Anda di halaman 1dari 40

BAB V

PENGAMATAN MIKROSKOP DENGAN ORTOSKOP NIKOL


BERSILANG (CROSSED NICHOLS)/MENGGUNAKAN ANALISATOR

Dengan ortoskop nikol bersilang dapat dipelajari sifat-sifat optik hasil dari
semua kejadian pada cahaya selama perjalananya: pertama-tama melalui
polarisator kemudian melalui peraga dan akhirnya melalui analisator.

Sifat-sifat optik yang penting disini adalah warna interferensi dan pemadaman/
gelapan.

Juga kita dapat mengetahui kedudukan sumbu-sumbu sinar didalam kristal


dengan mempergunakan ortoskop nikol bersilang, yakni hubungan antara
sumbu-sumbu sinar dengan sumbu-sumbu kristallografi. Hubungan tersebut
diungkapkan dalam sifat optik yang disebut orientasi dan besarnya sudut
pemadaman.

Kenampakan lain yang dapat diamati ialah : kembaran/twinning dan zoning/


zonasi komposisi. Dengan mengetahui besarnya sudut pemadaman dari
kembaran Albite atau Carlsbad-Albite, maka kita dapat menentukan jenis dari
mineral plagioklas.
Light passes through the lower polarizer
north

Unpolarized light Plane polarized light

south Arah getar gelombang cahaya yang


bergetar kesegala arah menjadi satu
arah getar gelombang cahaya saja,
yakni // bidang polarisator.
Insert the upper polarizer
north
west
upper polarizer (left)
Analisator

east
(right)
south
Black!!

Karena arah tersebut tegak lurus terhadap arah getaran


analisator, maka tidak ada sedikitpun cahaya yang dapat
diteruskan melalui analisator kepada mata si pengamat.
Kenampakan gelap ini harus dibedakan dari kenampakan lubang pada
sayatan tipis yang terjadi baik karena lubang gas pada batuan volkanik
maupun karena kerusakan batuan waktu proses pembuatan peraga.

Kedua jenis lubang tersebut akan nampak hitam sama seperti zat isotropik.

Untuk membedakan kemungkinan tersebut, bila suatu lubang yang terjadi


karena kesalahan pada waktu pembuatan peraga, maka bidang batas lubang
akan nampak sebagai garis yang jelek dan sering terlihat butir-butir kristal
yang halus dan tak teratur.

Sedangkan bila lubang bekas gas keluar didalam batuan, maka bidang
batasnya akan nampak halus.
Now insert a thin section of a rock

mineral grain upper polarizer


Analisator

Unpolarized light

lower polarizer/
Polarisator

Light and colors


reach eye!
plag

olivine

Minerals act as
magicians!!
Biotit

// nicol X nicol

Kalsit

// nicol X nicol
5.1 WARNA INTERFERENSI (interference colour)

Seperti yang sudah diterangkkan pada bab sebelumnya, bahwa cahaya yang mempunyai
frekuensi tertentu pada zat yang isotropik akan berjalan ke semua arah dengan kecepatan
yang sama, sinar tersebut akan melintasi zat itu menurut hukum Snellius, ke mudian keluar
dari zat itu dengan arah getarnya tetap sejajar dengan arah getar polarisator.

Karena arah tersebut tegak lurus terhadap arah getaran analisator, maka tidak ada sedikitpun
cahaya yang dapat diteruskan melalui analisator kepada mata sipengamat, walaupun meja
obyek diputar sampai 3600, tidak pernah ada sinar yang sampai pada mata sipengamat.
Dengan demikian, di bawah ortoskop nikol bersilang zat isotropik, tetap akan gelap pada
setiap sayatan dan kedudukannya.
Kenampakan gelap ini harus dibedakan dari kenampakan lubang pada sayatan tipis, baik
karena lubang bekas gas pada batuan volkanik maupun karena kerusakan batuan waktu
proses pembuatan peraga. Kedua jenis lubang tersebut akan nampak hitam sama seperti zat
isotropik.

Untuk membedakan kemungkinan tersebut, bila suatu lubang yang terjadi karena kesalahan
pada waktu pembuatan peraga, maka bidang batas lubang akan nampak sebagai garis yang
jelek.
Sedangkan bila lubang bekas gas keluar didalam batuan, maka bidang batasnya akan nampak
halus.

Untuk kristal yang isotropik mempunyai bidang batas yang jelas dan kristal-kristal yang
berdampingan memiliki besar butir yang sama dengan butir-butir lain pada sayatan tipis.
Cahaya yang terpolarisasi/terkutub akan sampai pada permukaan batas kristal anisotropik
akan terpisah menjadi dua sinar, dimana masing-masing sinar mempunyai kecepatan dan
arah bergetar yang berbeda.

Karena perbedaan kecepatan dari kedua sinar yang bergetar melintasi kristal, maka akan
dihasilkan suatu beda fasa (phase difference).
Bila dua gelombang bergetar pada bidang sama dan bergerak melalui jalan yang sama,
maka keduanya akan saling memperngaruhi. Jarak dimana satu gelombang dengan
gelombang yang lainnya dinamakan beda lintasan (path difference).

Beda lintasan adalah sama dengan retardasi (retardation) yang dikenal dengan simbol delta
(∆).

Dapat dikatakan bahwa beda lintasan adalah jarak (dalam m) antara dua titik yang sama
letaknya pada kedua gelombang sinar, jarak tersebut diukur sejajar dengan arah rambatan
kedua gelombang sinar.

Dengan demikian, kedua sinar akan keluar dari kristal dengan suatu beda fasa, serta
keduanya berjalan dengan beda lintasan/path difference atau disebut dengan retardasi
tertentu sampai batas analisator.
 
Hubungan antara beda lintasan dengan beda fasa adalah sebagai berikut :
 
beda fasa (dalam radian) λ
beda lintasan/retardasi = 2¶
fast ray

slow ray

mineral
grain

plane polarized
light

W E
lower polarizer
Bila sayatan tersebut terletak pada kedudukan 45 0 (lintasan cahaya
ekawarna melalui kristal yang menghasilkan beda lintasan [(n+1/2) λ] mμ.
Maka setiap sayatan pada setiap kedudukan yang miring (antara 0 - 45 0) akan
menimbulkan terang hingga terang maksimum.

Dengan adanya peningkatan harga retardasi, maka intensitas warna berubah


secara berangsur-angsur mulai :
• Gelap pada harga retardasi (∆)= 0 λ mμ,
• sampai intensitas maksimum pada retardasi (∆)= ½ λ mμ,
• menjadi gelap lagi (∆)= 1 λ mμ,
• kembali ke intensitas maksimum lagi (∆)= 3/2 λ mμ,
• menjadi gelap kembali pada (∆)= 2 λ mμ dan seterusnya secara berulang.
Rangkaian warna-warna tersebut sama dengan rangkaian warna dari Newton.
Dalam mineral optik rangkaian warna tersebut di sebut rangkaian warna
interferensi normal, yang biasanya tercantum pada tabel Michel Levy.

Rangkaian warna interferensi ini, dibagi menjadi beberapa orde, yaitu orde
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, makin tinggi ordenya makin cerah/ pucat
warnanya. Pada orde keempat ke atas hanya nampak merah dan hijau secara
berulang dan agak sulit dibedakan.

Dapat disimpulkan bahwa, warna interferensi yang nampak akibat memakai


cahaya putih dengan orthoskop nikol bersilang adalah warna yang dihasilkan dari
kedua sinar koheren, yang pada saat keluar dari analisator dengan beda
lintasan/retardasi tertentu yang saling memperngaruhi.

Warna yang nampak tergantung pada harga retardasi dari sayatan tipis kristal,
sedangkan intensitasnya tergantung pada kedududkan kristal pada meja obyektif;
yakni intensitas akan menjadi maksimum pada kedudukan 45 0.
Harga retardasi/beda lintasan pada kristal anisotropik akan tergantung pada dua
faktor, yaitu tebal sayatan (t) dan perbedaan antara harga indeks bias yang terdapat
pada sayatan mineral yang sedang diamati (n1 - n2).

Retardasi (∆) = t (n1 - n2).

Dapat dikatakan bahwa, untuk zat anisotropik, makin tebal sayatannya maka makin
tinggi harga retardasinya (∆), hal tersebut dapat dilihat secara jelas pada suatu baji
kuarsa.

Kristal kuarsa dipotong sedemikian rupa, sehingga arah memanjang baji terletak
sejajar dengan sumbu kristalogarfi C, dengan demikian selisih (n 1 - n2) = 0.009.

Jika baji kuarsa ini dipasang dalam lubang kompensator pada mikroskop, ke-
mudian digerakan sehingga pertama-tama kelihatan ujung yang tipis sampai
akhirnya ujung yang tebal, maka akan nampak warna interferensi yang berubah
ubah. Pada ujung paling tipis (t = 0, retardasi = 0) akan nampak hitam/gelap.
Makin tebal bagian baji kuarsa yang diamati, makin tinggi warna interferensi yang
nampak. Warna interferensi berubah sesuai dengan perubahan pada tabel warna
interferensi, mulai orde satu hingga orde yang lebih tinggi.

Ketebalan sayatan tipis yang baik antara 0.035 - 0.040 mm, dengan ketebalan
tersebut kuarsa yang dipotong sejajar sumbu C akan memperlihatkan warna
interferensi kuning orde pertama.
5.2 PENENTUAN BIASRANGKAP (birefringence)

Harga n1 - n2 yang maksimum untuk setiap jenis mineral dikenal sebagai biasrangkap
(birefringence), biasanya ditulis dengan simbol δ.
Harga δ adalah tertentu untuk setiap mineral.
Harga δ yang maksimum terdapat pada sayatan yang mengandung arah getar sinar alfa dan
sinar gama yang sesungguhnya, yaitu sayatan yang sejajar dengan bidang sumbu optik.

Untuk menentukan harga s pada suatu jenis mineral :


 Harus terlebih dahulu membuat sayatan tipis dengan ketebalan yang tertentu.
 Kemudian memperhatikan warna interferensi yang nampak pada setiap orientasi kristal
dari mineral tersebut. Maka warna interferensi yang paling tinggi ordenya ditentukan
dengan membandingkan pada tabel warna interferensi (Tabel 5.2).
 Selanjutnya dengan memakai ketebalan sayatan tipis dan harga retardasi yang maximum,
maka harga biasrangkap dapat ditentukan dengan menggunakan tabel tersebut dengan
cara sebagai berikut : menentukan titik potong antara garis horisontal dari harga retardasi
(∆) dan garis vertikal dari harga ketebalan, kemudian dipotongkan dengan garis yang
miring dan diteruskan kesamping sampai memotong garis vertikal yang paling kanan;
dibaca harga biasrangkapnya (δ).
 Sebagai contoh : misal mineral kuarsa pada sayatan tipis memperlihatkan warna
interferensi yang maksimum abu-abu muda orde pertama (λ= 450 mμ), ketebalan sayatan
tipis sama dengan 0,035 mm. Titik potong antara garis horisontal (warna interferensi)
dengan garis vertikal (ketebalan) disebut titik X (Tabel 01).
 Kemudian garis miring yang melalui titik X diikuti sampai memotong garis tepi tabel
sebelah kanan, maka harga bias rangkapnya (δ) = 0.009.
Birefringence (), Retardation(Δ), and Interference Colors

 = nslow ray – nfast ray Δ = d* 


Mineral properties: interference
colors/birefringence
5.3 WARNA INTERFERENSI ABNORMAL (ANOMALOUS)

Warna interferensi abnormal ialah warna interferensi yang berbeda dengan warna interferensi
yang terdapat pada tabel warna interferensi.
Warna interferensi abnormal tersebut dapat dihasilkan apabila mineral tersebut mempunyai
warna yang kuat, atau bila analisator serta polarisator tersusun dari bahan polaroid yang
berwarna atau bila lengkung-lengkung dispresi

indek bias tidak sejajar (berarti bahwa perbedaan antara harga indek bias bervariasi).

Tabel 5.2 : Tabel Birefringence/bias rangkap


Sebagai contoh, mineral klorit yang mempunyai lengkung-lengkung dispresi nσ & nγ, yang
saling memotong pada panjang gelombang λ = 565 mμ (yaitu cahaya kuning); lihat gambar
5.10.
Dengan demikian klorit yang diamati memakai sinar kuning (λ = 565 mμ) bersifat isotropik.
Sebagai contoh, mineral klorit yang mempunyai lengkung-lengkung
dispresi nσ & nγ, yang saling memotong pada panjang gelombang λ
= 565 mμ
Dengan demikian, warna interferensi pada klorit, yang seharusnya
terletak diantara harga panjang gelombang 0 – 700 mμ , selalu
nampak sebagai warna biru kecoklatan saja; warna tersebut sama
sekali tidak terdapat pada tabel warna interferensi.
5.4 KEDUDUKAN PEMADAMAN (Extinction position)

Setiap sayatan mineral yang bersifat anisotropik, jika ditaruh dimeja obyektif,
kemudian meja tersebut diputar melalui 360 0; maka akan terjadi empat kali
gelap/padam.
Setiap sayatan tersebut menunjukan gelap, disebut sebagai salah satu kedu-
dukan pemadaman, masing-masing posisi/kedudukan pemadaman ini terletak 90 0
terhadap kedudukan pemadaman yang lain; berarti pada posisi meja obyektif pada
00, 900, 1800 dan 2700 (lihat Gambar 5.11).
 
Kedudukan pemadaman/gelap menunjukan kedudukan sumbu-sumbu sinar pada
sayatan. Pada kedudukan gelap, diketahui bahwa kedua sinar pada sayatan
sedang menunjukkan arah getaran, satu didalam bidang analisator dan yang satu
lainya di dalam bidang polarisator.
 
Sebabnya terjadi pemadaman atau sinar tidak diteruskan pada mata sipengamat
adalah sebagai berikut :
Cahaya terpolarisasi yang sampai pada batas kristal, yang terletak dengan arah
getaran kedua sinarnya sejajar dengan arah getaran polarisator & analoisator itu
diteruskan melalui kristal tanpa terjadi gejala biasrangkap; arah getaran cahaya/
sinar tetap sejajar dengan arah polarisator.
Karena tidak terjadinya bias-rangkap, maka tidak ada cahaya yang melintasi kristal,
yang arah getaranya tegak lurus dengan arah polarisator. Kemudian sinar yang
keluar dari kristal di dalam bidang yang searah dengan polarisator itu; diteruskan
lagi sampai pada batas analisator. Oleh karena arah getaran analisator tegak lurus
terhadap arah getaran sinar tersebut, maka tidak ada sedikitpun cahaya yang
diteruskan ke mata sipengamat (Gambar 5.12). Dengan demikian mineral pada
kedudukan ini adalah gelap/padam.
Gambar : Lintasan cahaya
melalui suatu
Kristal yang anisotropik pada
salah satu keddudukan gelap.
Extinction of Minerals
5.5 PEMADAMAN BERGELOMBANG (Wavy extinction)

Pemadaman bergelombang umumnya dijumpai pada mineral kuarsa, apabila sebagian atau
seluruhnya kristal telah mengalami tekanan (stress) maupun belum mengalami rekristalisasi
yang sempurna.
Memperlihatkan kenampakan pada kristal tersebut seperti tersusun dari beberapa bagian kecil,
masing-masing bagian mempunyai kedudukan pemadaman yang sedikit berbeda, tetapi batas
antara bagian yang satu dengan bagian lainnya yang berdampingan tidak jelas.
Perubahan kedudukan pemadaman terjadi secara berangsur-angsur, justru ka-rena perubahan
tersebut disebabkan oleh perubahan orientasi dari kisi kristal secara berangsur-angsur.
5.6 ORIENTASI OPTIK (Optical orientation)
Orientasi optik dari suatu jenis mineral menunjukan secara umum hubungan antara arah
memanjang sumbu kristalografi (sumbu C), baik terhadap arah getar sinar cepat (fast ray)
maupun sinar lambat (slow ray).

Sifat ini tidak menyatakan kedudukkan sumbu-sumbu sinar secara tepat, melainkan hanya
menunjukan sumbu sinar mana yang terletak dekat dengan arah memanjang sumbu kristal
(sumbu C); berarti sumbu sinar itu boleh berimpit dengan arah memanjang kristal (seperti
terjadi pada kristal yang bersistim tetragonal, heksagonal, trigonal atau ortorhombik) atau
boleh menyudut lancip dengan arah memanjang sumbu kristal (seperti pada kristal yang
bersistim monoklin/triklin).

Orientasi optik ini tidak berkaitan dengan warna interferensi yang maksimum.
Apabila arah getar sinar cepat (fast-ray) terletak sejajar atau menyudut lancip dengan arah
memanjang kristal (sumbu C kristalografi), maka kristal tersebut mempunyai orientasi
cepat (length fast).

Sebaliknya, apabila arah getaran sinar yang lambat (slow-ray) terletak sejajar/ menyudut
lancip dengan arah memanjang kristal (sumbu C), maka kristal itu disebut mempunyai
orientasi length slow (Gambar 5.13).
Karena orientasi optik terkait dengan arah memanjang sumbu kristal, maka jelas bahwa
orientasi ini tidak dapat ditentukan pada suatu mineral yang bentuk anhedral atau euhedral
kubik. Walaupun demikian pada beberapa mineral yang menunjukan belahan (prismatik
panjang dari hornblenda) dapat ditentukan menurut arah belahan.

Disamping itu, orientasi itu tidak mempunyai arti pada jenis mineral yang dicirikan oleh
arah getaran sinarnya bersudut 45 dengan arah memanjang kristal.
PENENTUAN ORIENTASI OPTIK
• Meja obyektif diputar sehingga arah memanjang kristal terletak pada kedudukan diagonal (45 0), berarti
searah dengan sinar lambat pada keping gips (apabila kedudukan 45 0 tersebut kristal menjadi gelap), maka
diketahui bahwa kedua sinar pada sayatan ini bergetar dalam kedua bidang yang bersudut 45 0 terhadap
arah memanjang kristal; dengan demikian pada kristal sejenis ini orientasi tidak mempunyai arti.

• Keping gips dipasang dan perubahan warna interferensi diperhatikan (Gambar 5.14). Apabila warna
interferensi pada kristal mengalami penambahan (adisi), maka diketahui bahwa sinar yang arah getarnya
sejajar/menyudut lancip dengan arah memanjang kristal adalah sinar lambat (slow-ray).

Apabila warna interferensi pada kristal mengalami pengurangan (substraksi), maka diketahui bahwa sinar yang
arah getarannya sejajar atau menyudut lancip dengan arah memanjang kristal adalah sinar cepat.
A. Bila kecepatan dari sinar pada keping gips adalah sama dengan kecepatan sinar pada kristal yang
arah getarannya adalah sejajar/menyudut lancip dengan sinar tersebut pada keping gipsum, maka
harga retardasi dari kristal sendiri dan dari keping gips (λ = 550 mμ) saling mendukung dan
dengan demikian; menghasilkan warna interferensi yang sesuai dengan penambahan kedua harga
tersebut.

Misalnya kristal tersebut menunjukan warna interferensi hijau orde kedua (λ = 800 mμ), sesudah
pemasangan keping gips akan menunjukan warna interferensi hijau kekuningan orde ketiga (λ =
800 mμ + 550 mμ).

B. Bila kecepatan dari sinar keping gips berbeda dengan kecepatan sinar pada kristal, yang arah
getarannya sejajar atau memnbentuk sudut lancip dengan sinar tersebut pada keping gips, maka
harga retardasi dari kristal dan dari keping gips saling berlawanan; dengan demikian dihasilkan
warna interferensi yang sesuai dengan pengurangan satu harga retardasi dari harga retardasi lain.

Misalnya kristal tersebut menunjukan warna interferensi hijau orde kedua (λ = 800 mμ), sesudah
pemasangan keping gips akan menunjukan interferensi putih kekuningan orde perta-ma (λ = 800
mμ - 550 mμ).
- 550 + 550

substraksi adisi

Anda mungkin juga menyukai