1. Pajak langsung 1. Pajak Subjektif 2. Pajak tidak langsung 2. Pajak Objektif – Menurut Lembaga pemungutnya 1. Pajak Negara/Pajak Pusat Contoh Pajak penghasilan, pajak penjualan atas barang mewah) 2. Pajak Daerah: - pajak profinsi: pajak kendaraan - pajak kabupaten/kota: pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK (STELSEL PAJAK)
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel, sebagai
berikut : 1. Stelsel Nyata (riel stelsel) : Sistem pemungutan pajak yang dilakukan pada akhir tahun pajak dengan menghitung besarnya pajak berdasarkan penghasilan yang nyata diperoleh oleh wajib pajak. 2. Stelsel Anggapan (fictive stelsel) : Sistem pemungutan pajak yang dilakukan di awal tahun pajak dengan menganggap bahwa penghasialan tahun ini dianggap sama dengan penghasilan tahun yang lalu dalam penghitungan besarnya pajak yang harus dibayar 3. Stelsel Campuran : Sistem pemungutan pajak yang menggabungkan stelsel nyata dan anggapan. Jadi awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan penghasilan yang dianggap sama dengan tahun yang lalu, kemudian diakhir tahun pajak dilakukan penghitungan besarnya pajak berdasarkan penghasilan yang nyata diperoleh pada tahun tersebut. Dari sistem pemungutan pajak yang seperti ini terdapat perbedaan dalam hasil akhir penghitungan maka dikenal istilah kurang bayar atau lebih bayar ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
– Domisili – Sumber – Kebangsaan SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
– Official Assestment System : Sistem pemungutan pajak ketika pihak
wajib pajak hanya berkewajiban untuk melakukan pembayaran terhadap sejumlah pajak sementara pelaporan dan penghitungan dilakukan oleh pihak pemerintah. – Self Assestment System : Sistem pemungutan pajak yang segala sesuatunya dilakukan sendiri oleh wajib pajak mulai dari pelaporan, penghitungan samapi dengan pembayaran – With Holding System : Sistem pemungutan pajak yang tidak melibatkan wajib pajak dan pemerintah dalam pelaporan, penghitungan dan pembayaran, tetapi dilakukan oleh pihak ketiga, dalam hal ini adalah perusahaan yang melakukan pemungutan pajak secara kolektif. TARIF PAJAK
- Tarif sebanding/proforsional: Contoh untuk penyerahan
barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10% - Tarif tetap: contoh besarnya tarif materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp. 3.000 TARIF PROGRESIF
Diatur dalam pasal 17 undang-undang pajak penghasilan untuk wajib
pajak orang dalam negri,
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%
Diatas Rp. 50.000.000 s/d 250 juta 15%
Diatas 250 Juta s/d 500 Juta 25%
Diatas 500 juta 30%
TARIF DEGRESIF
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan 50 Juta 30%
Diatas 50 Juta s/d 250 Juta 25%
Diatas 250 Juta s/d 500 Juta 15%
Diatas 500 Juta 5%
SUBJEK PAJAK
1. Subjek pajak dalam negeri terdiri dari:
a. Subejk pajak pribadi b. Subjek pajak badan c. Subjek pajak warisan 2. Subjek pajak luar negri: a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia PERBEDAAN WAJIB PAJAK DALAM DAN LUAR NEGERI
WAJIB BAPAK DALAM NEGERI: WAJIB PAJAK LUAR NEGERI:
– Dikenakan pajak atas penghasilan – Dikenakan pajak hanya atas baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari sumber dari Indonesia dan dari luar penghasilan diindonesia Indonesia – Dikenakan pajak berdasarkan – Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto penghasilan neto – Tarif pajak yang digunakan adalah tarif – Tarif pajak yang digunakan adalah sepadan tarif UU PPh pasal 26 tarif umum Tarif UU PPh pasal 17 – Tidak wajib menyampaikan SPT – Wajib menyampaikan SPT KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF MULAI BERAKHIR – Subjek pajak dalam negeri orang – Subjek pajak dalam negeri orang pribadi: pribadi: Saat meninggal Saat Saat meninggalkan Indonesia untuk selama- Saat bera dilahirkan da di Indonesia atau lamanya bertempat tinggal di Indonesia - Subjek pajak dalam negeri badan: - Subjek pajak dalam negeri badan: Saat didirikan atau bertempat kedudukan Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat di Indonesia kedudukan di Indonesia - Subjek pajak luar negeri melalui BUT: - Subjek pajak luar negeri melalui BUT: Saat menjalankan usaha atau melakukan Saat tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di indonesia melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia – Subjek pajak luar negeri tidak – Subjek pajak luar negeri tidak melalui BUT: melalui BUT: Saat menerima atau memperoleh Saat tidak lagi menerima atau penghasilan diindonesia memperoleh penghasilan dari - Warisan belum terbagi: Indonesia – Warisan belum terbagi: Saat timbulnya warisan yang belum terbagi Saat warisan telah selesai dibagikan TIDAK TEMASUK PADA SUBJEK PAJAK
1. kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsultan atau pejabat asing dari negara asing 3. Organisasi internasional (Indonesia menjadi organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha untuk mendapatkan penghasilan di Indonesia 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional (bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalakan usaha di Indonesia) OBJEK PAJAK
– Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dpaat dikonsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkiutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun: Penghasilan dikelompokkan menjadi
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
contoh gajih, honor, dll 2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan 3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta contoh: sewa, bunga, deviden, royalty dll 4. Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari 3 kelompok penghasilan contoh: Keuntungan karena pmbebasan utang Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing Selisih lebih karena penilaian Kembali aktiva Hadiah undian PENGHASILAN KENA PAJAK
Perhitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara yakni 1. Menggunakan pembukuan Penghasilan kena pajak (WP Orang Pribadi) = penghasilan netto – PTKP = (penghasilan bruto – biaya yang diperkenalkan UU PPh)-PTKP Penghasilan kena pajak (WP Badan) =penghasilan netto =penghasilan bruto-biaya yang diperkeenankan UU PPh 2. Menggunakan perhitungan penghasilan netto yaitu sama besarnya dengan besarnya (presentase) norma perhitungan penghasilan netto dikaliakan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun. Dengan ketentuan: Peredaran bruto kyrang dari Rp.4.800.000.000 Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dati tahun buku Menyelenggarakan pencatatan PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
– Wajib pajak pribadi Rp. 54.000.000
– Tambahan untuk wajib pajak yang menikah 4.500.000 – Istri bekerja Rp. 54.000.000 – Setiap tambahan untuk setiap anggota keluarga maksimal 3 orang bertambah Rp. 4.500.000
ILUSTRASI PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP)
PKP =Penghasilan neto –penghasilan tidak kena pajak