Anda di halaman 1dari 19

Hukum Perikatan

HKUM 4202, HUKUM PERDATA


PERTEMUAN KE-6

16/06/23 1
HUKUM PERJANJIAN
A. PENGERTIAN PERJANJIAN
B. ASAS-ASAS HK PERJANJIAN
C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
D. HAPUSNYA PERJANJIAN
E. BENTUK PERJANJIAN
F. STRUKTUR PERJANJIAN
G. KELALAIAN/WANPRESTASI
A. PENGERTIAN PERJANJIAN

 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata:


“Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih”
Kemudian timbulah suatu hubungan hukum  antara
dua orang atau lebih yang disebut Perikatan.
Perikatan di dalamya terdapat hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
Perjanjian adalah sumber perikatan.
B. ASAS-ASAS HK PERJANJIAN
Asas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan
yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama
para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Asas ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat
sahnya perjanjian.
Asas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu
perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian
sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan kepatutan. Asas ini tercermin jelas  dalam Pasal
1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan 4 syarat, yaitu:

1. Sepakat, mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak


yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju
mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya
paksaan, kekhilafan dan penipuan.

2. Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian 


harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang
melakukan perjanjian.
3. Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian
tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
4. Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah
berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan  ketertiban.

Pada No. 1 dan 2 disebut Syarat Subyektif. Karena mengenai


subyek yang melakukan perjanjian.
• Pada No. 3 dan 4 disebut Syarat Objektif. Karena mengenai
objek dari sebuah perjanjian.
• Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu
pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu
dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah
pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya
(perizinannya) secara tidak bebas.

• Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka


perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula
tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada
suatu perikatan.
• Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan
bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali
yang  oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. 

• Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak


cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:
 Orang yang belum dewasa
 Mereka yang berada di bawah pengampuan.
 Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk
membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
D. HAPUSNYA PERJANJIAN
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai
berikut:
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau
penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
3. Pembaharuan utang atau novasi
4. Perjumpaan utang atau Kompensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Batal/Pembatalan
9. Lewat waktu
E. BENTUK PERJANJIAN
DI BAWAH TANGAN
(ONDERHANDS)

TULISAN

PERJANJIAN OTENTIK

LISAN
AKTA

Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk
dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang
membuatnya.

Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi


menjadi 2 (dua), antara lain:
a.  Akta Di bawah Tangan (Onderhands)
b. Akta Resmi (Otentik).
Akta Di Bawah Tangan (Onderhands)

a. Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang


berwenang atau Notaris. Akta ini yang dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. 
Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh
Para Pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak
menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di
bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH
Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh
kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta
Otentik.
Perjanjian di bawah tangan terdiri dari:
(i)     Akta di bawah tangan biasa
(ii)    Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan
yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak untuk
kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya
didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggungjawab
terhadap materi/isi maupun tanda tangan para pihak
dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.
(iii)  Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan
yang dibuat oleh para
pihak  namun  penandatanganannya   disaksikan   oleh  atau
di hadapan Notaris. Namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap
materi/isi dokumen melainkan Notaris hanya bertanggungjawab
terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan dan tanggal
ditandatanganinya dokumen tersebut.
b. Akta Resmi (Otentik)
Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang yang memuat atau menguraikan secara otentik
sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang
dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu. 
Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita
pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan
sebagainya.
Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna bagi para pihak beserta seluruh ahli warisnya atau
pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. Sehingga apabila
suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus
menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam
akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim itu tidak
boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.
TABEL PERBEDAAN AKTA OTENTIK DAN A
KTA BAWAH TANGAN(KLIK!)
Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut:
(i)     Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang
pejabat umum.
(ii)    Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang.
(iii)   Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu
dibuat, harus mempunyai wewenang untuk
membuat akta itu.
PERBEDAAN AKTA OTENTIK AKTA BAWAH TANGAN
DEFINISI Akta yang dibuat oleh Akta yang dibuat oleh dan
atau di hadapan Pejabat ditandatangani para pihak
Umum (a.l. Notaris)

MATERI PEMBUKTIAN Apa yang tercantum pada Apa yang tercantum pada
isi Akta otentik berlaku isi akta di bawah tangan
sebagai sesuatu yang (tulisan atau tanda
benar (bukti sempurna), tangannya) dapat
kecuali dapat dibuktikan merupakan kekuatan
sebaliknya dengan alat bukti yang sempurna
bukti lain. selama tidak disangkal
oleh pihak-pihak yang
menggunakan akta
tersebut.

PENGGUNAANNYA Dalam hal tertentu Tidak pernah mempunyai


mempunyai kekuatan kekuatan eksekutorial.
eksekutorial.
F. STRUKTUR PERJANJIAN

Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada


umumnya terdiri dari:
Judul/Kepala
Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai
para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat.
Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai
maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan
“premisse”.
Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang
disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Penutup dari Perjanjian.
G. KELALAIAN/WANPRESTASI

Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang


mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat
berupa empat macam, yaitu:
• Tidak melaksanakan isi perjanjian.
• Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
• Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
• Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Semoga Bermanfaat

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai