Anda di halaman 1dari 26

ETIKA LINGKUNGAN

HIDUP
KELOMPOK 6
Alfrets Rumagit
Cahya Mengko
Omega Tampi
Reygen Porajow
1. ETIKA

 Menurut Verkuyl Etika berasal dari beberapa kata Yunani yaitu Ethos dan
Ethikos, dimana Ethos di artikan sebagai Kebiasaan atau adat istiadat. Ethikos
di artikan sebagai kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati
dengan mana seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan. Etika juga
merupakan ilmu atau studi yang mempelajari mengenai norma-norma yang
mengatur tingkah laku dari manusia. Etika sendiri berbicara mengenai
tindakan manusia tentang hal yang benar, baik dan tepat. Bukan hanya itu
saja, Etika juga menganalisa dan membahas serta merumuskan hal yang objek
studinya secara rasional dan masuk akal.
2. LINGKUNGAN HIDUP (Ekologi)

 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lingkungan hidup adalah kesatuan


ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan prilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian lingkungan hidup secara
umum adalah manusia dan makhluk hidup yang ada di sekitarnya mampu untuk
hidup bersama dan saling berkontribusi seperti lingkungan hidup berkontribusi
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia serta manusia juga harus mampu
berkontribusi untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Lingkungan
hidup mempunyai arti yang luas, bukan sekedar di artikan sebagai lingkungan
fisik, biologis dan sosial atau biasa di kenal sebagai hidrosfer, atmosfer,
litosfer, biosfer dan sosiosfer. Ada baiknya pengertian lingkungan hidup juga di
artikan sebagai ekologi, kerena di anggap penting untuk memahami hubungan
manusia dengan lingkungan, baik itu fisik maupun biologis.
 Istilah Ekologi sendiri pertama kali muncul di tahun1866 oleh Ernest Haeckel,
yang dimana ekologi ini menunjuk pada keseluruhan organisme atau pola
hubungan antar organisme dan lingkungannya. Kata Ekologi berasal dari kata
Yunani: oikos dan logos, yang secara harafiah berarti, ‘rumah’
dan’pengetahuan’. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang
lingkungan hidup dan planet bumi ini di anggap sebagai rumah tempat bagi
manusia dan seluruh makhluk hidup serta benda fisik lainnya. Jadi lingkungan
hidup dapat diartikan sebagai oikos, dimana bumi mempunyai 2 fungsi yang
sangat penting, yaitu sebagai tempat kediaman (Oikoumene) dan sebagai
sumber kehidupan (Oikonomia). Dapat di katakan bahwa lingkungan hidup
sangat berkaitan erat dalam kehidupan manusia. Namun, manusia belum
menyadari bahwa kehidupan mereka bergantung pada lingkungan di sekitar
mereka, sehingga banyak terjadi pengrusakan dalam ekosistem atau lingkungan
hidup.
3. Etika Lingkungan Hidup

 Etika lingkungan hidup adalah sebagai refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang
dikenal umum selama ini dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dan refleksi kritis tentang cara
pandang manusia tentang manusia, alam, dan hubungan antara manusia dan alam serta perilaku yang
bersumber dari cara pandang ini.
 Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan
terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan, kita tidak saja mengimbangi hak dan
kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilaku, tingkah laku
dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kewajaran
lingkungan hidup. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan
alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan termasuk di dalamnya berbagai
kebijakan yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Untuk menuju kepada
etika lingkungan hidup tersebut, diperlukan pemahaman tentang perubahan pandangan terhadap
lingkungan hidup itu sendiri. Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam
bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
 Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku
manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua
kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang
mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup
lain atau dengan alam secara keseluruhan. Etika dalam konsep lingkungan
hidup sangat penting karena berkaitan dengan perilaku manusia agar dengan
etika orang dapat mengenal dan memahami nilai dan norma-norma yang
membimbing perilaku proses individual dan sosial terhadap alam dan
lingkungan hidupnya. Artinya dasar etika ini adalah tindakan yang ditujukan
kepada alam atau lingkungan hidup.
 Unsur pokok dalam prinsip etika lingkungan hidup ada dua, yang pertama
komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial, melainkan
mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Kedua, hakikat manusia bukan
hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga makhluk ekologis.Prinsip-
prinsip ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk melakukan perubahan
kebijakan sosial, politik, dan ekonomi untuk lebih berpihak pada lingkungan
hidup dan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada lingkungan
sekarang ini. Semua teori etika lingkungan hidup mengakui bahwa alam
semesta perlu dihormati. Manusia mempunyai kewajiban moral untuk
menghargai alam semesta dengan segala isinya karena manusia adalah bagian
dari alam dan karena alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
 Secara khusus, sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral
untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun pada makhluk lain
dalam komunitas ekologis seluruhnya. Sikap hormat terhadap alam lahir dari
relasi kontekstual manusia dengan alam dalam komunitas ekologis. Manusia
berkewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada, hidup,
tumbuh, dan berkembang secara alamiah. Sebagai perwujudan nyata,
manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan
alam beserta seluruh isinya. Manusia tidak boleh merusak dan menghancurkan
alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang benar. Alam dan seluruh isinya
juga berhak untuk dicintai, disayangi, dan mendapat kepedulian dari
manusia. Kasih sayang dan kepedulian muncul dari kenyataan bahwa semua
makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti,
dan dirawat.
 Terkait dengan prinsip hormat kepada alam merupakan tanggungjawab moral
terhadap alam. Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh
Tuhan dengan tujuannya masing-masing terlepas dari untuk kepentingan
manusia atau tidak. Oleh sebab itu, manusia sebagai bagian dari alam
semesta bertanggungjawab pula untuk menjaga alam. Tanggung jawab ini
bukan saja bersifat individual melainkan kolektif. Tanggung jawab moral
menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan
bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Hal
ini berarti, kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggungjawab
bersama seluruh umat manusia. Tanggungjawab ini juga terwujud dalam
bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum yang merusak dan
membahayakan alam.
Jenis-jenis Etika Lingkungan

 Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya


dibedakan dan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi
dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika
pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang
menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan
manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
 1. Ekologi dangkal (Shallaw ecology) merupakan paradigma yang menekankan pada
aspek pemenuhan kebutuhan manusia. Konsep ini mendudukkan lingkungan sebagai
sarana yang dimanfaatkan demi kebutuhan manusia. Dengan demikian, ekologi dangkal
bersifat antroposentris dalam artian mendudukkan manusia sebagai makhluk superior
yang punya wewenang bebas dalam melakukan eksploitasi dan pemanfaatan lingkungan
demi kebutuhannya.
 2. Ekologi dalam (Deep ecology) merupakan etika yang memandang bahwa manusia
merupakan bagian integral dari lingkungannya. Konsep ini menempatkan sistem etika
baru dan memiliki implikasi positif dalam kelestarian alam. Etika Ekologi ini memiliki
prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu
memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak
untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies
manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas
disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta
alam.
Dasar Teologis Etika Lingkungan

 Dalam cerita penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan bersama


dengan seluruh alam semesta. Itu berarti bahwa manusia mempunyai
keterkaitan dan kesatuan dengan lingkungan hidupnya. Akan tetapi,
diceritakan pula bahwa hanya manusia yang diciptakan menurut gambar Allah
(" Imago Dei ") dan yang diberikan kewenangan untuk mengelola dan menjaga
bumi dengan segala isinya. Jadi di satu segi, manusia adalah bagian integral
dari ciptaan (lingkungan), akan tetapi pada lain segi, ia diberikan kekuasaan
untuk memerintah dan memelihara bumi. Maka, hubungan manusia dengan
lingkungan hidupnya seperti dua sisi dari mata uang yang mesti dijalani secara
seimbang.
a. Kesatuan Manusia dengan Alam

 Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang


penciptaan manusia: "Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah"
(Kej. 2:7), seperti Ia juga "membentuk dari tanah segala binatang hutan dan
segala burung di udara" (Kej. 2:19). Dalam bahasa Ibrani, manusia disebut "
adam ". Nama itu mempunyai akar yang sama dengan kata untuk tanah, "
adamah ", yang berarti warna merah kecokelatan yang mengungkapkan warna
kulit manusia dan warna tanah. Dalam artian itu, tanah yang biasa diartikan
dengan bumi, mempunyai hubungan lipat tiga yang kait-mengait dengan
manusia: manusia diciptakan dari tanah (Kej. 2:7; 3:19, 23), ia harus hidup dari
menggarap tanah (Kej. 3:23), dan ia pasti akan kembali kepada tanah (Kej.
3:19; Maz. 90:3). Di sini nyata bahwa manusia dan alam (lingkungan hidup)
hidup saling bergantung -- sesuai dengan hukum ekosistem. Karena itu, kalau
manusia merusak alam, maka secara otomatis berarti ia juga merusak dirinya
sendiri.
b. Kepemimpinan Manusia Atas Alam

 Walaupun manusia dengan alam saling bergantung, Alkitab juga mencatat


dengan jelas adanya perbedaan manusia dengan unsur-unsur alam yang lain.
Hanya manusia yang diciptakan segambar dengan Allah dan yang diberikan
kuasa untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan seluruh ciptaan yang
lain (Kej. 2:26-28), dan untuk mengelola dan memelihara lingkungan hidupnya
(Kej. 2:15). Manusia sebagai citra Allah seharusnya memanfaatkan alam
sebagai bagian dari ibadah dan pengabdiannya kepada Allah. Dengan kata
lain, penguasaan atas alam seharusnya dijalankan secara bertanggung jawab:
memanfaatkan sambil menjaga dan memelihara. Ibadah yang sejati adalah
melakukan apa saja yang merupakan kehendak Allah dalam hidup manusia,
termasuk hal mengelola (" abudah ") dan memelihara ("samar") lingkungan
hidup yang dipercayakan kekuasaan atau kepemimpinannya pada manusia.
c. Kegagalan Manusia Memelihara Alam

 Alkitab mencatat secara khusus adanya "keinginan" dalam diri manusia untuk
menjadi sama seperti Allah dan karena keinginan itu ia "melanggar" amanat
Allah (Kej. 3:5-6). Tindakan melanggar amanat Allah membawa dampak
bukan hanya rusaknya hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga dengan
sesamanya dan dengan alam. Manusia menghadapi alam tidak lagi dalam
konteks "sesama ciptaan", tetapi mengarah pada hubungan "tuan dengan
miliknya". Manusia memperlakukan alam sebagai objek yang semata-mata
berguna untuk dimiliki dan dikonsumsi. Manusia hanya memerhatikan tugas
menguasai, tetapi tidak memerhatikan tugas memelihara. Dengan demikian,
manusia gagal melaksanakan tugas kepemimpinannya atas alam.
 Akar perlakuan buruk manusia terhadap alam terungkap dalam istilah seperti:
"tanah yang terkutuk", "susah payah kerja", dan "semak duri dan rumput duri
yang akan dihasilkan bumi" (Kej. 3:17-19). Manusia selalu dibayangi oleh rasa
kuatir akan hari esok yang mendorongnya cenderung rakus dan materialistik
(lih. Mat. 6:19-25 par.). Secara teologis, dapat dikatakan bahwa akar
kerusakan lingkungan alam dewasa ini terletak dalam sikap rakus manusia
yang. Manusia berdosa menghadapi alam tidak lagi sekadar untuk memenuhi
kebutuhannya, tetapi sekaligus untuk memenuhi keserakahannya. Kegagalan
dalam melaksanakan tugas kepemimpinan atas alam merupakan pula
kegagalan manusia dalam mengendalikan dirinya, khususnya keinginan-
keinginannya.
d. Hubungan Baru Manusia-Alam

 Alkitab, khususnya Perjanjian Baru, mencatat bahwa Allah yang Mahakasih


mengasihi dunia ciptaan-Nya (kosmos) sehingga Ia mengutus anak-Nya yang
tunggal ke dalam dunia, yaitu Tuhan Yesus Kristus (Yoh. 3:16). Tuhan Yesus
Kristus yang disebut Firman (logos) penciptaan (Kol. 1:15-17; Yoh. 1:3, 10a)
telah berinkarnasi (mengambil bentuk materi dengan menjelma menjadi
manusia: Yoh. 1:1, 14); dan melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib serta
kebangkitan-Nya dari antara orang mati, Ia telah mendamaikan Allah dengan
segala sesuatu (ta panta) atau dunia (kosmos) ini (Kol. 1:19-20; 2 Kor. 5:18-
19). Tuhan Yesus telah memulihkan hubungan Allah dengan manusia dan
dengan seluruh ciptaan-Nya dan memulihkan hubungan manusia dengan alam.
Atas dasar itu, maka hubungan harmonis dalam Eden (Firdaus) telah
dipulihkan.
 Apa yang dibayangkan dalam Perjanjian Lama sebagai nubuat tentang
kedamaian seluruh bumi dan di antara seluruh makhluk (Yes. 11:6-9; 65:17;
66:22; Hos. 2:18-23) telah dipenuhi dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Dengan
kata lain, hubungan manusia dengan Allah yang baik harus tercermin dalam
hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Persekutuan dengan Allah
harus tercermin dalam persekutuan dengan alam.
  
Norma Etika Lingkungan
1. Solidaritas dengan Alam.

 Karena manusia dengan lingkungan hidup adalah sesama ciptaan yang telah
dipulihkan hubungannya oleh Tuhan Yesus Kristus, maka manusia, khususnya manusia
baru dalam Kristus, seharusnya membangun hubungan solider dengan alam.
Hubungan solider (sesama ciptaan dan sesama tebusan) berarti alam mestinya
diperlakukan dengan penuh belas kasihan. Manusia harus merasakan penderitaan
alam sebagai penderitaannya dan kerusakan alam sebagai kerusakannya juga.
Seluruh makhluk dan lingkungan sekitar tidak diperlakukan semena-mena, tidak
dirusak, tidak dicemari dan semua isinya tidak dibiarkan musnah atau punah.
Manusia tidak boleh bersikap kejam terhadap alam, khususnya terhadap sesama
makhluk. Dengan cara itu, manusia dan alam secara bersama (kooperatif) menjaga
dan memelihara ekosistem. Contoh konkret: manusia berdisiplin dalam membuang
sampah atau limbah (individu, rumah tangga, industri, kantor, dan sebagainya) agar
tidak mencemari lingkungan dan merusak ekosistem. Pencemaran/polusi mestinya
dicegah, diminimalisir, dan dihapuskan supaya alam tidak sakit atau rusak. Manusia
bertanggung jawab atas kesehatan dan kesegaran alam kita.
2. Pelayanan yang Bertanggung Jawab (Stewardship)

 Alam adalah titipan dari Allah untuk dimanfaatkan/dipakai/digunakan


manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi sekaligus adalah rumahnya.
Maka, sumber-sumber alam diberikan kepada manusia tidak untuk diboroskan.
Memanfaatkan alam adalah bagian dari pertanggungjawaban talenta yang
diberikan/dipercayakan oleh Tuhan kepada manusia. Allah telah
memercayakan alam ini untuk dimanfaatkan dan dipakai. Ketidakadilan dalam
memanfaatkan sumber-sumber alam adalah juga salah satu penyebab
rusaknya alam. Sebab, mereka yang merasa kurang akan mengambil
kebutuhannnya dari alam dengan cara yang sering kurang memerhatikan
kelestarian alam, misalnya dengan membakar hutan, mengebom bunga karang
untuk ikan, dan sebagainya. Sebaliknya, mereka yang tergoda akan kekayaan
melakukan pengurasan sumber alam secara tanpa batas.
 Panggilan untuk memanfaatkan sumber-sumber alam sebagai pelayanan dan
pertanggungjawaban talenta akan mendorong kita melestarikan sumber-
sumber alam, sekaligus melakukan keadilan terhadap sesama. Contoh
konkret: manusia menghemat menggunakan sumber-sumber alam (bahan
bakar fosil, hutan, mineral, dan sebagainya) agar tetap mencukupi kebutuhan
manusia dan makhluk hidup lain secara berkesinambungan. Penghematan ini
tidak hanya berarti penggunaan seminimal mungkin sumber-sumber alam
sesuai kebutuhan (air, energi, kayu, dan sebagainya), tetapi mencakup pula
pola 4R -- " reduce", "reuse", "recycle", "replace " (atau mengurangi,
menggunakan ulang, mendaur ulang, dan mengganti) sumber- sumber alam
yang kita pergunakan setiap hari.
3. Pertobatan dan Pengendalian Diri

 Kerusakan lingkungan berakar dalam keserakahan dan kerakusan manusia. Itu


sebabnya manusia yang dikuasai dosa keserakahan dan kerakusan itu
cenderung sangat konsumtif. Secara teologis, dapat dikatakan bahwa dosa
telah menyebabkan krisis moral/krisis etika dan krisis moral ini menyebabkan
krisis ekologis, krisis lingkungan. Dengan demikian, setiap perilaku yang
merusak lingkungan adalah pencerminan krisis moral yang berarti tindakan
dosa. Dalam arti itu, maka upaya pelestarian lingkungan hidup harus dilihat
sebagai tindakan pertobatan dan pengendalian diri. Dilihat dari sudut
pandang Kristen, maka tugas pelestarian lingkungan hidup yang pertama dan
utama adalah mempraktikkan pola hidup baru, hidup yang penuh pertobatan
dan pengendalian diri, sehingga hidup kita tidak dikendalikan dosa dan
keinginannya, tetapi dikendalikan oleh cinta kasih.
Kesimpulan.

 Alam atau lingkungan hidup telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada kita untuk
digunakan dan dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia. Manusia dapat
menggunakan alam untuk menopang hidupnya. Dengan kata lain, alam
diciptakan oleh Tuhan dengan fungsi ekonomis, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Akan tetapi, bukan hanya kebutuhan manusia
menjadi alasan penciptaan. Alam ini dibutuhkan pula oleh makhluk hidup
lainnya bahkan oleh seluruh sistem kehidupan atau ekosistem. Alam ini
berfungsi ekumenis (untuk didiami) oleh seluruh ciptaan lainnya. Alam ini
rumah kita. Kata-kata "ekonomi", "ekumene", dan "ekologi" berakar dalam kata
Yunani " oikos " yang artinya rumah. "Ekonomi" berarti menata rumah; itulah
tugas pengelolaan kebutuhan hidup. " Ekumene " berarti mendiami rumah;
itulah tugas penataan kehidupan yang harmonis. "Ekologi" berarti
mengetahui/menyelidiki rumah; itulah tugas memahami tanggung jawab
terhadap alam.
 Dalam Etika lingkungan sendiri menekankan bahwa lingkungan merupakan satu
kesatuan dengan manusia yang merupakan sesama ciptaan Allah, namun manusia
di berikan kuasa oleh Allah untuk melindungi, melestarikan dan mengelola
lingkungan di bumi. Suatu kelebihan yang di berikan Allah kepada manusia yang
tentunya sangat baik. Manusia harus bersikap baik terhadap lingkungan sekitar
mereka, Etika Lingkungan menuntun manusia untuk menjaga dan melindungi
lingkungan hidup sebagai bentuk tanggung jawab atas tugas yang di berikan Allah
kepada manusia. Jika manusia tidak mampu untuk merawat lingkungan hidup
maka di pastikan manusia di anggap gagal dalam melaksanakan tanggung jawab
yang di berikan. Merawat, melindungi serta melestarikan semua yang ada dalam
lingkungan hidup, itu juga merupakan bagian dari Ibadah, jadi jika manusia tidak
mampu menjaga lingkungan hidup maka ibadah yang mereka lakukan tidak
berjalan dengan baik dan manusia dianggap kurang mampu untuk
mengimplementasikan ibadah mereka dalam kehidupan sebagai umat Tuhan.
 Dalam menata kehidupan bersama, umat Kristen harus bermitra dengan
semua orang, bahkan dengan semua makhluk. "Ekumene" berarti bekerja
bersama membangun kehidupan di atas planet ini. Tugas itu adalah tugas
bersama semua orang dan seluruh ciptaan. Maka tugas orang Kristen adalah
memberi kontribusinya sesuai dengan iman dan pengharapan kepada Allah,
memperkaya dan mengoptimalkan ibadahnya dengan terus-menerus menjaga
dan memelihara kehidupan yang diberikan Tuhan kepadanya sebagai
ungkapan syukur kepada Tuhan. Optimalisasi ibadah itu dinyatakan dalam
bentuk disiplin, penghematan, dan pengendalian diri.
  
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai