Fiqh Air
Fiqh Air
IPTEKS dalam
Kehidupan Kontemporer
AIK VI: Islam dan Ilmu Pengetahuan
Fiqh Air
Ir.
A
01. Problem
Krisis Air
Air dibutuhkan alam untuk keberlangsungan hidup hewan dan tumbuhan. Semua
organisme yang hidup di dunia memiliki kebergantungan mutlak pada unsur air. Oleh
karena itu, air menjadi kebutuhan pokok dan dianggap sebagai salah satu hak asasi
manusia (water as human right) yang harus terpenuhi.
Konsumsi Kesehatan
Ekosistem
Sanitasi
Energi
Agrikultur
Nilai penting air bagi kehidupan seperti digambarkan dalam al-Quran sayang sekali ternyata
tidak berbanding lurus dengan kenyataan aktual yang dihadapi manusia terkait dengan air.
Dewasa ini air menjadi salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh umat manusia di
planet bumi. Telah terjadi apa yang disebut dengan “krisis air” yang bersifat akut dan
berskala global, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas air. Secara umum faktor penyebab
krisis air adalah kehendak alam itu sendiri dan yang paling penting karena cara pandang serta
perilaku eksploitatif manusia sebagai pengguna air.
Pesatnya Industrialisasi
pertumbuhan 01 di berbagai
populasi sektor
Faktor 02
04 Penyebab Krisis
Air
Eksploitasi
Perubahan iklim 03 Lingkungan
Contoh Krisis Air di Indonesia Ketiadaan air yang layak (dalam pengertian bersih dan mencukupi)
menyebabkan masalah serius bagi kesehatan masyarakat.. Potensi
konflik air sangat terbuka lebar di Indonesia, terutama disebabkan
sungai yang mengalir lintas wilayah kabupaten, provinsi, atau
negara. Di satu provinsi di pulau Jawa konflik tersebut bahkan
Beberapa wilayah di Indonesia sudah sudah muncul, karena wilayah (kabupaten) yang menjadi hulu
mengalami kelangkaan air baku, dan sungai meminta kompensasi atas penggunaan mata air di
beberapa wilayah lainnya masih dalam wilayahnya. Ketika tarif yang ditetapkan tidak dibayar oleh wilayah
status potensial. Penyebab dari yang tinggal di hilir, penyaluran air dikurangi sehingga berakibat
kelangkaan tersebut adalah akibat dari masyarakat di hilir tidak lagi mendapat air bersih.
01
tidak seimbangnya antara ketersediaan
dan kebutuhan air serta karena kondisi
geografis yang kurang menguntungkan,
seperti tinggal di pegunungan dan
Kelangkaan Air
Baku 02 Konsumsi Air Tidak Layak
di pesisir.
04
Bencana Banjir dan Longsor 03 Kerusakan Hutan
Dari berbagai konteks penyebutan air dalam al-Quran, kemudian didukung dengan
hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., pandangan Islam tentang air dapat
dikategorisasikan dalam beberapa sub-tema, yaitu: sumber dan siklus air,
pengelompokan air, fungsi air, pola hubungan manusia dan air, dan pengelolaan air.
01 Sumber dan Siklus Air
Dari aspek hidrologi, air hujan berawal dari air yang ada di
bumi, kemudian menguap menjadi awan, lalu digerakkan
angin, turun menjadi hujan, yang setelah sampai di bumi
mengisi sumber-sumber air, kemudian sebagiannya yang
tidak dikonsumsi dan tidak teralirkan menguap lagi menjadi
awan, lalu turun menjadi hujan. Sebagian dari siklus air itu
digambarkan secara tersurat dalam Q.S. Fatir (35): 9,
01 Sumber dan Siklus Air
Air tawar jelas manfaatnya bagi kehidupan makhluk, terutama untuk diminum. Air asin/pahit juga diciptakan
Allah Swt. dengan membawa manfaat. Dalam kedua jenis air, baik air tawar maupun air asin, dapat hidup
ikan-ikan yang segar untuk dimakan manusia dan dapat digali bahan-bahan perhiasan untuk dipakai manusia
[Q.S. al-Nahl (16): 14]. Dalam air tawar terdapat kandungan zat kimia, seperti oksigen, dan dalam air asin
terdapat kandungan garam. Kedua kandungan ini, sangat diperlukan makhluk hidup.
03 Fungsi Air
Air diciptakan Allah Swt. untuk kehidupan dan tidak ada kehidupan tanpa air. Sehubungan
dengan itu, ada delapan fungsi kontributif air bagi kehidupan.
Kelima, air dalam volume yang besar, seperti sungai dan laut,
berfungsi sebagai lahan transportasi bagi bahtera yang membawa
apa yang berguna bagi manusia, demikian Q.S. al-Baqarah (2):
164 mengungkapkan,
03 Fungsi Air
Selain fungsi kontributif, al-Quran menjelaskan juga fungsi destruktif (merusak) air. Dalam volume yang
besar, seperti air banjir, dan keadaan berubah rasanya atau berubah warnanya, air dapat berbahaya,
bahkan menjadi bencana bagi manusia dan peradabannya. Tentang air banjir yang membawa bencana
(dapat memisahkan anak dari ayahnya) digambarkan dalam Q.S. Hūd (11): 43 berikut,
04 Pola Hubungan Manusia dan Air
Air adalah bagian dari alam, dan dalam pandangan Islam alam merupakan sebuah wujud yang tidak berdiri
sendiri, namun berhubungan dengan manusia dan realitas lain Yang Gaib, Yang Menciptakannya, yaitu Allah
Swt.. Alam ini diciptakan dengan benar dan dengan tujuan tertentu, bukan karena kebetulan atau main-main,
sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-An‘am (6): 73; Sad (38): 27; dan ad-Dukhan (44): 38].
Oleh karena itu, alam (termasuk air) mempunyai wujud nyata, objektif, dan bekerja sesuai dengan hukum-
hukum yang berlaku tetap yang disebut dengan sunnatullah. Sebagai salah satu dari ketentuan-ketentuan
hukum-Nya, setiap makhluk dengan makhluk lainnya saling berhubungan dalam hubungan yang harmoni dan
seimbang. Demikian juga hubungan antara manusia dan alam, khususnya air. Manusia dalam Islam tidak saja
diposisikan sebagai hamba Tuhan, seperti diungkapkan dalam Q.S. az-Zariyat (51): 56,
04 Pola Hubungan Manusia dan Air
Berikut ini adalah pedoman pengelolaan air yang berasal dari pandangan
agama Islam yang digali dari al-Quran dan hadis. Pedoman ini menjelaskan
dua hal:
Agama Islam, sebagai agama yang sempurna di sisi Allah, kaya akan nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah) yang
dapat dijadikan pedoman dan tuntunan bagi pengelolaan air. Nilai dasar adalah nilai-nilai filosofis yang menjadi
fondasi dasar pengelolaan air. Nilai dasar kemudian menjadi landasan bagi penyusunan prinsip universal (al-usūl al-
kulliyah) dan ketentuan hukum atau rumusan implementatif (al-ahkam al-far’iyyah) pengelolaan air. Berikut ini
adalah nilai dasar pengelolaan air yang digali dari al-Quran dan hadis Nabi.
1. Tauhid
Tauhid mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam
termasuk air. Dengan tauhid, umat Islam dapat menyadari bahwa manusia dan air adalah bagian dari alam semesta
dan diatur keberadaannya oleh wahyu. Sehingga melindungi air menjadi bagian dari kewajiban agama [Q.S. al-
An‘am (6): 162 dan az-Zariyat (51): 56], bukan semata-mata tugas keduniawian.
2. Syukur
Hakikat syukur adalah kesadaran mendalam akan kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Kesadaran tersebut
ditunjukkan dengan cara menggunakan karunia Allah, yang berupa air itu, pada tempat yang sesuai dengan
kehendak pemberinya. Dengan sifat syukur, seorang muslim akan rida dan puas atas nikmat air yang diperolehnya
dan tetap mempertahankan nikmat yang sudah ia rasakan, serta selalu berusaha untuk meningkatkan usaha guna
mendapat nikmat yang lebih baik.
Nilai Dasar Pengelolaan Air
3. Keadilan (al-‘Adl)
Keadilan bermakna setiap anggota masyarakat memiliki hak untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, dalam hal ini
air, secara adil. Dalam mengelola dan mendistribusikan air, nilai keadilan harus menjadi acuan bagi setiap anggota
masyarakat. Setiap anggota masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa hak untuk memperoleh dan
menggunakan air sesuai dengan kebutuhannya adalah milik setiap individu secara merata, sebab air adalah
kebutuhan dasar manusia (basic human need) yang menjadi salah satu hak asasi (water as human right).
6. Kepedulian (al-Inayah)
Penggunaan dan pengelolaan air harus diiringi sifat kepedulian. Berikut ini tiga jenis kepedulian dan penjabarannya:
a. Kepedulian terhadap orang lain (al-‘inayah bi al-akharin)
Karena air adalah karunia Allah yang menjadi kebutuhan semua orang, maka agama Islam mengajarkan bahwa orang yang
memiliki sumber daya air juga harus turut memikirkan kebutuhan orang lain, terutama mereka yang tidak memilikinya.
b. Kepedulian terhadap keberlanjutan dan kualitas sumber daya air (al-‘inayah bi istimrar wa nau’iyyah al-ma’)
Dalam Al-Quran, manusia diperingatkan bahwa jika tidak dikelola dengan baik, maka air tidak dapat mencukupi kebutuhan
manusia di masa mendatang. Maka, tugas manusia adalah mengantisipasi agar ancaman tersebut tidak benar-benar
terjadi. Sebab, problem yang terkait dengan ketersediaan air umumnya muncul karena perilaku boros dan eksploitatif
manusia .
Prinsip universal (al-usūl al-kulliyah) adalah suatu kaedah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menyusun
regulasi dan membuat program riil dalam pengelolaan air. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan acuan
dalam mengambil tindakan atau merumuskan kebijakan terkait dengan pengelolaan air. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
Upaya pemeliharaan air tidak bisa dilakukan melalui pendekatan ilmu dan teknologi semata, tetapi dibutuhkan
kesadaran dari setiap mukallaf akan pentingnya air dan upaya pemeliharaannya. Setiap mukallaf dituntut untuk
berperan aktif mewujudkan pandangan hidup dan perilaku yang ramah terhadap air. Hal ini karena air tidak hanya
memiliki fungsi biologis, yaitu sebagai asal dan sumber kehidupan [Q.S. al-Baqarah (2): 21], tetapi juga mempunyai
fungsi religius, yaitu untuk membersihkan dan mensucikan tubuh dan pakaian dari kotoran dan najis sebagai
prasyarat ibadah [Q.S. al-Anf±a (8):11; al-Nahl (16): 14; dan al-Ma’idah (5): 96].
Upaya pemeliharaan air harus dilakukan oleh semua
orang dalam berbagai level (Keluarga, masyarakat,
negara, usaha, dll). setiap level memiliki tanggung jawab
masing-masing tentang bagaimana cara menjaga
ketersediaan air sesuai dengan prinsip-prinsip
pengelolaan air yang telah dibahas sebelumnya.
TERIMA KASIH
AIK VI: Islam dan Ilmu Pengetahuan
Fiqh Difabel
Ir. Iis Siti Aisyah, ST., MT., Ph.D