Anda di halaman 1dari 21

Kelom

pok 1

Hukum Adat Perkawinan


Dosen Pengampu : Ulfia Hasanah,S.H.M.Kn
Kelompok 1

Desi Amelia Jelita David Charlos Anisa Bulqis Dewi Angel


Ratnawati.S Putri 2109111430 Zahra Caroline
2109112140 2109111650 2109112509 2109112515
Subjek Hukum Perkawinan

Bentuk-Bentuk Perkawinan

Tujuan Perkawinan Adat

Sistem Perkawinan

Subjudul Adat Pelamaran

Acara dan Upacara Perkawinan

Asas Hukum Perkawinan Adat

Harta Perkawinan

Sahnya Perkawinan

Akibat Putusnya Perkawinan


Subjek Hukum Perkawinan

Pembahasan tentang subjek hukum perkawinan pada


dasarnya berarti membicarakan mengenai siapa yang
boleh melangsungkan perkawinan dengan siapa.
perkataan siapa yang mengandung arti bahwa yang
dapat melangsungkan perkawinan itu hanyalah subjek
hukum yang dinamakan pribadi kodrati. tetapi, kiranya
tidak setiap pribadi kodrati yang dapat melangsungkan
perkawinan.
aw inan
tuk P er k
k-B e n Perkawinan Meneruskan Perkawinan Mengganti
Bentu Merupakan kelanjutan Merupakan kelanjutan
perkawinan jujur sehingga tidak perkawinan jujur dan tidak
Perkawinan Adat Mengabdi perlu adanya pembayaran jujur perlu adanya pembayaran
Lanjutan dari perkawinan jujur kembali. Perkawinan ini terjadi jujur namun peristiwa yang
yang tertunda. Pengabdian hingga karena istri yang pertama terjadi pada perkawinan
jujur itu terlunasi biasanya suami meninggal dikawinkan dengan kedua karena suami yang
bersama istri akan bekerja pada saudara perempuannya. pertama meninggal,
orangtua istri, anak-anak mereka sehingga dikawinkan
masih berada dipengawasan saudara laki-laki dari
mertua dan masuk dalam marga suaminya.
(clan) dari mertua laki-laki.
Perkawinan Mengambil Anak
Perkawinan mengambil anak pada
konsep patrilinial ini terjadi karena
Perkawinan Adat Jujur hukum adat perkawinan
Kawin jujur merupakan bentuk memperkenankan seorang ayah
perkawinan di mana pihak laki- mengambil anak laki-laki untuk
laki memberikan jujur kepada dikawinkan dengan anak
pihak perempuan. perempuannya, dengan maksud agar
pria itu menjadi anaknya sendiri beserta
keturunannya mengikuti marga(klan)
menantunya tersebut.
kaw inan Perkawinan Campuran
P er
entuk
Bentuk perkawinan campuran pun
k-B
Bentu dikenal dalam hukum perkawinan
adat. Misalnya adanya upacara Perkawinan Gantung
pengangkatan marga bagi Bentuk Perkawinan Adat
Perkawinan Karang Walu suami/istri yang bukan berasal
Bentuk perkawinan Bilateral ini Gantung ini terjadi karena
dari klan batak, sekarang ini baik
terjadi pada masyarakat jawa, setelah mau pun sesudah calon istrinya masih anak
atau tungkat dalam bahasa penikahan mereka dapat dibawah umur sedangkan
masyarakat pasemah. Bentuknya dilangsungkan pengangkatan pria sudah dewasa
adalah perkawinan duda dengan marga/boru tersebut. Perkawinan Mangguh Kaya
seorang perempuan dari Bentuk perkawinan antara pria
almarhum istrinya. kaya dan perempuan miskin, atau
sebaliknya perkawinan
ngalindung kagelung antara
Perkawinan Semenda perempuan kaya dengan pria
Bentuk Perkawinan Adat semendo miskin
banyak terjadi pada masyarakat Perkawinan Lari
matrilineal, yaitu mempertahankan ketika seorang pria diam-diam
garis keturunan ibu. Tidak ada telah mengadakan sepakat
dengan perempuan untuk
pembayaran jujur dalam
kawin lari, atau diam-diam laki-
perwakinan semendo laki membawa lari perempuan,
atau perempuan datang sendiri
ketempat laki-laki.
Tujuan Perkawinan
Untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan
menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan,
untuk kebahagiaan rumah tangga keluarga atau kerabat,
untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian,
serta untuk mempertahankan kewarisan. Karena di
Indonesia sistem keturunan dan kekerabatan antara suku
bangsa yang satu dengan yang lain berbeda, maka tujuan
perkawinannya berbeda, begitu juga dengan akibat hukum
dan upacara perkawinannya
Tujuan Perkawinan menurut :
• Masyarakat Matrilineal
• Masyarakat Patrilineal
Sistem Perkawinan

Eksogami eleutherogami
Endogami

Merupakan sebuah sistem masyarakat diharuskan untuk melakukan


perkawinan yang mengharuskan perkawinan dengan orang yang berasal dari Merupakan sistem perkawinan
kawin dengan pasangan hidup suku lain karena menikah dengan yang yang tidak mengenal adanya
yang satu suku atau satu berasal dari suku sendiri merupakan berbagai larangan dan keharusnya
keturunan (seklan) dan melarang larangan. Namun sekarang mengalami seperti sistem perkawinan
dilangsungkannya perkawinan pelunakan dan cakupannya diperkecil endogami dan eksogami.
dengan orang yang berasal dari
suku atau klan lain
Untuk dapat melangsungkan ikatan perkawinan guna
membentuk keluarga atau rumah tangga Bahagia, harus Adat Pelamaran
dilakukan dengan sistem pelamaran, yaitu adanya
pelamaran dari pihak yang satu ke pihak yang lain.

Pertemuan Muda-Mudi

Dengan adanya pertemuan muda-mudi yang membuat


semakin akrab , barulah kemudian dilanjutkan
dengan lamaran orang tua. Dimana orang tua atau
kerabat kedua belah pihak mengadakan perundingan
untuk mewujudkan perkawinan anak mereka.
Cara Melamar

Tata cara pelamaran berbeda tiap daerah, namun pada


umumnya pelamaran itu dilakukan oleh pihak keluarga atau
kerabat pria kepada pihak keluarga atau kerabat Wanita.
Tetapi dapat juga terjadi sebaliknya, sebagaimana di
lingkungan masyarakat Minangkabau atau di Rejang
Bengkulu, pelamaran berlaku oleh pihak Wanita kepada
pihak pria .
Cara Melamar

Kemudian kedua pihak melanjutkan perundingan


untuk mencapai kesepakatan tentang hal-hal
sebagai berikut:
• Besarnya uang jujur
• Besarnya uang permintaan
• Bentuk perkawinan dan kedudukan suami isteri
setelah perkawinan
• Perjanjian-perjanjian perkawinan
• Kedudukan harta perkawinan
• Acara dan upacara adat perkawinan
• Waktu dan tempat upacara, dan lain-lain
Acara Perkawinan
Acara perkawinan
dilakukan menurut
keyakinan yang dianut,
misalnya perkawinan
menurut agama Islam
ialah dengan melakukan
ijab Kabul antara bapak
atau wali mempelai
Wanita dan mempelai pria
dengan disaksikan oleh
dua orang saksi, di dalam
suatu majellis.
Upacara Perkawinan

Di kalangan masyarakat tidak cukup hanya melaksanakan


perkawinan tetapi harus melakukan upacara adat tertentu.
Upacara adat dapat dilakukan dengan kecil atau besar-besaran.
Upacara adat yang kecil biasanya hanya menyembelih ayam
beberapa ekor, sedangkan upacara adat menengan dilakukan
dengan menyembelih beberapa ekor kambing, dan yang tinggi
dilakukan dengan menyembelih beberapa kerbau atau sapi
Rangkaian upacara adat yang dilakukan besar-besaran :
• Upacara membawa tanda lamaran
• Upacara perkenalan
• Upacara peresmian
• Upacara melepas dan mengantar
• Upacara pelaksanaan perkawinan
• Upacara pemberian gelar-gelar
• Upacara makan bersama
• Upacara kunjungan keluarga
Adapun beberapa asas yang menjadi dasar dalam perkawinan
adat menurut Hilman Hadikusuma

Perkawinan tidak saja harus sah


dilaksanakan menurut hukum agama
dan atau kepercayaan, tetapi juga
harus mendapat pengakuan dari para
anggota kerabat.

01 02 03

Perkawinan Bertujuan Perkawinan dapat dilakukan oleh


membentuk keluarga rumah seorang pria dengan beberapa wanita
tangga dan hubungan sebagai isteri yang kedudukannya
kekerabatan yang rukun dan masing-masing ditentukan menurut
damai, bahagia dan kekal. hukum adat setempat.
Adapun beberapa asas yang menjadi dasar dalam perkawinan
adat menurut Hilman Hadikusuma

Perkawinan boleh dilakukan oleh pria dan Keseimbangan kedudukan antara suami dan
wanita yang belum cukup umur atau isteri berdasarkan ketentuan hukum adat
masih anak-anak. Begitu pula walaupun yang berlaku, ada isteri yang berkedudukan
sudah cukup umur perkawinan harus sebagai ibu rumah tangga dan ada isteri
berdasarkan izin orang tua/keluarga dan yang bukan ibu rumah tangga.
kerabat.

04 05 06 07

Perkawinan harus didasarkan atas Perceraian ada yang dibolehkan dan


persetujuan orang tua dan anggota ada yang tidak diperbolehkan.
kerabat. Masyarakat adat dapat Perceraian antara suami dan isteri
menolak kedudukan suami atau isteri dapat berakibat pecahnya hubungan
yang tidak diakui masyarakat adat. kekerabatan antara dua pihak.
Harta Perkawinan

Harta bersama suami isteri adalah semua harta yang diperoleh


suami dan isteri sejak saat peresmian perkawinan sampai
berakhirnya perkawinan itu, baik harta itu merupakan harta
yang bergerak atau tidak bergerak, baik harta itu merupakan
hasil usaha suami sendiri atau hasil usaha isteri sendiri atau
hasil usaha suami dan isteri bersama-sama
Meskipun pembagian harta gono-gini di berbagai daerah boleh
dikatakan hampir sama,tetapi ada juga yang dibedakan berdasarkan
konteks budaya lokal masyarakatnya. Salah satu contoh di mana hukum
adat yang cenderung tidak memberlakukan konsep harta gono-gini,
yaitu di daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Menurut hukum adat
Lombok, perempuan yang bercerai pulang kerumah orangtuanya
dengan hanya membawa anak dan barang seadanya, tanpa mendapat
hak gono-gini.
Sahnya Perkawinan

Sahnya perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat


hukum adat di Indonesia tergantung pada agama yang dianut
masyarakat adat bersangkutan. Bagi mereka yang menganut
agama Islam, maka sahnya perkawinan adalah melalui cara akad
nikah. Bagi mereka yang beragama Kristen, maka sahnya
perkawinan melalui upacara pemberkatan yang dilakukan
digereja.
Adapun sebab-sebab dari putusnya perkawinan :
1. Istri berzinah
2. Tidak memperoleh keturunan dan suami meninggal dunia (minta cerai dari jabu
asal suaminya – Batak)
3. Impotensi Suami
4. Suami meninggalkan istri sangat lama ataupun istri berkelakuan tidak sopan
5. Adanya keinginan dari kedua belah pihak untuk bercerai
6. Karena kerukunan rumah tangga tidak dapat dipertahankan dengan sungguh-
sungguh (Lampung)
7. Karena campur tangan pihak mertua sudah terlalu jauh dalam soal rumah
tangga mereka (Aceh)
 
Daftar Pustaka
Soerojo Wignjodipoero, 1989, Pengantar Dan Asas Hukum Adat, Bandung
Hadikusuma, 2014, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia , Bandar Lampung
R.Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta, Pradya Paramita,1989)
Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, (Semarang, Universitas Diponegoro, 2011)
Dewi, Gemala. Hukum Adat Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2021.
Soetoto, Erwin Owan Hermansyah, Zulkifli Ismail, and Melanie Pita Lestari. Buku Ajar
Hukum Adat. Malang: Madza Media, 2021.
Darmabrata, Wahjono dan Ahlan Sjarif Surini,Hukum Perkawinan dan Keluarga diIndonesia.
Jakarta: Universitas Indonesia.2016
Satrio, J, Hukum Harta Perkawinan. Citra Aditya Bakti. Bandung, 1993
uin-suka.ac.id/id/eprint/33958/1/Riyanta - Harta Bersama Suami Isteri-dikonversi.pdf
Soekanto, Soerjono. 1981. Hukum Adat Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers
http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/hukum-perkawinan-adat-bentuk-
bentuk.html
http://serlania.blogspot.co.id/2012/01/hukum-perkawinan-adat.html
Kesimpulan
Thank
You
Ada p
ertan
yaan?

Anda mungkin juga menyukai