Anda di halaman 1dari 39

DERMATITIS

ATOPIK
MATERI KULIAH BLOK 18

Dr. Nopriyati, SpKK(K), FINSDV, FAADV

FK UNSRI
KSM/Bagian DV RSMH Palembang
2020
PENDAHULUAN
• Sinonim: Prurigo Besnier, eczema

• "atop'/' oleh Coca dan Cooke, 1923, asal kata


"atopos" (out of place)  berbeda; penyakit kulit
yang tidak biasa, baik lokasi kulit yang terkena,
maupun perjalanan penyakitnya

• Siklus gatal-garuk  kerusakan sawar kulit 


mudah masuk alergen dan iritan  kronik-residif
berdampak gangguan fisik dan emosi pasien 
kualitas hidup
DEFINISI
• Peradangan kulit berupa dermatitis
kronik residif, disertai gatal, mengenai
bagian tubuh tertentu terutama di wajah
pada bayi (fase infantil) dan bagian
fleksural ekstremitas (pada fase anak)

• Perjalanan penyakit bervariasi, berkaitan


dengan penyakit atopi lainnya: asma
bronkial, rinitis alergik, urtikaria, dan hay
fever
EPIDEMIOLOGI
• >> bayi dan anak
• 50% hilang saat remaja, kadang
menetap atau baru mulai muncul saat
dewasa
• Di negara berkembang 10 - 20% anak
menderita dermatitis atopik; 60%
menetap sampai dewasa
ETIOPATOGENESIS : multifaktor
1. Disfungsi sawar kulit  kulit xerosis, peningkatan
sensitivitas gatal

• Gen regulasi amplop • Absorpsi dan


keratin (filagrin dan hipersensitivitas alergen
loricrin) (contoh: alergen hirup
• Volume seramid tungau debu rumah) 
• Enzim proteolitik sensitivitas respirasi pasien
• rotease eksogen (berasal DA terhadap alergen di
dari tungau debu rumah kemudian hari
dan superantigen • TEWL  2-5x normal
Staphylococcus aureus • Kapasitas menyimpan air
(SA)) (skin capacitance)
• Kelembapan udara • Perubahan komposisi lipid
esensial kulit
Etiopatogenesis…
Hubungan disfungsi kulit dan patogenesis DA
Etiopatogenesis…

2. Perubahan sistem imun (imunopatologi)

• Berhubungan dengan faktor genetik  manifestasi


fenotip DA bervariasi

• Penelitian genetik terhadap pasien asma = pasien DA


 gen pada 11q13 sebagai gen pengkode reseptor
lgE

• Ekspresi reseptor lgE pada sel penyaji antigen dapat


memicu terjadinya rangkaian peristiwa imunologi pada
DA
Perubahan sistem imun (imunopatologi)…

Kerusakan sawar kulit  produksi sitokin keratinosit (IL-1,


IL-6, IL-8, TNF-a)  merangsang molekul adhesi sel endotel
kapiler dermis  regulasi limfosit dan leukosit.
Perubahan sistem imun (imunopatologi)…
DA AKUT DA KRONIK
▹ Spongiosis ▹ Hiperplasi epidermis
▹ Sebukan infiltrat di epidermis terdiri ▹ Pemanjangan rete ridges
atas limfosit T ▹ Sedikit spongiosis dan
▹ Sel Langerhans (LC) dan makrofag hiperkeratosis .
(sebagai sel dendritik pemajan ▹ Terdapat peningkatan LC dan
antigen/antigen presenting cell) lgE di epidermis
mengekspresikan molekul lgE
▹ infiltrat di dermis lebih banyak
▹ Di dermis sebukan sel radang : mengandung sel mononuklear/
limfosit T dengan epitop CD3, CD4, makrofag , dan sel mas
dan CD45R, monosit, makrofag, sel bergranulasi penuh , banyak sel
eosinofil jarang terlihat, jumlah sel eosinofil, serta tidak ada
mas normal tetapi aktif berdegranulasi neutrofil walaupun terdapat
▹ TH2  peningkatan kolonisasi dan
- IL-4 DAN IL-13  menginduksi infeksi Staphylococcus aureus.
IgE dan molekul adhesi sel endotel ▹ Sitokin berperan: IL-12 dan IL-
18 yang dihasilkan oleh sel T
- IL-5  induksi eosinophil pada lesi
helper-1 (TH-1 ), IL-11 , dan
kronik TGF3
Perubahan sistem imun (imunopatologi)…

Sel efektor pada reaksi imunologik DA


1. Keratinosit

▹ Pelaku aktif sistem imun di epidermis


▹ Sebagai signal transducer , sel asesori, dan sel
penyaji antigen (SPA)
▹ Sel Langerhans :
 SPA poten : MHC-II dan memiliki reseptor IgE
 mengekspresikan molekul B7, ICAM-1, dan LFA-1
Perubahan sistem imun (imunopatologi)…

2. Sel T

▹ Memiliki T cell receptor (TCR) rantai a dan b 


mengenal antigen
▹ Sel T teraktivasi  mengenali antigen dalam ikatan
major histocompatibility-11 (MHC-11 ) dan
menampilkan reseptor IL-2
▹ Th (CD4) > Tc (CD8)
▹ >>Th2  IL-4 (menginduksi sel B menjadi sel
plasma yang memproduksi lgE ), dan IL-5 (menarik
dan memelihara eosinofil di jaringan)
Perubahan sistem imun (imunopatologi)…

3. Sel endotel

▹ Mengatur lalu lintas leukosit pada inflamasi dan


pada saat di induksi reaksi hipersensitivitas
▹ mengekspresikan berbagai molekul adhesi :
ICAM-1 , ICAM-2, VCAM-1 , ELAM-1
Etiopatogenesis…
3. Alergen Dan Superantigen
ALERGEN
▹ Eksogen: alergen hirup (debu rumah, tungau debu
rumah)
▹ Alergi makanan  bervariasi:
- 69% telur
- 52% susu sapi
- 42% kacang-kacangan
- 34% soya
- 33% gandum
- Lainnya: ikan dan ayam
▹ Pemeriksaan:
- Uji tusuk
- Atopi patch test
SUPERANTIGEN
▹ Staphylococcus aureus melekat di kulit karena interaksi
protein A2 dan asam teikoik pada dinding sel dengan
fibronektin, laminin, dan fibrinogen  superantigen SEA,
SEB, dan toksin TSSS (penyebab staphylococcal scalded
skin syndrome)
▹ Perubahan kompisisi lipid serta berkurangnya sfongosin
dan natural antimicrobial agent  kolonisasi SA
▹ Antibiotik, kortikosteroid, atau takrolimus topikal 
kolonisasi SA
▹ Superantigen: imunomodulator, menyebabkan apoptosis
sel T, sel eosinofil, penglepasan histamin dan leukotrien,
sintesis lgE, serta potensi glukokortikoid , inflamasi DA
(50-70%), memicu kekambuhan lesi DA menjadi
rekalsitran dan kronik
Etiopatogenesis…
4. Predisposisi Genetik
• Risiko DA: 77% pada kembar monozigot
25% kembar dizigot
• Pola penurunan tidak mengikuti hukum Mendel
• Uehara dan Kimura (1993):
- 60% pasien DA mempunyai anak atopi
- Kedua orangtua DA  81% anak berisiko DA
- Bila hanya salah satu orangtua DA  risiko anak
DA 59%
• Peneliti lain: ibu berpenyakit DA menunjukkan rasio Odds
(RO) anak kandung sebesar 2,66; bila ayah yang
menderita DA risikonya menjadi 1,29  disimpulkan
penurunan DA cenderung bersifat maternal
• Ada kaitan antara DA, asma bronkial, rinitis alergik, dan
kadar lgE dalam serum dengan human /eukocyt antigen
(HLA) pada kromosom 6 dan lokus yang berbeda
Etiopatogenesis…

5. Mekanisme Pruritus Pada DA


▹ Belum diketahui pasti
▹ Sensasi gatal dan nyeri disalurkan melalui saraf C tidak
bermielin di taut dermo-epidermal
▹ Rangsangan ke reseptor gatal menjalar melalui saraf
spinal sensorik ke hipotalamus kontralateral ke
korteks
▹ kadar histamin di kulit pasien DA tidak disertai dengan
peningkatan di dalam darah  antihistamin hanya
memberi efek minimal sampai sedang
▹ Histamin bukan satu-satunya zat pruritogenic (ada
mediator lain yang dikeluarkan oleh sel mas atau faktor
non-imunologik yang diduga sebagai penyebab pruritus,
yaitu zat tergolong neuropeptida, protease, opoid,
eikosanoid, dan sitokin)
Faktor lain penyebab pruritus DA
Berbagai perubahan abnormal menyebabkan
pruritus pada pasien DA:
- Kulit kering  ambang rangsang gatal  Stimulus
ringan (misalnya mekanis , elektris dan termal)
dapat menyebabkan pruritus melalui jalur refleks
akson terminal yang mengeluarkan substansi P 
vasodilatasi atau rangsangan terhadap sel mast

- Kulit kering  diskontinuitas sel keratinosit


sehingga bahan pruritogenik yang dikeluarkan
merangsang reseptor dan dapat meningkatkan
reaksi hipersensitivitas kulit
Etiopatogenesis…

6. Faktor Psikologis

▹ Gangguan psikis pada DA tergolong tinggi: rasa


cemas, stres, dan depresi.
▹ Pasien DA mempunyai kecenderungan bersifat
temperamental , mudah marah , agresif, frustasi,
dan sulit tidur.
Etiopatogenesis…

7. Teori atau Hipotesis Higiene

▹ Masih dalam penelitian


▹ Awalnya diduga infeksi merupakan salah satu
pencetus DA atau sebagai salah satu sumber
superantigen (antara lain sumber endotoksin
SA).
▹ Jumlah anggota keluarga yang sedikit 
sedikit pula pajanan terhadap infeksi akibat
kontak dengan saudara yang lebih tua (kakak)
di satu keluarga, karena pajanan dini
menyebabkan sistem imun anak berkembang
normal dan terbentuk pertahanan imun selular
KLASIFIKASI DA
▹ DA intrinsik : tanpa bukti hipersensitivitas terhadap
alergen polivalen dan tanpa peningkatan kadar
lgE total di dalam serum
▹ DA ekstrinsik: terbukti pada uji kulit terdapat
hipersensitivitas terhadap alergen hirup dan
makanan
▹ Klasifikasi lebih praktis untuk aplikasi klinis
didasarkan atas usia saat terjadinya DA:
- DA fase infantil
- DA fase anak
- DA fase dewasa.
Manifestasi Klinis
DA Fase Infantil

▹ Usia bayi (2 bulan-2 tahun), awitan usia 2 bulan


▹ Predileksi utama : wajah diikuti kedua pipi, simetris
▹ Lesi dapat meluas ke dahi, kulit kepala, telinga, leher,
pergelangan tangan, dan tungkai terutama di bagian
volar atau fleksor
▹ usia, fungsi motorik bertambah sempurna, anak mulai
merangkak dan belajar berjalan  lesi kulit di
ekstensor (lutut, siku, atau di tempat yang mudah
mengalami trauma)
DA Fase Infantil

▹ Gambaran klinis: akut, eksudatif, erosi, dan ekskoriasi


▹ Dapat mereda dan menyembuh
▹ Sebagian berkembang menjadi fase anak atau fase
remaja
▹ Faktor alergen (masih diperdebatkan):
- Bayi usia < 1 tahun  susu sapi , telur, kacang-
kacangan
- Usia lebih tua  alergen hirup
DA Fase Anak

▹ Usia 2-10 tahun; dapat merupakan kelanjutan fase


infantil atau muncul tanpa didahului fase infantil
▹ Tempat predileksi lebih sering di fosa kubiti dan
poplitea, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata
dan leher, dan tersebar simetris.
▹ Kulit pasien DA dan kulit pada lesi cenderung lebih
kering
▹ Lesi dermatitis cenderung menjadi kronis, disertai
hiperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi, ekskoriasi,
krusta dan skuama.
▹ Pada fase ini pasien DA lebih sensitif terhadap
alergen hirup, wol dan bulu binatang
DA Fase Remaja
dan Dewasa
▹ Usia >13 tahun kelanjutan fase infantil atau fase
anak
▹ Predileksi = fase anak, dapat meluas mengenai kedua
telapak tangan, jari- jari , pergelangan tangan , bibir,
leher bagian anterior, skalp, dan puting susu.
▹ Manifestasi klinis kronis, berupa plak hiperpigmentasi,
hiperkeratosis, likenifikasi, ekskoriasi dan skuamasi
▹ Gatal lebih hebat saat beristirahat, udara panas dan
berkeringat
▹ Fase ini berlangsung kronik-residif sampai usia 30
tahun
PEMERIKSAAN PENUNJANG

▹ Dilakukan bila ada keraguan klinis


▹ kadar lgE dalam serum juga didapatkan pada
sekitar 15% orang sehat, demikian pula kadar
eosinophil  sehingga tidak patognomonik
▹ Uji kulit  bila ada dugaan alergi terhadap
debu atau makanan tertentu (bukan untuk
diagnostic)
KRITERIA DIAGNOSIS

▹ Penelitian epidemiologi  kriteria diagnostik UK


Working Party (lebih praktis dan mudah digunakan)
▹ Penelitian di rumah sakit  kriteria Hanifin-Rajka
▹ Praktik sehari-hari kriteria William (sederhana,
praktis, dan cepat, tidak memasukkan beberapa
kriteria minor Hanifin Rajka yang hanya didapatkan
pada kurang dari 50% pasien DA)
▹ Kriteria William lebih spesifik
▹ Kriteria Hanifin-Rajka lebih sensitif
Kriteria Wiliam

▹ Harus ada: Kulit gatal (atau tanda garukan pada anak


kecil)
Ditambah 3 atau lebih tanda berikut:
▹ Riwayat perubahan kulit kering di fosa kubiti, fosa poplitea,
anterior dorsum pedis, atau leher (termasuk kedua pipi
pada anak < 10 tahun)
▹ Riwayat asma atau hay fever pada anak (riwayat atopi
pada anak < 4 tahun pada generasi-1 dalam keluarga)
▹ Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun
▹ Dermatitis fleksural (pipi, dahi, dan paha bagian lateral
pada anak < 4 tahun)
▹ Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak dinyatakan pada anak
< 4 tahun)
Kriteria Hanifin Rajka
Kriteria Hanifin Rajka untuk bayi
DERAJAT KEPARAHAN DA

RINGAN < 25
SEDANG 25-50
BERAT > 50
DIAGNOSIS BANDING
▹ Bergantung pada fase atau usia, manifestasi
klinis, serta lokasi DA
▹ Fase bayi: dermatitis seboroik, psoriasis, dan
dermatitis popok.
▹ Fase anak: dermatitis numularis, dermatitis
intertriginosa, dermatitis kontak, dan dermatitis
traumatika
▹ Fase dewasa: neurodermatitis atau liken simpleks
kronikus.
INFEKSI SEKUNDER DA
▹ Akibat gangguan fungsi barier epidermis, kelembapan
dan maserasi
▹ lnfeksi tersering: bakteri kelompok Streptococci 8-
hemolytic dan Staphylococcus aureus.
(berkolonisasi lebih tinggi pada lesi DA dan di
nares anterior)
▹ Faktor lingkungan yang mendukung  infeksi
jamur (tersering Pytrirosporum ovale )
▹ Infeksi virus herpes simpleks atau vaccinia 
erupsi Kaposi's varicellifonn atau eksema
herpetikum atau vaksinatum
▹ lnfeksi tersering yang dijumpai di Indonesia:
moluskum kontagiosum dan varisela
KOMPLIKASI

▹ Eritroderma  akibat DA yang mengalami


perluasan
▹ Atrofi kulit (striae atroficans)  akibat
pemberian kortikosteroid jangka panjang
TATALAKSANA
• DA tidak dapat disembuhkan, namun
dikendalikan.
• Upaya preventif merupakan hal penting
• Komunikasi dengan pasien dan keluarganya 
 informasi dan edukasi penyakit
 Cara merawat dan mencegah kekambuhan
SIMPULAN
▹ Patogenesis sangat kompleks dan penting dipahami agar
dapat menangani DA secara lebih tepat
▹ Pasien umumnya agresif disertai stres ringan sampai
berat
▹ Pola pewarisan genetik multifaktor menunjukkan banyak
gen yang terlibat dan berperan pada DA
▹ Faktor psikologis merupakan faktor yang dapat memicu
atau sebagai dampak perjalanan penyakit DA yang kronik
residif serta mengganggu estetika
▹ Pengobatan holistik dan komprehensif meliputi
medikamentosa dan nonmedikamentosa,
▹ Konseling perlu dilakukan pada DA yang rekalsitran guna
meningkatkan kualitas hidup
Sumber pustaka

FKUI. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. 2016

Anda mungkin juga menyukai