Anda di halaman 1dari 86

PERATURAN JABATAN

PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Disampaikan Oleh :
SRI WAHYU JATMIKO, SH., MH

Di :
UNIVERSITAS NAROTAMA
Surabaya, 28 Oktober 2017
PENDAHULUAN

 UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


Pasal 19 UUPA: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah
diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah RI menurut ketentuan-
ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”
 PPAT, dikenal sejak berlakunya PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah (sebelum digantikan dengan PP No. 24 Tahun 1997)
 PP No. 10 Tahun 1961 merumuskan PPAT sebagai Pejabat yang ditunjuk
untuk membuat akta perjanjian yang bermaksud memindahkan hak
memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau
meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan dengan bentuk
akta yang ditetapkan oleh menteri Agraria.
 Jabatan PPAT selanjutnya lebih ditegaskan dalam UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah (UUHT) dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (PP24/1997)
 UUHT No. 4 Tahun 1996
 Pasal 1 angka 4 :
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat
umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas
tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa
membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku”
 PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
 Pasal 1 angka 24 :
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”
 Pasal 5 :
“Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional”
 Pasal 6 ayat 2 :
“Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan
dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”
 Pasal 7 :
(1) PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri.
(2) Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat
menunjuk PPAT Sementara.
(3) Peraturan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas menjadi dasar lahirnya PP No. 37 Tahun


1998, tentang Peraturan PPAT >>> yang telah dirubah dengan PP No. 34
Tahun 2016 >> yang bertujuan untuk meningkatkan peranan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
PPAT memiliki peranan yang cukup besar dalam bidang pelayanan masyarakat
dan peningkatan sumber penerimaan negara.

Namun..

Peraturan PPAT baru diatur dalam peraturan perundang-undangan secara


khusus pada tanggal 5 Maret 1998, yaitu pada saat ditetapkan dan diundangkan
PP 37/1998
Selanjutnya sebagai ketentuan pelaksanaan PP 37/1998 di tetapkan Peraturan
Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PMNA 4/1999)
Apakah PMNA 4/1999 tersebut masih berlaku sampai saat ini?
PMNA 4/1999 dinyatakan tidak berlaku dengan di tetapkannya Perkaban No. 1
Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah pada tanggal 16 Mei 2006
(Perkaban 1/2006)
(Pasal 71 Perkaban 1/2006)

Dalam pelaksanaan Perkaban 1/2006 masih terdapat kendala dalam rangka


pemenuhan kebutuhan PPAT >>> pada tanggal 26 Oktober 2009 ditetapkan
Perkaban RI No. 23 tahun 2009 tentang Perubahan Perkaban 1/2006
Materi Perubahan PP 37/1998 yang dituangkan dalam PP 24/2016
meliputi:
1. Usia Calon PPAT Dan Kewajiban Magang
2. Rangkap Jabatan
3. Perpanjangan Masa Pensiun
4. Pemberhentian PPAT
5. Perluasan Daerah Kerja
6. Penghapusan Formasi
7. Kewajiban Setelah Sumpah Jabatan
8. PPAT Pengganti
9. Pelanggaran Honorarium
10. Pembinaan Dan Pengawasan
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, tentang
Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Sebagaimana telah dirubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2016 Tentang


Perubahan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998,
tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah

PERATURAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH


(PJ PPAT)
KERANGKA PJ PPAT
Terdiri dari 9 Bab:
I. Ketentuan Umum………………………… > Pasal 1
II. Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT……... > Pasal 2 – 4
III. Pengangkatan dan Pemberhentian PPAT…. > Pasal 5 – 11
IV. Daerah Kerja PPAT………………………. > Pasal 12 - 14
V. Sumpah Jabatan PPAT …………………… > Pasal 15 – 18
VI. Pelaksanaan Jabatan PPAT ……………….. > Pasal 19 – 32
VII. Pembinaan dan Pengawasan ……………… > Pasal 33
VIII.Ketentuan Peralihan ……………..………. > Pasal 34-36
IX. Penutup ………………………………….. > Pasal 37-38
PPAT / PPAT SEMENTARA / PPAT KHUSUS
 Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat
umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun. (Pasal 1 angka 1 PJ PPAT)
 PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena
jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di
daerah yang belum cukup terdapat PPAT. (Pasal 1 angka 2 PJ PPAT)
 PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk
karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
Pemerintah tertentu. (Pasal 1 angka 3 PJ PPAT)
TUGAS POKOK DAN KEWENANGAN PPAT
 Melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat
akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun,
yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

(Pasal 2 ayat (1) PJ PPAT)


Perbuatan hukum yang dimaksud :
a. Jual Beli
b. Tukar Menukar
c. Hibah
d. Pemasukan Ke Dalam Perusahaan (Inbreng)
e. Pembagian Hak Bersama
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik
g. Pemberian Hak Tanggungan
h. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(Pasal 2 ayat (2) PJ PPAT)


PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PPAT
 PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk satu daerah tertentu
(Pasal 5 ayat (1) dan (2) PJ PPAT)
 Untuk melayani masyarakat di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau
untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT
tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat sebagai PPAT Sementara atau
PPAT Khusus :
a. Camat atau Kepala Desa : untuk melayani pembuatan akta di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara;

b. Kepala Kantor Pertanahan : untuk melayani pembuatan akta PPAT yang


diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan
masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi negara
sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen
Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.
(pasal 5 ayat (3) PJ PPAT)
SYARAT PENGANGKATAN PPAT
 Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah:
a. Warga Negara Indonesia;

b. berusia paling rendah 22 (dua puluh dua) tahun;


c. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat
oleh Instansi Kepolisian setempat;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. berijasah ….
f. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan atau
lulusan program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan;
g. lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan; dan
h. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan
pada kantor PPAT paling sedikit 1 (satu) tahun, setelah lulus pendidikan
kenotariatan.
(Pasal 6 ayat (1) PJ PPAT)
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ujian, magang, dan pengangkatan
PPAT diatur dengan Peraturan Menteri.”
(Pasal 6 ayat (2) PJ PPAT)
RANGKAP JABATAN PPAT
BOLEH : LARANGAN:
merangkap jabatan sebagai merangkap jabatan atau profesi sebagai:
Notaris di tempat kedudukan a. advokat, konsultan atau penasehat hukum;
Notaris. b. pegawai negeri, pegawai badan usaha milik
(pasal 7 ayat (1) PJ PPAT) negara, pegawai badan usaha milik daerah,
pegawai swasta;
c. pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK);
d. pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri,
atau perguruan tinggi swasta;
e. surveyor berlisensi;
f. penilai tanah;
g. mediator; dan/atau
h. jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan.”
(pasal 7 ayat (2) PJ PPAT)
Bagaimana jika tempat kedudukan Notaris berbeda dengan
tempat kedudukan PPAT ?
PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris di Kabupaten/Kota selain
pada kedudukan sebagai PPAT:
 Wajib mengajukan pindah tempat kedudukan PPAT pada tempat
kedudukan Notaris, atau
 Berhenti sebagai Notaris pada tempat kedudukan yang berbeda tersebut.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perpindahan PPAT
diatur dengan Peraturan Menteri.

(Pasal 9 PJ PPAT)
PPAT BERHENTI/DIBERHENTIKAN
BERHENTI DEMI HUKUM DIBERHENTIKAN OLEH MENTERI
a. Meninggal dunia; a. Diberhentikan dengan hormat;
b. Telah mencapai usia 65 (enam puluh
lima) tahun
b. Diberhentikan dengan tidak hormat; dan
c. Diberhentikan sementara.
(Pasal 8 ayat (1) huruf a dan b)

(Pasal 10 ayat (1) PJ PPAT)


>> Ketentuan tentang usia tersebut dapat
diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun
sehingga usia menjadi 67 tahun dengan
mempertimbangkan kesehatan yang
bersangkutan. (pasal 8 ayat (2)
>> PPATS dan PPAT Khusus berhenti
melaksanakan tugas PPAT bila tidak lagi
memegang jabatannya atau
diberhentikan oleh Menteri
PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT :
a. permintaan sendiri; - dapat diangkat kembali menjadi PPAT.

b. tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau
kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang
berwenang atas permintaan Menteri/Kepala atau pejabat yang ditunjuk;

c. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);

d. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh


kekuatan hukum tetap; dan/atau

e. berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dan 3 (tiga) tahun.

(Pasal 10 ayat (2) PJ PPAT)


PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT :

a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban


sebagai PPAT; dan/atau

b. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(Pasal 10 ayat (3) PJ PPAT)


PEMBERHENTIAN SEMENTARA :
a. sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwa suatu perbuatan
pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-
lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat; Pemberhentian ini berlaku
sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap

b. tidak melaksanakan jabatan secara nyata untuk jangka waktu 60 (enam


puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah; dihitung secara
komulatif selama 1 tahun.

c. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai


PPAT;

d. diangkat…..
d. diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai
Notaris dengan tempat kedudukan di kabupaten/kota yang lain daripada
tempat kedudukan sebagai PPAT;

e. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

f. berada di bawah pengampuan; dan/atau

g. melakukan perbuatan tercela.

(pasal 10 ayat (4) PJ PPAT)

➣ Pemberhentian PPAT dilakukan setelah PPAT ybs diberi kesempatan


untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri
➣ Tata cara tentang pemberhentian PPAT diatur dengan Peraturan Menteri
JENIS PELANGGARAN RINGAN:

1. memungut uang jasa melebihi ketentuan peraturan perundang-


undangan;
2. dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya cuti tidak
melaksanakan tugasnya kembali;
3. tidak menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya;
dan/atau
4. merangkap jabatan.

(Penjelasan Pasal 10 ayat (4) huruf c PJ PPAT)


JENIS PELANGGARAN BERAT :
(Penjelasan pasal 10 ayat (3) PJ PPAT)

1. membantu melakukan permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa


atau konflik pertanahan;
2. melakukan pembuatan akta sebagai permufakatan jahat yang
mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan;
3. melakukan pembuatan akta di luar wilayah kerjanya kecuali karena
pemekaran kabupaten/kota, pemekaran provinsi, atau membuat akta tukar
menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, atau akta pembagian
bersama mengenai beberapa hak atas tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang tidak semuanya terletak dalam wilayah kerjanya;
4. memberikan keterangan yang tidak benar di dalam akta yang
mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan
5. membuka kantor …
5. membuka kantor cabang atau perwakilan atau bentuk lainnya di dalam
dan/atau di luar wilayah kerjanya;
6. melanggar sumpah jabatan sebagai PPAT;
7. membuat akta PPAT tanpa dihadiri oleh para pihak;
8. membuat akta mengenai hak atas tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun yang obyeknya masih sengketa;
9. tidak membacakan akta yang dibuatnya di hadapan para pihak,
10. membuat akta di hadapan para pihak yang tidak berwenang melakukan
perbuatan hukum sesuai akta yang dibuatnya; dan/atau
11. PPAT membuat akta dalam masa dikenakan sanksi pemberhentian dengan
hormat, pemberhentian sementara, atau dalam keadaan cuti.
DAERAH KERJA PPAT
(1) Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi.

(2) Daerah kerja PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya
sebagai Pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah kerja PPAT diatur dengan Peraturan
Menteri.”
(Pasal 12 PJ PPAT)

>> Ketentuan ayat (1) belum dapat dilaksanakan berdasarkan alasan Peraturan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 (3) PP 26/2016 belum
diundangkan
TEMPAT KEDUDUKAN PPAT:

“PPAT mempunyai tempat kedudukan di Kabupaten/Kota di provinsi yang menjadi


bagian dari daerah kerja.” (Pasal 12A PJ PPAT)

(1) PPAT dapat berpindah tempat kedudukan dan daerah kerja.

(2) Dalam hal PPAT akan berpindah alamat kantor yang masih dalam
kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT, wajib melaporkan kepada Kepala
Kantor Pertanahan kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT.

(3) Dalam hal PPAT akan berpindah tempat kedudukan ke kabupaten/kota pada
daerah kerja yang sama atau berpindah daerah kerja, wajib mengajukan
permohonan perpindahan tempat kedudukan atau daerah kerja kepada Menteri.”
(Pasal 12B PJ PPAT)
PEMEKARAN WILAYAH:
Dalam hal terjadi:
1. Pemekaran Kabupaten/Kota :
yang mengakibatkan terjadinya perubahan tempat kedudukan PPAT, maka:
 Kedudukan PPAT tetap sesuai SK pengangkatan PPAT atau
 PPAT mengajukan permohonan pindah tempat kedudukan yang sesuai.

2. Pemekaran Provinsi :
yang mengakibatkan terjadinya perubahan daerah kerja PPAT, maka :
 Daerah kerja PPAT tetap sesuai SK pengangkatan PPAT atau
 PPAT yang bersangkutan mengajukan permohonan pindah daerah
kerja.
(Pasal 13 PJ PPAT)
 Permohonan mengenai perubahan tempat kedudukan atau daerah kerja
PPAT diajukan kepada Menteri dalam waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari sejak tanggal UU mengenai pemekaran wilayah diundangkan.
(Pasal 13 ayat (3) PJ PPAT)
 Dalam masa peralihan selama 90 (sembilan puluh) dimaksud PPAT yang
bersangkutan berwenang membuat akta di tempat kedudukan yang baru
maupun yang lama. (Pasal 13 ayat (4) PJ PPAT)

➣ Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan


perpindahan tempat kedudukan atau daerah kerja diatur dengan Peraturan
Menteri
FORMASI JABATAN

Pasal 14 dihapus. >> Sehingga PPAT bebas memilih dimana tempat


kedudukannya dengan mempertimbangkan dimana tempat kedudukan
notaris berada

Dahulu: formasi ditetapkan Menteri dan apabila formasi pada suatu daerah
sudah terpenuhi maka oleh Menteri wilayah tersebut dinyatakan tertutup
untuk pengangkatan PPAT
SUMPAH JABATAN
 PPAT dan PPAT Sementara sebelum menjalankan jabatannya wajib
mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. (Pasal 15 ayat (1) PJ PPAT);

 PPAT Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b tidak
perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT. (Pasal 15 ayat (2) PJ PPAT)

 PPAT yang tempat kedudukan/daerah kerjanya disesuaikan karena


pemekaran wilayah kabupaten/kota atau provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) tidak perlu mengangkat sumpah
jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di tempat kedudukan/daerah
kerjanya yang baru.” (Pasal 15 ayat (3) PJ PPAT)
LAFAL SUMPAH JABATAN:

“Demi Allah Saya Bersumpah”


“Bahwa Saya, untuk diangkat menjadi PPAT, akan setia dan taat sepenuhnya
kepada Pancasila, UUD 1945 dan Pemerintah Republik Indonesia”.
“Bahwa Saya, akan mentaati peraturan perundang-undangan di bidang
pertanahan dan yang berkaitan dengan ke-PPAT-an serta peraturan perundang-
undangan lainnya”.
“Bahwa Saya, akan menjalankan jabatan Saya dengan jujur, tertib, cermat dan
penuh kesadaran, bertanggung jawab serta tidak berpihak”.
“Bahwa Saya, akan selalu senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah dan martabat PPAT”.
“Bahwa Saya, akan merahasiakan isi akta-akta yang dibuat dihadapan Saya dan
protokol yang menjadi tanggung jawab Saya, yang menurut sifatnya atau
berdasarkan peraturan perundang- undangan harus dirahasiakan”.
“Bahwa Saya, untuk diangkat dalam jabatan Saya sebagai PPAT secara
langsung atau tidak langsung dengan dalih atau alasan apapun juga, tidak
pernah memberikan atau berjanji untuk memberikan sesuatu kepada siapapun
juga, demikian juga tidak akan memberikan atau berjanji memberikan sesuatu
kepada siapapun juga “

(Pasal 34 ayat (1) Perkaban 1/2006)


 sumpah jabatan dituangkan dalam BAP yang ditandatangani
PPAT/PPATS ybs, Kepala Kantor dan para Saksi (pasal 17 PJ PPAT)

 sumpah PPAT atau PPATS yang belum mengucapkan sumpah dilarang


menjalankan jabatan sebagai PPAT >> Jika dilanggar maka akta yang
dibuat tidak sah dan tidak dapat dijadikan dasar bagi pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah
(pasal 18 PJ PPAT)
PELAKSANAAN JABATAN PPAT

Dalam waktu 60 hari setelah pengambilan sumpah jabatan PPAT wajib:


a. menyampaikan :
 alamat kantornya,
 contoh tanda tangan,
 contoh paraf, dan
 teraan cap/stempel jabatannya
kepada
 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional,
 Bupati/Walikota,
 Ketua Pengadilan Negeri, dan
 Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang
bersangkutan; dan
b. melaksanakan jabatannya secara nyata.

(Pasal 19 PJ PPAT)
KANTOR PPAT:
 PPAT wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya,
 PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris harus berkantor yang sama
dengan tempat kedudukan Notaris
 Wajib memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan
ukurannya di tetapkan Menteri
(Pasal 20 PJ PPAT)

 PPAT tidak dibenarkan membuka kantor cabang atau perwakilan atau bentuk
lainnya yang terletak di luar dan atau di dalam daerah kerjanya dengan
maksud menawarkan jasa kepada masyarakat.
(Pasal 46 ayat (3) Perkaban 1/2006)
 Kantor PPAT wajib dibuka setiap hari kerja kecuali pada hari libur resmi
>> jam kerja paling kurang sama dengan jam kerja Kantor Pertanahan
setempat.
 Apabila dianggap perlu PPAT dapat membuka kantornya di luar jam kerja
sebagaimana dimaksud dalam rangka memberikan pelayanan pembuatan
akta pada masyarakat.
 Dalam hal PPAT sedang cuti dan tidak menunjuk PPAT Pengganti, >>
Kantor PPAT ybs wajib dibuka setiap hari kerja untuk melayani masyarakat
dalam pemberian keterangan, salinan akta yang tersimpan sebagai protokol
PPAT.

(Pasal 47 Perkaban 1/2006)


STEMPEL JABATAN PPAT

Stempel jabatan PPAT diterakan pada:


 setiap tanda tangan PPAT,
 akta,
 salinan akta,
 surat dan
 dokumen lain yang merupakan produk dari PPAT yang bersangkutan.

(Pasal 48 ayat (1) Perkaban 1/2006)


BENTUK & UKURAN STEMPEL
 Bentuk :
Bulat, terdapat 2 (dua) lingkaran, di tengah lingkaran dalam untuk
nama PPAT atau PPAT Pengganti atau tulisan Camat atau Kepala Desa.

 Tulisan dalam stempel :


1. Untuk PPAT atau PPAT Pengganti, lingkaran luar bagian atas
ditulis “PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH” atau “PPAT
PENGGANTI” dan lingkaran luar bagian bawah ditulis daerah
kerja nama Kabupaten/Kota yang dibatasi dengan gambar bintang;

2. Untuk PPAT Sementara, lingkaran luar bagian atas ditulis “PPAT


SEMENTARA” dan lingkaran luar bagian bawah ditulis daerah
kerja PPAT Sementara “Kecamatan atau Desa” yang dibatasi
dengan gambar bintang;

3. Warna tinta stempel : Merah.


4. Ukuran stempel :
a) bulatan luar dengan garis tengah 31/2 cm, dibuat dalam garis lingkar rangkap
yang sebelah luar agak menebal sedangkan yang di dalam dengan garis lebih
tipis dan bergaris tengah lebih kecil. Jarak antara kedua bulatan adalah 1 mm.

b) bulatan dalam dengan garis tengah 2 cm, dibuat dengan garis lingkar tunggal.

c) di antara bulatan luar dan dalam, di bagian tengah bawah terdapat 2 (dua)
lukisan bintang bersudut 5 (lima) dengan ukuran garis tengah 3 mm.

d) dalam ruang bulatan terdapat ruang yang dibatasi oleh 2 (dua) garis lurus
mendatar sejajar dengan jarak satu sama lain 1 1/2 cm yang ditulis dengan huruf
kapital : .
 nama PPAT atau PPAT Pengganti; atau
 tulisan Camat; atau
 tulisan Kepala Desa.
5. Sebelah atas maupun bawah dari ruang angka 4 di atas terlukis garis-
garis tegak lurus dengan jarak antara garis satu dengan yang lainnya
sebesar 1 mm.
 PPAT Khusus yang dijabat oleh Kepala Kantor Pertanahan menggunakan
stempel Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tugasnya sebagai PPAT
Khusus.
 Wakil Camat atau Sekretaris Desa mempergunakan stempel jabatan yang
dipergunakan PPAT Sementara yang bersangkutan.

(PASAL 48 PERKABAN 1/2006)


CONTOH STEMPEL PPAT

 Pada Lampiran VI Perkaban No 1 Tahun 2006


PAPAN NAMA PPAT
 Bentuk dan Ukuran Papan Nama Jabatan PPAT dan PPAT Sementara yang
dijabat oleh Camat dan/atau Kepala Desa:
a. Ukuran :100x 40cm atau150x60cm atau 200x80cm;
b. Warna : Dasar dicat putih, tulisan hitam;
c. Bentuk huruf : Cetak kapital (huruf besar), untuk nama dipergunakan
huruf yang lebih besar.
 Jika pemasangan papan nama dimaksud tidak dapat dilakukan karena
kesulitan tempat, >>> pemasangan papan nama dilakukan pada tempat
yang memungkinkan dan dapat dibaca oleh umum sepanjang masih dalam
lingkungan gedung tempat kantor PPAT dimaksud.
(Pasal 49 Perkaban 1/2006)
CONTOH PAPAN NAMA PPAT

 Pada Lampiran VII Perkaban No 1 Tahun 2006


KOP SURAT PPAT

Kop surat jabatan PPAT:


a. kop surat jabatan PPAT dicantumkan di bagian atas sebelah kiri dari kertas
surat dan sampul dinas PPAT;
b. tidak dibenarkan menulis jabatan lain kecuali jabatan PPAT;
c. kop surat jabatan PPAT dibuat dengan warna hitam.
CONTOH KOP SURAT PPAT

 Pada Lampiran VII Perkaban No 1 Tahun 2006


BLANKO AKTA PPAT
 Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri.
( Pasal 21 PJ PPAT ) >>> bentuknya diatur dalam Perkaban 8/12
 Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta harus dilakukan sesuai
dengan kejadian, status dan data yang benar serta di dukung dengan
dokumen sesuai peraturan perundang-undangan
SAMPUL AKTA PPAT
 Jenis kertas sampul adalah karton (contoh: BW/BC/TIK) 150 -250 gram
 Ukuran kertas sampul 29.7 cm X 42 cm (A-3)
 Warna sampul putih
 Sampul depan diberikan kop PPAT dan di tulis judul akta, misalnya
“AKTA JUAL BELI”
 Penulisan judul akta dengan huruf Bookman Old Style ukuran 28 dan
warna hitam
 Tinta yang dipergunakan berwarna hitam dan tidak mudah luntur
FORMULIR AKTA

 Jenis kertas HVS 80 s/d 100 gram


 Ukuran kertas 29.7 cm x 42 cm (A3)
 Warna kertas putih
 Setiap halaman formulir akta dicetak diketik dengan huruf Bookman
Style, ukuran 12 dan warna hitam
 Setiap lembar formulir akta diketik bolak balik tiap halaman
 Tinta yang dipergunakan berwarna hitam dan tidak mudah luntur
 Pada setiap halaman akta diberi paraf oleh PPAT, para pihak dan saksi
di bagian pojok kanan bawah, di pojok kiri bawah nama lengkap, gelar
dan daerah kerja PPAT
 Untuk menjaga keakuratan data, dalam akta PPAT sebaiknya dihindari
adanya perbaikan/pencoretan/ penggantian/ penambahan (renvoi)
 Dalam hal terjadi:
1. Perbaikan/Penggantian, maka kata/frasa/kalimat yang salah di coret dan
diberi paraf oleh para pihak, saksi dan PPAT;
2. Lembar kertas yang ditambahkan pada akta, mencantumkan nomor akta
disetiap halaman yang ditambahkan dan diberi paraf oleh penandatangan
akta
 Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada permulaan tahun
takwim.
(Pasal 21 ayat (2) PJ PPAT)

 Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu :
a. lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang
bersangkutan, dan
b. lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek
perbuatan hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan
untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai
pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan, disampaikan kepada
pemegang kuasa untuk dasar pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan
salinannya.
(Pasal 21 ayat (3) PJ PPAT)
AKTA PPAT HARUS DIBACAKAN
 Akta PPAT wajib:
 dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak;
 dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi;
 ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.
(Pasal 22 PJ PPAT)
 2 orang saksi tersebut memberi kesaksian mengenai:
1. Identitas dan kapasitas penghadap;
2. Kehadiran para pihak atau kuasanya
3. Kebenaran data fisik dan data yuridis obyek perbuatan hukum dalam hal obyek
tersebut belum terdaftar
4. Keberadaan dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta
5. Telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang
bersangkutan
(pasal 53 Perkaban 1/2006)
LARANGAN MEMBUAT AKTA PPAT

 PPAT dilarang membuat akta, untuk:


 apabila PPAT sendiri,
 suami atau istrinya,
 keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan
derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua,
 menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan
cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari
pihak lain.

(Pasal 23 PJ PPAT)
HAK PPAT

 PPAT mempunyai hak :


a. cuti;
b. memperoleh uang jasa (honorarium) dari pembuatan akta
c. memperoleh informasi serta perkembangan peraturan perundang-
undangan pertanahan;
d. memperoleh kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum
ditetapkannya keputusan pemberhentian sebagai PPAT.

(Pasal 36 Perkaban 1/2016)


HONORARRIUM PPAT
 Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang jasa
(honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari harga
transaksi yang tercantum di dalam akta.
 PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut
biaya kepada seseorang yang tidak mampu.
 Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang
melakukan pungutan lebih dari 1% (satu persen)
lebih

 PPAT Khusus melaksanakan tugasnya tanpa memungut biaya.

>>>>> Pelanggaran >>> dikenakan sanksi administrasi


(Pasal 32 PJ PPAT)
CUTI PPAT:
 PPAT dapat melaksanakan cuti :
a. cuti tahunan >> paling lama 2 (dua) minggu setiap tahun takwim;

b. cuti sakit termasuk cuti melahirkan, >> untuk jangka waktu menurut
keterangan dari dokter yang berwenang;

c. cuti karena alasan penting >> dapat diambil setiap kali diperlukan dengan
jangka waktu paling lama 9 (sembilan) bulan dalam setiap 3 (tiga) tahun
takwim.
 Untuk dapat melaksanakan cuti dimaksud >> PPAT yang baru diangkat dan
diangkat kembali harus sudah membuka kantor PPATnya minimal 3 (tiga) tahun.
(Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) Perkaban 1/2016
LARANGAN MENINGGALKAN KANTOR
 PPAT dilarang meninggalkan kantornya lebih dari 6 (enam) hari kerja
berturut-turut kecuali dalam rangka menjalankan cuti.
 Pejabat yang mengeluarkan ijin cuti kurang dari waktu:
a. Kurang dari 3 (tiga) bulan >> Kepala Kantor Pertanahan kabupaten/
kotamadya setempat;
b. Lebih dari 3 (tiga) bulan tetapi kurang dari 6 (enam) bulan >> Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi;
c. lebih dari 6 (enam) bulan >> Menteri
 Ketentuan tersebut diatas tidak berlaku bagi PPAT Sementara dan PPAT
Khusus.
(Pasal 30 PJ PPAT)
KEWAJIBAN PPAT
 PPAT mempunyai kewajiban :
a. menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT;
c. menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya kepada
Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya;
d. Menyerahkan …
d. menyerahkan protokol PPAT dalam hal :
1. PPAT yang berhenti menjabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) dan ayat (2) kepada PPAT di daerah kerjanya atau kepada
Kepala Kantor Pertanahan;

2. PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara kepada


PPAT Sementara yang menggantikannya atau kepada Kepala Kantor
Pertanahan;

3. PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus kepada PPAT


Khusus yang menggantikannya atau kepada Kepala Kantor
Pertanahan.

e. membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang


dibuktikan secara sah;
f. membuka ….
f. membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan cuti
atau hari libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama dengan jam
kerja Kantor Pertanahan setempat;
g. berkantor hanya di 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan pengangkatan PPAT;
h. menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf dan
teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/
Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang
wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan dalam waktu 1
(satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan;
i. melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah jabatan;
j. memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan
ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan;
k. lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan.

( Pasal 45 Perkaban 1/2006 )


 PPAT melaksanakan tugas pembuat akta PPAT di kantornya dengan
dihadiri oleh para pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan atau
kuasanya sesuai peraturan perundang-undangan.
 PPAT dapat membuat akta di luar kantornya hanya apabila salah satu
pihak dalam perbuatan hukum atau kuasanya tidak dapat datang di kantor
PPAT karena alasan yang sah, dengan ketentuan pada saat pembuatan
aktanya para pihak harus hadir dihadapan PPAT di tempat pembuatan
akta yang disepakati.

(Pasal 52 Perkaban I/2006)


PPAT MENOLAK UNTUK MEMBUAT AKTA
 PPAT menolak untuk membuat akta, jika :
a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan
rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang
bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-
daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak


disampaikan:
1. surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau
surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan
2. surat keterangan ….
2. Surat Keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk
tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor
Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan
oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau
c. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang
bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian;
atau

d. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa
mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan
hak; atau
e. untuk perbuatan …
e. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin
Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

f. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa


mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau

g. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang- undangan yang bersangkutan.

 Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertulis kepada


pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.

(Pasal 39 PP 24/1997)
PEMBUATAN AKTA PPAT
 Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah
dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
(Pasal 1 angka 4 PJ PPAT)

 Sebelum pembuatan akta PPAT wajib melakukan pemeriksaan


kesesuaian/keabsahan sertipikat dan catatan lain pada Kantor Pertanahan
setempat dengan menjelaskan maksud dan tujuannya.
 Dalam pembuatan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPAT tidak
diperbolehkan memuat kata-kata “sesuai atau menurut keterangan para
pihak” kecuali didukung oleh data formil.
 PPAT berwenang menolak pembuatan akta, yang tidak didasari data formil.
 PPAT tidak diperbolehkan membuat akta atas sebagian bidang tanah yang
sudah terdaftar atau tanah milik adat, sebelum diukur oleh Kantor
Pertanahan dan diberikan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB).

 Dalam pembuatan akta, PPAT wajib :


1. mencantumkan NIB dan atau nomor hak atas tanah,
2. nomor Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB,
3. penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai dengan keadaan lapangan.

(Pasal 54 Perkaban 1/2006)


PENJILIDAN AKTA PPAT

 Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) harus dijilid sebulan sekali dan setiap jilid
terdiri dari 50 lembar akta dengan jilid terakhir dalam setiap bulan memuat
lembar-lembar akta sisanya.
 Pada sampul buku akta hasil penjilidan akta-akta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dicantumkan daftar akta di dalamnya yang memuat nomor akta,
tanggal pembuatan akta dan jenis akta.

(Pasal 25 PJ PPAT)
BUKU DAFTAR AKTA
Pasal 26 PJ PPAT jo Pasal 56 Perkaban 1/2006
 PPAT wajib membuat daftar akta dengan menggunakan 1 (satu) buku daftar
akta untuk semua jenis akta yang dibuatnya, yang di dalamnya
dicantumkan secara berurut nomor semua akta yang dibuat berikut data lain
yang berkaitan dengan pembuatan akta,
 Buku daftar PPAT diisi setiap hari kerja PPAT dan ditutup setiap akhir hari
kerja yang sama dengan garis tinta hitam dan diparaf oleh PPAT pada
kolom terakhir dibawah garis penutup.
 Apabila pada hari kerja yang bersangkutan tidak terdapat akta yang dibuat,
maka dicantumkan kata “Nihil”, disamping tanggal pencatatan dimaksud.
 Pada akhir kerja terakhir setiap bulan, daftar akta PPAT ditutup dengan
garis merah dan tanda tangan serta nama jelas PPAT, dengan catatan di atas
tanda tangan tersebut yang berbunyi sebagai berikut : “Pada hari ini ....
tanggal .... daftar akta ini ditutup oleh saya, dengan catatan dalam bulan ini
telah dibuat .... (....) buah akta”
 Dalam hal PPAT menjalankan cuti, diberhentikan untuk sementara atau
berhenti dari jabatannya, maka pada hari terakhir jabatannya itu PPAT yang
bersangkutan wajib menutup daftar akta dengan garis merah dan tanda
tangan serta nama jelas dengan catatan di atas tanda tangan tersebut yang
berbunyi sebagai berikut :
“Pada hari ini .... tanggal .... Daftar akta ini ditutup oleh saya, karena
menjalankan cuti/berhenti untuk sementara/berhenti.”
Pasal 57 Perkaban 1/2006:
 Buku daftar akta harus diisi secara lengkap dan jelas sesuai kolom yang ada
sehingga dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan akta
termasuk mengenai surat-surat yang berkaitan.
 Pengisian buku daftar akta dilakukan tanpa baris kosong yang lebih dari 2
(dua) baris.
 Dalam hal terdapat baris kosong lebih dari 2 (dua) baris, maka sela kosong
tersebut ditutup dengan garis berbentuk : Z.
PENJILIDAN AKTA
 Akta otentik, surat dibawah tangan, atau dokumen lainnya yang dipakai
sebagai dasar bagi penghadap sebagai pihak dalam perbuatan hukum yang
dibuatkan aktanya dinyatakan dalam akta yang bersangkutan dan dilekatkan
atau dijahitkan pada akta yang disimpan oleh PPAT.
 Dijilid satu bulan sekali dalam satu sampul yang berisi 50 (limapuluh) akta ;
 Penjilidan dilakukan sebulan sekali:
a. bila jumlah akta dalam bulan lebih dari 50 atau kelipatannya, maka
kelebihanya dijilid sebagai jilid terakhir pada bulan yang bersangkutan.
b. bila jumlah akta kurang dari 50 (lima puluh), maka akta-akta tersebut
dijilid sebagai satu-satunya jilid akta dalam bulan yang bersangkutan.
(Pasal 25 PJ PPAT jo Pasal 58 & 59 Perkaban 1/2006)
WARKAH PENDUKUNG AKTA
 Warkah adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT.
(Pasal 1 angka 6 PJ PPAT)
 Warkah dijilid tersendiri dalam bundel yang masing-masing berisi warkah
pendukung untuk 25 (dua puluh lima) akta.
 Penjilidan dilakukan setiap bulan sebagai berikut :
a. Apabila jumlah akta dalam bulan lebih dari 25 (dua puluh lima) buah
atau kelipatannya, maka untuk kelebihan dijilid sebagai jilid warkah
pendukung terakhir dalam bulan yang bersangkutan.
b. Apabila jumlah akta kurang dari 25 (dua puluh lima) buah, maka
warkah pendukung dijilid sebagai satu-satunya jilid warkah pendukung
akta dalam bulan yang bersangkutan.
 Pada punggung sampul bundel warkah pendukung dituliskan nomor-nomor
akta yang telah dibuat berdasarkan dokumen itu dengan menuliskan nomor
terkecil dan yang terbesar dengan tanda strip (-) diantaranya, berikut tulisan
“warkah” didepan nomor terkecil serta tahun pembuatan aktanya mengikuti
garis miring (/) dibelakang nomor besar.
Contoh : warkah 1-10/2017

(Pasal 60 Perkaban 1/2006)


KEWAJIBAN PPAT BERKAITAN DENGAN AKTA

 PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang


diperlukan untuk keperluan pendaftaran akta perbuatan hukum yang
dibuatnya kepada Kepala Kantor Pertanahan paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak ditandatangani akta yang bersangkutan.
 Pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud merupakan pelanggaran
administratif.

(Pasal 61 Perkaban 1/2006)


LAPORAN BULANAN
 PPAT wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai semua akta yang
dibuatnya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya kepada:
1. Kepala Kantor Pertanahan
2. Kepala Kantor Wilayah.
3. kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan
4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

 Penyampaian laporan dilakukan melalui jasa pengiriman atau diantar langsung


 Penyampaian laporan dibuktikan dengan tanda penerimaan perusahaan jasa
pengiriman atau tanda penerimaan oleh instansi ybs, yang bertanggal paling
lambat tanggal 10 bulan berikut dari bulan laporan.
(Pasal 26 ayat (3) PJ PPAT jo pasal 62 Perkaban 1/2006)
PROTOKOL PPAT
 Protokol PPAT adalah kumpulan dokumen yang harus disimpan dan
dipelihara oleh PPAT yang terdiri dari :
1. Daftar Akta
2. Akta Asli
3. Warkah Pendukung Akta
4. Arsip laporan
5. Agenda
6. Surat-surat lainnya
PENYERAHAN PROTOKOL PPAT
 PPAT yang berhenti menjabat karena diberhentikan dengan hormat dan
diberhentikan dengan tidak hormat diwajibkan menyerahkan protokol PPAT
kepada PPAT di daerah kerjanya.
 PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan
protokol PPAT kepada PPAT Sementara yang menggantinya.
 PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus menyerahkan protokol
PPAT kepada PPAT Khusus yang menggantinya.
 Untuk protokol PPAT Sementara Dan PPAT Khusus apabila tidak ada
penerima Protokol maka protokol PPAT tersebut diserahkan kepada Kepala
Kantor Pertanahan setempat.
(Pasal 27 PJ PPAT)
PPAT MENINGGAL DUNIA
 Apabila PPAT meninggal dunia, salah seorang ahli waris/keluarganya atau
pegawainya wajib melaporkannya kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
sejak PPAT meninggal dunia.
 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya melaporkan meninggalnya
PPAT berdasarkan laporan atau karena pengetahuan yang diperoleh dari
sumber lain kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi disertai usul penunjukan PPAT yang akan diserahi protokol PPAT
yang meninggal dunia.
 Ahli waris, keluarga terdekat atau pihak yang menguasai protokol PPAT yang
meninggal dunia wajib menyerahterimakan protokol PPAT yang bersangkutan
kepada PPAT yang ditunjuk kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi
(Pasal 28 PJ PPAT)
KEWAJIBAN MENERIMA PROTOKOL PPAT

 PPAT yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi untuk menerima protokol yang berhenti menjabat sebagai PPAT
wajib menerima protokol PPAT tersebut.
 Serah terima protokol PPAT dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima
protokol PPAT yang diketahui/disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya setempat.
(PASAL 29 PJ PPAT)
PPAT PENGGANTI

 Selama PPAT diberhentikan untuk sementara atau menjalani cuti tugas dan
kewenangan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas
permohonan PPAT yang bersangkutan.

 PPAT pengganti diusulkan oleh PPAT yang bersangkutan dan diangkat oleh
pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian sementara atau
persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian sementara
atau keputusan persetujuan cuti yang bersangkutan serta diambil
sumpahnya oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.

(Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) PJ PPAT)


PERSYARATAN UNTUK MENJADI PPAT PENGGANTI :
 telah lulus program pendidikan kenotariatan dan telah menjadi pegawai
kantor PPAT paling sedikit selama 1 (satu) tahun; atau

 telah lulus program pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh


kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan.

(Pasal 31 ayat (3) PJ PPAT)


PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PPAT

 Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan


tugas PPAT.

 Tata cara pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.”

(PASAL 33 PJ PPAT)
ORGANISASI PROFESI PPAT DAN PPAT SEMENTARA
 Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi PPAT dan/atau PPAT
Sementara wajib dibentuk organisasi profesi PPAT dan/atau PPAT Sementara.
 Organisasi profesi PPAT dan/atau PPAT Sementara wajib menyusun 1 (satu)
Kode Etik Profesi PPAT yang berlaku secara nasional untuk ditaati semua
anggota PPAT dan PPAT Sementara.
 Penyusunan Kode Etik Profesi PPAT dilakukan oleh organisasi profesi PPAT
secara bersama-sama.
 Kode etik profesi PPAT yang telah disusun disahkan Kepala Badan sebagai
pedoman bersama untuk pengembangan profesi PPAT.
 PPAT dan PPAT Sementara wajib mentaati Kode Etik Profesi PPAT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(Pasal 69 Perkaban 1/2006)

Anda mungkin juga menyukai