Anda di halaman 1dari 26

BAY’ WAFA

Dr. Irwan Maulana, Lc., M.Si


Bay’ Wafa’
• Bai` Wafa` adalah: Suatu transaksi (akad) jual-beli
dimana penjual mengatakan kepada pembeli: saya
jual barang ini dengan cara saya berhutang
kepadamu yang hutangnya engkau berikan
padaku dengan kesepakatan (janji) jika saya telah
melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali
jadi milikku lagi. ( Al Jurjani Ali bin Muhammad
bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69
Definisi Bay’ Wafa’ Menurut Kitab Fiqh Riba
Dr.Abdul Azhim Jalaluddin Abu Zaid, hlm 537.

‫أن يبيعه العين بألف مثال على أنه اذا رد عليه الثمن رد عليه العين‬
‫المبيعة‬

• Seseorang menjual sebuah benda seharga


1000 dengan syarat jika penjual itu
mengembalikan uangnya (harganya), maka
pembeli tersebut mengembalikan benda
yang dibelinya itu kepada penjual semula
• Menurut Ibnul `Abidin, Bay` Al Wafa` adalah:
Suatu akad dimana seorang yang membutuhkan
uang menjual barang kepada seseorang yang
memiliki uang cash. Barang yang dijual tsb tidak
dapat dipindah-pindah (real estate/property /`aqar)
dengan kesepakatan kapan ia dapat
mengembalikan harga barang tersebut maka ia
dapat meminta kembali barang itu. (lihat; Ibnul
`Abidin, Raddul Muhtar, vol.iv/p.257,
Definisi menurut Fiqh Sunnah
• Atau: seorang yang membutuhkan uang
menjual real estate/real property (barang
yang tidak dapat dipindah-pindahkan
seperti; rumah) dengan kesepakatan jika ia
dapat melunasi (mengembalikan) harga
tersebut maka ia dapat mengambil
(memiliki) kembali barang itu. ( Sayyid
Sabiq, Fiqh As-sunnah, vol.iii / p.166 )
Definisi Yakan Zuhdi
• Bai` Wafa` adalah: Suatu akad jual beli
yang mana pembeli berkomitmen setelah
sempurna akad bai` untuk mengembalikan
barang yang dibelinya kepada penjualnya
sebagai ganti pengembalian harga barang
tersebut. (Yakan Zuhdi, `Aqdul Bai`, p.131)
Definisi Majallah al-Ahkam
al-’adliyah Turki Usmani

