Anda di halaman 1dari 13

FILSAFAT SOSIAL PERTEMUAN 1:

PENGANTAR

Syarif Maulana
• Apa bedanya suatu konsep, jika ditambahkan kata “filsafat” di
depannya? Apa bedanya mempelajari seni dengan filsafat seni? Politik
dengan filsafat politik? Hukum dengan filsafat hukum? Ilmu dengan
filsafat ilmu? Sepakbola dengan filsafat sepakbola?
• Bagaimana dengan sosial dan filsafat sosial?
SOCIUS
• Socius adalah kata benda dalam bahasa Latin yang berarti teman atau
sekutu (kata kerja: socialis). Kata socius menjadi dasar bagi istilah society
atau masyarakat.
• Ada ungkapan: “homo homini socius” atau “manusia adalah teman bagi
sesamanya”. Setujukah Anda dengan ungkapan tersebut? Atau lebih
setuju dengan “homo homini lupus” atau “manusia adalah serigala bagi
sesamanya” (kata Thomas Hobbes)?
• Manusia adalah makhluk sosial, benarkah? Apakah kita benar-benar
selalu membutuhkan teman? Lantas, apa yang membuat kita bisa berelasi
dengan orang lain sehingga kemudian dapat dikatakan “berteman” dan
bahkan “berkomunitas” atau “bermasyarakat”?
KOMUNITAS DAN MASYARAKAT
• Apa itu komunitas? Bagaimana sesuatu dapat dikatakan sebagai komunitas? Apa
itu masyarakat? Bagaimana sesuatu dapat dikatakan sebagai masyarakat?
• Mengapa individu-individu yang berkumpul cenderung mendefinisikan diri
sebagai sebuah kelompok? Mengapa tidak setia untuk berdiri sendiri-sendiri
saja? (Misal, tidak perlu ada kelompok “mahasiswa FF Unpar”, cukup masing-
masing orang saja dikumpulkan dengan nama sendiri-sendiri)
• Hal yang lebih mendasar untuk ditanyakan: Mengapa individu-individu itu
berkumpul? Karena ingin saja (perlu teman nongkrong, ngobrol), karena adanya
kesamaan (hobi, cara pandang), karena dipersatukan oleh suatu “payung”
(sekolah, RT/RW), atau karena dengan demikian, kebutuhan masing-masing dari
individu yang berkumpul menjadi terpenuhi (pada akhirnya, mementingkan diri
sendiri)?
FILSAFAT SOSIAL
• Mempelajari dasar-dasar kehidupan sosial dalam masyarakat sekaligus
merefleksikan hakikat manusia sebagai binatang (animal) sosial (kawanan,
komunal) dan hakikat relasi antarmanusia dalam masyarakat.
• Membedah segala bentuk prinsip (etis, moral publik), metode, struktur dan sistem
yang membentuk kesatuan sosial.
• Mempertanyakan kembali apa itu peradaban, tradisi, kesatuan, kemajuan,
pembangunan, perubahan, integrasi dan disintegrasi sosial, termasuk menelusuri
akar persoalan sosial seperti ketidakadilan diskriminasi, konflik, perang, dan lain-
lain.
• Merefleksikan konsep-konsep seperti institusi sosial, perilaku sosial masyarakat,
dan nilai-nilai di baliknya: keadilan, kesetaraan, otonomi, kebebasan, kerugian,
hak, konsensus, toleransi, pluralitas, dan lain-lain.
APA BEDANYA?
• Dengan sains. Sains di abad ke-19 lewat August Comte (1798 – 1857) pernah
melihat kehidupan sosial sebagai sesuatu yang dapat dijelaskan hubungannya
secara “pasti” selayaknya ilmu alam - dunia manusia dapat dipolakan dan
maka itu juga dapat diprediksi -. Filsafat sosial menganggap pandangan
semacam itu terlalu empiris, dan malah mereduksi serta mensimplifikasi
dunia manusia yang sebenarnya dipenuhi nilai, prinsip-prinsip ideal, dan yang
terpenting: makna.
• Dengan etika. Etika adalah refleksi atas tindakan manusia secara rasional.
Filsafat sosial kurang lebih punya kesamaan, hanya saja secara lebih spesifik
berangkat dari standar moral “bersama” (shared morality, common principle)
yang dapat dijustifikasi (secara kultural, atau secara “universal”) untuk
“semua” pihak dalam mengatur kehidupan sosial manusia.
CABANG DARI FILSAFAT?
• Joel Freinberg (1926 – 2004) dalam Social Philosophy (1973) mengakui bahwa
filsafat sosial tidak didefinisikan secara jelas selayaknya cabang filsafat lainnya
seperti epistemologi, logika, estetika, ataupun metafisika. Bahkan cabang filsafat
seperti antropologi filsafat dan filsafat politik, masih “mendapat tempat”.
• Padahal akar-akarnya dapat ditarik hingga ke filsafat Plato tentang negara-kota
(city state) bernama Kallipolis. Dalam Kallipolis, terdapat struktur masyarakat
yang ideal yaitu adanya pekerja, tentara, dan raja-filsuf. (Dialog Sokrates dengan
Adeimantus dalam The Republic, Bagian IV)
CABANG DARI FILSAFAT? (2)
• Lebih mundur lagi, Konfusius dari sekitar 500 SM sudah merumuskan tentang
“pembetulan nama-nama” (rectification of names). Kata Konfusius, tatanan sosial
akan kacau jika raja tidak bertindak seperti raja, menteri tidak bertindak seperti
menteri, ayah tidak bertindak seperti ayah, dan seterusnya. Menurut Konfusius, pada
setiap orang, sudah inheren bersamanya: posisi sosial dan tanggung jawabnya. Jadi,
setiap nama yang melekat, punya implikasi sosialnya masing-masing (Konfusius tidak
setuju dengan “apa arti sebuah nama?”!)
• Semakin jelas ketika masuk abad ke-20 dengan munculnya pemikiran-pemikiran
seperti pragmatisme (melihat pemikiran baru dikatakan bermakna jika punya relasi
dengan kehidupan praktis [bermakna = berguna]) dan behaviorisme sosial
(kesadaran tumbuh dari interaksi terus-menerus antara manusia dengan
lingkungannya [kesadaran tidak tumbuh sendirian, lepas dari tubuh, seperti dualisme
Cartesian])
ARENA FILSAFAT SOSIAL:
TITIK TEMU BERBAGAI DISIPLIN ILMU

Antropologi

Politik
Etika

Filsafat
Sosiologi,
Sosial
Psikologi Sosial
MENGAPA FILSAFAT SOSIAL PENTING?
• Mempelajari filsafat sosial mempunyai implikasi terhadap wilayah hukum dan
politik (baik aspek filosofis maupun praktis): Dalam suatu tatanan sosial, hukum dan
politik menjadi suatu cara untuk menyelesaikan perdebatan mengenai interpretasi
dan implementasi prinsip-prinsip sosial yg dijustifikasi publik.
• Mungkinkah merumuskan suatu hukum, jika tidak terlebih dahulu menelaah
prinsip-prinsip yang berkembang dalam masyarakat? Misalnya: penolakan sebagian
masyarakat terhadap glorifikasi pembebasan Saipul Jamil.
• Mungkinkah merumuskan suatu sistem pemerintahan, jika tidak berangkat dari
kondisi material historis dalam masyarakat? Misalnya: Menerapkan ideologi khilafah
di masyarakat yang heterogen secara agama atau menerapkan totalitarianisme pada
masyarakat yang mengagungkan kebebasan individual.
TUGAS INDIVIDUAL
• Apakah Anda setuju jika pandemi adalah momentum bagi kesadaran
tentang pentingnya orang lain? Atau justru sebaliknya, pandemi
semakin menyadarkan bahwa kita tidak harus rekat dengan
kehidupan sosial (harus senantiasa physical distancing karena orang
lain = potensi penularan virus)? Berikan alasannya.
• Ditulis dalam minimal 300 kata dan dikirimkan ke email
syarif.maulana@unpar.ac.id dengan subjek e-mail dan nama file /
dokumen: (nama mahasiswa) TUGAS 1 FILSAFAT SOSIAL. Subjek dan
nama file / dokumen yang tidak sesuai format, tidak akan dinilai.
• Dikumpulkan paling lambat sebelum kelas berikutnya dimulai.
DAFTAR PUSTAKA
• Christman, John. (2002). Social and Political Philosophy: A
Contemporary Introduction. London: Routledge.
• Feinberg, Joel. (1973). Social Philosophy. New Jersey: Prentice Hall.
• Gaus, Gerald F. (1999). Social Philosophy. London: M.E. Sharpe.
• MacKenzie, John S. (1895). An Introduction to Social Philosophy 2nd
ed. New York: Macmillan & Co.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai