Anda di halaman 1dari 27

Pengelolaan dan

Pengendalian Dampak
Negatif PWH dan
Pemanenan Kayu
Bab 15
Pengelolaan dan pengendalian kerusakan lingkungan akibat PWH
dan pemanenan kayu dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Meminimalkan kerusakan lingkungan akibat PWH dan pemanenan
kayu dengan cara:
a) Pemilihan system silvikultur yang tepat
b) Pemilihan system pemanenan kayu yang sesuai dengan keadaan
lapangan
c) Antisipasi dampak negative sejak perencanaan
d) Perbaikan teknik perencanaan dan pelaksanaan penebangan
e) Perbaikan teknik perencanaan dan pelaksanaan penyaradan
2. Pengendalian kerusakan lingkungan yang telah terjadi dengan cara:
a) Pembuatan jalur penyangga, khususnya terhadap sumber mata air dan sungai
b) Rehabilitasi dan regenerasi hutan setelah pemanenan kayu
c) Melakukan usaha-usaha rehabilitasi tempat-tempat terjadinya kerusakan
d) Melakukan usaha-usaha mencegah kerusakan lebih lanjut
e) Memelihara dan memonitor secara rutin semua tempat yang diperkirakan
berpotensi mengalami kerusakan lingkungan dan melakukan pemetaan indicator
dampak penting akibat PWH dan pemanenan kayu
3. Pengembangan metode dan teknologi baru PWH dan pemanenan kayu yang ramah
lingkungan, misalnya Reduced Impact Logging
15.1 Pemilihan Sistem Silvikultur
Apabila menerapkan system silvikultur tebang habis, maka untuk meminimalkan kerusakan
lingkungan akibat pemanenan kayu harus dilakukan hal berikut:
1. Penataan petak tebangan harus menggunakan system petak tebangan tersebar (dekonsentrasi)
2. Bila mengadakan system tebang habis di areal yang mudah longsor dan bahaya erosi tanahnya
besar, maka harus menyediakan areal penyangga yang tidak boleh terganggu dekat sumber air,
daerah yang curam, areal yang berlokasi di tengah lereng dan di bawah lereng
3. Tebang habis harus dihindarkan di areal rawan longsor yang berlokasi di sebelah atas jalan
4. Membuat jalur-jalur penyangga di bawah areal tebang habis
5. Tebang habis sekaligus dalam porsi yang besar/luas dalam satu daerah aliran sungai harus
dhindarkan
6. Usahakan tiap unit tebang habis sekecil mungkin
15.2 Pemilihan Sistem Pemanenan Kayu
Megahan (1983) menyebutkan system pemanenan kayu
yang mempunyai potensi gangguan terhadap tanah dari
yang terbesar sampai terkecil adalah sebagai berikut:
1. Subsistem tractor
2. Subsistem kabel di atas tanah
3. Subsistem skyline
4. Subsistem balon dan helikopter
15.3 Penerapan Teknik Pemanenan
Kayu Ramah Lingkungan
Reduced Impact Logging (RIL) dan Low Impact Logging (LIL)
merupakan Teknik pemanenan kayu yang ramah lingkungan bila
dibandingkan dengan Teknik pemanenan kayu yang dipakai selama
ini yang disebut dengan Conventional Logging (CL). Teknik RIL
menekankan pada perencanaan yang mendetail dan terperinci,
penggunaan Teknik-Teknik yang tepat pada pelaksanaan
pemanenan, pengawasan yang ketat dalam operasi pemanenan
untuk meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal dan tanah.
Kelebihan RIL dibandingkan dengan CL dalam aspek lingkungan:
1. RIL menurunkan kerusakan terhadap tegakan tinggal sebesar 41% disbanding
kerusakan yang disebabkan CL
2. Pada volume kayu yang dipanen sama besarnya, luas permukaan tanah/areal
yang diapkai untuk jalan sarad dalam operasi RIL hanya 50% dibandingkan
dengan luas yang dipakai dalam operasi CL
3. Areal yang rusak akibat pembuaran jalan pada RIL berkurang 40%
dibandingkan CL
4. Kerusakan seperti pemadatan tanah dan keterbukaan tanah dalam RIL hanya
50% dibandingkan dengan yang terjadi dalam CL
5. Keterbukaan tajuk pohon dalam tegakan tinggal pada operasi RIL berkurang
33% bila dibandingkan dengan operasi CL
6. Kehilangan volume kayu komersial (yang telah disiapkan untuk disarad tetapi
tidak ditemkan oleh operator traktor) berkurang lebih dari 33% pada operasi RIL
15.4 Antisipasi Dampak Negatif Sejak
Perencanaan
Dalam tahap perencanaan PWH dan pemanenan kayu, hal-hal yang penting untuk mendapat
perhatian adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan landskap, dengan tujuan:
a) Melindungi sungai dan air
b) Melindungi biodiversiti lokal di areal yang tidak boleh diganggu
c) Melindungi jenis-jenis satwa dan flora langka beserta habitatnya
d) Melindungi tempat-tempat yang dikeramatkan, situs-situs peninggalan masa lalu, dan
kawasan cagar budaya
e) Memperhatikan segi-segi estetika, social dan budaya masyarakat setempat
2. Penerapan teknologi ramah lingkungan
Penerapan teknologi ramah lingkungan berarti penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan
keteknikan dalam kombinasi dengan pndidikan dan pelatihan untuk memperbaiki penerapan
tenaga kerja, peralatan dan cara-cara kerja, yang juga dapat disertai pemakaian teknologi baru
Menurut Elias (2002), teknologi yang ramah lingkungan dibidang PWH dan
pemanenan kayu meliputi:
1. Teknologi pembuatan peta skala besar, misalnya peta kontur 1:2000 s/d
1:10000 untuk perencanaan PWH dan pemanenan kayu
2. Teknologi konstruksi jalan hutan berdampak rendah
3. Teknologi LIL, antara lain skyline, mesin-mesin penyaradan yang
mempunyai tekanan rendah terhadap tanah, penyaradan secara manual,
misalnya menggunakan hewan, system gravitasi, pemukulan oleh
manusia dengan system kuda-kuda
15.5 Perbaikan Teknik PWH
1. Membatasi kerusakan yang dapat dihindari, meliputi:

a) Membatasi lebar daerah miliki jalan

b) Membatasi lebar tebang bayang seminimum mungkin pada seksi jalan berarah timur-barat dan
membatasi lebar tebang bayang pada seksi jalan yang berarah selatan-utara

c) Melindungi struktur jalan dengan cara:


 Stabilisasi badan jalan
 Pengerasan permukaan jalan hutan, terutama pada bagian lintasan kendaraan
 Membuat struktur drainase di kiri kanan jalan, drainase melintang jalan, drainase di atas tebing
 Membuat drainase permukaan jalan, misalnya dengan menerapkan tipe punggung penyu
 Membuat bangunan struktur pelindung jalan
 Perlindungan terhadap tebing di atas dan di bawah jalan hutan, misalnya dengan penanaman tebing
 Memasang perangkap lumpur pada saluran drainase
2. Menghindari melakukan kegiatan pembuatan prasarana PWH pada musim hujan atau waktu
hujan, misalnya:
a) Waktu penyingkiran vegetasi
b) Waktu gali timbun tanah
c) Waktu pembuatan badan jalan
d) Waktu pembuatan bangunan air (jembatan dan gorong-gorong)
e) Waktu pemadatan tanah/stabilisasi badan jalan
f) Waktu membuat TPK, TPK antara, TPN dan base camp
3. Membuang sampah PWH pada tempatnya, dengan beberapa cara yaitu:
a) Dengan ditimbun di atas tanah
b) Dengan dipendam di dalam luabng
c) Dengan ditumpuk dan disebarkan di atas tanah
d) Diangkat dan dibuang ke tempat lain yang telah disediakan sebagai tempat pembuangan
sampah
• Tempat pembuangan sampah yang dipilih harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Cukup stabli untuk menampung sampahsampah yang ditampung

2. Tidak mudah masuk ke sungai

3. Tidak mempengaruhi nilai-nilai sumberdaya hutan

4. Tempat tersebut harus terletak di tempat yanh lebih tinggi dati genangan pemrukan air banjir

• Apabila menggunakan cara pemadatan sampah, bahan sampah yang ditimbun harus:

1. Sesuai dengan keadaan umum profil tanah

2. Dipadatkan sebelum ditutup dengan tanah

3. Tidak berhubungan dengan alur air

4. Ditutup dengan tanah minimum setebl 30 cm

5. Ditimbun di tempat yang tidak akan diguanakan untuk pengembangan prasaranan PWH dan tegakn
• Pembuangan sampah dengan penyebaran dilakukan dengan meletakan sampah
sedemikian rupa pada lereng di sebelah bawah jalan. Pembuangan sampah dengan
cara ini hanya dapat dipertimbangkan apabila:
1. Tidak menambah bahaya longsor
2. Bahaya kebakaran hutan serta berjangkitnya penyakit hutan adalah rendah
3. Estetika/keindahan alam bukan merupakan hal yang penting
15.6 Perbaikan Teknik Pemanenan Kayu
1. Teknik perencanaan pemanenan kayu pada peta kontur dan peta
pohon skala besar yang terdiri dari:
a) Perencanaan lokasi TPN
b) Perencanaan pohon yang akan ditebang
c) Perencanaan jaringan jalan sarad
d) Perencanaan arah penyaradan
e) Perencanaan arah rebah pohon
2. Teknik-Teknik pelaksanaan kegiatan pemanenan kayu, meliputi:
a) Teknik membuat jalan sarad’
b) Teknik menebang dan mengarahkan arah rebah pohon
c) Teknik bunching/winching
d) Teknik penyaradan
e) Teknik pemotongan dan pembagian batang
3. Teknik-Teknik pencegahan kerusakan lebih lanjut, meliputi:
a) Teknik penutupan jalan terhadap jalan hutan yang sudah tidak dipakai lagi
b) Teknik penutupan TPN
c) Teknik mencegah erosi di jalan sarad
d) Teknik memrangkap lumut
e) Teknik penutupan areal quari yang sudah tidak dipakai lagi
15.7 Perbiakan Teknik Perencanaan dan
Pelaksanaan Penyaradan
Pedoman meminimlkan dampak penyaradan terhadap kerusakan lingkungan menurut Megahan (1983) adalah
sebagai berikut:

1. Usahakan penyaradan naik lereng dari pada turun lereng untuk mengurangi erosi dalam operasi
penyaradan dengan tractor dan dengan kabel di atas tanah. TPN diletakkan pada punggung bukit, sehingga
menghasilkan pola jaringan jalan sarad yang menyebarkan aliran air permukaan tanah ke tempat yang
menyebar.

2. Usahakan lokasi jalan sarad seharmonis mungkin terhadap areal tebangan, topografi, tipe tanah dan factor
iklim. Dalam hal ini, lokasi jalan sarad diusahakan agar:

a) Mempunyai drainase yang baik

b) Tidak terlalu dekat dengan sungai/anak sungai

c) Menyebrangi anak sungai/alur sedikit mungkin

d) Bila harus menyebrangi anak sungai harus menggunakan jembatan dari log atau culvert besi sementara

e) Menggunakan jalan sarad hanya beberapa kali lintasan saja untuk menghindari pemadatan tanah dan
pembentukan saluran air permukaan
3. Hindarkan tractor menyarad di areal yang kemiringannya >30%
4. Jangan melakukan kegiatan penyaradan pada hari hujan
5. Letakkan lokasi TPN di atas areal yang kokoh, tanahnya kering dan jauh dari
sungai/anak sungai. TPN harus didesain agar mempunyai drainase ke dalam
areal penyangga yang bervegetasi
6. Usahakan agar kayu yang disarad sesedikit mungkin menyentuh tanah
7. Usahakan agar tidak terjadi akumulasi bahan vegetasi yang membbusuk di
tempat yang mudah terbawa ke dalam sungai ketika terjadi hujan besar
8. Meminimalkan pembuatan jalan di areal yang sanagt curam dan yang sensitive
terhadp gangguan lingkungan
15. 8 Pembuatan Jalur Penyangga
Pedoman pembuatan dan pemeliharaan jalur penyangga:

1. Semua pohon, semak, rumput-rumput, batuan, pohon yang roboh secara alami, yang melindungi
sungai atau memlihara integritas tanah dekat sungai tersebut tidak boleh terganggu

2. Jalur penyangga tidak boleh diganggu. Lebar jalur penyangga disarankan minmal 25 m pada tiap sisi
sungai. Lebar jalur penyangga yang disarankan dalam pedoman RIL Indonesia:
3. Bila memodifikasi rencana jalur penyangga, maka hanya ppohon mati, sakit,
masak tebang, dan pohon yang dapat menimbulkan bahaya bila roboh, yang
boleh diambil dari jalur tersebut. Pohon-pohon tersebut harus ditebang dengan
arah rebah menjauh dari sungai. Kotoran/sampah penebangan yang jatuh ke
dalam sungai harus dibersihkan
4. Bila pohon-pohon tua harus dikeluarkan karean roboh, maka diperlukan usaha
penutupan vegetasi di sisi sepanjang sungai tersebut setelah penebangan
selesai. Jenis-jenis pohon cepat tumbuh dapat digunakan dalam rangka
memperbaiki kerindangan secepatnya. Tumbuhan bawah yang tidak terganggu
harus tetap dipelihara agar dapat menyaring aliran air permukaan dan
menstabilkan tanah
5. Pada sungai yang hanya berair sewaktu musim penghujan, di sepanjang tepi
sungai perlu ditanami tanaman/tumbuhan perdu sebagai jalur penyaring untuk
mencegah masuknya sedimen ke dalam sungai yang selalu berair di bawahnya
15.9 Rehabilitasi Setelah Pemanenan Kayu
1. Rehabilitasi areal tebangan untuk menghindari kerusakan permukaan tanah terutama di daerah
pegunungan yang curam dengan pedoman sebagai berikut:

a) Mengontrol erosi di areal yang terganggu, dengan segera melaksankaan reboisasi

b) Menanam jenis-jenis yang sesuai dan bila perlu menggunakan terasering, memberi kompos dan
pupuk

2. Rehabilitasi jalan sarad dengan pedomana berikut:

a) Membersihkan alur sungai yang dilalui jalan sarad, dengan memindahkan culvert/jembatan
sementara yang dipasang selama penyaradan berlangsung

b) Melenyapkan bekas jalan sarad setelah pemanenan kayu dengan melaksanakan penanaman pada
jalan sarad

c) Membuat saluran/sudetan pada jalan sarad untuk membuang air ke tempat yang bervegetasi. Untuk
menentukan jarak sudetan pada jalan sarad dapat dihitung dengan rumus berikut:
3. Rehabilitasi TPN-TPN dan tempat terbuka lainnya dengan mengikuti pedoman
berikut:
a) Setelah pemanenan kayu selesai, semua TPN yang tidak dipakai lagi harus
ditanami dengan rumput dan jenis-jenis pohon cepat tumbuh agar
permukaannya cepat tertutup
b) Pada TPN tersebut dibuat saluran/sudetan yang mengalirkan air dari bekas
tpN ke dalam tempat bervegtasi
c) Pada areal terbuka yang miring/curam diperlukan pencegahan kerusakan
dengan Teknik sipil dan biologi, sheingga kerusakan lingkungan
selanjutnya dapat diminimumkan
15.10 Tindakan Meminimalkan Dampak Negatif
Manajemen Hutan
1. Dampak negative pada tanah dapat diminimalkan dengan cara:
a) Tidak melakukan kegiatan pemanenan kayu pada saat hujan atau masih basah
b) Buat kriteria local untuk daerah yang curam dan dekat sungai, dimana kayu di areal
tersebut tidak boleh dipanen
c) Adakan supervise pemanenan kayu untuk mengurangi kerusakan dan upayakan
mempercepat regenerasi hutan
d) Gunakan metode dan peralatan LIL (Low Impact Logging)
e) Letakkan jalan sarad dan TPN di areal yang mudah kering dan usahakan jarak tertentu
dari sungai, alur, areal curam dan peka terhadap gangguan
f) Perbaiki dan pelihara struktur TPN dan jalan sarad agar drainasenya tetap baik sebelum
peralatan pemanenan kayu meninggalkan lokasi tebangan
g) Ratakan dan tanami areal yang rusak berat
2. Dampak negative pada ekologi hutan dapat diminimalkan dengan cara:
a) Mempertimbangkan bermacam-macam cara/system regenerasi dan pemanenan kayu
b) Memilih system silvikultur yang dapat menjamin regenerasi dan produksi yang
lestari serta meminimalkan kerusakan (seperti meninggalkan sejumlah pohon yang
layak dan berkualitas sebagai pohon induk, tebang pilih, serta penebangan dengan
rumpang kecil)
c) Menghindarkan hanya menebang pohon-pohon terbaik
d) Menyediakan areal yang cukup luas untuk perlindungan atau konservasi keragaman
jenis, proses-proses ekologi dan asset budaya
e) Menghubungkan areal yang dilindungi dengan koridor-koridor ke areal hutan virgin
f) Menggunakan koridor-koridor tersebut sebagai jalur hijau di sepnajng jalan hutan
dan batas-batas areal pemanenan kayu untuk mengurangi bahaya kebakaran hutan
dan kerusakan lebih lanjut setelah pemanenan kayu
3. Dampak negative pada air dapat diminimalkan dengan cara:
a) Memlihara jalur penyangga dari hutan di sepanjang tepi sungai dan danau
b) Menyediakan fasilitas pembuangan sampah jauh dari sungai dan mata air
c) Mengembangkan dan mengikuti prosedur penggunaan dan penyimpanan bahan
kimia, minyak dan bahan bakar untuk meminimalkan potensi pencemaran
4. Dampak negative pada ekologi satwa liar dapat diminimalkan dengan cara:
a) Mengadakan survey terhadap hutan
b) Mengadakan konservasi terhadap ekosistem kunci, habitat, dan koridor
c) Merencanakan intensitas pemanenan kayu, cara-cara dan waktu pemanenan
kayu berdasarkan informasi yang akurat
d) Memastikan keberadaan jenis-jenis satwa liar langka, melalui hubungan
dengan para ahli satwa liar di pemerintah, Lembaga swadaya masyarakat dan
universitas.
5. Dampak negative pada udara dapat diminimalkan dengan cara:
a) Penyiraman air pada seksi-seksi jalan yang bermasalah pada setiap periode
tertentu
b) Merencanakan rute pengangkutan yang menghindari pusat pemukiman
6. Kerusakan jalan desa oleh truk pengangkut kayu dapat diminimalkan dengan
cara:
a) Menentukan dan menetapkan secara hokum batas maksimum muatan
b) Memperbaiki dan meningkatkan kapasitas daya dukung badan jalan dan
drainase jalan
7. Dampak negative pada social dan budaya dapat diminimalkan dengan cara:

a) Bekerjasama dengan masyarakat setempat dalam merencanakan dan melakukan


aktivitas proyek

b) Mengembangkan infrastruktur local untuk menangani pertambahan penduduk (sperti


tempat pembuangan sampah, sekolah, pelayanan kesehatan dan penerapan hokum)

c) Melindungi symbol-simbol budaya yang penting, tradisi dan pola-pola penggunaan


sumberdaya

d) Membangun hak hukum jangka panjang atas hutan dengan mengusahakan keterlibatan
masyarakat local dalam pengambilan keputusan

e) Melibatkan pemimpin-pemimpin local dalam perlindungan untuk mencegah penebangan


liar dan penyerobotan tanah

f) Pengawasan dan pencegahan terhadap penyakit

8. Dampak sekunder lainnya dapat diminimalkan dengan cara mengembangkan perlindungan


hutan dan administrasi local yang efektif.

Anda mungkin juga menyukai