah hukum internasional. Kemudian kedudukannya itu diperkuat
dgn berbagai perjanjian dan Konvensi Palang Merah Internasional;
antara lain Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan
Korban Perang.
• ICRC diakui secara umum sbg organisasi internasional, yg memiliki
kedudukan sbg salah satu subjek Hk Int dalam ruang lingkup yg
terbatas.
6. Pemberontak (Belligerent) dan Pihak Dalam Sengketa
(Insurgent)

• Menurut Hukum Perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan


dan hak sbg pihak yg bersengketa (belligerent) dlm keadaan2 tertentu.
• Keadaan tertentu ini, ditentukan oleh pengakuan pihak ketiga bagi
pemberontak atau pihak yg bersengketa.
• Adanya pengakuan terhadap status pihak yg bersengketa dlm perang
memiliki ciri lain yg khas, yakni pengakuan pihak ketiga terhadap
gerakan2 pembebasan, seperti : Gerakan Pembebasan Palestina (PLO)
• Ketika ketua PLO Yassir Arafat menghadiri sidang majelis umum PBB
dlm masa sidang tahun 1974-1975 maka diakui sbg pimpinan gerakan
pembebasan Palestina dan mulai diperlakukan sbg Kepala Negara
• Pensyaratan dikatakan sebagai kaum pemberontak & belligerent
harus memenuhi unsur2 klasik berikut:
1. ada pimpinan
2. ada wilayah/kekuasaan
3. memiliki lambang yg menyatakan dia kelompok pemberontak
4. mengangkat senjata dan tunduk pada hukum perang.
• Gerakan belligerent yg saat ini masih gencar melakukan aksinya
adalah Islamic State Iraq Suriah (ISIS). Memiliki pemimpin
bernama Abu Bakar Al-Baghdady. Wilayah kekuasaannya
400.000km2 di dua negara Irak & Suriah.
• Di Indonesia gerakan pemberontak yg masih aktif sampai saat
ini adalah Gerakan Aceh Merdeka.
Sumber Referensi
• Pengantar Hukum Internasional, Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja, Binacipta,
Bandug,1978.
• Hukum Internasional, Prof.Dr.F.Sugeng Istanto, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 1994.
• Desain Instruksional Dasar Hukum Internasional, Prof. Frans E. Likadja &
Daniel Frans Bessie, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.
• International Law, Malcolm N.Shaw, Cambridge University, 2008.
• Hukum dan Hubungan Internasional, Mohd.Burhan Tsani,
Liberty,Yogyakarta,1990.
• Miftahus Sholehudin, www.kompasiana.com, ISIS, Pemberontak, dan
Teroris dalam Hukum Internasional

Anda mungkin juga menyukai