sebuah lampiran SPT Tahunan PPh berupa kertas kerja yang berisi penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial/ pembukuan dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan PENYEBAB TERJADINYA Rekonsiliasi Fiskal
1. Adanya perbedaan antara SAK dengan peraturan
perpajakan (beda konsep, beda pengukuran, dan beda metode pengalokasian/saat pengakuan biaya) 2. Adanya penghasilan tertentu yang bukan merupakan objek pajak, atau telah dikenakan PPh bersifat final. 3. Adanya kompensasi kerugian fiskal 4. Adanya harga yang tidak wajar karena hubungan istimewa Koreksi Fiskal Terdiri dari : 1. Koreksi karena perbedaan waktu Beda Waktu merupakan perbedaan metode perhitungan pendapatan dan/atau biaya tiap tahun atau tahun buku yang digunakan antara komersial dengan fiskal.
Dengan demikian total biaya atau pendapatan menurut komersial dan fiskal adalah sama besar, yang berbeda adalah lamanya waktu pengalokasian pendapatan dan atau biaya tersebut.
Contoh : Biaya Penyusutan atau amortisasi Penilaian persediaan Koreksi Fiskal 2. Koreksi karena perbedaan tetap Timbul karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara komersial dan fiskal.
Koreksi beda tetap terdiri dari: a.Beda tetap atas penghasilan yang bukan objek PPh. Seperti bantuan, sumbangan, harta hibahan yang diterima sepanjang tidak ada hubungan usaha dengan pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan dan dari pemerintah. b.Beda tetap murni, yaitu: Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, memelihara penghasilan yang bukan objek pajak. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan. c.Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhinya syarat-syarat khusus, yaitu: berhubungan dengan kegiatan langsung perusahaan. Adanya bukti pendukung yang kuat, karena lokasi, penggunaan praktek-praktek akuntansi yang tidak sehat. Koreksi Fiskal 3. Koreksi karena pengenaan pajak final Koreksi ini terdiri dari: a.Pendapatan yang telah dipotong pajak final oleh pihak yang membayarakan penghasilan seperti pendapatan bunga deposito, pendapatan jasa giro, penghasilan sewa tanah dan atau bangunan, pendapatan karena pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (khusus untuk WP Badan real setate dan OP).
b.Biaya untuk mendapatkan, memelihara, menagih penghasilan yang telah
dikenakan PPh final seperti biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari sewa tanah dan atau bangunan, biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Bentuk Kertas Kerja Koreksi Fiskal Sampai saat ini belum ada bentuk baku kertas kerja rekonsiliasi fiskal. Dibawah ini disajikan bentuk kertas kerja yang sering digunakan dalam bentuk sehari-hari : PT ABC Rekonsiliasi – fiskal
Laba komersial sebelum pajak ……………………….. xxx Ditambah koreksi positif: Sumbangan…………………………………………. xxx Iklan dan promisi…………………………………….xxx Kenikmatan…………………………………………..xxx Biaya dalam bentuk natura…………………………..xxx Biaya pemeliharaan gedung yang disewakan……… .xxx Biaya penyusutan………………………………… …xxx Biaya penyisihan kerugian piutang…………………..xxx
Laba/rugi fiskal sebelum pajak xxxx L/K Komersial & Fiskal
Keterangan L/K Komersial L/K Fiskal
Tujuan - Menghitung laba bersih - Menghitung besarnya
- Mengukur kinerja pajak terutang - Mengukur keadaan posisi - Laporannya untuk - Mengukur keadaan kekayaan pihak fiskus -Laporannya untuk pihak ketiga dan manajemen
- Pengambilan keputusan yang Sanksi dibidang
Akibat tidak tepat oleh manajemen perpajakan: penyimpangan - Opini yang buruk terhadap - Sanksi admnistrasi laporan keuangan yang berupa denda, bunga berhubungan langsung dengan atau kenaikan kreditur, investur, pemilik - Sanksi Pidana berupa perusahaan kurungan atau penjara L/K Komersial & Fiskal
Keterangan L/K Komersial L/K Fiskal
Dasar Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) SAK disesuaikan dg UU
Pajak berlaku 1. Dasar Akrual Konsep 2. Mempertemukan beban dg 1. Dasar Akrual Stelsel pendapatan yang paling tepat 2. Mempertemukan antara 3. Konservative, yaitu konsep hati-hati; biaya untuk mendapat, mungkin rugi yang dapat ditaksir menagih dan memelihara sudah diakui sebagai kerugian, penghasilan dengan dengan membentuk penyisihan penghasilan yang merupakan (cadangan) pada akhir tahun atau objek PPh dengan membuat adjustment 3. Konservative tidak 4. Materialitas digunakan oleh Auditor digunakan untuk menyatakan wajar/tidak wajar 4. Materialitas digunakan oleh dalam penilaian LK Komersial Auditor untuk menyatakan wajar/ tidak wajar dalam penilaian LK komersial tidak digunakan Pajak penghasilan final Pengalihan Hak Penjualan, tukar-menukar atau ruislag, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah,atau cara lain yang disepakati oleh pihak- pihak yang bersangkutan.
Termasuk didalamnya adalah : Warisan, sewa guna
usaha dengan hak opsi, sale and lease back, penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak sehubungan dengan Bangun Guna Serah, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambil-alihan usaha, pembubaran badan hukum, putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap PENGECUALIAN
Orang Pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000,- (dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)
Orang Pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan kepada pemerintah untuk kepentingan umum
Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha PENGECUALIAN
Lelang atas tanah dan/atau bangunan yang
dirampas untuk negara berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan milik pemerintah dengan cara lelang PPh atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi • KETENTUAN YANG MENGATUR • Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh • Peraturan Pememerintah No. 51 tahun 2008 • Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2009 • Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi, baik pelaksanaan konstruksi, perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi TARIF • 2% (dua persen) ntuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil; • 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; • 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b; • 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan • 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha. PPh FINAL ATAS HADIAH UNDIAN
TARIF :
25 % dari Nilai Undian (Jika diberikan
dalam bentuk natura maka nilai hadiah undian tersebut menggunakan nilai pasar atau nilai wajar) KETENTUAN YANG MENGATUR
• Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
• PP Nomor 132 Tahun 2000
• Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-395/PJ/2001
• Surat Edaran Dirjen Pajak SE-19/PJ.43/2001
• Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk dalam bentuk natura PPh FINAL ATAS SEWA TANAH DAN / ATAU BANGUNAN
• Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
• PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah
disempurnakan dengan PP Nomor 5 Tahun 2002 • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah disempurnakan dengan Nomor 120/KMK.03/2002 • Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-22/PJ.4/1996 OBYEK PPh
Atas penghasilan dari sewa tanah dan/atau
bangunan berupa : Tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondomonium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya
TARIF : 10 % dari jumlah bruto nilai persewaan PPh Final Atas Bunga Deposito, Tabungan, Dan Sertifikat Bank Indonesia
KETENTUAN YANG MENGATUR
•Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
•PP Nomor 131 Tahun 2000 •Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 •Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE- 19/PJ.43/2001 OBYEK PPh
Penghasilan berupa bunga dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diterima/diperoleh dari Deposito, Tabungan, dan Diskonto SBI (termasuk bunga yang diterima/diperoleh dari Deposito dan Tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia) TARIF
20 % dari jumlah bruto (bersifat final)
terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT 20 % atau tarif sebagaimana P3B terhadap Wajib Pajak Luar Negeri PENGECUALIAN
• Terhadap Orang Pribadi Subyek Pajak Dalam
Negeri yang seluruh penghasilannya (termasuk bunga dan diskonto) tidak melebihi PTKP. • Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah Deposito dan Tabungan serta SBI tidak melebihi Rp 7.500.000,- • Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia PENGECUALIAN
Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang dana yang diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud Pasal 29 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk
pemerintah dalam rangka pemilikan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana, Kaveling Siap Bangun untuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana, atau Rumah Susun Sederhana untuk dihuni sendiri. PPh atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek
KETENTUAN YANG MENGATUR
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh PP Nomor 6 Tahun 2002 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 121/KMK.03/2002 Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-241/PJ/2002 berikut ralatnya
OBYEK PPh
Atas penghasilan berupa bunga dan
diskonto obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek TARIF Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) : 20 %, bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT 20 % atau tarif P3B, bagi Wajib Pajak Luar Negeri dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi
Atas diskonto obligasi dengan kupon :
20 %, bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT 20 % atau tarif P3B, bagi Wajib Pajak Luar Negeri dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi di atas harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga berjalan (accured interest) TARIF
• Atas diskonto obligasi tanpa bunga
(zero Coupon bond) – 20 %, bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT – 20 % atau tarif P3B, bagi Wajib Pajak Luar Negeri dari selisih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi PENGECUALIAN
Atas bunga dan diskonto obligasi yang
diperoleh : Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia Dana pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan Menteri Keuangan Reksadana (yang terdaftar pada Bapepam) selama 5 tahun pertama sejak pendirian/pemberian ijin usaha Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan keseluruhannya (termasuk bunga dan diskonto obligasi) dalam 1 tahun pajak tidak melebihi PTKP PPH ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK KETENTUAN YANG MENGATUR
• Pasal 4 ayat (2) Undang Undang PPh
• PP Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana
disempurnakan dengan PP Nomor 14 Tahun 1997 • Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 OBYEK PPh DAN TARIF
• Atas penghasilan dari penjualan saham di
bursa efek – 0,1 % dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan • Atas penjualan saham pendiri – 0,5 % dari nilai saham pada saat penutupan bursa di akhir 1996, 31-12-1996 (jika telah diperdagangkan dalam tahun 1996 atau sebelumnya) – 0,5 % dari nilai saham pada saat Initial Public Offering (jika diperdagangkan pada atau setelah 01-01-1997) TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN Memotong PPh pada saat pelunasan transaksi penjualan saham dengan memberikan bukti pemotongan Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Penerima Pembayaran dengan SSP atas nama perantara pedagang efek paling lambat tanggal 20 setiap bulan, atas transaksi yang dilakukan dalam bulan sebelumnya Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) paling lambat tanggal 25 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran DIVIDEN YANG DITERIMA OLEH ORANG PRIBADI KETENTUAN YANG MENGATUR
• Pasal 4 ayat (1) Undang Undang PPh
• Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2009
Obyek PPh dan Tarif
A. Penghasilan berupa dividen yang
diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
B. Tarif PPh sebasar 10 % dari nilai bruto
dividen TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN Memotong PPh pada saat pembayaran dividen dengan memberikan bukti pemotongan Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Penerima Pembayaran dengan SSP atas nama pemotong paling lambat tanggal 10 setiap bulan, atas transaksi yang dilakukan dalam bulan sebelumnya Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) paling lambat tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran PPH FINAL ATAS BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN KOPERASI KEPADA ANGGOTANYA KETENTUAN YANG MENGATUR
• Pasal 4 ayat (1) Undang Undang PPh
• Surat Edaran Dirjen Pajak
SE-20/PJ/2009 OBYEK PPh dan TARIF
Atas penghasilan dari bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya 10 % dari jumlah bruto bunga simpanan TATA CARA PELUNASAN DAN PELAPORAN Memotong PPh pada saat pembayaran bunga simpanan dengan memberikan bukti pemotongan Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Penerima Pembayaran dengan SSP atas nama pemotong paling lambat tanggal 10 setiap bulan, atas transaksi yang dilakukan dalam bulan sebelumnya Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke KPP (di mana pemotong terdaftar) paling lambat tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran PENGECUALIAN
• Untuk bunga simpanan sampai maksimal
Rp.240.000,- dikecualikan dari obyek PPh Final TERIMA KASIH