Tugas Kuliah TETANUS
Tugas Kuliah TETANUS
anak
Ismoedijanto
Divisi infeksi dan pediatri tropik
departemen ilmu kesehatan anak
FK UNAIR
Tetanus
• Kekakuan otot
• Kejang
NH2 S- COO
•Bagian L
•Bagian Hn •Bagian Hc
•Zn dependent
•endosome •Imunogenik
protease
•Neuronal cell binding
•Cleavage
synaptobrevin •Ganglioside binding
•Retrograde transport
1. Hc nempel ke gangglioside
2. Internalisasi toksin, diangkut dari perifer ke CNS
secara retrograde axonal dan trans sinaptik
3. Masuk sel presinap, Hn melepas rantai ringan L
dari endosome.
4. Rantai L (zinc metaloprotease) dapat membelah
synaptobrevin ( bagian dari kantung synap untuk
fusi dengan membrane presynaps), menghambat
isinya (inhibitory neurotransmitter GABA) masuk ke
synaptic cleft.
5. Motor neuron alfa menjadi tanpa kontrol inhibisi,
sehingga terus-menerus terangsang dan tonus otot
meningkat terus
Patogenesis dan toksin
Terbagi menjadi
Ringan
Sedang
berat
sangat berat : berat dengan gangguan otonomik
Gejala klinik
•Kejang tonik-klonik
•Kekakuan otot khas: fleksi lengan atas, ekstensi kaki
•Trismus spasme otot masseter
•Risus sardonicus spasme otot mimik
•Opistotonus spasme otot penunjang tulang belakang
•Tetanus berat : spasme larynx
hipertermia
hiperhidrosis
gangguan saraf otonom
Gejala klinik
• Opisthotonus
• Spasme otot
penunjang tubuh/tl
belakang
• Otot ini sangat
kuat, melebihi
kekuatan otot
dinding perut
gejala klnik tetanus neonatorum
• Extensi leher
• Mulut terbuka (karper-
mond)
• Tak bisa menetek
• Badan kaku
• Kejang
gejala klinik trismus dan risus sardonicus
• Trismus
• Kekakuan otot masseter
• Tak bisa buka mulut yang
lebar
• Diukur jarak bukaan
antara baris gigi depan
Risus sardonicus
• spasme otot mimik
• Alis terangkat
• Bibir sudutnya tertarik
kebawah
Gambaran klinik
Anamnesis:
• anamnesa terarah untuk diagnostik dan prognostik.
• Ringan:
• Trismus ringan atau sedang
• Kekakuan menyeluruh ringan/sedang
• Tidak sulit menelan, Tidak ada gangguan nafas
• Sedang
• Trismus sedang
• Kekakuan menyeluruh sedang/berat
• Ada kesulitan menelan
• Kejang rangsang
• Frekuensi nafas lebih cepat
• Berat
• Klinis sedang dengan kejang spontan dan kekakuan pada extensor
• Sangat Berat
• Frekuensi kejang sering dengan gejala disfungsi otonomik
Penentuan severitas klinik metode surabaya
dilakukan oleh perawat jaga, sehingga tindakan sesuai perjalanan
klnik
Tetanus berat :
anak kaku dan sering kejang spontan, tanpa rangsangan
Period of onset kurang dari 2 hari, masa inkubasi kurang
dari 2 hari .
tetanus sedang
anak kaku, tanpa kejang spontan dan kejang hanya terjadi
bila dirangsang.
tetanus ringan :
kekakuan yang jelas hanya trismus, tanpa kejang
rangsang.
Manfaat penentuan severitas
• Penentuan berat ringannya penyakit ini terutama untuk
mengantisipasi perubahan klinik yang cepat (masuk
dengan derajat ringan dan malam menjadi berat), yang
memerlukan perubahan dosis diazepam secara cepat
dan tepat. Penentuan berat ringannya dapat juga
menggunakan metode Ablett, Phillips atau Dakar score
• dosis empirik maksimal adalah 280mg/hari, bilamana
masih kejang harus dilakukan kurarisasi dan pernafasan
mekanik di ICU dan tetanus berat sebaiknya dirujuk ke
RS dengan perawatan intensif
• Pada tetanus sedang dan ringan dosis antikonvulsan
dimulai dengan dosis 1/2 ‑ 2/3 dosis maksimal (sedang)
atau 2/5 (ringan) dan setiap saat harus disesuaikan
dengan perubahan gejala klinik, mengingat tetanus
sedang/ringan dapat berubah cepat menjadi tetanus
berat yang memerlukan anti konvulsan yang maximal.
Tatalaksana medik
neonatus Anak
bolus diazepam 5 mg bolus diazepam 10 mg
dilanjutkan dosis 90-120 dilanjutkan
mg/hr dosis 120-240 /hr ,
selalu dianggap tetanus Dapat ditingkatkan dosisnya
berat tergantung tingkat
bila dng dosis 40 mg/kg/hari severitas
masih kejang, sebaiknya bila dng dosis 280 mg/hari masih
dirawat secara intensif kejang , sebaiknya dirawat
secara intensif , dengan
pelumpuhan / kurarisasi dan
pernaf asan mekanik
dipertahankan selama 5 hari,
sblm dikan 20% setiap 3 hari
•Prinsip dasar adalah titrasi
•Dosis disesuaikan dgn respons klinik yg diinginkan
• Aspek klinik yg diharapkan :
• Penderita masih kaku, tanpa kejang spontan,
kesadaran & nafas tak terganggu
• Dosis diazepam disesuiakan dengan tingkat
severitas, bila diatas 240mg/hari masih kejang, perlu
ventilasi mekanik dan tambahan obat lain, mis
magnesium sulfat atau pancuronium bromide
• diazepam diberikan secra iv dng syringe pump atau
bolus 12-24 kali sehari; jangan campur diazepam dng
cairan infus
Menghentikan kejang dengan magnesium
sulfat
• Pengunaan Mg sulfat mempermudah manajemen
tetanus yang dengan gangguan fungsi saraf otonom
• Selain lebih murah dan mudah didapat, dapat
mengurang pemakaian ventilator atau intubasi.
• Pada bayi dan anak yang harus diawasi adalah
adanya efek samping seperti hipotensi, kelumpuhan
otot nafas dan jantung, terutama bila kadar > 6
mmol/l. tanda awal keracunan adalah hilangnya
tanda reflex patela.
• Dosis pada anak masih belum stabil, dimulai dengan
100 mg/kg/hari dan dinaikkan secara titrasi seperti
pada diazepam
Tatalaksana medik
Antibiotika :
Untuk membunuh kuman C1. tetani (vegetatif) berupa
penicillin 50.000‑100.000/kg BB selama 7 ‑ 10 hari.
atau bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan
lincomisin 10 mg/kgbb sekali sehari,
atau erytromisin50 mg/kgBB/hari, atau metronidazole
30mg/kgbb/hari.
Untuk komplikasi sepsis pada neonatus atau
pneumonia harus diberikan antibiotika yang sesuai.
Sera anti :
Tatalaksana medik
Antibiotika :
Sera anti :
Dapat digunakan ATS 5.000 U
i.m.
atau TIGH (Tetanus Immune
Globulin Human) 500 ‑ 3000 Iu.
Pada tetanus anak pemberian
sera anti harus disertai dengan
imunisasi aktif dengan toksoid
(DPT,DT,TT).
Pada pemberian ATS hati‑hati
akan reaksi anafilaksis, ok serum
kuda.
prognosis
PERAWATAN LUKA
Luka yang bersih Luka lain yang kotor
kurang dari 6 jam lebih dari 6 jam
kerusakan jaringan minimal kerusakan jaringan luas.
tingkat tindakan tingkat tindakan
kekebalan kekebalan
A ‑ tak perlu diberi ‑ A ‑ tak perlu diberi
apa apa apa apa
B ‑ toxoid 1 x B ‑ toksoid 1x
C ‑ toxoid 2 x C ‑ tokosid 2x + ATS
D ‑ toxoid 3 x D ‑ toksoid 3x + ATS
A : Telah mendapatkan immunisasi dasar dan booster dalam waktu 5 tahun.
B : Telah mendapat immunisasi dasar dan booster dalam waktu >5 tahun tapi < 10 tahun.
C : Telah mendapat immunisasi dasar booster >10 tahun.
D : Belum menyelesaikan immunisasi dasar atau tingkat kekekebalan tak diketahui.
Selalu disediakan injeksi adrenalin dan bila timbul gejala anafilaktik berikan 0.1 ml, subcutan, disusul
dengan kortikosteroid intravena.
Tetanus Toxoid
Diphtheria Tetanus
7-8 Lf units 5-12.5 Lf units
DTaP/DTwP, DT
2 Lf units 5 Lf units
Td (adult)
Booster Doses
• 4-6 years, before entering school
Dose Interval
Primary 1 ---
Primary 2 4 wks
Primary 3 6-12 mos
94 95 96 97 98 Avr.
Percent of NT Cases Investigated,
Indonesia 1995-1998
Proportion of Mother ANC of NT
Cases, Indonesia 1994-1988
Proportion ( %)of Birth Attendance of
NT Cases, Indonesia 1994 - 1998
Proportion (%) of Mother Receiving TT
of NT Cases, Indonesia 1994 -1999
Proportion (%) of Cutting Umbilical Cord of
NT Cases, Indonesia 1995- 1998
Proportion (%) of Umbilical Care of NT
Cases, Indonesia 1995-1998
• Rata-rata IR prop. 1.4/10.000KLH
• TT2 70%
• Persalinan bersih : cakupan rendah
• Investigasi kasus <80%
• Kasus TN semua risiko tinggi
• Kemampuan Surveilans Risti
• Kriteria kinerja surveilans
• Line Listing
• Zero reporting
• Kriteria Risiko tinggi
• Daerah cakupan rendah
• Daerah dengan kriteria khusus
• Surveilans aktif 1 tahun sekali (PDRS)
• Kriteria eliminasi :
• IR 1 per 10. 000 KLH
• Batas Daerah
• batas waktu
• Keterpaduan pencarian kasus (AFP,campak)
Kriteria Daerah Risiko Tinggi
( Saran WHO )
Daerah dengan IR diatas 1 per 10.000 k
Cakupan TT2 sangat rendah
• Supplemen TT ( WUS)
• Bila perlu Semua WUS diberi TT2 kecuali ANC
sangat tinggi
Kriteria Eliminasi ( Saran WHO))