Anda di halaman 1dari 19

Pertemuan Ke-12

Mata Kuliah : Pancasila

PERSEPEKTIF PANCASILA DALAM


BERBAGAI SITUASI

Dosen : Dr. Suparno, SH., MH


MEKANISME ADAPTASI DALAM PERSPEKTIF
PANCASILA DALAM BERBAGAI SITUASI

Perkembangan teknologi saat ini memang sudah sangat pesat.


Semua orang tidak akan lepas dari perkembangan teknologi, tetapi
apakah perkembangan teknologi sudah sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila? Dan apakah sikap kita sudah menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam menggunakan teknologi? Pertanyaan-pertanyaan
itu muncul karena banyak orang meyalahgunakan perkembangan
iptek.

Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat


mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia
haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di
Indonesia harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor
internal pengembangan iptek itu sendiri.
Ketiga, nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi
pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan
iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak
bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek
harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri
atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu
(mempribumian ilmu).

Pengertian Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu


mengandung konsekuensi yang berbeda-beda. Pengertian pertama
bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila mengandung asumsi bahwa iptek itu
sendiri berkembang secara otonom, kemudian dalam
perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai Pancasila.
Setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan
nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal, mengandaikan bahwa
sejak awal pengembangan iptek sudah harus melibatkan nilai-nilai
Pancasila. Namun, keterlibatan nilai-nilai Pancasila ada dalam
posisi tarik ulur, artinya ilmuwan dapat mempertimbangkan
sebatas yang mereka anggap layak untuk dilibatkan.
Pengertian selanjutnya bahwa nilai-nilai Pancasila berperan
sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek
mengasumsikan bahwa ada aturan main yang harus disepakati
oleh para ilmuwan sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun,
tidak ada jaminan bahwa aturan main itu akan terus ditaati
dalam perjalanan pengembangan iptek itu sendiri. Sebab ketika
iptek terus berkembang, aturan main seharusnya terus
mengawal dan membayangi agar tidak terjadi kesenjangan
antara pengembangan iptek dan aturan main.

Pengertian berikutnya yang menempatkan bahwa setiap


pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi
bangsa Indonesia sendiri sebagai proses indegenisasi ilmu
mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang
berkembang di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penjabaran
yang lebih rinci dan pembicaraan di kalangan intelektual
Indonesia, sejauh mana nilai-nilai Pancasila selalu menjadi
bahan pertimbangan bagi keputusan-keputusan ilmiah yang
diambil.
Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu dapat
ditelusuri ke dalam hal-hal sebagai berikut; Pertama, pluralitas
nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia
dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan
perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal
ini membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agar
bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan
keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek


terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang
membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para
ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga,
perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat
dengan politik global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam
kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong
royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan.
Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk
menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
CARA MENYUSUN KONSEP PENYELESAIAN MASALAH
(KASUS) MELALUI PENERAPAN NILAI PANCASILA
(dalam hal Rasisme)

RASISME

Rasisme adalah masalah rasial yang mendarah daging di tengah


kehidupan masyarakat multikultur di berbagai belahan dunia.
Rasisme berkembang pesat di suatu negara seiring berkembangnya
teknologi dan perdagangan yang mengakibatkan berkembangnya
tingkat kemajemukan dalam negara tersebut. Ketertarikan akan
kehidupan yang lebih baik yang ditawarkan oleh negara dengan iklim
perdagangan yang baik itulah yang kemudian mengundang
kedatangan masyarakat dari berbagai kelompok ras. Mitos-mitos
tentang ras unggul dan ras kelas bawah merupakan faktor penyebab
semakin peliknya masalah rasisme. Mereka yang dikonstruksikan
sebagai ras unggul seringkali melakukan tindakan rasisme terhadap
golongan ras kelas bawah. Tindakan-tindakan rasisme tersebut
terjadi dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat
seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, hiburan dan lain
sebagainya.
DAMPAK RASISME

Tentu kita semua tahu bahwa dampak rasisme sangat berdampak


buruk bagi seseorang. Namun di sisi lain, terdapat dampak positif
dari rasisme, namun hal ini masih pro dan kontra, yaitu: Dapat
menghargai sesuatu perbedaan. Jika di lihat secara seksama, setiap
orang yang menjadi korban rasisme selalu mengalami depresi, sakit
hati bahan dapat menyebabkan seseorang untuk memutuskan
mengakhiri hidupnya. Lalu dari mana dampak negatifnya? Mungkin
jika dipikir, dampak positif ini terlihat dari perspektif “penonton”
atau bisa dibilang seseorang yang hanya menyaksikan kejadian
rasisme tsb. Mereka dapat mengambil nilai positifnya, yaitu sebagai
makhluk ciptaan TuhanYang Maha Esa yang sederajat dimata Tuhan,
sangat tidak pantas untuk membeda-bedakan karena golongan
ataupun ras. Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendirian,
ada kalanya kita untuk membutuhkan bantuan dari orang lain. Maka
dari itu sebaiknya kita sebagai makhluk sosial harus mencegah hal itu
terjadi bagaimanapun caranya supayan tidak terjadi perpecahan di
bangsa Indonesia.
Mengenai dampak negatif dari rasisme, dampak yang
ditimbulkan sangat lah banyak dan sangat merugikan bagi si
korban dan lingkungan, bahkan juga dapat merugikan diri
sendiri. Sebagai contoh: jika pelaku melakukan rasisme
terhadap seseorang secara terus menerus, hal itu akan
membuat dirinya depresi serta setres, jikalau hal ini terus
terjadi akan menyebabkan si korban untuk mengakhiri
hidupnya. Tentu saja ini juga sangat merugikan bagi diri sendiri,
selain mendapatkan dosa, pelaku juga akan di kucilkan oleh
lingkungannya. Hal itu berarti menjadi boomerang bagi si
pelaku. Maka dari itu, rasisme bukan lah suatu hal yang harus
dilakukan.
PENERAPAN NILAI PANCASILA DALAM KASUS RASISME

Pancasila selain sebagai dasar negara atau pandangan hidup


masyarakat juga dapat digunakan sebagai penyelesaian masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu masalah internal atau pun
eksternal. Dengan berpedoman pada Pancasila, dapat dijamin sebuah
lingkungan akan menjadi tentram dan harmonis. Hal ini menjadi bukti
atau penguat bahwa Pancasila sangat cocok sekali digunakan sebagai
dasar negara Bangsa Indonesia.

Sudah sangat banyak sekali masyarakat menggunakan Pancasila


sebagai senjata untuk penyelesaian masalah, baik itu di keluarga,
sekolah atau pun masyarakat. Salah satu contohnya adalah rasisme.
Rasisme sering kali menjadi masalah yang sangat serius hingga
memakan korban, maka dari itu kita sebagai masyarakat Indonesia
harus sadar dan peka akan kebutuhan sesama kita manusia. Peran
keluarga sendiri sangatlah penting untuk tumbuh kembang anak, dari
keluarga lah anak mulai belajar suatu hal.
Keluarga merupakan cerminan suatu anak, karena guru pertama
seorang individu adalah orang tua. Jika kelaurga itu sendiri sudah
berantakan, maka kemungkinan besar generasi mereka juga akan
ikut berantakan. Padahal keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat, keluarga dibentuk dengan adanya perkawinan dan
dalam perjalanannya akan ditemui berbagai kendala yang akan
menimbulkan konfllik antara suami dan istri. Dari berbagai konflik
yang terjadi dipasangan

suami dan istri salah satu faktornya ialah faktor ekonomi (Hasanah
& Nadiroh, 2018). Berikut adalah penyelesesaian masalah rasisme
berdasarkan sila Pancasila:

a.) Sila pertama: KeTuhann Yang Maha Esa.

Dengan kita mendekatkan diri kepada Tuhan, secara tidak sadar


kita akan takut untuk melanggar aturannya, entah seberapa kecil
itu dosanya pasti tidak akan dilakukan. Maka dari itu beribadah
kepada Tuhan sangatlah penting dalam menjalani kehidupan ini.
b.) Sila kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Kita sebagai warga negara Indonesia harus lah menghargai


dan menghormati sesama kita, walaupun berbeda ras, suku,
agama atau yang lain kita harus tetap menghargai dan
menghormati sesama kita, karena hidup toleran sangat lah
penting.

c.) Sila Ketiga: Persatuan Indonesia

Sila ini lah yang sangat bertentangan dengan kasus rasisme.


Jikalau seseorang melakukan rasisme, berarti sama saja ia
melanggar sila ke 3 yang nota bene Pancasila adalah dasara
negara Indonesia dan pedoman hidup bagi rakyat Indonesia.
d.) Sila ke empat: Kerakyatan Yang di Pimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusywaratan dan Perwakilan.

Mungkin dalam sila ini, lebih tertuju kepada tentang


“menanggulangi”. Dalam menanggulangi kasus ini, sebaiknya
di musyawarahkan terlebih dahulu dalam menangani kasus
rasisme ini.

e.) Sila ke lima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat


Indonesia.

Dalam sila ini, setiap rakyat Indonesia harus lah bersikap


adil, tidak boleh ada pandang bulu di antara rakyat
Indonesia. Semua sama dimata hukum baik yang miskin,
kaya, kulit hitam, kulit putih, dll.
PERSPEKTIF PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PENGEMBANGAN ILMU

Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat


ditelusuri ke dalam hal-hal sebagai berikut;

Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan


bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek
menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang
kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang
mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam
penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa.

Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap


lingkungan hidup berada dalam titik nadir yang membahayakan
eksistensi hidup manusia di masa yang akan datang. Oleh karena
itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam
pengembangan iptek di Indonesia.
Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi
negara-negara Barat dengan politik global ikut
mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa
Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong,
solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan.
Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas
untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai
global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
kepribadian bangsa Indonesia.
Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk mencapai tujuan
nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan dalam Pembukaan UUD
1945. Pada hakikatnya Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung arti bahwa segala aspek pembangunan harus
mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Negara dalam rangka mewujudkan
tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan
seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat
manusia. Oleh karena itu pembangunan nasional harus meliputi aspek
jiwa yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga, aspek
individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan
ketuhanannya.
Menurut Kaelan (2000) bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan
dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir
serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh karena itu sila-sila dalam Pancasila menunjukkan
sistem etika dalam pembangunan iptek yakni :

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,

Mengimplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, perimbangan


antara rasional dengan irrasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
Berdasarkan sila pertama ini iptek tidak hanya memikirkan apa yang
ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan
maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan
sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan pelestarian. Sila pertama
menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya
melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,
memberikan dasardasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Iptek adalah
bagian dari proses budaya manusia yang beradab dan bermoral.
Oleh sebab itu, pembangunan iptek harus didasarkan pada
hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia Iptek harus
dapat diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat
manusia, bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang
angkuh dan sombong akibat dari penggunaan iptek.

3. Sila Persatuan Indonesia,


memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek,
dengan iptek persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud
dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah
di berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor
kemajuan iptek. Oleh sebab itu, Iptek harus dapat
dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan
bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan
manusia Indonesia dengan masyarakat internasional.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan,

Mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Artinya setiap


ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek.
Selain itu dalam pengembangan iptek setiap ilmuwan juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus
memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik, dikaji
ulanh maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.

5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,

Kemajuan iptek harus dapat menjaga keseimbangan keadilan dalam


kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya,
manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai