Dasar Dasar Filsafat21
Dasar Dasar Filsafat21
BERBICARA/BERPIKIR.
BERBICARA/BERPIKIR ADALAH BERTANYA.
BERTANYA ADALAH MENCARI JAWABAN.
MENCARI JAWABAN ADALAH MENCARI
KEBENARAN.
MENCARI KEBENARAN TENTANG TUHAN, ALAM
DAN MANUSIA.
TEORI KEBENARAN
(THEORY OF TRUTH)
I. TEORI KOHERENSI/KONSISTENSI
(The Consistence/Coherence Theory of Truth):
1) Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui,
diterima dan diakui sebagai benar.
2) Suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran)
oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima
dan diakui benarnya.
Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Fulan adalah seorang manusia. Si Fulan
pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai
puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.
Teori ini dianut oleh mazhab idealisme. Penggagas teori ini adalah Plato (427-
347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.), selanjutnya dikembangkan oleh
Hegel dan F.H. Bradley (1864-1924).
Kritik terhadap teori ini adalah “tidak mungkinkah terdapat kumpulan
proposisi yang koheren yang semuanya salah”?
2. TEORI KORESPONDENSI
(The Correspondence Theory of Thruth):
Kebenaran adalah kesesuaian antara pernya-
taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesu-
atu itu sendiri. Contoh: “Ibu kota Republik
Indonesia adalah Jakarta”.
Teori ini digagas oleh Aristoteles (384-322 S.M.),
selanjutnya dikembangkan oleh Bertrand Russel
(1872-1970). Penganut teori ini adalah mazhab
realisme dan materialisme.
Kritik: how can we compare our ideas with
reality? Apabila sudah diketahui kenyataan
mengapa perlu dibuat perbandingan, padahal
kebenaran sedang dimiliki?
3. TEORI PRAGMATIS
(The Pragmatic Theory of Truth):
“kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis”; dengan kata lain, “suatu pernyataan
adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia”. Kata kunci teori ini
adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability),
akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory
consequencies).
Pencetus teori ini adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan
William James.
Kritik: betapa kabur dan samarnya pengertian berguna
(usefull) itu.
INSTRUMEN UNTUK MENCARI KEBENARAN
1. ILMU PENGETAHUAN
2. FILSAFAT
3. AGAMA
ILMU PENGETAHUAN
1. Pengertian
2. Objek Ilmu Pengetahuan
3. Cabang-cabang Ilmu Pengetahuan
4. Sikap Ilmiah
5. Fungsi Ilmu Pengetahuan
6. Metode Ilmu Pengetahuan
7. Batas dan Relativitas Ilmu Pengetahuan
Pengertian
Ilmu Humaniora
Ilmu (ilmu agama, filsafat,
Ilmu Peng. Alam
Kemasyarakatan Bahasa, seni, jiwa,
Sejarah dsb.)
Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh
setiap ilmuwan dalam melakukan tugasnya (mempelajari,
meneruskan, menolak/menerima serta mengubah/
menambah suatu ilmu).
Sikap yang seharusnya dimiliki oleh ilmuwan adalah:
1. skeptif (ragu dan sanksi),
2. penasaran (minat, hasrat dan semangat),
3. objektif (menghindari sikap subjektif, emosi, prasangka),
4. jujur intelektual
5. lain-lain (rendah hati, lapang dada, toleran, sabar dsb.).
Fungsi Ilmu Pengetahuan
Fungsi ilmu pengetahuan adalah:
1. Deskriptif,
2. Pengembangan,
3. Prediksi,
4. Kontrol.
Tegasnya, fungsi ilmu pengetahuan adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia di dalam
pelbagai bidangnya.
Metode Ilmu Pengetahuan
1. Koleksi
2. Observasi
3. Seleksi
4. Klasifikasi
5. Interpretasi
6. Generalisasi
7. Perumusan hipotesis
8. Verifikasi/pengujian
9. Evaluasi/penilaian
10. Perumusan teori
11. Perumusan dalil/hukum.
Batas dan relativitas ilmu pengetahuan:
1. Tidak semua persoalan manusia dapat dijawab oleh
ilmu pengetahuan.
2. Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu “positif”
(sampai saat ini) dan “relatif” (tidak mutlak).
3. Masalah-masalah yang di luar jangkauan ilmu
pengetahuan diserahkan kepada filsafat.
FILSAFAT
1. PENGERTIAN
2. APA YANG MENDORONG TIMBULNYA
FILSAFAT
3. MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT
4. CARA MEMPELAJARI FILSAFAT
5. OBJEK PENELITIAN FILSAFAT
6. SISTEMATIKA FILSAFAT
1. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara bahasa, kata filsafat (bhs. Yunani) berasal dari kata philo dan sofia. Philo
artinya cinta, sophia artinya hikmah, kebijakan. Jadi filsafat berarti cinta
kebijakan (the love of wisdom).
Walaupun kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, dan orang Yunani Purba
sudah mempunyai tradisi filsafat 500 tahun S.M., tidaklah berarti hanya orang
Yunanilah yang sudah berfilsafat. Azad (dalam Radhakrishna ed., 1952: 14)
menjelaskan: “kita mengetahui bahwa Mesir dan Irak telah mengembangkan
tingkat peradaban yang tinggi jauh sebelum Yunani. Kita pun mengetahui bahwa
filsafat Yunani yang paling awal dipengaruhi oleh hikmah Purba Mesir. Plato
dalam tulisan-tulisannya menimba hikmah para pendeta Mesir dengan cara yang
menunjukkan betapa otoritas mereka itu sebagai sumber pengetahuan yang
tidak dapat disangkal. Bahkan Aristoteles maju lebih jauh lagi dan mengatakan
bahwa para pendeta Mesir Purba adalah para filsuf pertama di dunia ini ….”
Selain Mesir Purba, yang memiliki tradisi filsafat lebih tua daripada Yunani
adalah India dan Cina.
Secara istilah arti filsafat adalah:
1. “ilmu istimewa” yang mencoba menjawab
masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh
ilmu pengetahuan biasa, karena masalah-
masalah termaksud di luar jangkauan ilmu
pengetahuan biasa.
2. Hasil daya upaya manusia dengan akal budinya
untuk memahami secara radikal dan integral
serta sistematik hakikat segala yang ada
(Tuhan, alam semesta dan manusia).
Objek Filsafat:
1. Objek Materia: segala sesuatu yang menjadi
masalah filsafat, segala sesuatu yang
dimasalahkan oleh atau dalam filsafat; yakni
segala yang ada yang meliputi hakikat Tuhan,
alam dan manusia.
2. Objek Forma: mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya (radikal) tentang objek
materia filsafat (yakni segala sesuatu yang ada
dan yang mungkn ada).
TUJUAN, FUNGSI DAN GUNA
Tugas filsafat bukanlah sekedar mencerminkan semangat
masa di mana kita hidup melainkan membimbingnya maju.
Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menempat-
kan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan-
jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan
kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak ma-
nusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggo-
longan berdasarkan nasional, rasial dan keyakinan ke-
agamaan mengabdi kepada cita-cita mulia kemanusiaan.
Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal,
baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat
1. Titik singgung
1) historis: pada mulanya filsafat identik dengan ilmu pengetahuan; filsuf
identik dengan ilmuwan.
2) objek materia ilmu ialah alam dan manusia; objek materia filsafat ialah
alam dan manusia (serta masalah ke-Tuhan-an).
2. Perbedaan
1) objek forma ilmu:
mencari keterangan terbatas sejauh terjangkau pembuktian penelitian,
percobaan dan pengalaman manusia; objek forma filsafat: mencari keterangan
sedalam-dalamnya, sampai ke akar persoalan, sampai ke sebab-sebab dan ke
“mengapa” terakhir, sepanjang kemungkinan yang ada pada akal-budi
manusia berdasarkan kekuatannya.
2) objek materia filsafat:
(1) masalah Tuhan, yang sama sekali di luar jangkauan ilmu pengetahuan
biasa,
2) masalah alam, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan biasa,
3) masalah manusia, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan biasa.
Cabang-cabang Filsafat:
1. Aliran Metafisika
2. Aliran Etika
3. Aliran Teori Pengetahuan
METAFISIKA
Metafisika berasal dari bahasa Yunani, Ta Meta Ta
Phisica yang berarti sesudah, melampaui, atau di
belakang realitas fisik. Jadi, metafisika berarti ada
melampaui realitas fisik. Sesuatu yang ada di balik
realitas fisik atau melampaui realitas fisik disebut
hakikat.
Karena filsafat, secara keseluruhan, memelajari hakikat,
maka metafisika selain sebagai bagian dari filsafat, juga
dapat dipandang sebagai suatu metode bagi filsafat,
yaitu bagi semua bagian filsafat.
Persoalan dasar yang dipelajari Metafisika ada dua, yaitu:
ada dan substansi.
ADA
Ada sesuatu yang ada dan ada sesuatu yang tidak ada.
Dengan demikian, baik yang ada maupun yang tidak ada
keduanya ada.
Segala sesuatu yang ada memiliki ciri-cirinya yang hakiki.
“Apakah ciri-ciri hakiki dari segala sesuatu itu”. Metafisika
menyatakan bahwa ciri hakiki dari segala sesuatu itu yang
ada itu adalah “ada”, sebab “ada” ini merupakan dasar dan
sebab kesesuaian di antara semua yang ada.
Ada meemiliki tingkatan: tingkat rendah, menengah,
tinggi, dan mutlak/tertinggi.
Ada tingkat rendah: benda-benda yang adanya itu
hanya sekedar ada.
Ada menengah: hewan yang adanya dikuasai oleh
nalurinya.
Ada tingkat tinggi: manusia yang dirinya menyadari
keberadanya.
Ada dalam tingkat mutlak/tertinggi: sumber dari segala
yang ada, tidak berubah, causa prima, pasti adanya, dan
abadi (Tuhan).
SUBSTANSI
Secara umum substansi dapat disebut benda. Persoalan
yang timbul adalah: “Apakah benda itu dapat
dibedakan dari sifat-sifatnya?” “Apakah di belakang
sifat-sifat yang berubah itu ada sesuatu yang tidak
berubah?”
1. Realitas benda
2. Kosmologi
3. Antropologi
4. Teologi
REALITAS BENDA
Apakah realitas benda itu sesuai dengan penampakan-
nya (appearance) atau sesuatu yang bersembunyi di ba-
lik penampakan itu? Menjawab pertanyaan itu muncul
5 aliran, yaitu:
1. Materialisme: hakikat benda adalah materi.
2. Idealisme: hakikat benda adalah ruhani.
3. Dualisme: hakikat benda ada 2, yaitu material dan
immaterial/benda dan roh.
4. Skeptisisme: ragu apakah manusia mengetahui
hakikat.
5. Agnotisisme: manusia tidak dapat mengetahui
hakikat benda.
KOSMOLOGI
Kosmologi adalah filsafat yang menyelidiki hakikat asal,
susunan, tujuan alam besar, bagaimana ia menjadi,
bagaimana ia berevolusi, dan sebagainya.
ANTROPOLOGI
Etika (ethics) berari moral, etiket (etiqutte) berarti sopan santun. Dua kata ini memiliki persamaan dan
perbedaan makna.
Persamaannya adalah:
Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia.
Baik etika maupun etiket mangatur perilaku manusia secara normatif; artinya, memberi norma bagi perilaku
manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Perbedaannya adalah:
1) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Etiket menunjukkan cara yang tepat atau
cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma tentang perbuatan itu
sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
2) Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain maka etiket tidak berlaku.
Etika selalu berlaku, ada atau tidak ada orang lain.
3) Etiket bersifat relatif.
Etika lebih absolut.
4) Etiket hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja.
Etika menyangkut manusia dari segi dalam.
PERANAN ETIKA DALAM MASYARAKAT
1. Masyarakat tradisional (homogen dan agak tertutup): nilai-nilai dan norma-norma
itu tidak pernah dipersoalkan. Secara otomatis orang menerima nilai dan norma
yang berlaku. Individu dalam masyarakat itu tidak berpikir lebih jauh. Nilai dan
norma etis dalam masyarakat ini bersifat implisit. Akan tetapi ia bisa menjadi
eksplisit bila nilai itu ditantang atau dilanggar karena perkembangan baru.
1. Agama
2. Kebudayaan
3. Nasionalisme
MORAL DAN AGAMA