Anda di halaman 1dari 62

TETANUS GENERALISATA

EC VULNUS PUNCTUM
AT REGIO PLANTAR PEDIS DEXTRA
Disusun Oleh:
dr. Desi Kurnia
Pendamping:
dr. Ismet Ismail Suni
Pembimbing:
dr. Ricoh Juang, Sp.S

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAJALAYAKABUPATEN


BANDUNG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
2022
Identitas Pasien
• Nama : Ny.D
• Usia : 76 Tahun
• Tanggal Lahir : 04 Maret 1946
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Cibodas-Solokan jeruk
• Tanggal masuk RS : 03 Februari 2022
• Ruangan : Alamanda Neuro
Keluhan Utama

● Mulut kaku sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit


Riwayat Penyakit Sekarang

● Pasien datang ke IGD RSUD Majalaya dibawa oleh keluarganya dengan


keluhan mulut kaku sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit disertai
seluruh badan kaku, nyeri dan sulit digerakkan. Pasien kesulitan untuk
makan dan minum dikarenakan nyeri menelan dan sulit untuk membuka
mulut. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa berdiri maupun duduk
sehingga pasien hanya bisa tiduran.
Riwayat Penyakit Sekarang

● Tujuh hari sebelum gejala muncul kaki pasien tertusuk paku di telapak kaki kanan
ketika pasien sedang membersihkan rumah, pada saat itu pasien tidak menggunakan
alas kaki. luka dari tusukan paku tersebut hanya dibersihkan dengan air dan diberi
betadin lalu ditutup dengan kain kassa tanpa diberikan injeksi anti tetanus. Luka hanya
sesekali dibersihkan oleh pasien dan tidak langsung diobati. Riwayat vaksinasi tetanus
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu

● Pasien belum pernah merasakan keluhan serupa sebelumnya.


● Riwayat pengobatan lain (-)
● Riwayat alergi obat (-), alergi makanan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

● Pada keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan


yang serupa.
Tanda Vital

● Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


● Kesadaran : Compos Mentis (Gcs: 15, E4M6V5)
● Tekanan Darah : 120/70 mmHg
● Nadi : 88x/menit, regular, isi cukup
● Frekuensi Nafas : 22x/menit
● Suhu : 36,8 C
● SpO2 : 98% Room Air
STATUS GENERALIS
● Kepala : Normocephal
● Mata : Conjungtiva anemia (-/-), sklera ikterik (-/-)
● Mulut : Trismus + 1 cm, Risus Sardonikus (+)
● Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
● Thorax : Inspeksi : Bentuk, gerak simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus kanan=kiri   
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Vesicular breath sound ka=ki
Status Generalis
• Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak 
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba 
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular,murmur (-) gallop (-)
• Abdomen : Inspeksi : Tampak datar 
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal 
Palpasi : Opistotonus (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
• Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, luka di telapak kaki kanan berbentu garis
lurus dengan ukuran 3x4 cm dengan dasar jaringan subkutan dan tampak kering, kaku
di ekstremitas bawah (+/+).
Status Neurologis
Rangsang Meningens
• Kaku kuduk : negative
• Brudzinski I-II-III : Tidak dapat dinilai
• Laseque : Tidak dapat dinilai
• Kerniq : Tidak dapat dinilai
Cranial Nerve
• Sulit dievaluasi, tidak didapatkan kesan parese nervus
Status Neurologis
Pemeriksaan Motorik
• Tonus tungkai bawah proksimal spastik, eutrofi, kekuatan motorik
dalam batas normal
Pemeriksaan Sensorik
• Anggota badan atas : Baik/baik
• Batang Tubuh : Baik
• Anggota badan bawah: Baik/baik
Status Neurologis
Reflex Fisiologis
• Biceps : +/+
• Triceps : +/+
• Brachioradialis : +/+
• Patella : Sulit dinilai/sulit dinilai
• Achilles : Sulit dinilai/sulit dinilai
Reflex Patologis
• Babinski: -/-
• Chaddock : -/-
• Oppenheim : -/-
• Gordon : -/-
• Schaeffer : -/-
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 03 februari 2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 14,8 g/dL 11,7-15,5 g/dL
Leukosit 10.500/µL 3.600-11.000 /µL
Hematokrit 46 % 35-47 %
Eritrosit 5,2 juta/mm3 3,8-5,2 juta/mm3
Trombosit 368.000 /µL 150.000-440.000 /µL
Glukosa Darah Sewaktu 110 mg/dL 100-140 mg/dL

Ureum 51 mg/dL 20-40 mg/dL


Kreatinin 0,71 mg/dl P; 0,5-0,9 L; 0,5-1,1
Natrium 146 mmol/l 136-145 mmol/l
Kalium 3,7 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l
Swab Antigen Covid-19 Negatif Non Reaktif Negatif Non Reaktif
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 05/02/2022

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Natrium 146 mmol/l 136-145 mmol/l

Kalium 3,5 mmol/l 3,5-5,1 mmol/l


Resume
Pasien perempuan 76 tahun dengan keluhan mulut kaku sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit disertai seluruh badan kaku, nyeri dan sulit digerakkan. Pasien kesulitan
untuk makan dan minum dikarenakan nyeri menelan dan sulit untuk membuka mulut.
Pasien juga mengeluhkan tidak bisa berdiri maupun duduk sehingga pasien hanya bisa
tiduran. Tujuh hari sebelum gejala muncul kaki pasien tertusuk paku di telapak kaki
kanan. Riwayat vaksin tetanus tidak ada. Pada pemeriksaan fisik ditemukan spasme
generalisata, trismus 1 cm, risus sardonicus, opistotonus, pemeriksaan motoric
didapatkan tonus tungkai bawah proksimal spasmatic, eutrofi, kekuatan motoric dalam
batas normal.
Daftar Masalah
Trismus

Spasme
generalisata

Opistotonus

Risus
Sardonicus
Pemeriksaan Anjuran
1. Hematologi rutin
2. Kimia Darah
3. Elektrolit
4. Kultur bakteriologik
5. EKG & Thorax PA/AP
6. Pungsi lumbal
Tatalaksana
1. Pasang NGT dan urin kateter
2. Oksigen 4 lpm nasal kanul
3. Ringer asetat 1500 cc/24 jam
4. ATS 150.000 IU
5. Tetagam 10.000 IU
6. Diazepam 4x1 amp bolus pelan
7. Metronidazol 3x500 mg iv
Prognosis

1. Quo ad vitam : Dubia ad bonam


2. Quo ad functionam : Dubia ad bonam
3. Quo ad sanationam : Dubia
Follow Up
4/2/2022              
5/2/2022
Subjective Objective Assesment Planning
Subjective Objective Assesment Planning
Sulit Kes: CM Tetanus Nacl 0,9% 1500
membuka TD: 120/80 generalisata cc/24 jam Badan Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500 cc/24
mulut (+), Nadi: grade II Diazepam 6x1 kaku dan TD:130/80 generalisata jam
nyeri 80x/menit amp iv nyeri + mmHg grade II Diazepam 6x1 amp iv
menelan, RR: 20x/menit Metronidazol Membuka N:84x/menit Metronidazol 3x500
badan nyeri Suhu : 36,7 c 3x500 mg iv mulut – RR:22 X/m mg iv
dan kaku (+) Trismus: 0,5 Ceftriaxon 1x2 gr Nyeri Spo2:99 % Ceftriaxon 1x2 gr
cm TT 0,5 cc menelan + Trismus + Tetagam 2 vial (500 iu)
Opistotonus +  
Risus Tetagam 2 vial
Spasme
sardonicus + (500 iu)
generalisata +
Opistotonus + Cross insisi ar  
  pedis dextra Pemeriksaan
    Lab:
    Natrium: 146
    mmol/l
  Kalium 3,5
mmol/l
Follow Up
               
6/2/2022 7/2/2022
Badan Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500 Badan kaku Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500 cc/24
kaku dan TD:120/70 generalisata cc/24 jam dan nyeri + TD:110/70 generalisata jam
nyeri + mmHg grade II Diazepam 6x1 Sulit membuka mmHg grade II Diazepam 5x1 amp iv
Sulit N:82x/menit amp iv mulut + N:80x/menit Metronidazol 3x500
membuka RR:22 X/m Metronidazol Nyeri menelan RR:20 X/m mg iv
mulut + Spo2:98 % 3x500 mg iv berkurang Spo2:98 % Ceftriaxon 1x2 gr
Nyeri Trismus + Ceftriaxon 1x2 Trismus +  
menelan Opistotonus + gr Opistotonus +
  Spasme   Spasme
generalisata + generalisata +
   
 
Follow Up
               
8/2/2022 9/2/2022
Badan Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500 Badan kaku Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500
kaku dan TD:120/70 generalisata cc/24 jam dan nyeri + TD:127/79 generalisata cc/24 jam
nyeri + mmHg grade II Diazepam 5x1 Sulit mmHg grade II Diazepam 5x1 amp
Sulit N:80x/menit amp iv membuka N:86x/menit iv
membuka RR:20 X/m Metronidazol mulut + RR:20 X/m Metronidazol 3x500
mulut + Spo2:98 % 3x500 mg iv Nyeri Spo2:98 % mg iv
Nyeri Trismus + Ceftriaxon 1x2 gr menelan - Trismus + Ceftriaxon 1x2 gr
menelan Opistotonus +   Opistotonus +  
berkurang Spasme Spasme
generalisata + generalisata +
   
Follow Up
        11/2/2
10/2/2022
Badan kaku Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500 Badan kaku Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500
dan nyeri TD:120/70 generalisata cc/24 jam dan nyeri TD:125/75 generalisata cc/24 jam
berkurang mmHg grade II Diazepam 4x1 berkurang mmHg grade II Diazepam 4x1
Sulit N:84x/menit amp iv Sulit N:86x/menit amp iv
membuka RR:20 X/m Metronidazol membuka RR:20 X/m Metronidazol
mulut Spo2:98 % 3x500 mg iv mulut Spo2:98 % 3x500 mg iv
berkurang Trismus Ceftriaxon 1x2 gr berkurang Trismus Ceftriaxon 1x2 gr
Nyeri berkurang   Nyeri berkurang
menelan - Opistotonus menelan - Opistotonus
berkurang berkurang
Spasme Spasme
berkurang berkurang
   
   
Follow Up
12/2/2022 13/2/2022
Badan Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500 Badan Kes: cm Tetanus Nacl 0,9% 1500
kaku dan TD:120/70 generalisata cc/24 jam kaku dan TD:120/80 generalisata cc/24 jam
nyeri mmHg grade II Diazepam 4x1 amp nyeri - mmHg grade II Diazepam 4x1 amp
berkurang N:84x/menit iv Sulit N:90x/menit iv
Sulit RR:20 X/m Metronidazol 3x500 membuka RR:20 X/m Metronidazol 3x500
membuka Spo2:98 % mg iv mulut - Spo2:98 % mg iv
mulut Trismus - Ceftriaxon 1x2 gr Nyeri Trismus - Ceftriaxon 1x2 gr
berkurang Opistotonus menelan - Opistotonus -
Nyeri berkurang Spasme -
menelan - Spasme  
berkurang  
 
 
Follow Up
       
14/2/2022
Badan kaku dan nyeri - Kes: cm Tetanus Acc blpl
Sulit membuka mulut - TD:120/80 mmHg generalisata grade
Nyeri menelan - N:90x/menit II
RR:20 X/m
Spo2:98 %
Trismus -
Opistotonus -
Spasme -
Tinjauan Pustaka

Apakah Tetanus itu? Diagnosis


01 02

Tatalaksana Prognosis
03 04
01

Apakah Tetanus itu?


Pendahuluan
Definisi

• Sampai saat ini tetanus masih


Tetanus adalah penyakit pada merupakan masalah kesehatan
sistem saraf yang disebabkan masyarakat di negara
oleh tetanospasmin. berkembang karena akses
Tetanospasmin adalah program imunisasi yang buruk.
neurotoksin yang dihasilkan • Penyakit yang akut dan
oleh seringkali fatal.
Clostridium tetani, ditandai • Kata tetanus berasaldari bahasa
dengan meningkatnya tonus yunani tetanos yang berarti
otot dan spasme. teregang.
Pendahuluan
Kejadian tetanus terjadi di seluruh Tahun 1992 ditemukan
dunia tetapi paling sering ditemui di
578.000 meninggal karena
daerah padat penduduk di iklim panas
EPIDEMIOLOGI dan lembab dengan tanah kaya akan tetanus neonatorum
bahan organik

Indonesia WHO Tahun 2000 0,5 – 1 juta kasus


dan tetanus neonatorum terhitung
Tahun 2006 melaporkan adanya 26 kasus tetanus yang sekitar 50% dari kematian akibat
ditemukan dari data 8 rumah sakit setempat dan delapan dari 26 tetanus di negara – negara berkembang.
pasien atau sebanyak 30,8% dari total pasien tersebut meninggal.
Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015 masih ada
34.000 bayi baru lahir yang meninggal akibat tetanus
neonatorum. Angka ini menurun sekitar 96% dibandingkan Secara global selama tahun 2011-
dengan tahun 1988 2016 laporan kasus tetanus selalu
Di tahun 2017, WHO melaporkan insidensi tetanus neonatorum
di Indonesia sebanyak 25 kasus, dan insidensi tetanus secara kurang dari 20.000 kasus per
keseluruhan adalah 506 kasus tahun
Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani

Bakteri gram positif berbentuk batang yang selalu bergerak (motile)

Bakteri anaerob obligat yang menghasilkan spora

Spora ini dapat bertahan selama bertahun-tahun pada lingkungan tertentu,


tahan terhadap sinar matahari dan bersifat resisten terhadap desinfektan dan
pendidihan selama 20 menit
Etiologi

Spora tersebar luas di tanah, di usus dan di kotoran/feses kuda, domba, sapi,
anjing, kucing, tikus, marmut, dan ayam.

Tanah yang diolah dengan pupuk kandang mungkin mengandung


sejumlah besar dari spora.

C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, tetanolysin dan tetanospasmin

Tetanolisin menyebabkan kerusakan jaringan yang sehat pada luka terinfeksi.


Tetanospasmin adalah neurotoksin yang menyebabkan manifestasi klinis tetanus.
Tetanospasmin menghambat pelepasan neurotransmiter glisin dan GABA pada
terminal inhibisi daerah presinaps sehingga menyebabkan relaksasi otot
terhambat
Patogenesis
• Dalam keadaan anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan
terinfeksi, basil tetanus mensekresi dua macam toksin: tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanospasmin menghasilkan sindroma klinis tetanus.
• Tetanospasmin merupakan suatu polipeptida rantai ganda dengan berat
molekul 150 kDa. Rantai berat dan rantai ringan dihubungkan oleh suatu
ikatan yang sensitif terhadap protease dan dipecah oleh protease jaringan
yang menghasilkan jembatan disulfida yangmenghubungkan dua rantai ini.
• Tetanospasmin yang dilepaskan akan menyebar pada jaringan di bawahnya
dan terikat pada gangliosida GD1b dan GT1b pada membran ujung saraf
lokal lewat proses endositosis.
• Tetanospasmin dalam jumlah banyak dapat memasuki aliran darah yang
kemudian berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh.
Patogenesis
• Toksin menyebar dan ditransportasikan dalam akson
dan secara retrograd ke dalam badan sel di batang
otak dan saraf spinal.
• Jika toksin telah masuk ke dalam sel, toksin akan
berdifusi keluar dan akan masuk dan mempengaruhi
neuron di dekatnya. Apabila interneuron inhibitori
spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan
muncul.
Patogenesis
• Setelah internalisasi ke dalam neuron inhibitori,
ikatan disulfida akan berkurang, membebaskan
rantai ringan. Rantai ringan tetanospasmin
merupakan metalloproteinase zinc yang membelah
sinaptobrevin pada suatu titik tunggal, sehingga
mencegah pelepasan neurotransmitter. Toksin ini
mempunyai efek dominan pada neuron inhibitori,
dimana setelah toksin menyeberangi sinapsis untuk
mencapai presinaptik  blok terhadap pelepasan
neurotransmitter inhibitori yaitu glisin dan GABA
(Gamma-amino butyric acid).
• Pengaruh disinhibitori neuron motorik berefek pada
terjadinya gejala dan tanda klinik tetanus.
Klasifikasi
Berdasarkan manifestasi klinis
• Tetanus lokal
Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa
sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat
berkembang menjadi tetanus umum.
• Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2
hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media
kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi
nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi
tetanus umum dan prognosisnya biasanya buruk.
 
Klasifikasi
• Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah
menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang
hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar,
suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
• Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat,
Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan,
irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme.
Klasifikasi
Kriteria Pattel Joag
1. Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas ,disfagia dan kekakuan otot tulang
belakang.
2. Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat
keparahan.
3. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari.
4. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam.
5. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100 F ( > 400 C), atau aksila 99 F
( 37,6 C ).
Klasifikasi
1. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada
kematian).
2. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa
inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam (kematian 10%).
3. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 kriteria, biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari
atau onset kurang dari 48 jam (kematian 32%).
4. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4 Kriteria (kematian 60%).
5. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan tetanus neonatorum
(kematian 84%).
klasifikasi
Kriteria ablett’s
1. Derajat keparahan berdasarkan pada sistem pembagian oleh Ablett :
2. Derajat I (ringan): trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa
gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
3. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas jelas, spasme singkat ringan sampai
sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi nafas >30 x/menit, disfagia
ringan.
4. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks
berkepanjangan, frekuensi nafas >40/x menit, serangan apnea, disfagia berat dan
takikardia (nadi >120x/menit).
5. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan
sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
6. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan tetanus neonatorum
(kematian 84%).
Diagnosis
Tetanus

02
Gejala Klinis
Trismus

Risus Sardonicus

Opistotonus

Rigiditas

Disfagia

Kejang
Gejala Klinis
• Pada 80-90% penderita, gejala muncul 1-2minggu setelah terinfeksi. Selang waktu sejak
munculnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama disebut periode onset.
• Periode onset maupun periode inkubasi secara signifikan menentukan prognosis. Makin
singkat periode onset <48 jam dan periode inkubasi <7 hari menunjukan makin berat
penyakitnya.
• Gejala awal tetanus: kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut.
• Kekakuan otot-otot faring sehingga timbul disfagia.
• Kekakuan otot-otot dada - gerakan nafas terbatas- sianosis
• Perut papan - kontraksi otot-otot abdomen.
• Opitotonus - kontraksi otot-otot punggung.
Gejala klinis
• Pasien bisa febris
• Spasme (kejang)
a. Kejang tonik yang timbul secara episodik, bisa didapatkan retraksi kepala, opistotonus
yang menghebat dan fleksi dari lengan.
b. Timbul spontan atau dipicu oleh rangsangan berupa rangsangan sentuhan, auditori,
visual, atau emosional.
• Gangguan otonom (sering didapatkan pada tetanus derajat berat)
a. Peningkatan aktivitas simpatis : sinus takikardi >150x/min, keringat yang berlebihan,
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik aritmia supraventrikuler transien.
b. Peningkatan aktivitas parasimpatis : salivasi berlebihan,peningkatan tonus vagal yang
berefek ke sistem kardiovaskuler
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan penunjang untuk kasus tetanus tidak ada yang spesifik.
• Untuk pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa Hb/Leukosit/Ht/PLT, pemeriksaan gula
darah, SGOT, SGPT, Alb, Cl, N, K, analisa serebrospinal, faal hemostasis, kultur +
resistensi (aerob & anaerob), pemeriksaan EKG, Thorax foto PA/AP, pungsi lumbal
diperiksa saat awal datang sebagai diagnosa banding meningitis.
• Pada pemeriksaan darah, jumlah lekosit mungkin meningkat, laju endap darah sedikit
meningkat.
• Pemeriksaan CSF dalam batas normal
• Diagnosis ditegakkan secara klinis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dan tidak
tergantung pada konfirmasi bakteriologis. C. tetani hanya ditemukan pada 30% pada luka
pasien dengan kasus tetanus, dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak memberikan gejala
tetanus.
Diagnosis Banding
1. Meningoensefalitis (Demam, trismus tidak ada, abnormal CSF)
2. Poliomielitis (Trismus tidak ada, paralisis tipe flaccid, abnormal CSF)
3. Rabies (Riwayat gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharingeal
spasme)
4. Lesi orofaringeal (Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atas spasme tidak
ada)
5. Tonsilitis berat (Trismus tidak ada, nyeri menelan, rigiditas seluruh tubuh
atas spasme tidak ada)
Diagnosis Banding
1. Peritonitis (Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada)
2. Tetani (Timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar
kalsium dan fosfat dalam serum rendah. Gejala hanya carpopedal dan
laryngeal spasme
3. Keracunan Strychnine (Relaksasi komplit diantara spasme
4. Status epileptikus
5. Hysteria (Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasme)
03 Tatalaksana
Tetanus
Tatalaksana

Prinsip terapi untuk tetanus :


1. Atasi kondisi darurat dan mengancam nyawa
2. Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran tetanospasmin lebih
lanjut
3. Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat dengan
sistem saraf pusat)
4. Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem saraf pusat
5. Mengobati spasme otot
6. Manajemen vaksinasi
Tatalaksana
• Umum
• penderita ditempatkan pada area yang sedikit/minimal dari berbagai stimulus taktil
ataupun auditorik, gangguan obstruksi jalan nafas harus ditangani, pemantauan
kardiopulmoner, luka segera dieksplorasi dan dilakukan debridemen.

• Netralisasi toksin:
• HTIG (human tetanus immune globulin), dosis 3000-10000 unit intramuskuler, dibagi tiga
dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Makin cepat pengobatan TIG
diberikan, makin efektif.
• Bila HTIG tidak tersedia maka diberikan ATS dengan dosis
100.000-200.000 unit : hari pertama 50.000 unit intramuskuler dan 50.000 unit intravena.
Hari kedua 60.000 unit intramuskuler dan hari ketiga 40.000 unit intramuskuler.
• Vaksin tetanus toksoid (TT) 0,5 ml. IM. Pasien yang tidak memiliki riwayat vaksinasi
sebaiknya mendapat dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12
bulan setelahnya.
Tatalaksana
• Mengobati sumber infeksi:
• Metronidazole diberikan 500 mg setiap 6 jam intravena atau per oral.
Atau 30 mg/kgbb IV selama 10 hari
• Lini kedua dapat diberikan penicillin procain
50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari.
• Penisilin G dapat diberikan dengan dosis 1 juta IU intravena setiap 6
jam, pada anak dapat diberikan penisilin G 100.000-200.000
IU/kgBB/hari intravena dibagi 2-4 dosis.
• Pasien alergi golongan penisilin, dapat diberi tetrasiklin, makrolid,
klindamisin, sefalosporin, atau kloramfenikol.
• Dosis tetrasiklin 2g/hari selama 10 hari
Tatalaksana
• Untuk mengatasi spasme otot dan rigiditas
• Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama. Diazepam intravena dengan
dosis 0,5 mg/kgbb/kali atau lorazepam dengan dosis mulai dari 2 mg dapat
dititrasi hingga tercapai kontrol spasme tanpa sedasi dan hipoventilasi
berlebihan.
• Dilanjutkan diazepam maintenance perinfus 6-8 mg/hari
• Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan
benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi otonom dengan dosis
loading 5 mg intravena diikuti 2-3 gram/jam hingga tercapai kontrol spasme.
Profilaksis
Komplikasi
Kematian (sudden cardiac death)
• Kasus fatal sering pada usia 60 tahun (18%)
• Pasien yang tidak mendapat vaksinasi (22%).
• Kematian sering diakibatkan oleh adanya produksi katekolamin yang
berlebihan dan adanya efek langsung tetanospasmin atau tetanolisin pada
miokardium.
Obstruksi jalan napas
• Laringospasme (spasme pita suara) hingga menyebabkan obstruksi dan
gangguan pada jalan napas
Hipoksia dan gagal napas.
• hipoksia dengan alkalosis respiratorik oleh karena hipokapnia
• hipoventilasi alveolar dengan penurunan tajam PaO2 dan hiperkapnia disebut :
Gagal napas tipe II
Komplikasi
Fraktur
• Fraktur pada tulang vertebra atau tulang panjang bisa terjadi karena kontraksi yang
berlebih atau kejang yang kuat.
Hiperaktifitas sistem saraf otonomik
• Efek samping yang terjadi pada keadaan ini adalah dengan meningkatnya tekanan darah
(hipertensi) dan denyut jantung yang tidak normal.
Infeksi nosokomial
• Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah sakit yang lama.
Infeksi sekunder
• Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat pemasangan kateter, hospital-acquired
pneumonias dan ulkus dekubitus.
Hypoxaic injury, aspirasi pneumonia dan emboli paru
• Emboli paru adalah masalah yang sering ditemukan pada pasien lanjut usia dan pasien
dengan penggunaan obat-obatan. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi lanjut pada
tetanus dan sering ditemukan pada 50 -70% pasien yang diotopsi.
Komplikasi
• Ileus paralitik, luka akibat tekanan, retensi urin dan konstipasi
• Malnutrisi dan stress ulcers
• Koma
• Neuropati
• Kelainan psikis
• Kontraktur otot
• Dislokasi sendi glenohumeral dan temporomandibular
Prognosis
Tetanus
04
Prognosis
Phillips score
● Prognosis tetanus dinilai
dengan menggunkan skoring.
● Sistem skoring yang telah diakui
dapat digunakan untuk menilai
prognosis tetanus yaitu Phillips
score dan Dakar score.
● Pada Phillips score, nilai <9
menggambarkan severity
ringan, nilai 9-18 severity
sedang, dan >18 severity berat.

Pada pasien : 18
Prognosis
1. Pada Dakar score, nilai 0-1 menunjukkan severitas ringan dengan mortalitas
10%, 2-3 severitas sedang dengan mortalitas 10-20%, 4 severitas berat
dengan mortalitas 20-40%, dan 5-6 severitas sangat berat dengan mortalitas
>50%. (pada pasien skor 2)
PERDOSSI.Acuan Praktik Klinis Neurologi.PERDOSSI 2016:202-205
Jurnal dental CARIES AS A RISK FACTOR OF TETANUS J Medula Unil;Volume 3Nomor2 Desember 2014
CDC. Final 2015 reports of nationally notifiable infectious diseases and conditions.MMWR Morb Mortal Wkly
Rep.2016;65(46):1306-1321
Gunawan D. Tetanus in adults in Bandung, Indonesia. Neurol J Southeast Asia. 1996; 1:43-46.http://www.neurology-
asia.org/articles/19962_043.pdf
WHO. WHO vaccine-preventable disease monitoring system global summary. 2010.
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/70535
Kyu HH, Mumford JE, Stanaway JD, Barber RM, Hancock JR, Vos T, et al. Mortality from tetanus between 1990 and
2015: findings from the global burden of disease study 2015. BMC Public Health. 2017;17:179.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmid/28178973/
Raymond Surya. Skoring Prognosis Tetanus Generalisata pada Pasien Dewasa: CDK-238/vol.43. no 3, th. 2016
Callusum Neurology Journal; Tetanus Tipe General Pada Usia Tua Tanpa Vaksinasi; Departemen Neurologi, RSUD
Wangaya: Denpasar Bali; 2019
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai