EC VULNUS PUNCTUM
AT REGIO PLANTAR PEDIS DEXTRA
Disusun Oleh:
dr. Desi Kurnia
Pendamping:
dr. Ismet Ismail Suni
Pembimbing:
dr. Ricoh Juang, Sp.S
● Tujuh hari sebelum gejala muncul kaki pasien tertusuk paku di telapak kaki kanan
ketika pasien sedang membersihkan rumah, pada saat itu pasien tidak menggunakan
alas kaki. luka dari tusukan paku tersebut hanya dibersihkan dengan air dan diberi
betadin lalu ditutup dengan kain kassa tanpa diberikan injeksi anti tetanus. Luka hanya
sesekali dibersihkan oleh pasien dan tidak langsung diobati. Riwayat vaksinasi tetanus
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Spasme
generalisata
Opistotonus
Risus
Sardonicus
Pemeriksaan Anjuran
1. Hematologi rutin
2. Kimia Darah
3. Elektrolit
4. Kultur bakteriologik
5. EKG & Thorax PA/AP
6. Pungsi lumbal
Tatalaksana
1. Pasang NGT dan urin kateter
2. Oksigen 4 lpm nasal kanul
3. Ringer asetat 1500 cc/24 jam
4. ATS 150.000 IU
5. Tetagam 10.000 IU
6. Diazepam 4x1 amp bolus pelan
7. Metronidazol 3x500 mg iv
Prognosis
Tatalaksana Prognosis
03 04
01
Spora tersebar luas di tanah, di usus dan di kotoran/feses kuda, domba, sapi,
anjing, kucing, tikus, marmut, dan ayam.
02
Gejala Klinis
Trismus
Risus Sardonicus
Opistotonus
Rigiditas
Disfagia
Kejang
Gejala Klinis
• Pada 80-90% penderita, gejala muncul 1-2minggu setelah terinfeksi. Selang waktu sejak
munculnya gejala pertama sampai terjadinya spasme pertama disebut periode onset.
• Periode onset maupun periode inkubasi secara signifikan menentukan prognosis. Makin
singkat periode onset <48 jam dan periode inkubasi <7 hari menunjukan makin berat
penyakitnya.
• Gejala awal tetanus: kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan membuka mulut.
• Kekakuan otot-otot faring sehingga timbul disfagia.
• Kekakuan otot-otot dada - gerakan nafas terbatas- sianosis
• Perut papan - kontraksi otot-otot abdomen.
• Opitotonus - kontraksi otot-otot punggung.
Gejala klinis
• Pasien bisa febris
• Spasme (kejang)
a. Kejang tonik yang timbul secara episodik, bisa didapatkan retraksi kepala, opistotonus
yang menghebat dan fleksi dari lengan.
b. Timbul spontan atau dipicu oleh rangsangan berupa rangsangan sentuhan, auditori,
visual, atau emosional.
• Gangguan otonom (sering didapatkan pada tetanus derajat berat)
a. Peningkatan aktivitas simpatis : sinus takikardi >150x/min, keringat yang berlebihan,
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik aritmia supraventrikuler transien.
b. Peningkatan aktivitas parasimpatis : salivasi berlebihan,peningkatan tonus vagal yang
berefek ke sistem kardiovaskuler
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan penunjang untuk kasus tetanus tidak ada yang spesifik.
• Untuk pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa Hb/Leukosit/Ht/PLT, pemeriksaan gula
darah, SGOT, SGPT, Alb, Cl, N, K, analisa serebrospinal, faal hemostasis, kultur +
resistensi (aerob & anaerob), pemeriksaan EKG, Thorax foto PA/AP, pungsi lumbal
diperiksa saat awal datang sebagai diagnosa banding meningitis.
• Pada pemeriksaan darah, jumlah lekosit mungkin meningkat, laju endap darah sedikit
meningkat.
• Pemeriksaan CSF dalam batas normal
• Diagnosis ditegakkan secara klinis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dan tidak
tergantung pada konfirmasi bakteriologis. C. tetani hanya ditemukan pada 30% pada luka
pasien dengan kasus tetanus, dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak memberikan gejala
tetanus.
Diagnosis Banding
1. Meningoensefalitis (Demam, trismus tidak ada, abnormal CSF)
2. Poliomielitis (Trismus tidak ada, paralisis tipe flaccid, abnormal CSF)
3. Rabies (Riwayat gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharingeal
spasme)
4. Lesi orofaringeal (Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atas spasme tidak
ada)
5. Tonsilitis berat (Trismus tidak ada, nyeri menelan, rigiditas seluruh tubuh
atas spasme tidak ada)
Diagnosis Banding
1. Peritonitis (Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada)
2. Tetani (Timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar
kalsium dan fosfat dalam serum rendah. Gejala hanya carpopedal dan
laryngeal spasme
3. Keracunan Strychnine (Relaksasi komplit diantara spasme
4. Status epileptikus
5. Hysteria (Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasme)
03 Tatalaksana
Tetanus
Tatalaksana
• Netralisasi toksin:
• HTIG (human tetanus immune globulin), dosis 3000-10000 unit intramuskuler, dibagi tiga
dosis yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Makin cepat pengobatan TIG
diberikan, makin efektif.
• Bila HTIG tidak tersedia maka diberikan ATS dengan dosis
100.000-200.000 unit : hari pertama 50.000 unit intramuskuler dan 50.000 unit intravena.
Hari kedua 60.000 unit intramuskuler dan hari ketiga 40.000 unit intramuskuler.
• Vaksin tetanus toksoid (TT) 0,5 ml. IM. Pasien yang tidak memiliki riwayat vaksinasi
sebaiknya mendapat dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12
bulan setelahnya.
Tatalaksana
• Mengobati sumber infeksi:
• Metronidazole diberikan 500 mg setiap 6 jam intravena atau per oral.
Atau 30 mg/kgbb IV selama 10 hari
• Lini kedua dapat diberikan penicillin procain
50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari.
• Penisilin G dapat diberikan dengan dosis 1 juta IU intravena setiap 6
jam, pada anak dapat diberikan penisilin G 100.000-200.000
IU/kgBB/hari intravena dibagi 2-4 dosis.
• Pasien alergi golongan penisilin, dapat diberi tetrasiklin, makrolid,
klindamisin, sefalosporin, atau kloramfenikol.
• Dosis tetrasiklin 2g/hari selama 10 hari
Tatalaksana
• Untuk mengatasi spasme otot dan rigiditas
• Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama. Diazepam intravena dengan
dosis 0,5 mg/kgbb/kali atau lorazepam dengan dosis mulai dari 2 mg dapat
dititrasi hingga tercapai kontrol spasme tanpa sedasi dan hipoventilasi
berlebihan.
• Dilanjutkan diazepam maintenance perinfus 6-8 mg/hari
• Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan
benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi otonom dengan dosis
loading 5 mg intravena diikuti 2-3 gram/jam hingga tercapai kontrol spasme.
Profilaksis
Komplikasi
Kematian (sudden cardiac death)
• Kasus fatal sering pada usia 60 tahun (18%)
• Pasien yang tidak mendapat vaksinasi (22%).
• Kematian sering diakibatkan oleh adanya produksi katekolamin yang
berlebihan dan adanya efek langsung tetanospasmin atau tetanolisin pada
miokardium.
Obstruksi jalan napas
• Laringospasme (spasme pita suara) hingga menyebabkan obstruksi dan
gangguan pada jalan napas
Hipoksia dan gagal napas.
• hipoksia dengan alkalosis respiratorik oleh karena hipokapnia
• hipoventilasi alveolar dengan penurunan tajam PaO2 dan hiperkapnia disebut :
Gagal napas tipe II
Komplikasi
Fraktur
• Fraktur pada tulang vertebra atau tulang panjang bisa terjadi karena kontraksi yang
berlebih atau kejang yang kuat.
Hiperaktifitas sistem saraf otonomik
• Efek samping yang terjadi pada keadaan ini adalah dengan meningkatnya tekanan darah
(hipertensi) dan denyut jantung yang tidak normal.
Infeksi nosokomial
• Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah sakit yang lama.
Infeksi sekunder
• Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat pemasangan kateter, hospital-acquired
pneumonias dan ulkus dekubitus.
Hypoxaic injury, aspirasi pneumonia dan emboli paru
• Emboli paru adalah masalah yang sering ditemukan pada pasien lanjut usia dan pasien
dengan penggunaan obat-obatan. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi lanjut pada
tetanus dan sering ditemukan pada 50 -70% pasien yang diotopsi.
Komplikasi
• Ileus paralitik, luka akibat tekanan, retensi urin dan konstipasi
• Malnutrisi dan stress ulcers
• Koma
• Neuropati
• Kelainan psikis
• Kontraktur otot
• Dislokasi sendi glenohumeral dan temporomandibular
Prognosis
Tetanus
04
Prognosis
Phillips score
● Prognosis tetanus dinilai
dengan menggunkan skoring.
● Sistem skoring yang telah diakui
dapat digunakan untuk menilai
prognosis tetanus yaitu Phillips
score dan Dakar score.
● Pada Phillips score, nilai <9
menggambarkan severity
ringan, nilai 9-18 severity
sedang, dan >18 severity berat.
Pada pasien : 18
Prognosis
1. Pada Dakar score, nilai 0-1 menunjukkan severitas ringan dengan mortalitas
10%, 2-3 severitas sedang dengan mortalitas 10-20%, 4 severitas berat
dengan mortalitas 20-40%, dan 5-6 severitas sangat berat dengan mortalitas
>50%. (pada pasien skor 2)
PERDOSSI.Acuan Praktik Klinis Neurologi.PERDOSSI 2016:202-205
Jurnal dental CARIES AS A RISK FACTOR OF TETANUS J Medula Unil;Volume 3Nomor2 Desember 2014
CDC. Final 2015 reports of nationally notifiable infectious diseases and conditions.MMWR Morb Mortal Wkly
Rep.2016;65(46):1306-1321
Gunawan D. Tetanus in adults in Bandung, Indonesia. Neurol J Southeast Asia. 1996; 1:43-46.http://www.neurology-
asia.org/articles/19962_043.pdf
WHO. WHO vaccine-preventable disease monitoring system global summary. 2010.
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/70535
Kyu HH, Mumford JE, Stanaway JD, Barber RM, Hancock JR, Vos T, et al. Mortality from tetanus between 1990 and
2015: findings from the global burden of disease study 2015. BMC Public Health. 2017;17:179.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmid/28178973/
Raymond Surya. Skoring Prognosis Tetanus Generalisata pada Pasien Dewasa: CDK-238/vol.43. no 3, th. 2016
Callusum Neurology Journal; Tetanus Tipe General Pada Usia Tua Tanpa Vaksinasi; Departemen Neurologi, RSUD
Wangaya: Denpasar Bali; 2019
Terimakasih