Anda di halaman 1dari 23

SUMBER-SUMBER PENERIMAAN

NEGARA/DAERAH
 Sumber-sumber penerimaan/pendapatan
negara/daerah berasal dari :
1. Pajak negara/daerah
2. Retribusi negara/daerah
3. Penerimaan dari BUMN/BUMD
4. Penerimaan dari pinjaman/hibah
5. Dan lain-lain pendapatan negara yang sah (PNBP)
SUMBER PENERIMAAN DARI HASIL PAJAK
Dasar hukum pengenaan pajak diatur dalam Pasal 23A
UUD 1945 ;
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang”
Dengan demikian pajak merupakan suatu kewajiban
yang harus dipikul serta dipenuhi oleh seluruh rakyat
yang telah memenehui kewajiban sesuai dengan syarat-
syarat yang akan diatur dengan undang-undang.
Kewajiban membayar pajak adalah dimaksudkan untuk
membiayai penyelenggaraan kehidupan bernegara.
PENGERTIAN/DEFENISI PAJAK
1. Rochmat Soemitro
Iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari
sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan
undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat
ditunjuk dan digunakan sebagai alat pencegah atau
pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar
bidang keuangan.
2. M. Suparmoko
Pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang
dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara
langsung dapat ditunjuk.
3. B. Usman dan K. Subroto
Pemungutan yang dilakukan oleh Pemerintah
berdasarkan peraturan perundang-undanga, yang
hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan
pengeluaran umum pemerintah, yang balas
jasanya tidak secara langsung diberikan kepada
pembayarnya, sedangkan pelaksanaannya dimana
perlu dapat dipaksakan.
UNSUR-UNSUR YANG MELEKAT PADA PAJAK
1. Pajak dipungut oleh pemerintah berdasarkan atas undang-undang
kepada rakyat yang berkewajiban untuk membayarnya berupa
iuran kepada kas negara,
2. Hasil-hasil pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran
umum (rutin) yang dilakukan pemerintah, dan bila terdapat sisa
(surplus) dapat digunakan untuk membiayai investasi
pembangunan,
3. Pemerintah tidak secara langsung memberikan balas jasa kepada
pembayar pajak, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban
umum, pembangunan sarana-sarana umum dan sebagainya. Oleh
sebab itu tidak terdapat kontra prestasi terhadap wajib pajak atas
iuran pajaknya kepada negara,
4. Pelaksanaannya dapat dipaksakan,
5. Pajak dapat juga dipergunakan sebagai sarana untuk pencapaian
tujuan tertentu diluar bidang keuangan (fungsi reguleren dari
pajak).
FUNGSI-FUNGSI PAJAK
1. Fungsi budgeteir
Dalam hal ini pajak berfungsi untuk
mendapatkan sebesar-besarnya
penerimaan/pendapatan negara dari
masyarakat wajib pajak. Misalnya pajak
penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai
(PPn), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak
barang mewah, pajak barang impor, materai,
cukai, dan lain-lain.
2. Fungsi reguleren
Dalam hal ini pajak dikutip tidak dimaksudkan untuk
menghimpun penerimaan negara, melainkan bertujuan
untuk mengarahkan kehidupan ekonomi atau sosial
masyarakat ke arah suatu tujuan tertentu seperti yang
diinginkan oleh negara dan masyarakat. Besar tarif pajak
bisa sangat besar, namun bisa pula sangat kecil bahkan di
bebaskan.
Misalnya pajak ekspor untuk meningkatkan ekspor hasil-
hasil bumi dan industri ke luar negeri. Pajak mobil mewah
atau pajak progressif yang dikenakan kepada pemilik
mobil yang memiliki lebih dari 1 buah mobil. Pajak
minuman beralkohol,
PAJAK DAERAH
Selain pemerintah pusat yang berhak memungut
pajak kepada seluruh warga masyarakat atau pen-
duduk yang berdiam di dalam wilayah Indonesia,
maka berdasarkan pelaksanaan asas desentralisasi
pemerintahan sebagaimana dimaksud Pasal 18
UUD 1945, maka kepada pemerintah daerah
(Propinsi, Kabupaten, dan Kota otonom) yang
memiliki otonomi dapat diserahkan berbagai
sumber penerimaan kepada pemerintah daerah
tersebut. Salah satunya adalah dari hasil pajak.
Dasar pertimbangan pemerintah daerah
memungut pajak.
Sebagai konsekwensi pelaksanaan otonomi
daerah, maka daerah mempunyai hak untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan-urusan
pemerintahan yang telah diserahkan kepadanya.
Untuk menjalankan otonomi tersebut, akan
menimbulkan pembagian kewenangan pada
sektor keuangan untuk membiayai penyelengga-
raan urusan rumah tangga (otonomi) pada
pemerintahan daerah tersebut.
Menurut The Liang Gie
“Pada prinsipnya setiap daerah otonom harus dapat
membiayai sendiri semua kebutuhannya sehari-hari yang
rutin. Apabila untuk kebutuhan itu daerah masih
mengandalkan bantuan keuangan dari pusat, maka
sesungguhnya daerah itu tidak otonom lagi. Otonomi
yang diselenggarakannya tidak ada artinya karena
umumnya akan mengikuti irama datangnya dan banyak-
nya bantuan pusat, serta syarat-syarat yang diikatkan pada
bantuan itu. Dengan demikian daerah itu tidak dapat
dikatakan mempunyai kehidupan sendiri”.
 Menurut Laode Ida, terdapat 3 esensi dari dilaksana-
kannya otonomi daerah itu, yaitu :
1. Pengelolaan kekuasaan berpusat pada tingkat lokal yang berbasis
pada rakyat,
2. Bila dilihat dari dimensi ekonomi, dengan otonomi daerah
maka daerah-daerah diharapkan mampu menggali dan
mengembangkan sumber-sumber ekonomi yang ada di
wilayahnya. Adanya kemampuan daerah untuk membiayai
dirinya sendiri paling tidak memperkecil ketergantungan
terhadap pemerintah pusat,
3. Jika dilihat dari dimensi budaya, maka dengan otonomi daerah
masyarakat lokal harus diberikan kebebasan untuk berekspresi
dalam mengembangkan kebudayaan lokal.
Dari dimensi kedua pandangan Laode Ida, menun-
jukkan bahwa setiap pemerintahan daerah seharus-
nya punya kreatifitas di dalam mengembangkan
potensi yang dimilikinya, baik dalam hal pemberda-
yaan sumber daya alam yang dimiliki daerah terse-
but, maupun sumber daya manusia yang menjadi
pelaku utama dalam menggerakkan pembangunan
dan perekonomian daerahnya masing-masing, se-
hingga pada tindak lajutnya dapat menjadikan
daerah tersebut lebih mandiri di dalam mengisi
sumber-sumber pembiayaan keuangan daerahnya.
PENGERTIAN PAJAK DAERAH
Menurut Josef Riwu Kaho
Pajak daerah adalah sebagai bagian dari pajak negara
yang diserahkan kepada daerah untuk di pungut
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah
sebagai badan hukum publik.
 Menurut K.J. Davey, pajak daerah itu meliputi :
1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan
pengaturan dari daerah sendiri,
2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional
tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah
daerah,
3. Pajak yang ditetapkan dan/atau dipungut oleh
pemerintah daerah,
4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh
pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan
kepada daerah, dibagihasilkan dengan atau dibebani
tambahan (opsen) oleh pemerintah daerah.
Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Peru-
bahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah : Iuran wajib yang oleh
orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penye-lenggaraan pemerintahan daerah
dan pembangunan daerah.
UU Nomor 28 Tahun 2009 : kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan bagi secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
JENIS-JENIS PAJAK DAERAH
 Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 34 Tahun 2000,
jenis-jenis pajak daerah yang diserahkan kepada
Pemerintah Propinsi :
1. Pajak kenderaan bermotor dan kenderaan di
atas air,
2. Bea balik nama kenderaan bermotor dan
kenderaan di atas air,
3. Pajak bahan bakar kenderaan bermotor,
4. Pajak pengambilan dan pemanfataan air bawah
tanah dan air permukaan.
Jenis pajak daerah utk Provinsi berdasarkan
UU Nomor 28 Tahun 2009
1. Pajak Kenderaan Bermotor
2. Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
 Pajak daerah yang diserahkan kepada Pemerintah
Kabupaten dan Kota berdasarkan UU Nomr 34
Tahun 2000:
1. Pajak hotel,
2. Pajak restoran,
3. Pajak hiburan,
4. Pajak reklame,
5. Pajak penerangan jalan,
6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C,
7. Pajak parkir.
 Selain 7 (tujuh) jenis pajak daerah Kabupaten/
Kota, masih diperkenankan melakukan
pungutan pajak daerah lainnya asal saja
memenuhi kriteria :
1. Bersifat pajak dan bukan retribusi,
2. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan
mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta
hanya melayani masyarakat di wilayah daerah
kabupaten/kota ybs,
3. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak
bertentangan dengan kepentingan umum,
4. Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi
dan/atau obyek pajak pusat,
5. Potensinya memadai,
6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif,
7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan
masyarakat, dan
8. Menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis pajak daerah yang diserahkan kepada
Kabupaten/Kota berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Berbeda halnya dengan pengutipan pajak daerah
berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 yang masih
memperkenankan Daerah-daerah mengutip pajak
daerah diluar dari yang ditentukan UU ini, maka
berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 Daerah-
daerah tidak lagi boleh memungut pajak diluar dari
yang ditentukan UU ini , yaitu diluar dari kesebelas
pajak daerah diatas (Lihat Pasal 2 ayat (3) UU Nomor
28 Tahun 2009
Dalam prakteknya tidak semua daerah dapat
memungut seluruh pajak-pajak tersebut, mes-
kipun kewenangan telah dilimpahkan kepadanya.
Penyebabnya pada umumnya karena obyeknya
tidak ada pada suatu daerah. Jika pun ada, namun
hasilnya dianggap jauh lebih kecil bila di-
bandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan
untuk melakukan pemungutan, sehingga dapat
menjadi beban bagi pemerintahan daerah
tersebut. Misalnya pajak parkir didaerah-daerah
Kabupaten atau kota-kota kecil, Pajak Burung
Walet, dll

Anda mungkin juga menyukai