Dr. UDIN NARSUDIN, SH., M.Hum., SpN. • PEMBERIAN HGB/HAK PAKAI DIATAS HAK MILIK
• Dalam Peraturan Perundang-undangan ada 4 cara terjadinya hak atan
tanah, yaitu : • 1. Hak atas tanah terjadi menurut hukum adat. • Hak atas tanah yang terjadi menurut hukum adat adalah hak milik. Terjadinya hak milik ini melalui pembukaan tanah dan lidah tanah (aanslibbing). • Pembukaan tanah adalah pembukaan hutan yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh Kepala/Ketua adat. Selanjutnya Kepala/Ketua adat membagikan hutan yang sudah dibuka tersebut untuk pertanianatau bukan pertanian kepada masyarakat hukum adat. • Lidah tanah (aanslibbing) adalah pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau atau laut. Tanah yang tumbuh demikian ini menjadi kepunyaan orang yang memiliki tanah yang berbatasan, karena pertumbuhan tanah tersebut sedikit banyak terjadi karena usahanya. Dengan sendirinya terjadinya hak milik secara demikian ini juga melalui suatu proses pertumbuhan yang memakan waktu. • Lidah tanah (aanslibbing) adalah tanah yang timbul atau muncul karena berbeloknya arus sungai atau tanah yang timbul di tepi pantai. Tanah ini berasal dari endapan lumpur yang makin lama makin meninggi dan mengeras. Timbulnya tanah ini bukan karena kesengajaan dari seseorang atau pemilik tanah yang berbatasan, melainkan terjadi secara alamiah. Dalam hukum adat lidah tanah yang tidak begitu luas menjadi hak bagi pemilik tanah yang berbatasan. • 2. Hak Atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah • Hak atas tanah yang terjadi disini tanahnya semula berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara. • Hak atas tanah ini terjadi melalui permohonan pemberian hak atas tanah negara. Menurut Pasal 1 ayat (8) PMA/Kepala BPN Nomor 9/999, yang dimaksud pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan. • Hak atas tanah yang terjadi karena Penetapan Pemerintah yaitu : HM yang berasl dari tanah negara, HM yang berasal dari tanah Hak Pengelolaan, HGU, HGB yang berasal dari Hak Pengelolaan, Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak pengelolaan, Perpanjangan Jangka waktu HGU, HGB dan Hak Pakai atas tanah negara, pembaruan HGU, HGB dan Hak pakai atas tanah negara, pembaruan HGB dan Hak pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Perubahan HGB menjadi HM, Perubhan hak dari HM menjadi HGB. • Terjadinya hak atas tanah karena penetapan pemerintah diawali oleh permohonan pemberian hak atas tanah atas tanah negara kepada BPN setempat. Apabila lengkap BPN akan mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH), yang kemudian akan dialnjutkan dengan penerbitan sertipikat yang didasarkan kepada SKPH dimaksud. • 3. Hak atas tanah terjadi karena ketentuan UU • Hak atas tanah ini terjadi karena UU lah yang menciptakannya. Hak atas tanah ini terjadi karena ketentuan UU diatur dalam ketentuan konversi UUPA. • Terjadinya hak atas tanah ini atas dasar ketentuan konversi (perubahan hak) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA (24 Sept 1960) semua hak atas tanah yang ada sebelumnya diubah menjadi hak yang diatur dalam UUPA. • A.P. Parlindungan menyatakan bahwa konversi adalah penyesuaian hak- hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama, yaitu hak-hak atas tanah menurut BW dan tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah menurut ketentuan UUPA. • 4. Hak atas tanah terjadi karena pemberian hak • HGB dan Hak Pakai dapat terjadi pada tanah hak milik. Terjadinya HGB dan Hak Pakai dibuktikan dengan Akta Pemberian HGB/Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang dibuat dihadapan PPAT. Akta PPAT ini didaftarkan kepada Kantor Pertanahan Kota/kabupaten. • Dasar hukumnya, Pasal 37 huruf b, Pasal 41 ayat (1) UUPA, Pasal 24 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) PP 40 Tahun 1996, Pasal 44 ayat (1) PP 24/1997. • Pasal 37 UUPA: • Hak guna bangunan terjadi : • a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara : karena penetapan Pemerintah; • b. mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut. • Pasal 41 UUPA: • (1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang- undang ini. • Pasal 24 PP. 40/1996: • (1) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oeh Pejabat Pembuat Akta Tanah. • Pasal 44 PP.40/1996: • (1) Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. • (2) Pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan. • (3) Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaf-tarannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). • Pasal 44 PP 24/1997: • (1) Pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang- undangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. • AKTA TUKAR MENUKAR • Tukar menukar menurut Hukum Perjanjian berbeda dengan tukar menukar menurut Hukum Tanah Nasional. Tukar menukar menurut Hukum Perjanjian pengaturannya berdasarkan KUH Perdata. • Sedangkan, tukar menukar menurut Hukum Tanah Nasional pengaturannya berdasarkan UUPA. • Tukar menukar menurut Hukum Perjanjian adalah “suatu perjanjian, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya suatu barang lain.” • Tukar menukar merupakan perjanjian yang bersifat obligatoir. • Perjanjian yang bersifat obligatoir atau biasanya disebut perjanjian obligatoir adalah “perjanjian yang timbul karena kesepakatan dari dua pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya suatu perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik. • Perjanjian tukar menukar merupakan suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik sebagai gantinya suatu barang lain, perjanjian tukar menukar sama halnya dengan perjanjian jual beli tetapi perbedanya pada tukar-menukar kedua belah pihak berkewajiban untuk menyerahkan barang, sedangkan pada jual beli pihak yang satu menyerahkan barang dan pihak satunya lagi penyerahkan uang sebagaimana untuk alat dalam melakukan perjanjian. • Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa dalam tukar menukar baru ada suatu janji akan menukarkan hak kepemilikan atas suatu benda. • Tukar menukar saja tidak mengakibatkan beralihnya hak kepemilikan atas suatu benda yang dimaksud kepada pihak lain dalam perjanjian tersebut, untuk memindahkan hak kepemilikan tersebut, maka perlu dilakukan suatu perbuatan hukum yang dinamakan penyerahan atau Levering. • Levering adalah “suatu perbuatan yuridis guna memindahkan hak kepemilikan (transfer of ownership). • Namun semenjak berlakunya UUPA, pengaturan mengenai levering benda bergerak berupa tanah (Juridische Levering) sudah tidak berlaku lagi. • Hal tersebut dikarenakan UUPA mencabut pasal-pasal dalam KUH Perdata sepanjang mengenai tanah. Hal yang didasari dari keinginan UUPA sebagai Hukum Tanah Nasional untuk menyeragamkan mengenai hukum tanah di Indonesia dengan menghapus dualisme dalam hukum tanah. • Perbuatan hukum untuk memindahkan hak atas tanah dalam Hukum Adat dikenal dengan nama transaksi jual. • Inti dari transaksi jual adalah “pengoperan ataupun penyerahan dengan disertai pembayaran kontan dari pihak lain pada saat itu juga.” • Transaksi jual menurut isinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu menjual gadai, menjual lepas dan menjual tahunan. • Pada umumnya transaksi-transaksi ini dibuatkan suatu Akta yang ditandatangani atau dicap jempol oleh yang menyerahkan hak atas tanahnya serta dibubuhi pula tanda tangan kepala persekutuan dan saksi-saksi, Akta ini adalah merupakan suatu bukti. • Pelaksanaan penyerahan hak atas tanah antara pihak pertama kepada pihak kedua dan sebaliknya secara bersamaan dengan Akta yang dibuat oleh PPAT menunjukkan bahwa perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan oleh para pihak memenuhi sifat tunai. • Dilakukannya tukar menukar hak atas tanah dihadapan PPAT menunjukkan bahwa perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan oleh para pihak telah memenuhi terang. Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) yang ditandatangani oleh para pihak menunjukkan bahwa perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan telah memenuhi sifat riil. • Selain menunjukkan terpenuhinya sifat tunai, terang dan riil, ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 juga menunjukkan fungsi Akta PPAT dalam tukar menukar hak atas tanah. • Fungsi Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) dalam tukar menukar hak atas tanah adalah sebagai berikut: • a. Sebagai alat bukti; dan Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) membuktikan bahwa memang benar telah dilakukannya tukar menukar hak atas tanah oleh para pihak. Selain itu, karena tukar menukar hak atas tanah yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah, maka Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) juga membuktikan telah berpindahnya hak kepemilikan atas tanah dari pihak pertama kepada pihak kedua dan sebaliknya. Namun Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) yang dibuat baru mengikat para pihak dan ahli warisnya, hal ini dikarenakan administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum. • b. Sebagai syarat pendaftaran peralihan hak atas tanah karena tukar menukar di Kantor Pertanahan. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena tukar menukar di Kantor Pertanahan bertujuan agar para pihak mendapatkan kepastian hukum atas tukar menukar hak atas tanah yang telah dilakukan. Kepastian hukum tersebut terwujud dengan dikeluarkannya alat pembuktian yang kuat yaitu sertipikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan. Administrasi pendaftaran tanah yang ada di Kantor Pertanahan mempunyai sifat terbuka bagi umum (asas publisitas/openbaarheid). Oleh karena itu, dengan dicatatnya peralihan hak atas tanah karena tukar menukar tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan, bukan hanya para pihak dan ahli warisnya yang mengetahui, tetapi pihak ketiga juga dianggap mengetahui bahwa para pihak adalah pemegang hak atas tanah yang baru. • A. Persiapan Pembuatan Akta Tukar Menukar. • Sebelum melaksanakan pembuatan Akta, PPAT wajib terlebih dahulu meminta para pihak yang bersangkutan untuk menyiapkan dokumen- dokumen yang diperlukan untuk pembuatan akta PPAT (Akta Tukar Menukar). Dokumen-dokumen yang diperlukan tersebut adalah sebagai berikut: • 1) Sertipikat hak atas tanah para pihak; • 2) Surat bukti hak sebagaimana yang dimaksud dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997, apabila hak atas tanah yang ditukarkan belum terdaftar di Kantor Pertanahan; • 3) Identitas para pihak, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM), Akta Nikah (bila sudah menikah), Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); • 4) Surat Kuasa, apabila dalam pembuatan Akta PPAT tersebut yang hadir adalah orang yang diberi kuasa oleh pihak yang bersangkutan; • 5) Surat Persetujuan Suami/Isteri, apabila hak atas tanah yang ditukarkan adalah bagian dari harta bersama; • 6) Salinan penetapan Pengadilan Negeri setempat, apabila pihak yang bersangkutan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum pemindahan hak tersebut; • 7) Surat Pernyataan Tanah Tidak Sengketa; • 8) Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan. • Setelah PPAT menerima dokumen-dokumen tersebut, selanjutnya PPAT wajib untuk melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli. • PPAT juga diharuskan untuk meminta izin pemindahan hak dari instansi yang berwenang apabila hak atas tanah yang bersangkutan mensyaratkan bahwa untuk pemindahan haknya memerlukan izin pemindahan hak. • Selanjutnya dalam persiapan pembuatan Akta, para pihak sebagai calon penerima hak atas tanah diharuskan untuk membuat pernyataan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 99 ayat (1) PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997. • Selain itu, PPAT dapat menolak membuat Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) dalam hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997. • B. Pembuatan Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) harus mengikuti bentuk sebagaimana yang dimaksud dalam Perkaban 8/2012. • Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta PPAT (Akta Tukar Menukar) harus dihadiri oleh para pihak yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan Surat Kuasa tertulis. Pembuatan Akta Tukar Menukar harus disaksikan oleh sekurang- kurangnya 2 (dua) orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak dalam akta tersebut. • Hatur Nuhun… • Terimakasih…