Filsafat Hedonisme
Filsafat Hedonisme
3. Hedonisme Religius
lebih berorientasi pada kemegahan dan kemewahan agama,
dengan cara memperbanyak ibadah dan ritual-ritual
keagamaan tanpa disertai penghayatan dan perealisasian
dalam kehidupan sosial
Jenis-Jenis Hedonisme di Masyarakat
1. Psychological Hedonism 2. Evaluative Hedonism
Menganggap bahwa manusia itu Kesenangan merupakan apa yang
diciptakan dengan secara lahiriah seseorang inginkan. hanya
menginginkan kesenangan. kesenanganlah yang berharga serta
Secara naluri, manusia juga rasa sakit atau ketidaksenangan
mempunyai sifat menghindari merupakan hal mengecewakan atau
rasa sakit serta juga derita. juga dianggap sesuatu yang tidak
layak untuk dirasakan.
3. Rationalizing Hedonism
Seseorang mencari kesenangan tapi paham akan konsekuensinya. Contohnya
seseorang mengkonsumsi NAPZA untuk mencari kesenangan dan melepaskan
beban masalah sejenak. Tapi mereka para pengguna tahu bahwa hal tersebut
buruk untuk kesehatan dan juga bisa membawanya ke ranah pidana.
PERKEMBANGAN HEDONISME
Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.
menjawab pertanyaan filsafat "apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?"
Pertanyaan Sokrates: apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia?
Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal
terbaik bagi manusia adalah kesenangan.
Aristippos manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan
bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi.
Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan
seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM). Menurutnya,
tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah.
Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya
mencakup kesenangan badani saja—seperti Kaum Aristippos--, melainkan
kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.
PERKEMBANGAN HEDONISME
Hedonisme ialah aliran filsafat nilai yang mementingkan nilai kenikmatan.
Dalam filsafat Yunani klasik aliran ini dikembangkan oleh Epicurus (341-217
SM), dan karena itu dinamakan juga aliran Epicurean.
Yang dikejar oleh penganutnya ialah kenikmatan (pleasure), yang dipandang
hal itu sebagai suatu kebaikan.
Jadi apa saja yang dapat membawa kepada kenikmatan adalah kebaikan,
sedangkan hal yang membawa kepada ketidaknikmatan atau kesakitan
adalah keburukan.
Aliran hedonisme kemudian terpecah menjadi beberapa jenis, yaitu egoistic
hedonism yang menekankan pada kenikmatan individu, universalistic
hedonism yang menekankan pada kenikmatan universal, dan psychological
hedonism, yang menganggap bahwa perbuatan seseorang adalah karena ada
dorongan psikologis untuk memperoleh kenikmatan, terutama kenikmatan
fisik.
faktor mengapa perilaku dan cara pandang hidup manusia bisa mengarah kepada hedonisme:
Faktor dari Dalam (Internal Factor) Faktor dari Luar (External Factor)
Faktor ini tertanam pada diri masuknya globalisasi sehingga Anda
kebanyakan manusia. Ada rasa tidak mendapatkan berbagai pandangan
pernah puas untuk menyenangkan diri dan melihat gaya hidup, serta
sendiri. Hal itu bisa menjadi positif kebiasaan dari luar. Kemajuan
bila menyalurkannya untuk terus teknologi, seperti internet mampu
belajar, seperti haus akan ilmu mengubah perilaku masyarakat
pengetahuan, pendidikan, keinginan dalam mendapat kesenangan.
untuk lebih maju. Akan tetapi bila rasa Contohnya saja media sosial yang
tidak pernah puas ini hanya untuk menjamur, di mana para pengguna
kesenangan pribadi, maka dapat menunjukkan eksistensinya, seperti
berakibat buruk dan menjadi cikal memamerkan gaya hidup glamor,
bakal perilaku konsumerisme. barang-barang mewah, dan lainnya.
Dampak positif munculnya hedonisme:
perilaku hedonisme dapat memberikan sisi positif terhadap orang
yang menganut cara pandang hidup tersebut, di antaranya
dapat memanfaatkan segala kesempatan dengan baik,
pantang menyerah dalam mencapai tujuan, dan
memiliki motivasi yang kuat untuk mendapatkan apa yang
diinginkan.
Dampak negatif munculnya hedonisme:
Dari sisi negatif, orang- orang yang menganut pandangan hidup hedonisme
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Cenderung lebih egois
2. Tidak memiliki empati terhadap lingkungan sosial
3. Berusaha mencapai kesenangannya dengan segala cara
4. Melakukan rasionalisasi atau pembenaran atas kesenangan mereka apabila
kesenangan tersebut bertentangan dengan norma-norma hukum dan sosial
5. Dapat melakukan segala cara untuk memenuhi kesenangannya sehingga
mungkin saja akan merugikan orang lain.
Pergeseran Makna Hedonisme di Era Modern
dalam pemahaman umum di masyarakat, hedonisme yakni sikap hidup yang
cenderung foya-foya dan lebih berkonotasi materi.
Kenikmatan diukur dari sisi materi.
Kecenderungan ini nampak juga dalam berbagai kebijakan dalam bidang
ekonomi tanpa memperhitungkan konsekuensi logisnya.
Kekayaan alam digali secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan
keseimbangan alam.
Contoh lain menurut Teuku Jacob (1988) sudah masuk dalam wilayah ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan menjadi apendiks pasar.
Sebagian ilmuwan tidak lagi berupaya berkonsentrasi bagi penemuan-penemuan
baru demi perkembangan ilmu, tetapi malah dijual ke sektor industri.
Pergeseran Makna Hedonisme di Era Modern
makna hedonisme ini bagi sebagian besar masyarakat mendeskripsikan
hedonisme sebagai sebuah perilaku konsumtif atau konsumerisme.
Gaya hidup ini dipengaruhi faktor internal dan eksternal, di antaranya:
1. Sedari kecil terlalu dimanjakan orangtua.
2. Kehadiran ‘influencer’ di media sosial sangat mempengaruhi rasa
kecemburuan untuk memiliki benda-benda mewah
3. Pergaulan atau bergaul dengan orang-orang yang memiliki standar hidup
mewah, menggunakan barang-barang bermerek, sehingga muncul rasa
minder ketika tidak sepadan dengan mereka.
4. Menjamurnya akses keuangan bagi masyarakat untuk meminjam uang dan
mencicilnya dengan mudah.
MENYIKAPI HEDONISME
Hedonisme mesti disikapi secara kritis dan bijaksana,
Kehidupan manusia dalam masyarakat yang semakin berkembang, selalu berkaitan erat dengan
segi jasmani dan rohani.
Manusia dalam kehidupannya memerlukan materi untuk memenuhi kebutuhannya,
Hal-hal yang bersifat materi dan rohani mestinya ditempatkan pada posisi yang seimbang.
Kenikmatan bukan dipandang dari sisi materi saja, tetapi kenikmatan yang sifatnya rohani.
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dengan lingkungannya.
Hubungan dalam arti kompleks berkaitan dengan manusia lain, alam semesta, dan Tuhan.
Pemahaman ini mengindikasikan bahwa manusia memiliki tanggung jawab yang sifatnya
vertikal dan horisontal.
Manusia memiliki tanggung jawab untuk membina hubungan yang baik dengan manusia lain,
menjaga keseimbangan alam, dan tanggung jawab terhadap sang Pencipta.
Membina hubungan baik antar sesama manusia dan menjaga kelestarian alam sebagai wujud
rasa syukur pada Tuhan.
MENYIKAPI HEDONISME
Contoh konkret adalah kita sebagai ilmuwan mestinya memiliki tanggung jawab untuk
melakukan penelitian-penelitian yang hasilnya untuk perkembangan ilmu dan
disumbangkan untuk kepentingan masyarakat.
Hasil penelitian bukan dijual ke sektor-sektor tertentu demi pertimbangan dan
keuntungan materi. Ilmuwan memiliki tanggung jawab profesional dan sosial juga.
Contoh lainnya adalah eksploitasi alam yang berlebihan akan berdampak buruk bagi
manusia dan lingkungannya.
Alam beserta isinya memang diperuntukkan bagi manusia dan makhluk lainnya yang
ada di alam semesta.
Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam mestinya ditujukan untuk
kesejahteraan manusia, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungannya.
Kenikmatan mestinya dipahami dari adanya keseimbangan yang sifatnya jasmani dan
rohani, individu dan sosial, dan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Sikap bijak dalam kehidupan sangat diperlukan untuk mencapai kenikmatan yang
sebenarnya.
Hedonisme sebagai suatu “budaya” yang meletakkan dimensi kepuasan materi
sebagai suatu tujuan utama memicu dan memacu pemanfaatan alam dan atau
melakukan aktivitas hidup yang jauh dari dimensi spritual (moralitas). Kesadaran
akan nilai-nilai etika dan moralitas yang rendah dalam mencapai tujuan hidup
meberikan kepuasan sesaat, dan dampak negatif yang berjangka panjang.
Hedonisme dikalangan Pelajar
Tujuan pendidikan karakter adalah • Kualitas taqwa meliputi semua bidang mulai
dari keyakinan hidup, ibadah, moralitas,
menjadikan anak didik yang memiliki aktifitas interaksi sosial, cara berfikir hingga
iman dan taqwa gaya hidup.
Gaya hidup hedonisme sama sekali tidak sesuai dengan tujuan pendidikan bangsa kita.
Tujuan pendidikan negara kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
(Pembukaan UUD 1945, alinea 4). Tujuannya tentu bukan untuk menciptakan bangsa
yang hedonis, tetapi bangsa yang punya spiritual, punya emosional peduli pada sesama
dan tidak mengutamakan diri sendiri. Kehidupan bangsa yang sebenarnya diharapkan
dari generasi muda sekarang yang menjadi generasi muda berkarakter sesuai dengan
nilai pancasila.
Karakter bangsa dapat dibentuk dari program-program pendidikan atau
dalam proses pembelajaran yang ada di dalam kelas. Akan tetapi, apabila
pendidikan memang bermaksud serius untuk membentuk suatu karakter
generasi bangsa, ada banyak hal yang harus dilakukan, dan dibutuhkan
dalam penyadaran terhadap para pendidik dan juga terhadap pelaksana
kebijakan pendidikan.