Anda di halaman 1dari 48

DEFINISI (1)

DEFINISI (2)
• Thanatologi adalah ilmu yang mempelajari
segala aspek yang berkaitan dengan mati,
meliputi:
1. pengertian (definisi)
2. cara - cara melakukan diagnosis
3. perubahan - perubahan yang terjadi sesudah mati
4. kegunaannya
DALAM TANATOLOGI DIKENAL
BEBERAPA ISTILAH : (1)
– Mati somatis (mati klinis)
– Mati suri
– Mati seluler
– Mati serebral
– Mati otak (batang otak)
DALAM TANATOLOGI DIKENAL
BEBERAPA ISTILAH : (2)
• Mati somatis
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu:
1. Susunan saraf pusat
2. Sistem kardiovaskuler
3. Sistem pernafasan
Secara menetap (ireversibel).
Secara klinis tidak ditemukan refleks - refleks,
EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung
tidak terdengar, tidak ada gerakan pernafasan
dan suara pernafasan tidak terdengar pada
auskultasi.
DALAM TANATOLOGI DIKENAL
BEBERAPA ISTILAH : (3)
• Mati suri (suspend animation, apparent death)
adalah terhentinya ketiga sistem penunjang
kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran
sederhana. Dimana alat kedokteran yang canggih
masih dapat membuktikan bahwa ketiga sistem
tersebut masih berfungsi.
Contoh: Kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran
listrik dan tenggelam.
DALAM TANATOLOGI DIKENAL
BEBERAPA ISTILAH : (4)
• Mati seluler (mati molekuler)
– Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis.
– Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa:
1. Susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam empat menit
2. Otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai kira - kira dua jam
paska mati dan mengalami mati seluler setelah empat jam
DALAM TANATOLOGI DIKENAL
BEBERAPA ISTILAH : (5)
3. Dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1%
atau penyuntikan sulfas atropine 1% kedalam kamera okuli
anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin 0,5%
akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam paska mati
4. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska
mati dengan cara menyuntikkan subkuttan pilokarpin 2%
atau asetil kolin 20%
5. Spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari
dalam epididimis
6. Kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih
dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam paska mati.
DALAM TANATOLOGI DIKENAL
BEBERAPA ISTILAH : (7)
• Mati otak (batang otak)
Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak
dan serebelum.
DALAM TANATOLOGI DIKENAL
BEBERAPA ISTILAH : (6)
• Mati serebral
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang
ireversibel, kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sitem
pernafasan dan kardiovaskuler masih berfungsi
dengan bantuan alat.
PERUBAHAN - PERUBAHAN SETELAH
KEMATIAN (1)
• Fase dini
• Fase lanjutan
Fase dini
• Kardiovaskuler
• Susunan saraf
• Sistem pernapasan
• Kulit
• Mata
Fase lanjutan
1. Penurunan suhu (algor mortis)
2. Lebam mayat (livor mortis)
3. Kaku mayat (rigor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)
5. Dan lain - lain
1. Penurunan suhu / algor mortis (1)
• Prinsip :
adanya perbedaan suhu antara mayat dengan
lingkungan. Penghantaran panas secara konduksi
(antar lapisan jaringan-jaringan dengan tubuh
yang berbeda koefisien hantarnya) dan radiasi
serta evaporasi (dari permukaan tubuh mayat ke
lingkungan).
1. Penurunan suhu / algor mortis (2)
• Dimana:
1. Iklim yang dingin, penurunan suhu mayat
berlangsung cepat.
2. Iklim panas, kecepatan penurunan suhu mayat ini
adalah 2,50F / jam dalam 6 jam pertama. Enam
jam berikutnya, sekitar 1,50F / jam. Dalam 12 - 24
jam biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu
lingkungan sekitarnya.
1. Penurunan suhu / algor mortis (3)

• Rumus:
Jumlah jam setelah kematian =
suhu tubuh normal (98,40F) – suhu rectum
1,5
• dimana angka 1,5 diambil dari kecepatan
rata-rata penurunan suhu per jam (derajat
Fahrenheit yang setara dengan 0,90C - 10C),
pengukuran suhu rektal menggunakan
thermometer kimia yang panjang (long
chemical thermometer).
1. Penurunan suhu / algor mortis (4)
• Faktor yang
mempengaruhi :
1. Usia 6. Posisi tubuh
2. Jenis kelamin 7. Pakaian mayat
3. Suhu medium 8. Aliran udara
4. Suhu tubuh saat 9. Kelembaban udara
mati 10.Jenis medium
5. Bangun tubuh
1. Penurunan suhu / algor mortis (5)
• Kaloritas post mortem :
Keadaan dimana temperatur mayat meningkat
dalam 2 jam paska kematian, terjadi :
 Jika sistem regulasi suhu tubuh terganggu
sebelum kematian
 Jika terdapat aktivitas bakteri berlebih
 Adanya peningkatan suhu tubuh akibat kejang -
kejang
2. Lebam mayat / Livor mortis (1)
• Terjadi karena adanya gaya gravitasi yang
menyebabkan darah terkumpul pada bagian –
bagian tubuh terendah.
• Mula – mula mengumpul pada vena besar
kemudian pada cabang – cabangnya, sehingga
mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi
merah kebiruan
2. Lebam mayat / Livor mortis (2)
• Timbul dalam waktu kurang dari setengah jam
setelah mati
• Komplet dalam waktu 8 – 12 jam setelah mati
2. Lebam mayat / Livor mortis (3)
• Menetap karena perembesan darah ke jaringan
sekitar akibat rusaknya pembuluh darah
disebabkan oleh tertimbunnya sel – sel darah
dalam jumlah banyak, adanya proses hemolisa sel
– sel darah, dan kekakuan otot – otot dinding
pembuluh darah.
2. Lebam mayat / Livor mortis (4)
• Aspek medikolegal :
1. Tanda pasti kematian
2. Memperkirakan sebab kematian
3. Memperkirakan saat kematian
4. Menentukan posisi dari mayat
2. Lebam mayat / Livor mortis (5)
Perbedaan antara lebam mayat dengan memar
Lebam mayat Memar
Sifat
Letak Epidermal, karena pelebaran pembuluh Subepidermal, karena ruptur pembuluh
darah yang tampak sampai ke permukaan darah yang letaknya bisa superficial atau
kulit. lebih dalam.
Kutikula (kulit ari) Tidak rusak Rusak

Lokasi Terdapat pada daerah yang luas, terutama Terdapat disekitar, bisa dimana saja pada
luka pada bagian tubuh yang letaknya bagian tubuh tidak meluas.
rendah.
Gambaran Pada lebam mayat tidak ada elevasi dari Biasanya membengkak karena resapan
kulit. darah dan edema.
Pinggiran Jelas Tidak jelas
Warna Warnanya sama Memar yang lama warnanya bervariasi.
Memar yang baru berwarna lebih tegas
daripada lebam mayat disekitarnya.
Pada pemotongan Pada pemotongan, darah tampak dalam Menunjukkan resapan darah ke jaringan
pembuluh, dan mudah dibersihkan. Jaringan sekitar, susah dibersihkan jika hanya dengan
subkutan tampak pucat. air mengalir. Jaringan subkutan berwarna
merah kehitaman.
Dampak setelah Akan hilang walaupun hanya diberi Warnanya berubah sedikit saja jika diberi
penekanan penekanan yang ringan. penekanan.
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (1)
• Setelah mati metabolisme tingkat seluler masih
berjalan (terjadi pemecahan cadangan otot yang
menghasilkan energi)
• Energi digunakan untuk mengubah ADP  ATP.
• Bila glikogen habis, maka energi tidak terbentuk
lagi menyebabkan aktin dan miosin menggumpal
 otot kaku
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (2)
• Mula – mula terjadi pada otot – otot kecil  otot
– otot yang lebih besar
• Menyebar dari atas ke bawah
• Dibuktikan dengan memeriksa persendian.
• Tampak kira – kira 2 jam setelah mati
• Menetap setelah kira – kira 24 – 36 jam dan
kemudian turun perlahan
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (3)
• Faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat
:
1. Lingkungan
2. Usia
3. Cara kematian
4. Kondisi otot
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (4)
• Kaku mayat harus dapat dibedakan dengan :
1. Spasme kadaver
2. Heat stiffening
3. Cold stiffening
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (5)
1. Spasme kadaver
– Disebabkan oleh habisnya cadangan glikogen
dan ATP yang menetap setempat karena
kelelahan atau emosi yang hebat sebelum
meninggal
– Kepentingan medikolegal :
Untuk menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (6)
Perbedaan antara kaku mayat dengan spasme kadaver

Kaku mayat Spasme kadaver


Perbedaan

Mulai timbul 1-2 jam setelah meninggal Segera setelah meninggal


Faktor predisposisi - Kematian mendadak, aktivitas
berlebih, ketakutan, terlalu lelah,
perasaan tegang, dll

Otot yang terkena Semua otot, termasuk otot volunter Biasanya terbatas pada satu kelompok
dan involunter otot volunteer.

Kaku otot Tidak jelas, dapat dilawan dengan Sangat jelas, perlu tenaga yang kuat
sedikit tenaga untuk melawan kekakuannya

Kepentingan dari segi Untuk perkiraan saat kematian Menunjukkan cara kematian, yaitu
medikolegal bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan.

Kematian sel Ada Tidak ada

Rangsangan listrik Tidak ada respon otot Ada respon otot


3. Kaku mayat / Rigor Mortis (7)
2. Heat stiffening
– Terjadi akibat koagulasi protein otot oleh
panas
– Otot berwarna merah muda, kaku, mudah
robek
– Dijumpai pada korban mati pada gedung yang
terbakar
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (8)
• Perbedaan kaku mayat dengan kaku karena
panas :
1. Adanya tanda berupa bekas terbakar pada
permukaan mayat pada kaku karena panas
2. Pada kasus kekakuan karena panas, otot dan
sendi akan mengalami laserasi jika dipaksa
diregangkan
3. Pada kaku karena panas, kekakuan terus
berlanjut sampai proses pembusukan
3. Kaku mayat / Rigor Mortis (9)
3. Cold stiffening
Disebabkan oleh pembekuan cairan di sendi atau
di dalam sel – sel otot atau jaringan interstitial,
pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot.
4. Pembusukan (1)
• Merupakan proses degenerasi jaringan karena
proses otolisa dan aktivitas mikroorganisme.
• Faktor yang mempengaruhi :
– Internal
• Umur
• Keadaan mayat
• Sebab kematian
4. Pembusukan (2)
– Faktor Eksternal
• Suhu
• Media
• Kelembaban
• Mikroorganisme
4. Pembusukan (3)
• Tanda – tanda pembusukan :
1. Warna kehijauan pada perut dinding perut
sebelah kanan bawah
2. Pelebaran pembuluh darah vena superfisial
3. Muka membengkak
4. Perut menggembung
5. Skrotum membengkak
6. Kulit terlihat gelembung
4. Pembusukan (4)
• Tanda – tanda pembusukan(2):
6. Cairan darah keluar dari lubang hidung atau
mulut
7. Bola mata menjadi lunak
8. Lidah dan bola mata menonjol
9. Dinding perut atau dada pecah akibat tekanan
gas
10.Kuku dan rambut lepas
11.Organ – organ dalam membusuk dan
kemudian hancur
4. Pembusukan (5)
• Pembusukan dalam air
– Pembusukan akan lebih lambat terjadi
dibandingkan udara terbuka, tetapi setelah mayat
dikeluarkan dari air maka pembusukan akan
berlangsung cepat, kurang lebih 16x dari biasanya
– Faktor yang mempengaruhi :
• Kejernihan air
• Aliran air
• Kedalaman
5. Adiposera (1)
• Merupakan bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak dan berbau tengik yang terjadi
pada jaringan lunak tubuh pasca kematian
• Dapat terjadi di sembarang lemak tubuh tapi letak
superfisial adalah yang pertama kali terkena
5. Adiposera (2)
• Faktor yang mempermudah :
– Kelembaban dan lemak tubuh yang cukup
– Udara yang hangat
– Invasi bakteri endogen ke jaringan pasca
kematian
• Faktor yang menghambat :
– Air yang mengalir
– Udara yang dingin
5. Adiposera (3)
• Mant mengatakan bahwa udara hangat diperlukan
untuk pembentukan adiposera, tapi sepertinya
prosesnya tetap akan muncul walaupun dikubur di
tanah yang dalam atau terkena udara yang dingin.
Aktivitas dini dari Clostridium perfringens
memungkinkan terjadinya reaksi tersebut karena
bakteri ini memproduksi lesitinase yang
memfasilitasi proses hidrolisis dan hidrogenasi.
5. Adiposera (4)
• Bentuk adiposera sebenarnya menghambat
pembusukan dengan cara meningkatnya keasaman
pada jaringan dan dehidrasi yang menyebabkan
konsumsi akan air pada hidrolisis, serta
pertumbuhan organisme pembusukan yang
melambat
6. Mumifikasi (1)
• Merupakan suatu cara penghormatan bangsa
Persia terhadap bangsawannya dengan cara
mengawetkan mereka dengan lilin
• Biasanya mucul pada keadaan yang kering, juga
dapat timbul pada keadaan yang membekukan
• Syarat mumifikasi : lingkungan yang panas dan
aliran udara yang baik, serta tidak adanya
kontaminasi bakteri
6. Mumifikasi (2)
• Biasanya pada penampakannya kadang disertai
wana putih, hijau, atau hitam yang dibentuk oleh
koloni jamur
6. Mumifikasi (3)
• Tanda – tanda mumifikasi :
– Mayat menjadi kecil
– Kering
– Mengkerut dan melisut
– Warna coklat kehitaman
– Kulit merekat erat dengan tulang dibawahnya
– Tidak berbau
– Keadaan anatomi masih utuh
KESIMPULAN
• Guna thanatologi
– Untuk diagnosis kematian
– Penentuan saat kematian
– Perkiraan sebab kematian
DAFTAR PUSTAKA
• Bagian Kedokteran Forensik FK UI, Ilmu Kedokteran Forensik cetakan kedua, Jakarta :
1997.
• Chadha, P. Vijay, Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi Edisi V (handbook of
Forensic medicine & toxicology Medical Jurisprudence), Widya Medika, Jakarta, 1995.
• Dahlan, Sofwan, Ilmu Kedokteran Forensik : Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum, Balai Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.
• http://chemistry.about.com/es/biochemistry/a/aa061903a.htm.
• http://en.wikipedia.org/wiki/Rigor_mortis.
• http://www.autopsyvideo.org/images/Livor%20Mortis125.jpg.
• http://www.deathreference.com/Py_Se/Rigor-mortis-and-other-Postmprtem-
Changes.html.
• http://www.freewebs.com/dekomposisi_postmortem/perubahanpascamati.htm.
• http://www.freewebs.com/forensicpathology/kakumayat.htm.
• http://www.Forensic_Room-Interesting,and-Applicable.htm.
• http://www.pikiranrakyat.com/erwin-k/mummifikasi.htkepustakaan.
• http://www.tanda-mati.htm.
• Knight, Bernard, Forensic Phatology second edition, Arnold, Oxford University Press
Inc : 1996.
• Perdanakusuma, Musa, Bab – bab Tentang Kedokteran Forensik, Ghalia Indonesia,
Jakarta : 1983 .
• Ranoemihardja, R.Atang, Ilmu Kedokteran Kehakiman : Forensic Science, Tarsito,
Bandung : 1991.
PERTANYAAN
• Pada keadaan bagaimana kadaverik spasme
terasa lebih hangat dibandingkan kaku mayat
bila saat kematian sama?
• Guna mempelajari thanatologi ?
• Kenapa pada pembusukan yang ditemukan
dalam air, setelah mayat dikeluarkan dari
dalam air, peningkatan pembusukan 16x lebih
cepat ?
• Jenis air asin atau air tawar mempengaruhi
proses pembusukan atau tidak ?

Anda mungkin juga menyukai