• Bay’ al-wafa’ is a contract whereby the owner


of an estate (house or land) sells it, with a
condition that he will have it back once he
returns its price to the buyer (See Articles 118
and 396-403 of Majallat al-Ahkam al-Adliyah).
Definisi Mustafa Ahmad Zarqa
• Mustafa Ahmad Zarqa mendefinisilan, Bay
wafa ialah. “:Dua jual beli yang dilakukan oleh
dua pihak yang dibarengi dengan syarat bahwa
barang yang dijual itu dapat dibeli kembali oleh
penjual, apabila tenggang waktu yang
ditentukan telah tiba”.
• Tenggang waktu pembelian kembali dapat
terjadi 1 tahun atau 2 tahun.
Nama-nama Bay’ wafa
• Pada awal perkembangannya di Syiria, bay’
wafa’ disebut juga bay itha’ah
• Di Mesir dinamakan Bay al-Amanah
• Ulama Syafiiyah menyebutnya bay ‘uhdah dan
bay ma’ad
• Ulama Hanabilah menyebutnya bay amanah
• Hanafiyah menyebutnya selain bay wafa, juga
bay jaiz (artinya jual beli dibolehkan karena
bersih dari riba). Lihat, Innu Abidin Radd al-
Mukhtar, Jilid 4 , hlm. 246
Asset (obyek akad) bay’ wafa’
• Asset yang dijual dalam bay’ wafa’ biasanya
rumah (property), sawah, kebun (benda-benda
‘iqar = benda yang tidak bergerak).
• Misalnya, Ahmad membutuhkan uang untuk suatu
keperluan, maka ia menjual kebun kurmanya
seluas 10 hektar kepada seseorang dengan harga
500 dinar dalam waktu dua tahun. Keduanya
sepakat, jika waktu sudah berakhir, maka Ahmad
membeli kembali kebun kurmanya seharga
penjualan semula, yaitu Rp 500 dinar.
• Oleh karena akad yang digunakan adalah
akad jual beli, maka pembeli boleh
memanfaatkan (menikmati) hasil kebun
tersebut, sehingga kebun itu mendatangkan
keuntungan baginya, Tetapi kebun tersebut
tidak boleh dijual kepada orang lain
• Berdasarkan konsep jual beli wafa tersebut,
jelas bahwa bay wafa ini berbeda dengan rahn
(gadai), karena rahn adalah bentuk gadaian
(jaminan hutang). Sementara barang yang
digadaikan tidak boleh dimanfaatkan murtahin
(pemberi hutang/gadai), kecuali jaminan itu
berupa hewan tunggangan. Jika pemberi hutang
memanfaatkan barang tersebut, maka praktik
itu tergolong riba, sesuai hadits Nab Saw,
Setiap pinjaman di mana pemberi hutang
menarik manfaat dari hutang tersebut, maka ia
termasuk riba.
• Dalam bay’ wafa, status asset yang dijual bukanlah
borg (gadaian), karena bay’ wafa adalah bentuk jual
beli, sehingga asset yang dibeli pembeli (buyer)
menjadi miliknya, makanya pembeli dengan bebas
dapat memanfaatkannya dan menikmati hasilnya.
Cuman ia tidak boleh menjual asset itu kepada orang
lain. Hal ini disebut bay’ maushufah biz zimmah,
artinya, jual beli yang disifati dengan tanggungan
menjual kembali kepada penjual semula, yakni
pembeli berkewajiban menjual kembali asset itu
kepada penjual semula.
Perbedaan Bay wafa’ dengan gadai (rahn)
Rahn Bay’ wafa
1 Pembeli tidak sepenuhnya memiliki Pembeli sepenuhnya memiliki barang
barang yang dibeli yang dibeli, tetapi mausufah biz zimmah

2 Barang gadaian tidak boleh Barang yang sudah dibeli bebas


dimanfaatkan penerima gadai, kecuali dimanfaatkan pembeli selama jangka
hewan / kendaraan dan atau atas izin waktu yang disepakati
pemilik
3 Biaya yang diperlukan untuk Biaya yang diperlukan untuk
pemeliharaan barang gadaian menjadi pemeliharaan barang menjadi tanggung
tanggung jawab pemilik barang jawab pembeli
4 Status asset milik Penggadai Status asset menjadi milik pembeli selama
jangka waktu yang disepakati

5 Jika barang gadaian rusak menjadi Jika barang rusak sedikit, akad tetap
tanggung jawab murtahin (penerima berlangsung, kecuali rusak parah atau
gadaian), baik rusak kecil atau besar rusak total.
Persamaan
No Persamaan Rahn dan Bay’ Wafa
1 Kedua belah pihak sama-sama tidak boleh
memindah tangankan barang itu kepada pihak
ketiga
2 Baik rahn maupun bay wafa, pihak I
(penjual/penggadai) sama-sama mendapatkan uang
dengan menyerahkan barang

3 Jika terjadi kerusakan barang, maka kerusakan itu


ditanggung murtahin dan pembeli, kecuali yang
rusak sedikit (sesuai ‘urf)
4 Ketika hutang (uang penjualan) dikembalikan
kepada pembeli (pada saat jatuh tempo) maka
pembeli wajib memberikan barang kepada penjual
semula
Manfaat bay’ wafa’
• Menghindarkan masyarakat dari pinjaman
riba
• Sebagai sarana tolong menolong antara
pemilik dana dengan orang yang
memerlukan dana
Sejarah Bay’ Wafa
• Menurut Abu Zahroh, tokoh ulama Mesir kontemporer yang
terkemuka, Bay’ wafa sebagai praktik muamalat muncul di
Asia Tengah (Bukhara dan Balkhan) pada pertengahan abad
kelima Hijriyah dan selanjutnya merambat ke Timur
Tengah.
• Menurut Mustafa Ahmad Zarqa, bay’ wafa baru
mendapatkan justifikasi para ulama Hanafi setelah bay wafa
menjadi ‘urf dalam masyarakat Bukhara dan Balkhan, Jadi
proses penerimaaannya dalam hukum syariah memakan
waktu cukup lama .
• Munculnya bay’ wafa’ disebabkan oleh para pemilik modal
tidak mau lagi memberikan hutang kepada orang-orang yang
memerlukan uang, jika mereka tidak mendapatkan imbalan
apapun.
• Hal ini menyulitkan masyarakat yang
membutuhkan uang cash. Kondisi ini mendesak
mereka untuk menciptakan akad tersendiri,
sehingga keperluan masyarakat terpenuhi dan
keinginan orang-orang pemilik dana pun
terealisasi. Jalan keluar yang mereka ciptakan
adalah bay’ wafa’.
• (Muhammad Abu Zahroh, Tarikh al-Mazahib al-
Islamiyah,Mesir dar al-Fikr al-’Araby, hlm. 243)
• Menurut Anas Zarqo, transaksi bay’ wafa
dibutuhkan masyarakat, karena dengan jual
beli ini, keperluan masyarakat yang
membutuhkan uang terpenuhi, dan pada saat
yang sama mereka terhindar dari riba.
• Ulama Hanafiyah membolehkan wafa’ ini
didasarkan pada dalil istihsan ‘urfi, yakni
istihsan karena praktik itu telah menjadi ‘urf
dalam masyarakat serta jual beli ini memang
dibutuhkan masyarakat (hajiyat)
• Oleh karena bay’ wafa telah menjadi urf
dan diterima baik di tengah masyarakat,
maka pemerintahan Turki Usmani melalui
Majallah Ahkam al-Adliyah, pada tahun
1876 M, memamasukkan bay’ wafa dalam
Kodifikasi Undang-Undang Turki tersebut.
Bay’ Wafa dalam Undang-Undang

• Selanjutnya, Lebanon dalam Undang-undang


Qonun Milkiyah Libanon melegalkan konsep Bay`
Al Wafa` untuk memberi kesempatan bagi
peminjam uang (penjual) mengambil keuntungan
dengan cara benar dan memberi kesempatan bagi
yang meminjamkan uang (selaku pembeli) untuk
dapat memanfaatkan barang yang dibelinya serta
memenuhi keinginan pembeli untuk memiliki
assetnya kembali setelah beberapa saat masa sewa.
(Yakan Zuhdi, `Aqdul Bai`, p.132)
• Konsep bay’ wafa selanjutnya merambah ke
Mesir. Pada tahun 1948 Mesir menyusun
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan
UU ini mengakui secara sah bay’ wafa’, yang
dicantumkan pada pasal 430 Undang-Undang
tersebut.
• Demikian pula dalam kitab Undang-Undang
Perdata Syiria (Qanun Madany al-Sury), bay’
wafa’ dicantumkan pada pasal 433.
(Lihat, Mustafa Ahmad Zarqa. Syarah Qanun Al-Sury :
Al-”Uqud al-Musammah, Damaskus Dar Kitab, 1968),
hlm.23 )
Hukum Bay’ wafa’ menurut Ulama
• Hanafiyah membolehkannya dan beberapa
negara telah mengakui /memasukkannya
dalam perundang-undangan perdata, seperti
Turki Usmani dan Lebanon
• Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah
tidak setuju dengan kebolehan bay’
wafa’.
• Dasar atau dalil Syafiiyah dan Malikiyah
ialah ada 2 :
• 1. Berpegang pada kaedah :

‫العبرة في العقود للمقاصد و المعاني ال لأللفاظ والمباني‬

“Yang dipandang dalam akad-akad adalah maksud


dan tujuan akad, bukan lafaz formal”.
• 2. Dalil Sadd al-Zari’ah, yaitu untuk
mencegah terjadinya riba
Aplikasi Bay’ wafa/ bay istighlal
di Bank Islam
Tahap 1.
Pemilik menjual rumahnya kepada bank dengan
harga tertentu

Tahap 2.
Bank menyewakan/mengontrakkan rumah yang
dibeli itu kepada pemilik tadi untuk jangka waktu
tertentu.

Tahap 3.
Setelah masa sewa/kontrak selesai, pemilik pertama
akan membeli kembali rumahnya dari bank.
Any Question ??

Anda mungkin juga menyukai