Anda di halaman 1dari 11

Mengenal Kitab Tafsir

Tahlili
Tafsir Imam Ibnu Katsir
Tafsir Al-Qur’an Al-’Adzim
• Nama lengkapnya adalah Abul Fida’, Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-
Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir.
Lahir pada tahun 701 H di sebuah desa yang menjadi bagian dari kota Bashra
di negeri Syam.
• Pada usia 4 tahun, ayahnya meninggal sehingga kemudian diasuh oleh
pamannya. Pada tahun 706 H, beliau pindah dan menetap di kota Damaskus.
• Ibn Katsir tumbuh besar di kota Damaskus. Di sana, beliau banyak menimba
ilmu dari para ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Syaikh
Burhanuddin Ibrahim al-Fazari.
• Ia juga menimba ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin
Yahya bin al-Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Selain itu, beliau juga belajar kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin
Zaki al-Mizzi, salah seorang ahli hadits di Syam. Syaikh al-Mizzi ini kemudian
menikahkan Ibn Katsir dengan putrinya.
• Selain Damaskus, beliau juga belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para
ulama di sana.
• Berkat kegigihan belajarnya, akhirnya Ibnu Katsir menjadi ahli tafsir ternama, ahli
hadits, sejarawan serta ahli fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam bidang
tafsir yaitu Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar dan tershahih
hingga saat ini, di samping kitab tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari.
• Para ulama mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir adalah sebaik-baik tafsir yang
ada di zaman ini, karena ia memiliki berbagai keistimewaan.
• Keistimewaan yang terpenting adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an
(ayat dengan ayat yang lain), menafsirkan al-Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits),
kemudian dengan perkataan para salafush shalih (pendahulu kita yang sholih,
yakni para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in), kemudian dengan kaidah-kaidah
bahasa Arab.
• Karya Ibnu Katsir
• Selain Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab lain yang sangat
berkualitas dan menjadi rujukan bagi generasi sesudahnya, di antaranya adalah
al-Bidayah Wa an-Nihayah yang berisi kisah para nabi dan umat-umat terdahulu,
Jami’ Al Masanid yang berisi kumpulan hadits, Ikhtishar ‘Ulum al-Hadits tentang
ilmu hadits, Risalah Fi al-Jihad tentang jihad dan masih banyak lagi.
1. kitab Tafsȋr al-Qur’ân al-‘Adzȋm yang dikenal dengan nama tafsir Ibnu Katsir
2. Jamȋul masânȋd wa as-Sunan Hâdȋ li Aqwami Sunan, sebanyak 8 jilid yang berisi tokoh-
tokoh perawi hadits
3. at-Takmȋlah fȋ Ma’rifatus Tsiqat wad Dhu’afâ wal Majâhȋl, sebanyak 5 jilid yang berisi
nama-nama perawi yang kuat dan yang lemah
4. Mukhtashar kitab Muqaddimah Ibnu shallah; al-Bâ’is al-Hadȋts, berisi masalah ilmu
hadits
5. al-Bidâyah wan Nihâyah sebanyak 14 jilid dalam bidang sejarah
6. al-Fashal fȋ sirah ar-Rasul; Thabaqât asy-Syâfi’iyah.
7. al-Ijtihâd fȋ Thalâbil Ijtihâd dalam bidang fiqh.
• Kesaksian Para Ulama
• Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama di zamannya mau pun
ulama sesudahnya. Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Mufti (pemberi
fatwa), Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau mempunyai
karangan yang banyak dan bermanfa’at.
• Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata bahwa beliau adalah seorang yang disibukkan
dengan hadits, menelaah matan-matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya sangat kuat,
pandai membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah wafatnya
manusia masih dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak dari karya-karyanya.
• Salah seorang muridnya, Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang yang plaing
kuat hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi) hadits, dan paling mengetahui
cacat hadits serta keadaan para perawinya. Para sahahabat dan gurunya pun mengakui hal
itu. Ketika bergaul dengannya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan) darinya.
• Wafatnya
• Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan bersebelahan
dengan makam gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.(A/RS3/P1)
Corak dan Metode Tafsir Ibnu Katsȋr
Tafsir karya monumental Ibnu Katsir itu ada pendapat yang mengatakan bahwa dari
segi metodologi ia menganut sistem tradisional, yakni sistematika tertib mushaf
dengan merampungkan penafsiran seluruh ayat dari surah al-fatihah hingga akhir
surah an-Nas. Dikatakan bahwa dalam operasionalisasinya, Ibnu Katsir menempuh
cara pengelompokkan ayat-ayat berbeda, namun tetap dalam konteks yang sama.
Metode demikian juga ditempuh beberapa mufassir di abad 20-an seperti Rasyid
Ridha, Al-Maraghi, Al-Qasimi.
Kitab ini dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan corak dan
orientasi (al-laun wa ittajah) tafsir bi al-ma’tsur /tafsir bi al-riwayah, karena dalam
tafsir ini sangat dominan memakai riwayat/hadis, pendapat sahabat dan tabi’in
Adapun metode (manhaj) bnu Katsir dalam menafsirkan al-Quran dapat dikategorikan
sebagai manhaj tahlili (metode analitis). Kategori ini dikarenakan pengarangnya
menafsirkan ayat demi ayat secara analitis menurut urutan mushaf al-Quran.
Dapat dikatakan semi tematik (maudhu’i) karena ketika menafsirkan ayat ia mengelompokan
ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke dalam satu tempat, baik satu atau
beberapa ayat kemudian ia menampilkan ayat-ayat lainnya terkait untuk menjelaskan ayat yang
sedang ditafsirkan
Metode tersebut, ia aplikasikan dengan metode-metode penafsiran yang dianggapanya paling baik
(ahsan turuq al-tafsir). Langkah-langkah dalam penafsirannya secara garis besar ada tiga;
1. Menyebutkan ayat ditafsirkannya, kemudian menafsirkannya dengan bahasa yang mudah dan
ringkas. Jika memungkinkan, ia menjelaskan ayat tersebut dengan ayat yang lain, kemudian
memperbandingkannya hingga makna dan maksudnya jelas.
2. Mengemukakan berbagai hadits atau riwayat yang marfu’ yang berhubungan dengan ayat
yang ditafsirkan. Ia pun sering menjelaskan antara hadits atau riwayat yang dapat dijadikan
argumentasi (hujah) dan yang tidak, tanpa mengabaikan pendapat para sahabat, tabi’in.
3. Mengemukakan berbagai pendapat mufasir para tabi’in . Dalam hal ini, ia terkadang
menentukan pendapat yang paling kuat diantara para ulama yang dikutipnya, atau mengemukakan
pendapatnya sendiri dan terkadang ia sendiri tidak berpendapat. Disamping itu, kitab tafsir ini
Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat
kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh
para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan
melampaui batas. (QS: al-Baqarah/2: 61)
Allah Ta’ala berfirman,” lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,”artinya nista
dan kehinaan itu diberlakukan dan ditetapkan atas mereka sebagai ketetapan dan takdir. Yakni
mereka senantiasa dihinakan. Setiap orang yang menjumpai mereka akan memandang mereka hina
dan rendah serta menetapkan kekerdilannya. Di samping itu, mereka merasa kehinaan dan
kenistaan lantaran dosa yang telah mereka perbuat. Al-Hasan berkata,” Allah menghinakan merka ,
tidak punya kekuatan serta menjadikan mereka dibawah kaki orang muslim hingga umat islam
sekarang dan kaum Majusi mewajibkan mereka bayar pajak, serta mereka kembali memikul
murkaan dan kemarahan Allah karena dosa-dosa yang telah mereka lakukan.
“Hal itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.
“Allah Ta’ala berfirman, sesungguhnya Allah membalas terhadap mereka dengan kehinaan,
kenistaan, kemurkaan dan kemarah. Sebab mereka sombong dan tidak mau mengikuti syari’at yang
dibawa para nabi. Mereka telah mengurangi haknya hingga mencapai suatu titik keadaan yang
menyerek mereka pada pembunuhan para nabi tanpa hak, yaitu kejahatan yang mereka lakukan.
Tidak ada kekafiran yang lebih besar dan lebih jahat daripada membunuh nabi.
Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat
kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh
para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan
melampaui batas. (QS: al-Baqarah/2: 61)
Allah Ta’ala berfirman,” lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,”artinya nista
dan kehinaan itu diberlakukan dan ditetapkan atas mereka sebagai ketetapan dan takdir. Yakni
mereka senantiasa dihinakan. Setiap orang yang menjumpai mereka akan memandang mereka hina
dan rendah serta menetapkan kekerdilannya. Di samping itu, mereka merasa kehinaan dan
kenistaan lantaran dosa yang telah mereka perbuat. Al-Hasan berkata,” Allah menghinakan merka ,
tidak punya kekuatan serta menjadikan mereka dibawah kaki orang muslim hingga umat islam
sekarang dan kaum Majusi mewajibkan mereka bayar pajak, serta mereka kembali memikul
murkaan dan kemarahan Allah karena dosa-dosa yang telah mereka lakukan.
“Hal itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.
“Allah Ta’ala berfirman, sesungguhnya Allah membalas terhadap mereka dengan kehinaan,
kenistaan, kemurkaan dan kemarah. Sebab mereka sombong dan tidak mau mengikuti syari’at yang
dibawa para nabi. Mereka telah mengurangi haknya hingga mencapai suatu titik keadaan yang
menyerek mereka pada pembunuhan para nabi tanpa hak, yaitu kejahatan yang mereka lakukan.
Tidak ada kekafiran yang lebih besar dan lebih jahat daripada membunuh nabi.
1. Para pakar tafsir dan ‘Ulumul Qur’an umumnya menyatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir ini
merupakan kitab tafsir bi al-matsur terbesar kedua setelah tafsir al-Thabari.
2. penafsiran ayat dengan ayat al-Qur’an
3. al-Qur’an dan dengan hadis yang tersusun secara semi tematik, bahkan dalam hal ini ia
dapat dikatakan sebagai perintisnya. Selain itu, dalam tafsir ini pun banyak memuat informasi
dan kritik tentang riwayat Israiliyat dan menghindari kupasan-kupasan linguistik yang terlalu
bertele-tele. Karena itulah al-Suyuti memujinya sebagaikitab tafsir yang tiada tandingannya.
4. tafsir ini memberi pengaruh yang sangat signifikan kepada sejumlah mufasir yang hidup
sesudahnya, termasuk Rasyid Rida, penyusun Tafsir al-Manar.
5. Mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai kolerasi makna yang saling
mendukung.
6. Menerangkan asbabun nuzul, jika pada ayat itu mempunyai sebab-sebab turunya.
sedangkan kekurangan penafsiran Ibnu Katsir diantaranya
1. Muhammad al-Gazali, misalnya, menyatakan bahwa betapapun Ibnu Katsir dalam
tafsirnya telah berusaha menyeleksi hadis-hadis atau riwayat-riwayat (secara relatif ketat),
ternyata masih juga memuat hadis hadis yang sanadnya da’if dan kontradiktif. Hal ini tidak
hanya ada dalam tafsir Ibnu Katsir tetapi juga pada kitab-kitab tafsir bil ma’tsur pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai