Anda di halaman 1dari 19

HUKUM PENITENSIER

KULIAH KE VI
Pidana Pemidanaan Dalam KUHP
dan Rancangan KUHP
I. Latar Belakang
KUHP didominasi Aliran Klasik tetapi KUHP Dipengaruhi aliran
moderen disebut double track system (daad dader strafrecht).
a. Tidak lagi hanya memperhatikan faktor objektif tetapi juga
faktor subjektif.
b. Pidana dan pemidanaan tidak hanya sebagai deteren dan
retributif, melainkan juga rehabilitatif.
c. Adanya sanksi berupa tindakan disamping pidana atau
alternatif pidana (pidana bersyarat dan pembebasan
bersyarat).
d. KUHP tidak memuat tujuan (tidak jelasnya filisofi
pemidanaan).
e. Tidak pedoman pemidanaan (hakim sangat bebas).
II. Pidana dan Pemidanaan dalam Rancangan KUHP
Dipengaruhi aliran aliran moderen, Social defence dan
Abolisionis.
A. Tujuan Pemidanaan (Pasal 55)
1. Tujuan Pemidanaan :
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman
masyarakat;
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan
pembinaan sehingga menjadi orang yang berguna;
c. Menyelesaikan konflikyang yang ditimbulkan oleh
tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan
d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana;
2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan
merendahkan martabat manusia.
B. Pedoman Pemidanaan (Pasal 56)
(1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan :
a. Kesalahan pembuat tindak pidana.
b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana.
c. Sikap batin pembuat tindak pidana.
d. Unsur berencana.
e. Cara melakukan tindak pidana.
f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan
tindak pidana.
g. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat
tindak pidana.
h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat
tindak pidana.
i. Pengaruh tinda pidana terhadap korban dan
keluarga.
j. Pemaafan dari korban dan atau keluarga korban.
k. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana
tersebut.
(2) Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat waktu
terjadinya tindak pidana dapat dijadikan dasar untuk
tidak menjatuhkan pidana sesuai dengan rasa keadilan
dan kemanusiaan.
III. Jenis-jenis Pidana Menurut KUHP
Sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 10 KUHP, jenis-jenis
pidana yang dapat dijatuhkan bagi seorang terpidana adalah :
1. Pidana pokok
Yang terdiri dari :
a. Pidana mati.
b. Pidana penjara.
c. Pidana kurungan.
d. Pidan denda.
2. Pidana tambahan
Yang terdiri dari :
a. Pencabutan hak-hak tertentu.
b. Perampasan barang-barang tertentu.
c. Pengumuman putusan hakim.
Adapun mengenai kualifikasi urutan-urutan dandari jenis-jenis
pidana tersebut adalah didasarkann pada berat ringannya pidan
yang diaturnya yang terberat adalah yang disebutkan terlebih
dahulu.
Keberandaan pidana tambahan adalah sebagai tambahan
terhadap pidana-pidana pokok, dan biasanya bersifat fakultatief
(artinya boleh dijatuhkan atau tidak).
Hal ini terkecuali bagi kejahatan-kejahatan sebagaimana
tersebut dalam ketentuan pasal 250 bis, 261 dan pasal 275
KUHP) menjadi bersifat imperatif atau keharusan.
Perbedaan Pidana Pokok dan Pidana Tambahan
Perbedaan antara Pidana Pokok dan Pidana Tambahan adalah sebagai
berikut :
a. Pidana Tambahan hanya ditambahkan kepada Pidana Pokok, kecuali
dalam hal perampasan barang-barang terhadap anak-anak yang
diserah kepada pemerintah. (Pidana Tambahan ini ditambahkan
bukan kepada pidana pokok melainkan pada tindakan).
b. Pidana Tambahan tidak mempunyai keharusan sebagaimana halnya
Pidana Pokok, sehingga sifat dari pidana tambahan ini adalah
fakultatif (artinya bisa dijatuhkan maupun tidak). (Hal ini dikeualikan
terhadap kejahatan sebagimana tersebut dalam ketentuan pasal
250 bis, 261 dan 275 KUHP) dimana difatnya menjadi imperatid
atau keharusan).
c. Mulai berlakunya pencabutan hak-hak tertentu tidak dengan suatu
tindakan eksekusi melainkan diberlakukan sejak hari putusan hakim
dapat dijalankan.
d. Pidana tambahan dijatuhkan secara alternatif/tidak secara komulatif.
IV. Lembaga-lembaga Pemidanaan (Jenis-jenis Pidana menurut
KUHP)
1. Pidana mati
Pada waktu Wetboek Van Strafrecht itu sendiri terbentuk pada
tahun 1881 irang di Negeri Belanda sudah tidak mengenal lagi
pidana mati, karena lembaga pidana mati itu sendiri telah
dihapus dengan Undang-undang tanggal 17 september 1870
(Stb.1870 No. 182) dengan alasan yang terutama bahwa
pelaksanaan atau eksekusi pidana mati itu di Negeri Belanda
sudah jarang dilakukan karena para terpidana Hukuman Mati
hampir selalu telah mendapatkan pengampunan atau grasi dari
Raja. Akan tetapi mereka tetap mempertahankan lembaga Pidana
Mati itu.
Memang bagi kebanyakan Negara masalah pidana mati tinggal
mempunyai arti dari sudut sejarah kebudayaan (kultur historis)
karena kebanyakan Negara-Negara tidak mencantumkan didalam
kitab undang-undangnya.
Jadi jelasnya masalah pidana mati ini ada sebagian yang
menginginkan untuk dihapus dan ada pula yang menyatakan
masih perlu untuk dilaksanakan.
a. Golongan yang tidak setuju menentang pidana mati.
Menyebutkan alasan-alasan sebagai berikut :
1) Oleh karena sifat pidana mati yang mutlak dan tidak
mungkin dapat ditarik kembali.
(Hakim menjatuhkan pidana mati, padahal hakim
juga manusia biasanya bagaimanapun ia pandai dan
luas pengalamannya namun sebagai manusia tidak
akan luput dari kesalahan dan kekhilafan . Dan jika
pidana mati itu sudah dilakasanakan, maka tidak
ada jalan lagi untuk memperbaiki kesalahan hakim
jika ia keliru menjatuhkan putusan. Dan apalagi
artinya kalau kemudian si terpidana tidak berdosa,
padahal orangnyapun suda dihukum mati.
Didalam sejarah hukum pidana memang sudah tidak
asing lagi terjadinya apa yang disebut Rechtelijke
Dwaling (Kekeliruan Pengadilan).
2) Bahwa dengan dilaksanakannya pidana mati itu
sangat bertentangan dengan perikemanusian. Hal
ini dikarenakan sarjana dari golongan ini telah
menuduh negara tidak menghormati suatu
kepentingan hukum manusia yang maha besar yaitu
Jiwa atau Nyawa Manusia. Bukankah negara itu
sebagai pelindung yang paling utama terhadap
semua kepentingan hukum manusia, pertama-tama
hidupnya, kemudian kemerdekaannya, harta
bendanya, keamanannya dan kehormatannya.
3) Pidana mati itu juga adalah bertentangan dengan
kesusilaan (etika).
4) Jika pidana mati dipandang dari sudut tujuan
pemidanaan :
a) Orang yang telah diajatuhi hukuman mati itu
tidaklah mungkin kembali lagi ketengah-tengah
masyarakat, ia tidak dapat memperbaiki
kelakuannya lagi. Ini semata-mata dikarenakan
ia sudah mati. Maka dengan demikian tujuan
dari pemidanaan untuk memperbaiki si penjahat
tidaklah juga tercapai.
b) Orang yang dipidana mati itu pada umumnya
tidaklah dilaksanakan didepan umum melainkan
didalam rumah-rumah penjara yang pada
umumnya bertembok tinggi sehingga tidak
mungkin dapat dilihat oleh orang banyak. Maka
dengan demikian pengaruh dari General
Preventif (pencegahan umum) supaya orang
banyak merasa takut juga tidak akan berhasil.
5) Penjatuhan pidana mati pada umumnya
menimbulkan dan mengundang belas kasihan
masyarakat, dan hal yang demikian mengundang
pula protes terhadap pelaksanaannya.
6) Pada umum Kepala Negara lebih cendrung untuk
merubah pidana mati dengan pidana seumur hidup.

Tugas :
Baca selanjutnya tentang pidana mati dari Buku Tholib Setiadia
mulai dari halaman 83 dan seterusnya dalam bentuk Presentasi
(Power Point) !!!.
2. Pidana penjara (Pasal 12-34)
 Merupakan pembatasan bergerak.
 Ketentuan pidana dalam pasal 12 :
1) Pidana penjara terdiri dari : pidana penjara seumur hidup
dan pidana sementara (selama waktu tertentu).
2) Pidana penjara selama waktu tertentu minimal 1 hari,
maksimal 15 tahun.
3) Boleh dijatuhkan untuk 20 tahun dalam hal hakim
menjatuhkan pidana mati, seumur hidup dan dengan
pemberatan.
4) Pidana penjara tidak boleh lebih 20 tahun.
 Pelaksanaan pidana penjara
- Menurut pasal 32 ayat 1 KUHP membedakan terpidana
berada didalam penahanan sementara dan tidak.
Bagi terpidana yang dalam penahanan sementara (rutan),
pelaksanaan pidana penjara dianggap telah mulai berlaku
sejak hari dimana putusan hakim mempunyai kekuatan
hukum yang tetap. Tidak pada hari keputusan hakim mulai
dijalankan.
- Menurut pasal 14 : napi wajib menjalankan pekerjaan
yang diwajibkan padanya.
- Menurut pasal 24 : napi dapat bekerja didalam dan diluar
LP.
- Menurut pasal 25-26 : dikecualikan yang tidak boleh
bekerja diluar LP yaitu; - napi yang dihukum seumur
hidup, - napi wanita, - napi dengan pertimbangan kondisi
tertentu, - napi berdasarkan vonis hakim (pertimbangan-
pertimbangan tertentu).
3. Pidana kurungan
Pidana kurungan terdiri dari :
a. Pidana kurungan prisipal :
Lamanya (ketentuan umum) minimal 1 hari maksimal 1
tahun. Dapat diperpanjang 1 tahun 4 bulan dalam hal
terjadinya gabungan tindak pidana, pengulangan (residif),
dan aturan Pasal 52.
Ketentuan khusus untuk lama pidana kurungan ada pada
masing-masing pasal dari tindak pidana yang dilakukan.
b) Pidana kurungan subsidair (hukuman kurungan pengganti
denda)
Lamanya minimal 1 hari, maksimal 6 bulan dapat
diperpanjang menjadi 8 bulan.
Pidana kurungan adalah merupakan salah satu bentuk pidana
perampasan kemerdekaan, namun ditentukan lebih ringan
daripada pidana penjara, antara lain :
c) Pidana kurungan mempunyai hak pistole artinya mereka
mempunyai hak atau kesempatan memperbaiki keadaan
dalam LP.
b) Terpidana kurungan menjalankan pekerjaan yang lebih ringan
dari terpidana penjara.
c) Pidana kurungan dijalini terpisah daripada terpidana penjara.
d) Pidana kurungan dilaksanakan dalam daerah terpidana
bertempat tinggal pada waktu pidana dijatuhkan.
e) Pidana kurungan lazimnya diancamkan kepada :
- Pada umumnya dijatuhkan pada kejahatan-kejahatan
Culva atau lalai.
- Pelanggaran yang biasanya diancamkan secara alternatif
dengan pidana denda. Bahkan beberapa pelanggaran
justru pidana denda itu lebih menonjol. Contoh : pasal 49,
pasal 490.
4. Pidana denda
Diatur dalam pasal 30-31.
Pidana denda tertuju pada harta benda orang.
Dijatuhkan pada tindak pidana ringan yakni berupa pelanggaran
tau kejahatan ringan.
Bisa dipikul oleh orang lain atas nama terpidana.
Pengaturan pidana denda dalam pasal 30:
- Minimal 3 rupiah 75 sen (sekarang sudah disesuaikan).
- Jika tidak dibayar diganti dengan kurungan (subsiadair).
- Kurungan pengganti minimal 1 hari, maksimal 6 bulan bisa
diperpanjangn menjadi 8 bulan.
- KUHP tidak menentukan batas maksimal, melainkan batas
minimum umum, batas maksimal khusus ditentukan secara
khusus ditentukan dalam pasal-pasal KUHP.
- Jika ada pemberatan karena perbarengan atau pengulangan
atau ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti
paling lama menjadi 8 bulan.
- Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih 8
bulan
Pengaturan pidana denda dalam pasal 31.
Menentukan terpidanya dapat melepaskan diri kurungan
pengganti dengan ketentuan :
- Terpidana denda dapat menjalani kurungan pengganti tanpa
menunggu batas waktu pembayaran denda (dapat seketika
manjalankanya.
- Setiap waktu ia berhak dilepakan dari kurungan pengganti,
jika membayar dendanya.
- Pembayaran sebagian pidana denda baik sebelum mauoun
sesudah mulai menjalini pidana kurungan pengganti,
membebaskan terpidana dari sebagian pidana kurungan yang
seimbang dengan bagian yang dibayarnya. Jadi terpidana
bebas memilih aturan membayar atau tidak dan denda dapat
dicicil sesuai dengan ketentuan pasal 273 ayat 1 KUHAP.

Anda mungkin juga menyukai