Anda di halaman 1dari 23

TOKSOPLASMOSIS

DALAM KEHAMILAN
KELAS SAMARINDA
Pendahuluan
 Indonesia negara tropis
 Insidensi toksoplasmosis tinggi
 Umumnya ibu hamil sudah terpapar toksoplasmosis
sebelum kehamilan.

KENDALA :
 Saranalaboratorium mahal dan kurang memadai 
penapisan dan diagnosis tidak akurat, merugikan
Transmisi penyakit
Toksoplasmosis

• Infeksi aktif umumnya hanya SATU KALI
Risiko terkena janin HANYA bila infeksi pertama kali
• terjadi saat ibu hamil atau 2-3 bulan sebelum hamil.
• Imunitas yang didapat umumnya SEUMUR HIDUP
Parasit tinggal dalam otot, jantung atau otak sebagai
infeksi laten umumnya TIDAK AKTIF dan TIDAK
• BERBAHAYA
REAKTIVASI hanya pada pasien dengan daya tahan
tubuh rendah (immunocompromised ), kemoterapi,
kortikosteroid, HIV/AIDS dan transplantasi jaringan .
Toksoplasmosis dalam kehamilan

 BUKAN penyebab abortus berulang


 BUKAN penyebab infertilitas
 H a nya
infeksi primer dalam kehamilan yang
menyebabkan penularan janin
 Membentuk kekebalan yang melindungi kehamilan
berikutnya.
Manifestasi
Klinis
 Umumnya berlangsung tanpa diketahui.
 Bilagejala ada (10-20%), biasanya tidak spesifik,
ringan atau sedang,
 Lesu,cepat lelah, nyeri otot, sakit menelan, demam
ringan (Flu like syndrome)
 Pembesaran kelenjar di belakang leher (monositosis,
seperti gejala mononukleosis) .
 Gejalaini dapat berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan sering diabaikan.
Transmisi ke Janin
 Infeksi 6-9 bulan sebelum hamil – imunitas sudah
terbentuk, jarang sekali janin terinfeksi
 2 – 3 bulan sebelum konsepsi < 1% risiko tertular,
angka keguguran tinggi
 Trimester pertama 10 - 15% risiko tertular,
penyakit berat, kecacatan tinggi
 Trimester kedua - 25% risiko tertular
 Trimester ketiga - 60%, derajat penyakit
pada janin ringan, sering tanpa gejala.
Diagnosis
 Tidak dapat dari gejala klinis

 Pemeriksaan laboratorium menjadi andalan.

 Diagnosis pasti, ditemukannya parasit

 Spesimen: cairan serebrospinal, darah atau urin.

 Pemeriksaan lain: PCR, untuk cairan amnion


Pemeriksaan Serologis

 WHO : Sabin-Feldman dye test sebagai standar emas.

 H a nya sedikit laboratorium yang menyediakan


fasilitas ini.

 Alternatif lain: ELISA/EIA (enzyme immune assay),


HA (hemagglutination), IFA (indirect fluorescent
antibody test), dan ISAGA (immunosorbent
Tujuan pemeriksaan laboratorium
 Un t u k memastikan fetus terinfeksi atau tidak

 Pemeriksaan dilakukan pada trimester pertama.

 Bila risiko infeksi fetus ada, tindakan klinik dan


pemeriksaan lanjutan harus dilakukan sesuai dengan
fasilitas yang ada.
KENYATAAN SAAT INI
 Pemeriksaan toksoplasmosis TIDAK rutin dilakukan
 Infeksi
dicari apabila ibu mengalami
keguguran/kematian janin/cacat pada janin
 Ibu
hamil dengan IgG positif rendah dan IgM negatif
menunjukkan ibu telah terpapar infeksi.
 IgM positif dipercaya sebagai marker kejadian infeksi
akut.
 IgM yang negatif diinterpretasikan sebagai tidak ada
infeksi akut, sehingga tidak relevan untuk memberi
Serodiagnosis
 IgM positif atau IgG naik 4X lipat dalam 2-
3 minggu menunjukkan saat ini terinfeksi
 IgM yang tinggi menunjukkan infeksi
terjadi dalam 3 bulan terakhir
 Tingginya titer tidak menunjukkan
beratnya penyakit
Infeksi Fetus
 Pemeriksaan dilakukan apabila ibu terdiagnosis
toksoplasmosis.
 Pemeriksaan darah fetus atau cairan amnion untuk IgM
dan IgG toksoplasma fetus
 Apabila infeksi fetus telah ditegakkan, terapi atau
tindak lanjut opsi manajemen harus dilakukan
 Pemeriksaan neonatus tetap dilakukan untuk
mengeksklusi toksoplasmosis neonatus atau apabila
fasilitas diagnosis untuk fetus tidak ada.
Ultrasonografi fetus
 Pemeriksaan ultrasonografi
direkomendasikan untuk ibu hamil yang
terdiagnosis/diduga infeksi akut
  Mencari kelainan pada janin: hidrosefalus,
kalsifikasi pada otak dan hepar, splenomegali dan
asites.
Ultrasonografi fetus

 USG fetus harus dilakukan pada ibu hamil terinfeksi,


penting untuk diagnostik dan prognostik.

 Ta nda infeksi fetus didapatkan 65% pada trimester I,


hanya 20% pada trimester II.

 T i da k dapat dipakai untuk penapisan, karena hanya


mendeteksi kelainan berat.

 Te t a p dilakukan meskipun hasil PCR amniosentesis


TERAPI
 Ibu terdiagnosis toksoplasmosis akut, harus segera
diberi terapi (spiramisin)

 Antibiotika menghindarkan transmisi pada janin.

 BilaFetus terinfeksi, tambahkan antibiotika lain


untuk mengurangi keparahan cacat kongenital
● Bila neonatus terinfeksi berikan antibiotika (1 thn)
untuk mengurangi kebutaan/ kecacatan otak.
Spiramisin

 Direkomendasikan untuk mengobati toksoplasmosis


pada ibu hamil
 Terbukti menurunkan transmisi vertikal
(terkonsentrasi pada plasenta, tempat transfer
T.gondii menginfeksi janin)
 Spiramisin mempunyai efek protektif pada trimester
pertama, dan insidensi infeksi kongenital berkurang
sekitar 60%
 T i d a k dapat dipakai untuk terapi pada fetus yang
terinfeksi
 Pengobatan diberikan selama kehamilan
AMEBIASIS DALAM KEHAMILAN
PENDAHULUAN

 Amebiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh Protozoa


patogen Entamoeba histolitica. Penularan umumnya terjadi
karena makanan atau minuman yang tercemar oleh kista
amuba.
 Nama lain dari penyakit amebiasis ini adalah disentri amuba.
Disentri merupakan infeksi pada usus yang menyebabkan
diare.
CARA PENULARAN

Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh kista


melalui cara-cara berikut ini:
 persediaan air yang terpolusi
 Makanan yang terkontaminasi oleh lalat dan kecoa
 penggunaan pupuk tinja untuk tanaman
 higiene yang buruk, terutama di tempat-tempat dengan populasi
tinggi, seperti asrama, rumah sakit, penjara, dan lingkungan
perumahan
TRANSMISI PENYAKIT
DIAGNOSIS

 Pemeriksaan fisi : Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada bagian yang
sakit, misalnya perut pasien.
 Pemeriksaan sampel tinja : untuk diperiksa di bawah mikroskop dan
mendeteksi ada tidaknya kista E.histolytica
 Tes darah : untuk mengecek fungsi ginjal dan membantu dalam menentukan
ada tidaknya amuba yang merusak hati. Jenis jenis pemeriksaan serologis adalah
indirect hemagglutination assay (IHA), enzyme-linked imunosorbent assay
(ELISA), dan indirect immunofluorescent (IFA).
 USG dan CT scan : guna mengecek ada tidaknya kelainan pada hati pasien.
 Biopsi hati :untuk melihat ada tidaknya abses dalam hati pasien. Abses hati
merupakan komplika serius dari amebiasis.
 Kolonoskopi : guna mencari keberadaan parasit di usus besar.
PENGOBATAN PADA IBU HAMIL

 World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ciprofloxacin


sebagai terapi lini pertama disentri basiler pada ibu hamil dan menyusui,
meskipun obat ini tergolong dalam kategori C.
 Metronidazole dapat diberikan pada ibu hamil maupun menyusui yang
terinfeksi Entamoeba histolytica karena obat ini tergolong dalam kategori B
menurut Food and Drug Association (FDA).
 Pemberian antibiotik tinidazole dan ornidazole sebaiknya tidak diberikan pada
ibu hamil maupun menyusui karena termasuk dalam kategori C menurut FDA.
Studi preklinis menunjukkan pemberian obat ini dapat meningkatkan resiko
kematian janin pada hewan percobaan.

Anda mungkin juga menyukai