Anda di halaman 1dari 30

Inisiasi Tuton ke – 1

Mata Kuliah : Tindak Pidana Korupsi


Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : HISIP
Penulis : Elizabeth Ghozali
Email : ibethghoz@gmail.com
Penelaah : Dewi Mutiara
Emai : Dewim@ecampus.ut.ac.id
Istilah dan Pengertian serta Ruang Lingkup Korupsi
dan Tindak Pidana Korupsi
Istilah KORUPSI sering kali diikuti dengan istilah kolusi dan nepotisme yang
selalu dikenal dengan singkatan KKN. KKN saat ini sudah menjadi masalah
dunia, yang harus diberantas dan harus dijadikan agenda pemerintahan untuk
ditanggulangi secara serius dan mendesak, sebagai bagian dari program untuk
memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan.
Transparency International memberikan defenisi tentang korupsi sebagai
perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk
keuntungan pribadi.
2. JENIS DAN TIPOLOGI KORUPSI

7 TIPOLOGI ATAU BENTUK/


JENIS KORUPSI
MENURUT Prof. Dr. Syed Husein Alatas

Korupsi transaktif, jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan

a.
timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan
kepada kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya
keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan
pemerintah.

b.
Korupsi perkerabatan ( nepotistic corruption ) yang menyangkut
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk membagi keuntungan
bagi teman atau sanak saudara dan kroni-kroninya.
c.
Korupsi yang memeras, adalah korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak ya
biasanya disertai ancaman, teror, penekanan terhadap kepentingan orang-orang d
hal-hal yang dimilikinya.

d. Korupsi Investif, adalah memberikan suatu jasa atau barang tertentu kepada piha
lain demi keunungan dimasa depan.

e.
Korupsi Defensif, adalah pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlib
didalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuata
korupsi.

f. Korupsi Otogenik, adalah korupsi yang dilakukan seorang diri tidak ada orang la
atau pihak lain yang terlibat.

g.
Korupsi Suportif, adalah korupsi dukungan dan tak ada orang atau pihak lain yan
terlibat.
a. Jenis korupsi “epidemic”

Jenis korupsi konversional yang lebih populer dengan korupsi publik da


dengan cepat mewabah atau yang pelakunya biasanya masyarakat atau berbaga
tingkat bawah dengan pungutan “tidakresmi” atau pungutan liar, suap menyua
untuk urusan administrasi, surat ijin atau lisensi, layanan dari pemerintah masi
ada tambahan biaya petugas pajak yang curang, tagihan rekening listrik, telepo
yang merugikan masyarakat, jadi benar benar merupakan bentuk korupsi yan
hampir sehari-hari terjadi pada masyarakat.
b. Jenis korupsi “endemic”

Merupakan bentuk korupsi antara kalangan bisnis, pelaku bisnis denga


tindakan kolusi pada birokrat antinya karekter suap antara kontraktor denga
aparat birokrat, sehingga jatah proyek pada yang tak berhak, komisi untu
pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, melakukan ruislag tuk
guling dengan keputusan dipengaruhi unsur korupsi, menyelahgunakan APB
dan berbagai bentuk penyelewengankeuangan negara dalam pengelolaa
keuangan dengan alasan kepentingan tugas padahal relatif dan meragukan ta
menguntungkan diri sendiri.
c. Jenis korupsi “transnasional”

Yaitu bentuk korupsi dilakukan oleh pelaku bisnis atau pera elite birokrat dengan cara yang
fropesional dengan memanfaatkan hi-tech dan bentuk kejahatan dimensi baru bahkan melibatkan
inpestor asing, kontraktor asing dan oleh badan-badan usaha besar yang berbentuk Multi Nationa
Corporation yang melakukan korupsi, serta yang lebih populer disebut sebagai konglomerat hitam
karena korupsi jenis ini langsung berpengaruh kepada besar kecilnya APBN. Praktik jenis korups
transnasional misalnya dalam bentuk mark-up proyek pertambangan emas, tembaga, minyak
eksplorasi uap, batu bara dan lain-lain, manipulasi pengelolaan hutan disertai illegal loging, komis
dalam jumlah besar pada proyek-proyek pemerintah, manipulasi perpajakan dan manipulasi proyek
proyek pembangunan lainnya serta kerugian yang ditimbulkan mencapai miliaran dolar atau triliun
rupiah.
Jenis dan Tipologi Korupsi menurut Bentuk-Bentuk Tipikor
Menurut Undang-undang No.31 Tahun 1999 dan diubah dengan UU No.20.
Tahun 2001

a. Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi
(pasal 2).

b. Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, saran jabatan,


atau kedudukan (pasal 3 )

c. Tindak pidana korupsi suap dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu ( pasal 5 )

d. Tindak pidana korupsi suap pada hakim dan advokat ( pasal 6 )


3. Sebab dan Akibat Korupsi

Guna memahami sebab-sebab korupsi sebagai suatu kejahatan dapat


dikaji melalui proses analisis teori kriminologi terutama digunakan
untuk memberikan petunjuk bagaimana masyarakat berperan serta
menanggulangi korupsi dan lebih-lebih mencegahnya. Bagian dari teori
atau ilmu pengetahuan kriminologi untuk mengungkap sebab-sebab
kejahatan korupsi, disebut pendekatan sosiologi kriminil yaitu
pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala masyarakat atau sampai
dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
Etiologi Sosial Faktor-Faktor Penyebab
Korupsi

Masih melekatnya budaya feodal, dengan perilaku upetiisme,

a. premodialisme dan nepotisme yang mementikan keluarga atau kroninya


yang mendorong perbuatan korupsi.

Kesengajaan dalam sistem penggajian dan kesejahteraan dalam bentuk


politic risk dan economi risc sebagai dukungan anggaran, sarana fasilitas

b. materiil dalam bertugas dan itdak memadai kesejahteraan keluarga


pegawai, karyawan yang tak layak sesuai standar minimal kebutuhan
hiduo sehingga menjadi potensial dengan elemen perbuatan Korupsi.
c. Lemahnya manajemen kepemimpinan institusi pemerintah termasuk para
pelaku bisnis seperti BUMN, Koperasi, Swasta / pengusaha yang tidak
memberikan keteladanan, kesederhanaan atau pola hidup sederhana
sehingga kurangnya fungsi kontrol melalui pengawasan melekat sehingga
menjadi sangat toleran dengan perbuatan Korupsi.

Terjadinya erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat, rendahnya


kadar keimanan moralitas ajaran-ajaran agama dan etika yang hasilnya

d. terjebak dengan mental pengabdian yang buruk dari perilaku sebagai


pegawai, karyawan serta pelaku bisnis lainnya dengan cara korupsi karena
ego epentingan pribadi jauh lebih tinggi daripada kepentingan umum,
bangsa dan negara.
Gaya hidup sangat konsumtif, sebagai pengaruh negat
yang sangat kuat dari pola kehidupan eforia ne

e. liberalism, sehingga menjadi terlalu interes da


individualistis bahwa nepotisme dan kepentinga
keluarga diatas segalanya.

Adanya kemiskinan dan pengangguran, yang tersruktur dala


kehidupan masyarakat, dissertai diskriminasi perlakuan hukum ba
f.
pelaku korupsi dan kejahatan biasa dengan cara penyalahgunaa
wewenang dan kekuasaan yang menjadi peluang suburnya perilak
korupsi .
Produk politik hukum yang menghasilkan instrumen peraturan perundang-undanga
yang potensial korupsi, misalnya pembentukan peraturan perundang-undanga
melalui proses demokrasi dengan legislasi nasional yang sarat rekayasa ata
interpretasi politik dan perbuatan gratifikasi sehingga menetapkan undang-undan
tergolong korupsi dan saling bertentangan seperti pada UU keuangan negara jik
g.
hasil korupsi dikembalikan bisa bebas sedangkan dalam UU pemberanrasan korup
mengembalikan hasil korupsi tidak menghentikan suatu proses peradilan pidana.

Penerapan hukum terhadap pelaku korupsi disamping lamban juga tidak


menimbulkan efek jera dan dianggap kasus biasa. Hasil tegaknya hukum bagi

h. korupsi menjadi tidak konsisten sesuai instrumen hukum korupsi sebagai extra
ordinary crim yang harusnya diutamakan sebagai kasus yang luar biasa dengan
sanksi yang paling berat dan keras, misalnya dengan metode carot dan stick yaitu
penerapan sanksi hukum mati atau seumur hidup.
Kurangnya pemahaman masyarakat yang membedakan antara perbuat
korupsi dengan perbuatan kriminalitas lainnya atau perbuatan mali
( kejahatan pencurian ) pada umumnya, juga masyarakat dan pela
i.
bisnis banyak yang belum memahami perbedaan perilaku hasil bisn
dan perilaku hasil dari korupsi, sehingga dalam praktik bisnis bany
terjebak korupsi.

“Peningkatan kasus korupsi oelh institusi penegak hukum yang berwenang


( polisi, jaksa, KPK dan hakim ), hasil ponis pengadilan kasus korupsi
j. relatif masih kecil dan banyak penyelesaian perkara korupsi tidak tuntas
sampai tingkat pengadilan, serta sering putusan peradilan kontroversial
hanya dengan vonis bebas yang bertentangan dengan rasa keadilan
masyarakat”.
SEKIAN &
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai