1372 - Power Poin Harmonisasi
1372 - Power Poin Harmonisasi
HAMONISASI SECARA
VERTIKAL PERATURAN
DAERAH DENGAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
Muhammad Sapta Murti
Deputi Bidang Perundang-undangan
Kementerian Sekretariat Negara R.I.
DASAR HUKUM
1. UUD 1945;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Penyusunan Peraturan Perundang-
undangan;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
DEFINISI
Harmonisasi Vertikal: upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan,
menyeimbangkan, menyesuaikan, dan mengonsistensikan seluruh
elemen yang terdapat dalam peraturan daerah yang sedang disusun
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi terutama
dalam lingkup pengaturan yang sama/sejenis, dengan
mempertimbangkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat setempat
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
Peraturan Perundang-undangan: peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum.
(Pasal 1 angka 2 UU Nomor 10 Tahun 2004)
Peraturan Daerah: peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala
daerah.
(Pasal 1 angka 7 UU Nomor 10 Tahun 2004)
HIERARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
1.UUD 1945;
2.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
3.Peraturan Pemerintah;
4.Peraturan Presiden;
5.Peraturan Daerah.
[Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2004 ]
1. Pasal 27 UU No. 10 Tahun 2004
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan
peraturan daerah yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota diatur
dengan Peraturan Presiden
2. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu: politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama
(Pasal 10 ayat 3 UU no. 32 tahun 2004)
TINJAUAN SINGKAT PERATURAN
DAERAH
Pemerintahan daerah sebagai lembaga yang merepresentasikan otonomi
daerah berwenang untuk membentuk Peraturan Daerah dalam rangka
pelaksanaan otonomi di daerahnya.
Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintahan daerah
berwenang untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Pasal 1 angka 7 UU Nomor 10 Tahun 2004 menetapkan bahwa yang
dimaksud dengan peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan
bersama kepala daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, antara lain Pasal 1
angka 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
TINJAUAN SINGKAT PERATURAN
DAERAH
lanjutan-1
Materi muatan Peraturan Daerah berdasarkan Pasal 12 UU Nomor
10 Tahun 2004 meliputi seluruh materi yang berkaitan dengan
pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta untuk
menampung kondisi khusus (khas) daerah otonom, dan untuk
melaksanakan lebih lanjut peraturan perundang-undangan di tingkat
yang lebih tinggi.
Pasal 2 UU Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan bahwa:
• NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi yang dibagai atas
kabupaten dan kota yang masing-masing pemerintahan daerah yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan;
• Pemerintahan daerah dimaksud menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah;
TINJAUAN SINGKAT PERATURAN
DAERAH
lanjutan-2
Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan dengan
pemerintahan daerah lainnya yang meliputi hubungan wewenang,
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan
sumber daya lainnya yang dilaksanakan secara adil dan selaras dan
menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan
pemerintahan.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undangundang, serta mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
TINJAUAN SINGKAT PERATURAN
DAERAH
lanjutan-3
Pada dasarnya asas desentralisasi menurut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan atau
menyerahkan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi domain kewenangan Pemerintah kepada
daerah otonom.
Bentuk otonomi daerah adalah berupa urusan dan
wewenang pemerintahan yang diberikan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
megurus masyarakat daerahnya, dalam kerangka
melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan
di tingkat pemerintahan lokal. Dalam hal ini tidak ada
urusan dan kewenangan legislatif maupun yudikatif
yang diserahkan kepada Daerah Otonom.
TINJAUAN SINGKAT PERATURAN
DAERAH
lanjutan-4
Perubahan paradigma penyerahan urusan dan kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan
bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan daerah
yang baik. Pelaksanaan hal ini tercermin dalam hak daerah
otonom untuk mengatur seluruh urusan yang terkait dengan
tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang meliputi hak
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah,
keamanan dan ketertiban daerah, pengelolaan sumber daya
alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,
serta untuk menyediakan dan memperbaiki pelayanan
umum.
Pembentukan Peraturan Daerah merupakan salah satu
manifestasi kewenangan daerah dalam menyelenggarakan
otonomi daerah dan dan mengatur masyarakatnya.
LEMBAGA PEMBENTUK
PERATURAN DAERAH
Peraturan Daerah meliputi:
1. Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh dewan
perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan
Gubernur;
2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh
dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama
dengan Bupati/Walikota;
3. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dibentuk
oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama
dengan Kepala Desa.
[Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2004]
FUNGSI PERATURAN
DAERAH
Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi
daerah dan tugas pembantuan; dalam hal ini peraturan
daerah harus tunduk dan tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi karena
peraturan daerah merupakan peraturan pelaksanaan dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut;
Sebagai instrumen yang menampung kekhususan dan
keragaman daerah, serta untuk menyampaikan aspirasi
masyarakat setempat;
Sebagai instrumen pembangunan dalam rangka
meningkatkan kesejejahteraan masyarakat di daerah
otonom.
URGENSI HARMONISASI VERTIKAL
PERATURAN DAERAH
Harmonisasi peraturan perundang-undangan adalah proses
yang ditujukan untuk memastikan kesesuaian dan
keselarasan di antara peraturan perundang-undangan, agar
tidak menimbulkan tumpang tindih, ketidakkonsistenan,
konflik atau pertentangan di dalam pengaturannya.
Harmonisasi diberlakukan terhadap seluruh peraturan
perundang-undangan baik secara vertikal maupun
horizontal.
Harmonisasi Vertikal memegang peranan penting dalam
proses pembentukan peraturan daerah. Hal ini merupakan
tidak terlepas dari posisi peraturan daerah dalam hierarki
peraturan perundang-undangan Indonesia dan fungsinya
sebagai instrumen untuk melaksanakan otonomi daerah.
URGENSI HARMONISASI VERTIKAL
PERATURAN DAERAH lanjutan-1
Belum adanya kerangka acuan yang jelas bagi daerah mengenai tata
laksana harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah sebagai salah satu
instrumen penting dalam rangka menjaga harmonisasi Peraturan
Daerah dengan peraturan perundang-undangan lain terutama yang
lebih tinggi. Peraturan Presiden yang mengatur tentang Tata Cara
Mempersiapkan Peraturan Daerah hingga kini belum ditetapkan;
Bentuk-bentuk hubungan komunikasi, konsultasi, klarifikasi
Rancangan Peraturan Daerah antara instansi Pemerintah dengan
aparat terkait di daerah yang selama ini diterapkan kemungkinan
kurang efektif;
Peran Gubernur dalam membina dan mengawasi penyelenggaraan
pemerintahan kabupatan/kota kemungkinan belum optimal;
IDENTIFIKASI MASALAH lanjutan-2