Penggunaan Obat Pada Gangguan Hati

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 31

PENGGUNAAN OBAT

PADA GANGGUAN HATI


FUNGSI HATI
• Hati merupakan organ metabolisme yang
terbesar dan terpenting dalam tubuh.
• Hati terlibat dalam sintesis, penyimpanan dan
metabolisme banyak senyawa endogen dan
klirens senyawa eksogen, termasuk obat dan
toksin yang lain dari tubuh.
• Fungsi utama hati :
• Penyimpanan
Hati menyimpan energi, vitamin, mineral, darah dan
substansi lain yang berperan dalam pembentukan dan
regenerasi darah.
• Homeostasis (glukosa)
• Sekresi (garam empedu)
• Ekskresi (kolesterol, bilirubin)
• Sintesis
Sintesis protein plasma (albumin, transferrin, lipoprotein)
• Pembentukan (dan destruksi)
25-hidroksilasi vitamin D3 (vitamin D3 atau kolekalsiferol
adalah prekursor dari 1,25-dihidroksikolekalsiferol, bentuk
aktif vitamin D).
Produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol memerlukan
hidroksilasi molekul kolekalsiferol posisi 1- α dan posisi 25.
Hidroksilasi pada posisi 25 terjadi di hati, hidroksilasi pada
posisi 1-α terjadi di ginjal.
• Metabolisme (karbohidrat,protein dan lemak)
• Detoksifikasi
• Klirens
• Filtrasi
• Penyeleksian dan perlindungan
Fagositosis mikroorganisme yang berkembang dalam
darah dan juga sel darah merah yang tidak berguna.
PENYAKIT HATI
• Penyakit hati akut
- Penyakit hati akut dapat berupa penyakit ringan
dan dapat sembuh sendiri (self-limiting) atau dapat
berkembang menjadi sakit hati kronis.
- Contoh dari penyakit hati akut adalah hepatitis A.
- Penyebab lain dari hepatitis akut termasuk obat,
dalam jumlah yang diresepkan atau overdosis,
toksin, dan bahan-bahan kimia yang lain.
• Penyakit hati kronis
- Penyakit hati kronis didefinisikan sebagai radang
hatiyang terus-menerus tanpa adanya perbaikan
selama lebih dari 6 bulan.
- Kondisi ini dapat terjadi setelah serangan virus
hepatitis akut dan mungkin terjadi secara sekunder
dari penyakit autoimun (hepatitis aktif kronis
autoimun) ataupun diakibatkan alkohol atau obat
(oksifenisatin, metildopa, isoniazid)
- Penyakit hati kronis menyebabkan perubahan
struktur didalam hati yang akan menyebabkan gagal
hati kronis dan kematian.
- Alkohol merupakan penyebab penyakit hati kronis
(sirosis), paling sering terjadi di negara Barat,
sedangkan infeksi hepatitis B kronis merupakan
penyebab penyakit hati kronis yang paling sering
terjadi di Asia Timur.
MASALAH PADA HATI YANG
DIAKIBATKAN OBAT
• Mekanisme kerusakan hati akibat obat dapat
dibagi menjadi hepatoksisitas intrinsik dan
hepatoksisitas idiosinkratik.
• Kedua tipe tersebut dapat menyebabkan pola
kerusakan hati yang hampir sama dan
beberapa obat dapat menyebabkan lebih dari
satu jenis kerusakan.
• Hepatotoksitas Instrinsik (dapat diprediksi)
- Hepatoksisitas instrinsik dapat diprediksi,
tergantung dosis dan melibatkan mayoritas individu
yang menggunakan obat dalam jumlah tertentu.
- Rentang waktu antara mulainya pengobatan dan
timbulnya kerusakan hati sangat bervariasi
(beberapa jam sampai beberapa minggu).
• Hepatotoksisitas Idiosinkratik ( tidak dapat
diprediksi)
- Hepatotoksisitas idionsinkratik dapat terkait
dengan hipersensitivitas terhadap obat ataupun
kelainan metabolisme.
- Respon ini tidak dapat diprediksi dan tidak
tergantung pada dosis obat yang diberikan.
Contohnya :
• Klorpromazin dapat menyebabkan kolestasis yang parah
dan dapat terjadi berminggu-minggu setelah obat
dihentikan. Obat yang lain adalah koamoksiclav,
eritromisin, asam fusidat, glibenklamid, fenotiazin.
• Halotan mengakibatkan kenaikan transaminase serum dan
dapat menyebabkan nekrosis sel hati yang parah dan
mengarah pada gagal hati yang berat dengan mortalitas
yang tinggi.
• Isoniazid dapat menyebabkan peningkatan transaminase
pada 10% pasien dan jaundice pada 1% pasien dalam 2
bulan pertama. Isoniazid dapat pula menyebabkan
hepatitis akut maupun hepatitis aktif kronis.
• Hepatotoksitas yang diakibatkan sulfonamid dapat
menyerupai hepatitis virus.
• Nitrfurantoin menyebabkan kolestasis dan hepatitis akut
maupun kronis.
PENILAIAN PENYAKIT HATI
• Pasien yang menderita penyakit hati sering
kali menunjukkan tanda-tanda yang khas,
tetapi gejala (ciri-ciri klinis) mungkin tidak
spesifik.
• Daftar beberapa gejala dan tanda yang
biasanya muncul pada penyakit hati.
Gejala Tanda
Lemah Jaundice
Penurunan berat badan Asites
Mual Pruritus
Perut tidak nyaman Edema
Sedikit demam Ensefalopati
kebingungan Varises esofagus
• Gejala
Gejala yang tidak spesifik, dimana tidak
menunjukkan secara langsung adanya
gangguan hati, merupakan presentasi yang
sering dijumpai.
• Tanda-tanda
Banyak tanda yang berkaitan dengan penyakit
hati kronis, tampaknya terkait dengn
kegagalan hati untuk menjalankan fungsi
sintesis, metabolisme dan ekskresi secara
mormal.
• Jaundice
- Perubahan warna kulit dan sklera menjadi kuning
yang disebabkan oleh deposisi bilirubin.Paling sering
pada pasien dengan penyakit hati dan empedu. Hal ini
akibat dari peningkatan bilirubin serum.
- Jaundice dapat disebabkan oleh peningkatan
produksi bilirubin, gangguan transpor ke dalam sel
hati, penurunan ekskresi atau kombinasi diantaranya.
- Jaundice dibagi tiga jenis :
• Obstruktif, berkaitan dengan penyumbatan saluran empedu
(oleh batu empedu)
• Haemolitik, berhubungan dengan destruksi sel darah merah
yang berlebihan
• Toksik atau infektif, terkait dengan kerusakan akibat bahan
kimia atau radang sel hati (hepatitis infektif)
Jaundice juga dapat diklasifikasikan berdasarkan letak
penyebabnya:
• Arsites (ascites)
Akumulasi cairan dengan volume yang besar dalam rongga
peritoneal.
• Pruritus adalah rasa gatal pada kulit.
Pasien dengan penyakit hati dengan rasa gatal yang
parahdan menetap pada kulit yang disebabkan oleh
deposisi garam empedu dalam kulit.
• Ensefalopati ditunjukkan dengan perubahan minat dan
perilaku, kebingungan, gangguan ritme tidur, mengatuk,
akhirnya delirium dan koma. Diduga terkait dengan
metabolit toksik dalam darah yang melewati hati melalui
pembuluh darah kolateral dan langsung menuju otak,
mengakibatkan ensefalopati.
- Penyebab kondisi ini termasuk amonia, asam lemak
bebas, asam γ-aminobutirat.
• Hipertensi portal ditunjukkan denganperkembangan
saluran kolateral di antara sistem portal dan sirkulasi
sistematik berakibat peningkatan tekanan darah lokal.
TES FUNGSI HATI
• Tes fungsi hati menggambarkan kerusakan atau radang
hati yang sebelumnya atau yang terjadi saat ini, juga
obstruksi saluran empedu.
• Nilai normal bukan berati tidak ada kerusakan hati
yang cukup besar karena 20% pasien dengan sirosis
kronis yang stabil memiliki nilai yang normal.
• Tes fungsi hati adalah petunjuk yang lemah mengenai
kapasitas hati untuk memetabolisme obat.
• Tes fungsi hati ini sangat bermanfaat pada
pemantauan arah perkembangan penyakit hati
(setelah diagnosa ditetapkan)dan respon pasien
terhadap pengobatan.
• Serum bilirubin
- Bilirubin adalah pigmen empedu primer yang
merupakan hasil akhir degradasi bagian heme (yang
mengandung besi) haemoglobin.
- Bilirubin terkonjugasi dan terekskresi ke dalam empedu
oleh hati.
- Kenaikan konsentrasi bilirubin serum disebabkan oleh
kerusakan sel hati, kolestasis (obstruksi aliran empedu),
haemolysis (perusakan sel darah merah).
- Kenaikan diatas 50 mikromol/liter akan menyebabkan
Jaundice.
- Serum bilirubin berguna untuk memantau perkembangan
dan keparahan penyakit hati.
- Normalnya, bilirubin yang terdapat dalam plasma sekitar
95% dalam bentuk tidak terkonjugasi.
• Serum transaminase
- Serum aspartate aminotransferase/ (AST)
(sebelumnya disebut Serum Glutamic-Oxaloacetic
Transaminase, SGOT)
- Serum alanine aminotransferase (ALT)
(sebelumnya disebut Serum Glutamic-Pyruvic
Transamine, SGPT)
- AST dan ALT adalah indikator yang sensitif terhadap
kerusakan sel hati.
- Keduanya ada pada sel hati dan adanya proses
penyakit akut yang merusak struktur sel hati akan
mengakibatkan pelepasan enzim tersebut ke dalam
darah.
- Kenaikan nilai AST dan ALT tidak terlalu besar atau
normal dapat dijumpai pada penyakit kronis
(obstructive jaundice atau sirosis)
• Serum alkaline phosphatase (ALP)
- Normalnya, ALP diekresi ke dalam empedu dan
diekresikan bersama empedu ke dalam usus.
- Obstruksi saluran empedu akan menstimulasi
produksi ALP dalam sel hati.
- Jika ALP meningkat bersamaan dengan
meningkatnya bilirubin merupakan indikasi
kolestasis.
- ALP saja yang meningkat dapat menjadi indikasi
infiltrasi hati (metastases atau sirosis).
- ALP tidak spesifik untuk hati, konsentrasi ALP
juga meningkat pada penyakit-penyakit tulang
(osteomalacia, karsinoma) trisemester ketiga
kehamilan.
• Gamma glutamyl transferase (GGT, γGT,
transpeptidase)
- Nilai GGt meningkat pada kebanyakan tipe penyakit
hati, tetapi terutama sekali pada obstruksi saluran
empedu (kolestasis).
- Sintesisnya ditingkatkan oleh obat-obat yang
menginduksi enzim (fenobarbital, fenitoin, rifampisin)
konsumsi banyak alkohol.
• Albumin plasma
- Albumin plasma disintesis di hati dan perubahan
konsentrasi serumnya merupakan petunjuk yang
berguna terhadap fungsi sintesis hati maupun tingkat
penyakit hati kronis.
- Konsentrasi albumin plasma menurun pada penyakit
hati kronis cenderung normal pada tingkat awal
hepatitis akut karena waktu paruhnya yang panjang
(sekitar 20 hari)
• Prothrombin time (PT)
- Protombrin adalah faktor pembekuan darah yang
disintesis di dalam hati dan mempunyai waktu paruh dua
sampai tiga hari.
- Protrombin tidak diukur secara langsung tetapi diukur
sebagai prothrombin time (PT) yaitu waktu yang diperlukan
untuk menghasilkan fibrin clot dalam plasma pada kondisi
standar.
- Prothombin time biasanya dieksresikan sebagai INR rasio
antara prothombin time pasien dibandingkan dengan
prothombin time kontrol normal.
- INR diperpanjang oleh adanya kegagalan sel hati
(berkaitan denganpenurunan sintesis oleh hati) dan
kolestasis (berkaitan dengan penurunan absorpsi vitamin K)
- Prothombin time sangat bermanfaat untuk
memperkirakan tingkat keparahan penyakit hati, baik akut
maupun kronis.
Karakteristik rentang nilai baku dalam serum
orang dewasa normal
Tes labotarium Rentang nilai baku
Bilirubin (bilirubin total) 2-20 mmol/liter
Bilirubin (direct)
(mengukur bilirubin yang terkonjugasi) 3-17 mikromol/ liter
Apartase transaminase (AST) 0-35 unit/ liter
Alanine transamine (ALT) 0-35 unit/ liter
Alkaline phosphotase (ALP) 25-100 unit/ liter
Gamma Glutamyl Transferase (GGT) 5-45 UI/ liter
Albumin 35-55 g/ liter
Prothrombin time (PT) Sekitar 10-14 detik
International Normalised Rasio (INR) 1-1,2
• Tes untuk abnormalitas fungsi hati
Interpretasi sederhana nilai tes terhadap
abnormalitas fungsi hati :
• Reduksi massa sel hati yang berfungsi
perpanjangan prothrombin time
• Kerusakan sel hati terutama akan
menyebabkan peningkatan nilai ALT dan
AST
• Hambatan aliran empedu menyebabkan
peningkatan ALP, bilirubin terkonjugasi, dan
GGT, walaupun peningkatan GGT ini kurang
spesifik
Interpretasi sederhana nilai tes
terhadap abnormalitas fungsi hati
HEPATITIS AKUT KOLESTASIS PENYAKIT HATI
(Obstruksi pada ALKOHOLIK KRONIS
sistem empedu) (sirosis)
ALP N/+ +++ N/+
ALT +++ N/+ N/+
AST +++ N/+ N/+
GGT N/+ ++ +++
BILIRUBIN N / +++ + sampai +++ + sampai +++
ALBUMIN N N Rendah
Prothombin Time N atau N atau Diperpanjang
diperpanjang diperpanjang

+ = sedikit peningkatan ++ = penigkatan sedang +++ = peningkatan besar N= normal


PERUBAHAN FARMAKOKINETIK PENTING PENYAKIT HATI
• Absorpsi obat
Pada kolestasis,absorpsi obat yang larut lemak dapat menurun
• Distribusi obat
- Sejumlah besar obat terikat protein yan tersirkulasi, biasanya
albumin tetapi dapat juga dengan globulin, lipoprotein, asam
glikoprotein.
- Hanya molekul yang tidak terikatlah yang tetap bebas dan aktif
secara farmakologi, sedangkan molekul terikat yang tersikulasi
tidak aktif secara farmakologi.
-Penyakit hati kronis dapat menyebabkan hipoalbuminemia dan
peningkatan senyawa endogen (bilirubin) dapat berkompetisi pada
tempat ikatan di protein.
- Penggunaan obat yang secara normal sangat besar keterikatannya
dengan protein karena peningkatan konsentrasi diazepam,
tolbutamid, fenitoin dan warfarin dalam keadaan bebas akibatnya
adalah peningkatan toksisitas.
• Metabolisme obat
- Metabolisme obat terutama terjadi di hati
oleh sistem enzim sitokrom P450 yang
berlokasi di retikulum endoplasmik halus sel
hati (hepatosit).
- Metabolisme terjadi di dalam dua fase :
 Fase 1 - melibatkan perubahan kimia pada struktur
dasar obat, contohnya dengan oksidasi, reduksi dan
hidrolisis.
 Fase 2 – melibatkan konjugasi, contohnya dengan
sulfatasi (sulphation), glukuronidasi, metilasi, atau
asetilase. Produk akhir konjugasi adalah senyawa yang
lebih polar yang dapat diekresikan dalam empedu dan
urin.
• Metabolisme lintas pertama (First pass/ pre-
systemic metabolism)
- Metabolisme lintas pertama oleh hati
menggambarkan bahwa obat dapat
dimetabolisme sesudah absorpsi tetapi sebelum
mencapai sirkulasi sistemik.

- Metabolisme lintas pertama oleh hati dapat


terjadi setelah pemberian secara oral.

- Pada sirosis hati yang parah, gangguan fungsi


sel hati, eliminasi lintas pertama akan menurun
dan ketersediaan sistemik akan meningkat.
• Ekskresi obat
- Beberapa obat, seperti rifampisin dan asam
fusidat, diekresikan lewat empedu tanpa
perubahan dan dapat terakumulasi pada
pasien dengan intrahepatic atau extraheptic
obstructive jaundice sehingga diperlukan
penyesuaian dosis.
FARMAKODINAMIK
• Pada penyakit hati yang parah, banyak obat yang dapat
memperburuk gangguan fungsi otak juga dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik.
obat-obat tersebut termasuk obat sedatif, analgesik opioid,
diuretika yang menyebabkan hipokalemia dan obat-obatan
yang menyebabkan konstipasi.
• Narkotika, seperti morfin dan peditin, benzodiazepin
terhadap sirosis.
• Penurunan sintesis faktor pembekuan darah oleh hati,
diindikasikan dengan prothombin time yang lebih panjang.
• Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Retensi natrium dapat diakibatkan dengan lebih cepat
oleh obat AINS atau kortikosteroid.
PEDOMAN UMUM DALAM PEMILIHAN OBAT UNTUK
PASIEN DENGAN PENYAKIT HATI
• Perubahan perlakuan terhadap obat pada
penyakit hati
- Pada pasien dengan penyakit hati, kapasitas
hati untuk memetabolisme/ mengeliminasi
obat dapat terganggu.
- Kelainan struktur ataupun fungsi akan
mempengarui kemampuan dan efektivitas
hati dalam hal memperlakukan obat.
- Perubahan - perubahan ini menyebabkan
tosisitas karena obat atau memperburuk
kondisi klinis pasien.
• Hepatotoksitas
- Obat dapat menyebabkan kerusakan
langsung sel hati atau mempengaruhi
fungsinya.
- Oleh karena pasien dengan penyakit hati
lebih berisiko terhadap toksisitas obat,
perhatian khusus harus diberikan terkait
dengan obat-obat yang digunakan.
Obat-obat yang harus dihindari
• Sedatif
- Terdapat kenaikan sensitivitas terhadap obat-obatan dengan efek
sedatif dan/ atau hipnotik.
- Obat-obat seperti ini dapat mengganggu penilaian status pasien
dan menimbulkan koma.
• Obat-obat yang menginduksi gangguan elektrolit
- Diuretika dan obat-obat yang mengakibatkan gangguan elektrolit
(Hipokalemia dan hipovolemik) dapat ikut berperan dalam
mengakibatkan ensefalopati hepatik (diuretika).
• Obat-obat yang terkait dengan perdarahan atau perubahan
fungsi platelet
- Gangguan hati menyebabkan penurunan atau gangguan produksi
faktor pembekuan darah, maka risisko perdarahan pada pasien
akan meningkat.
- Aspirin dan obat AINS harus dihindari, menyebabkan perdarahan
gastrointestinal, memiliki efek antiplatelet dan toksik terhadap
ginjal, terutama pada pasien dengan retensi cairan (obat AINS,
warfarin, aspirin)
• Obat-obat yang mempengaruhi enzim hati
- Obat-obat yang diketahui berpengaruh
terhadap enzim hati sebaliknya dihindarkan dari
pasien dengan fungsi hati yang terganggu.
- Rifampisin dapat meningkatkan hepatotoksitas
isoniazid, berdasarkan kenyataan bahwa
rifampisin meningkat produksi metabolit
hepatotoksik isoniazid.
 Penginduksi enzim
Tergantung dosis dan waktu paruh obat, induksi
biasanya dalam jangka waktu beberapa hari atau
seminggu dan bertahan selama jangka waktu yang
sama setelah penghentian senyawa penginduksi
enzim (karbamazepin, fenitoin, dan rifampisin).
 Penghambat enzim
- Kebalikan efek induksi enzim, penghambat enzim
muncul ketika konsentrasi penghambat yang dijumpai
pada tempat aktivitas.
- Efek penghambatan muncul dalam beberapa hari
dan akan hilang dalam jangka waktu yang sama ketika
obat penghambatnya dihentikan (simetidin,
eritromisin, dan isoniazid).
• Obat-obat Hepatotoksik
- Hepatotoksik dapat bersifat intrinsik
(tergantung dosis) atau idiosinkratik (tidak dapat
diprediksi).
- Contohnya : parasetamol, halotan, dan
isoniazid.

Anda mungkin juga menyukai