Anda di halaman 1dari 53

MENDENGKUR

DAN
APNEA SAAT TIDUR

Prof. Sri Herawati, dr, Sp.THT-KL(K)


1
SINGKATAN
 AHI Apnea-Hipopnea Index
 ECG Electrocardiography
 EEG Electroencephalography
 EDS Excessive Daytime Sleepiness
 EOG Electroocculography
 OSA Obstructive Sleep Apnea
 MRI Magnetic Resonance Imaging
2
MENDENGKUR
 = snoring

 obstruksi jalan nafas


 normal atau patologis ?
 lazim terjadi vs normal
 kadang-kadang vs persisten

3
ANALOGI
 Peningkatan gula darah sewaktu-waktu
 pankreas N  koreksi cepat
 DM  kemampuan koreksi sendiri (-)

 Mendengkur
 orang N  koreksi sendiri
 apnea saat tidur  kemampuan koreksi (-)

DM ~ Mendengkur
(kelainan yang lazim terjadi, tetapi tak dapat
disebut normal) 4
SEJARAH
 Dahulu :
sering diabaikan

 Sekarang :
mulai diperhatikan
 dapat berkaitan dgn masalah kardiorespirasi
 dapat menjadi OSA (obstructive sleep apnea)
 membuat penderita tak nyaman (minder)
5
DEFINISI
 suara berisik / tak menyenangkan yang timbul saat tidur
 frekuensi rendah yang timbul dari suatu tempat di jalan
nafas atas dengan volume berfluktuasi sepanjang malam
atau hari-hari berikutnya
 merupakan tanda obstruksi faringeal inkomplet
 termasuk gangguan pernafasan berhubungan dengan
tidur (= sleep-disordered breathing)

6
SLEEP-DISORDERED BREATHING
 Suatu kelompok kelainan yang disebabkan oleh pola
pernapasan abnormal yang mengganggu tidur dan ditandai
dengan adanya dengkur (snoring)

 Termasuk dalam kelompok ini :


1. Habitual snoring
2. Upper airway resistance syndrome (UARS)
3. Obstructive sleep apnea (OSA)

7
HABITUAL SNORING
= MENDENGKUR HABITUAL

 Penyebab :
adanya vibrasi jaringan lunak faringeal karena adanya aliran udara
yang bergerak cepat akibat penyempitan faring

 Vibrasi terjadi pada :


 tepi posterior palatum mole, uvula
 arkus tonsil, tonsil, adenoid
 pangkal lidah

8
UPPER AIRWAY RESISTANCE
SYNDROME (UARS)
 meningkatnya usaha ventilasi karena penyempitan jalan nafas atas

 akibat : tidur terputus


terbangun dari tidur
somnolen siang hari

 tidak disertai : apnea


hipopnea
desaturasi oksihemoglobin
9
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA
(OSA)
 Henti napas saat tidur karena adanya obstruksi jalan napas atas.
  macam obstruksi : parsial atau total

 Apnea  tanpa aliran udara selama ≥10 detik


 Hipopnea  2 dari 3 kriteria berikut :
 Penurunan saturasi O2 2%
 Penurunan aliran udara 50%
 Arousal evident pada EEG

 AHI = kejadian apnea-hipopnea selama 1 jam durasi tidur


~ polisomnografi

10
EPIDEMIOLOGI
 1-5% orang dewasa
 semua umur
 sering pd laki-laki usia pertengahan
 laki-laki : perempuan = 2 : 1
 30% pria mendengkur  OSA (+)

11
PREDISPOSISI
FAKTOR KONSTITUSI KELAINAN ANATOMI
 Laki-laki >>  jalan nafas lebih sempit  Herediter  deformitas,
 Wanita  menopause tenggorokan sempit
 Usia lanjut  tonus muskulus menurun  Buntu hidung
 Obesitas  jaringan lemak di leher  Hipertrofi adenotonsilar
 Makroglosia
KELAINAN ENDOKRIN
 Mikro/retrognatia
 Hipotiroid
 Akromegali UNDERLYING DISEASES
 Amiloidosis
LAIN-LAIN
 Merokok  muskulus relaks, buntu hidung
 Sindroma Marfan
 Alkohol, obat (sedatif, antihistamin)  Sindroma Down
mengurangi tonus muskulus (relaksasi)  Sindroma pasca polio
memperpanjang apnea  Distrofi muskular
 meningkatkan nilai ambang bangun  Kifoskoliosis 12
PATOFISIOLOGI
 Mekanisme normal untuk mempertahankan lumen
~ tergantung fungsi muskulus dilator faringeal :
 pterygoideus medialis (PM)
 tensor veli palatini (TP) *
 genioglosus (GG) *
 geniohoid (GH)
 sternohioid (SH)

 OSA
 akibat sedikit/tidak adanya penunjang kaku (rigid
support) pada jalan nafas regio orofaring & hipofaring
13
patofisiologi osa

 Ada penyempitan anatomi jalan nafas atas


 inspirasi melalui jalan sempit
 aliran udara makin cepat
 tekanan negatif makin besar

 Saat bangun (tidak tidur) :


 tekanan negatif akan diimbangi peningkatan aktivitas muskulus GG dan TP

 Saat tidur :
 kompensasi neuromuskular (-)
 aktivitas muskulus kembali pada level tanpa OSA
(aktivitas tidak meningkat)
14
patofisiologi osa

 Hilangnya tonus muskulus lebih tampak pada fase


tidur REM (rapid-eye-movement)

 Kombinasi :
penyempitan anatomi
+ hilangnya kontrol neuromuskular

- jalan napas kolaps


- aliran udara berhenti / berkurang 15
OSA
KEJADIAN KONSEKUENSI GEJALA KLINIK
AWAL FISIOLOGIK
SLEEP ONSET UNEXPLAINED
BRADIKARDIA VAGAL NOCTURNAL DEATH
DENYUT JANTUNG
APNEA
EKTOPIK
HIPERTENSI PULMONAL
VASO-KONSTRIKSI PARU GAGAL JANTUNG KANAN

↓↓ O2 ↑↑CO2 VASO-KONSTRIKSI HIPERTENSI SISTEMIK


↓↓ pH SISTEMIK
STIMULASI ERITHROPOISIS POLISITEMIA

TERBANGUN
DISFUNGSI OTAK KANTUK SIANG BERLEBIHAN
DETERIORASI INTELEKTUAL
PERUBAHAN PERSONALITI
ALIRAN NAFAS DEEP SLEEP TAK TERJADI KELAINAN SIKAP
KEMBALI FRAGMENTASI TIDUR

KEMBALI AKTIVITAS MOTORIK TIDUR GELISAH


TIDUR BERLEBIHAN
16
DIAGNOSIS

 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan radiologi
 Polisomnografi

17
Anamnesis
 Mendengkur (heteroanamnesis)
 Terlihat apnea (heteroanamnesis)
 Terbangun malam hari
 Terengah-engah/tercekik waktu tidur
 Bangun tidur tidak segar/masih mengantuk
 Mengantuk berat sepanjang hari
 ESS = Epworth Sleepiness Scale > 10
 Penurunan konsentrasi
 Penurunan libido

18
Anamnesis OSA

 Curiga OSA
 bila terdapat salah satu gejala dibawah ini,
dengan frekuensi >3x / minggu :
 terbangun dari tidur ok tersedak/terbatuk
 apnea pada saat tidur
 bangun pagi dengan perasaan tidak segar

19
EPWORTH SLEEPINESS SCALE
KRITERIA 0 1 2
3

Duduk & membaca


Menonton TV
Duduk diam di tempat umum (di bioskop atau rapat)
Sebagai penumpang mobil selama 1 jam tanpa istirahat
Rebahan istirahat sore ketika lingkungan memungkinkan
Duduk dan berbicara dengan seseorang
Duduk tenang setelah makan siang tanpa minum alkohol
Saat mengemudi dan mobil berhenti beberapa menit
dalam kemacetan

TOTAL SKORING
20
EPWORTH SLEEPINESS SCALE
 NILAI ESS :
0 = tidak pernah mengantuk
1 = sedikit mengantuk
2 = cukup mengantuk
3 = sangat mengantuk dan tertidur

 SKOR :
6 – 8 : kontrol
11 : cenderung EDS
(excessive daytime sleepiness)
12 – 14 : OSA 21
Pemeriksaan Fisik

1. BMI : BB/TB (kg/m2)


2. Ukuran lidah : Friedman tongue position (1-4)
3. Ukuran tonsil (1-4)
4. Bentuk & panjang uvula
5. Kelainan bentuk rahang bawah (mikro/retrognatia)
6. Menentukan tempat & penyebab obstruksi
(nasolaringoskopi)

22
UKURAN LIDAH

23
UKURAN TONSIL

24
BENTUK & PANJANG UVULA

25
KELAINAN RAHANG BAWAH

26
TEMPAT & PENYEBAB OBSTRUKSI

27
Pemeriksaan Radiologi
 Lateral X-ray
 melihat ruang post nasal
 melihat posisi dan besar lidah dalam hubungannya
dengan rahang
 melihat obstruksi jalan nafas
 cephalometric roentgenogram
 luas jalan nafas dan hubungan dengan struktur tulang

 untuk : - merencanakan operasi


- memprediksi hasil operasi

 CT scan & MRI  tidak rutin 28


Polisomnografi
 Baku emas diagnosis OSA
 Terdiri dari :
 EEG  menentukan stadium tidur
 EOG  membedakan fase tidur REM dan non-REM
 ECG  monitor aritmia jantung
 pengukuran saturasi oksigen
 nasal-oral airflow
 pergerakan toraks dan abdomen
 posisi tidur
 tekanan darah

29
polisomnografi

DATA DIDAPAT DARI POLISOMNOGRAM :


 sleep latency (length of time to fall asleep)
 sleep efficiency (total sleep time/time in bed)
 AHI
 tipe gangguan respirasi
 pola tidur
 volume & ada/tidaknya snoring
 efek perubahan posisi
 desaturasi oksigen
30
PARAMETER POLISOMNOGRAFI
UNTUK OSA

OSA AHI Average SaO2 Sa O2


desaturation terendah

Ringan 5 - 15 >4% < 96% > 85%

Sedang 15 - 30 75 – 85%

Berat > 30 < 75%


31
DIAGNOSIS OSA
AHI Arousals / h Snoring Daytime
Alertness

Snoring <5 < 10 + Normal

UARS < 10 Often > 15 + / - Impaired

OSA
- Mild 5 – 15 5 – 20 + Mild
impairment
- Moderate 15 – 30 10 – 30 + Moderate
impairment
- Severe > 30 > 20 ++ Severe
impairment

Central SAS > 5 > 10 +/- Variable


central apnea/h
32
STADIUM OSA
KRITERIA FUJITA & AHI
Posisi lidah Tonsil BMI AHI
Friedman

Stadium 1 1 3, 4 < 30 5 - 15
2 3, 4 < 30

Stadium 2 1, 2 0, 1, 2 < 30 15 – 30
3, 4 3, 4 < 30

Stadium 3 3 0, 1, 2 Apapun > 30


4 0, 1, 2 Apapun
Apapun Apapun > 30
33
PENATALAKSANAAN OSA
 Tujuan terapi OSA :
 menurunkan morbiditas
 menurunkan mortalitas
 perbaikan kualitas hidup

 Jenis terapi ditentukan oleh :


 berat ringan somnolen
 ada tidaknya disfungsi kardiovaskular
 hasil polisomnogram
34
penatalaksanaan

 Indikasi terapi segera :


 apnea > 20 kali per jam tidur
 saturasi oksihemoglobin < 85 %
 AHI > 5

35
PENATALAKSANAAN OSA
INTERVENSI PERILAKU

INTERVENSI MEDIK
 Terapi farmakologi
 Pemberian oksigen
 Pemasangan CPAP

INTERVENSI BEDAH
 Operasi hidung
 Operasi palatofaringeal
 Pillar soft palate implants
 Trakeotomi 36
INTERVENSI PERILAKU

 Menurunkan BB
 Hindari alkohol dan rokok
 Tidur teratur dan cukup
 Hindari posisi tidur terlentang

37
TERAPI FARMAKOLOGI
 Peran terbatas

 Atasi buntu hidung :


 dekongestan hidung
 steroid intranasal
 antihistamin

 Mengurangi jumlah apnea :


 protriptylin dan fluoxetine
 tidak signifikan
 efek samping >>>
38
PEMBERIAN OKSIGEN
 Berguna pada penderita desaturasi oksihemoglobin berat, terutama
bila :
 aritmia
 tak mau terapi lain

 Dapat mengurangi frekuensi apnea yg berhubungan dengan jantung


 tak dapat mencegah : kesulitan respirasi waktu tidur
: terputusnya tidur

 Dapat memperpanjang apnea


 menghilangkan efek rangsang hipoksia pada ventilasi

39
CONTINUOUS POSITIVE
AIRWAY PRESSURE (CPAP)
 Terapi utama OSA
 tapi tidak menyembuhkan kausa

 Bertindak sebagai pneumatic stent


 mencegah kolapsnya jalan nafas atas

 Udara dialirkan dalam traktus respirasi


melalui hidung
 mengurangi episode apnea
 mencegah desaturasi oksigen 40
CPAP
 Tekanan ~ polisomnogram
 dilakukan titrasi tekanan
 sampai kelainan respirasi hilang

 Hasil baik
 sering tak dapat ditoleransi penderita

41
42
CPAP

43
INTERVENSI BEDAH
 INDIKASI :

 terapi konservatif gagal


 level obstruksi diketahui dg pasti
 tindakan operatif diyakini dapat koreksi
obstruksi
 AHI > 20

44
OPERASI HIDUNG
 MACAM
~ kausa buntu hidung :
 Septoplasti
 Konkektomi
 Polipektomi
 Kombinasi

 Sering diperlukan pd pemasangan CPAP


45
OPERASI PALATOFARINGEAL
 ADENOTONSILEKTOMI
 sering pd anak
 pada dewasa : hipertrofi tonsil jarang menyebabkan OSA
 biasanya dikerjakan bersamaan dengan UPPP

 LAPP / LAUPP
= LASER-ASSISTED UVULO / PALATOPLASTY
 memendekkan palatum atau uvula dan palatum dengan laser

 UPPP = UVULOPHARYNGOPALATOPLASTY +TE


 bila obstruksi hanya pd retropalatal
 eksisi jaringan lunak pada tepi bebas palatum mole, dinding faring lateral
posterior dan uvula 46
SURGICAL OPTIONS
FOR SHORTENING & STIFFENING THE PALATE

47
PILLAR SOFT PALATE IMPLANTS
 Cara sederhana, anestesi lokal, tak perlu MRS
 Lama tindakan : 15-30 menit
 Bahan : poliester, panjang 18 mm, Ø luar 2 mm

 Pasang 3 pilar implant dalam muskulus palatum mole


 Removable, reinsertation, permanent
 Discomfort minimal, diet dan aktivitas normal

 Hasil tampak dalam 4-6 minggu


 Efek long-lasting  fibrosis, scarring
48
PILLAR IMPLANT

49
PILLAR IMPLANT

50
PILLAR IMPLANT

51
TRAKEOTOMI
 Melakukan bypass seluruh jalan napas

 Indikasi : penderita OSA berat


 terutama bila : * desaturasi berat
* aritmia yang mengancam jiwa
* disfungsi kardiopulmonal

 Dapat permanen atau temporer


 sampai penyembuhan dicapai dengan operasi lain

 Sangat efektif, tetapi jarang dilakukan


 karena :  morbiditas
 perlu perawatan jangka panjang 52
53

Anda mungkin juga menyukai