Tata Naskah, Arsip Dan Keprotokolan
Tata Naskah, Arsip Dan Keprotokolan
Pasal 8
Warna dan kualitas kertas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf f, berwarna putih dengan kualitas
baik.
BEN TUK, JENIS DAN SUSUNAN
NASKAH DINAS
Bentuk dan susunan naskah dinas lingkungan Kementerian Dalam Negeri
meliputi:
a. Bentuk dan susunan Produk Hukum; dan
b. Bentuk dan susunan Surat.
Pasal 10
Naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, terdiri atas:
a. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
b. Peraturan Pemerintah;
c. Peraturan Presiden;
d. Keputusan Presiden;
e. Peraturan Menteri;
f. Peraturan Bersama Menteri; dan
g. Keputusan Menteri.
JENIS NASKAH DINAS
Naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, terdiri
atas:
a. Instruksi Menteri;
b. Surat Edaran;
c. Surat Biasa;
d. Surat Keterangan;
e. Surat Perintah Tugas;
f. Surat Perintah;
g. Surat Izin;
h. Perjanjian;
i. Surat Perintah Perjalanan Dinas;
j. Surat Kuasa;
k. Surat Undangan;
l. Surat Keterangan Melaksanakan Tugas;
m. Surat Panggilan;
n.Nota Dinas;
o.Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;
p.Lembar Disposisi;
q.Telaahan Staf;
r. Pengumuman;
s. Laporan;
t. Rekomendasi;
u. Surat Pengantar;
v. Telegram/Surat Kawat/Radiogram;
w. Kriptogram;
x.Berita Acara;
y. Notulen;
z.Memo;
aa. Daftar Hadir;
ab. Piagam;
ac. Sertifikat; dan
ad. Surat Tanda Tamat Pendidikan dan
Pelatihan (STTPP).
KERTAS
(1) Kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk
hukum menggunakan jenis concorde atau kertas lain yang sejenis.
(2) Kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat
menggunakan:
a. HVS 80 gram atau disesuaikan dengan kebutuhan; dan
b. HVS diatas 80 gram atau jenis lain yang mempunyai nilai keasaman
(PH) paling rendah 7 hanya terbatas untuk jenis naskah dinas
tertentu.
Pasal 13
Ukuran kertas untuk naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat
meliputi:
a. surat menyurat menggunakan kertas folio/F4 (215 x 330 mm);
b. laporan menggunakan kertas A4 (210 x 297 mm); dan
c. pidato menggunakan kertas A5 (165 x 215 mm).
PENGGUNAAN ATAS NAMA, UNTUK BELIAU, UNTUK PERHATIAN,AD INTERIM, PELAKSANA TUGAS
DAN PELAKSANA HARIAN
• Pasal 14
• (1) Atas nama yang disingkat a.n. merupakan jenis
pelimpahan wewenang dalam hubungan internal antara
atasan kepada pejabat setingkat di bawahnya.
• (2) Untuk beliau yang disingkat u.b. merupakan jenis
pelimpahan wewenang dalam hubungan internal antara
atasan kepada pejabat dua tingkat di bawahnya.
• (3) Untuk perhatian yang disingkat u.p. dipergunakan
untuk mempermudah penyampaian dan mempercepat
penyelesaian naskah dinas.
• (4) Ad interim yang disingkat a.i. merupakan jabatan
sementara Menteri Dalam Negeri.
(1) Atas nama dan untuk beliau dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari pejabat
yang digunakan namanya melalui naskah
dinas.
(2) Tanggung jawab pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) tetap berada
pada pejabat yang melimpahkan
wewenang dan pejabat yang menerima
pelimpahan wewenang harus
mempertanggungjawabkan kepada pejabat
yang melimpahkan.
(1)Pelaksana tugas yang disingkat Plt merupakan pejabat
sementara pada jabatan tertentu yang mendapat pelimpahan
wewenang penandatanganan naskah dinas, karena tidak ada
pejabat definitif.
(2)Plt sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan:
a. keputusan menteri untuk jabatan eselon I;
b. keputusan menteri yang ditandatangani oleh sekretaris
jenderal atas nama menteri untuk jabatan eselon II; dan
c. surat perintah tugas kepala biro, kepala pusat dan
sekretaris unit kerja eselon I atas nama eselon I untuk
jabatan eselon III dan jabatan eselon IV.
(3)Keputusan dan surat perintah tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berlaku paling lama 1 tahun sejak ditetapkan,
dan dapat diperpanjang.
(4)Plt sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
atas naskah dinas yang dilakukannya.
(1) Pelaksana tugas harian yang disingkat Plh merupakan
pejabat sementara pada jabatan tertentu yang mendapat
pelimpahan kewenangan penandatanganan naskah dinas, karena
pejabat definitif berhalangan sementara.
(2) Plh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan:
a. keputusan menteri untuk jabatan eselon I;
b. keputusan menteri yang ditandatangani oleh Sekretaris
Jenderal atas nama menteri untuk jabatan eselon II; dan
c. surat perintah tugas Kepala Biro/Kepala Pusat atau sekretaris
unit kerja eselon I atas nama eselon I untuk jabatan eselon III
dan jabatan eselon IV.
(3) Keputusan dan surat perintah tugas plh sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 3 bulan dan dapat
diperpanjang.
(4) Plh sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertanggungjawabkan naskah dinas yang dilakukan kepada
atasannya.
PENANDATANGANAN
(1) Menteri/KDH menandatangani naskah dinas
dalam bentuk dan susunan produk hukum meliputi:
a. Peraturan Menteri/KDH;
b. Peraturan Bersama Menteri/KDH; dan
c. Keputusan Menteri/KDH.
(2) Menteri menandatangani naskah dinas dalam
bentuk dan susunan surat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf b meliputi:
a. Instruksi Menter/KDH;
b. Surat Edaran;
c. Surat Biasa;
d.Surat Keterangan;
e.Surat Perintah;
f. Surat Perintah Tugas;
g.Surat Izin;
h.Perjanjian;
i. Surat Kuasa;
j. Surat Undangan;
k.Surat Panggilan;
l. Lembar Disposisi;
m. Pengumuman;
n.Laporan;
o.Rekomendasi;
p.Telegram/surat kawat/Radiogram;
q.Berita Acara;
r. Memo;
s.Piagam; dan
t. Sertifikat.
SEKRETARIS
JENDERAL/SEKRETARIS DAERAH
(1) Sekretaris Jenderal/SEKDA menandatangani
naskah dinas dalam bentuk dan susunan surat meliputi:
a. Surat Biasa;
b. Surat Keterangan;
c. Surat Perintah Tugas;
d. Surat Perintah;
e. Surat Izin;
f. Perjanjian;
g. Surat Kuasa;
h. Surat Undangan;
i. Surat Panggilan;
j. Nota Dinas;
k. Nota Pengajuan Konsep Naskah Dinas;
l. Lembar Disposisi;
m. Telaahan Staf;
n.Pengumuman;
o.Laporan;
p.Rekomendasi;
q.Telegram/Surat Kawat/Radiogram;
r. Berita Acara;
s. Notulen; dan
t. Memo.
PENGGUNAAN TINTA
(1) Tinta yang digunakan untuk naskah
dinas berwarna hitam.
(2) Tinta yang digunakan untuk
penandatanganan dan paraf naskah dinas
berwarna biru tua.
(3) Tinta yang digunakan untuk stempel
berwarna ungu.
(4) Tinta yang digunakan untuk keperluan
keamanan naskah dinas berwarna merah.
STEMPEL
(1) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, huruf b dan huruf c
berbentuk lingkaran.
(2) Stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d berbentuk empat
persegi panjang.
Pasal 39
(1) Ukuran stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, huruf b,
dan huruf c, meliputi:
a. ukuran garis tengah lingkaran luar stempel 4 cm;
b. ukuran garis tengah lingkaran tengah stempel 3,8 cm;
c. ukuran garis tengah lingkaran dalam stempel 2,7 cm; dan
d. jarak antara 2 (dua) garis yang terdapat dalam lingkaran dalam 1 cm.
(2) Ukuran stempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d meliputi:
a. ukuran panjang stempel 5 cm; dan
b. ukuran lebar stempel 1 cm.
PENYIMPANAN DAN
TANGGUNGJAWAB STEMPEL
(1) Stempel sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 huruf a disimpan pada unit kerja yang
membidangi tata usaha pimpinan.
(2) Stempel sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 huruf b dan huruf c, disimpan pada unit
kerja yang membidangi ketatausahaan.
(3) Pimpinan unit kerja yang membidangi
ketatausahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) bertanggung jawab atas
penggunaan stempel.
SAMPUL DAN
(1) Sampul naskah dinas terdiri atas:
a.sampul naskah dinas jabatan;
b.sampul naskah dinas jabatan
Sekretaris Jenderal/Daerah;
c. sampul naskah dinas jabatan eselon II;
(2) Map naskah dinas terdiri atas:
a.map naskah dinas jabatan;
b.map naskah dinas jabatan eselon II;.
UKURAN SAMPUL DAN MAP
a. sampul kantong dengan ukuran panjang 41 cm dan
lebar 30 cm;
b. sampul folio dengan ukuran panjang 36 cm dan lebar
25 cm;
c. sampul setengah folio dengan ukuran panjang 26 cm
dan lebar 20 cm; dan
d. sampul seperempat folio dengan ukuran panjang 25
cm dan lebar 12 cm.
Pasal 51
Ukuran map , panjang 37 cm dan lebar 26 cm.
PERUBAHAN, PEMBATALAN DAN
PENCABUTAN
Pasal 61
(1) Perubahan naskah dinas dilakukan oleh pejabat yang
mengeluarkan/menetapkan.
(2) Perubahan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf e dan huruf f dilakukan oleh Menteri/KDH.
(3) Perubahan naskah dinas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf g dilakukan oleh pejabat yang
menandatangani atau dilakukan oleh Menteri./KDH
(4) Pembatalan naskah dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 dilakukan oleh pejabat diatasnya.
(5) Pencabutan naskah dinas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 dilakukan oleh pejabat setingkat
FORMAT SURAT
• Hal penting lainnya yang tidak dapat
diabaikan dalam tata parsuratan adalah
format surat, karena akan menentukan
sistematika informasi yang akan
disampaikan.
• Format surat ini disesuaikan pula dengan
ruang lingkupnya, yakni format surat intern
dan ekstern
SURAT EKSTERN
• Format surat ekstern terdiri dari tiga bagian yakni:
a. Kepala surat, yang terdiri dari
- Lambang negara atau logo instansi
- Nama dan alamat instansi pengirim
- Tanggal, bulan,dan tahun
- Sifat surat
- Lampiran
- Hal
- Alamat yang dituju
lsi surat meliputi :
• Pembukaan yang berisi latar belakang,
ringkas dan jelas, lsi/pokok uraian inti
permasalahan surat dan Penutup
1. Format menarik.
2. Tidak terlalu panjang.
3. Memakai bahasa yg jelas,
padat, adab dan takzim
4. Bersih dan necis.
5. Ada ciri-ciri formal.
6. Keseragaman pola/bentuk.
SYARAT2 DASAR BAGI PENULIS
SURAT DINAS
KEPALA SURAT
……………….
……………….
……………….
……………………………………………………………………..
……………………………………………………………………..
……………………………….
………………..
…………………
FORMAT SURAT MODIFIED STYLE
KEPALA SURAT
……………
……………
……………
………………………………………………
………………………………………………
…………….
………………
FORMAT SURAT RESMI 1
KEPALA SURAT
FORMAT SURAT RESMI 2
KEPALA SURAT
FORMAT SURAT MENGGANTUNG
KEPALA SURAT
PENGGUNAAN BAHASA DLM SURAT DINAS
R
1.Arsip dinamis
S 2.Arsip aktif
I
3.Arsip inaktif
4.Arsip statis
P
1. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara
langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan
disimpan selama jangka waktu tertentu.
2. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi
penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus.
3. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi
penggunaannya telah menurun.
4. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh
pencipta arsip karena memiliki nilai guna
kesejarahan, telah habis masa retensinya, dan
berketerangan dipermanenkan yang telah
diverifikasi baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia
dan / atau lembaga kearsipan.
JADWAL RETENSI ARSIP (JRA)
• Jadwal Retensi Arsip yang selanjutnya
disingkat JRA adalah daftar yang berisi
sekurang-kurangnya jangka waktu
penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan
keterangan yang berisi rekomendasi tentang
penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan,
dinilai kembali atau dipermanenkan yang
dipergunakan sebagai pedoman penyusutan
dan penyelamatan arsip.
PERTANGGUNGJAWABAN
1. Menteri melalui Sekretaris Jenderal
bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan tata kearsipan
dilingkungan Kementerian Dalam Negeri.
2. Gubernur dan Bupati/Walikota melalui
Sekretaris Daerah bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan tata
kearsipan dilingkungan Pemerintah
Daerah.
TUJUAN PENYELENGGARAAN
KEARSIPAN
1. menjamin terciptanya arsip dari
kegiatan yang dilakukan oleh unit
kerja di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintahan
Daerah;
2. menjamin ketersediaan arsip yang
autentik dan terpercaya sebagai alat
bukti yang sah;
3.Menjamin terwujudnya
pengelolaan arsip yang andal dan
pemanfaatan arsip sesuai dengan
ketentuan;
4.Menjamin perlindungan
kepentingan negara dan hak-hak
keperdataan rakyat melalui
pengelolaan dan pemanfaatan
arsip yang autentik dan terpercaya;
5. mendinamiskan penyelenggaraan
kearsipan dilingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah;
6. mewujudkan penyelenggaraan kearsipan
sebagai suatu sistem yang terpadu; dan
7.menjamin keselamatan dan keamanan
arsip sebagai bukti pertanggung jawaban
dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penyelenggaraan tata kearsipan
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah
meliputi:
1. PENGURUSAN
SURAT
2. PEMBERKASAN
ARSIP
3. PENYUSUTAN ARSIP
PENGGOLONGAN ARSIP KEMDAGRI
DAN PEMDA
AKTI
DINAMI F
S
IN
ARSIP AKTIF
STATIS
PENYELENGGARA TATA KEARSIPAN
700 Pengawasan
800 Kepegawaian
900 Keuangan
JADWAL RETENSI ARSIP
Jadwal Retensi Arsip memuat daftar yang
berisi sekurang-kurangnya:
1. jangka waktu penyimpanan atau
retensi;
2. jenis arsip; dan
3. keterangan yang berisi rekomendasi
tentang penetapan suatu jenis arsip
dimusnahkan, dinilai kembali atau
dipermanenkan.
PENGURUSAN SURAT Psl 10
• Pasal 22
Unit kearsipan di lingkungan Kementerian Dalam
Negeri dan pemerintah daerah melakukan
pemeliharaan, pengamanan dan peminjaman arsip.
• Pasal 23
Peminjaman arsip sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 dapat dilakukan terhadap copy arsip
inaktif atas permohonan tertulis dari pihak yang
meminjam arsip.
PENYUSUTAN ARSIP
• Unit pengolah dan unit kearsipan
melakukan penyusutan arsip.
• Penyusutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
1. pemindahan;
2. pemusnahan; dan
3. penyerahan.
• Pemindahan arsip dilakukan
terhadap arsip inaktif dari unit
pengolah ke unit kearsipan.
• Pemusnahan arsip dilakukan
terhadap arsip yang tidak memiliki
nilai guna.
• Penyerahan arsip dilakukan
terhadap arsip statis kepada
lembaga kearsipan.
•
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
• Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan tata kearsipan
di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
pemerintah daerah.
• Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan
atas penyelenggaraan tata kearsipan di provinsi
dan kabupaten/kota di wilayahnya.
• Bupati/walikota melakukan pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan tata kearsipan
di kabupaten/kota di wilayahnya.
•
PENDANAAN
Pendanaan penyelenggaraan
tata kearsipan di lingkungan
Kementerian Dalam Negeri
dan pemerintah daerah
dibebankan kepada APBN dan
APBD.
UNIT KEARSIPAN
a. Arsip Nasional di Ibu Kota Republik
Indonesia sebagai inti organisasi daripada
Lembaga Kearsipan Nasional selanjutnya
disebut Arsip Nasional Pusat
b. Arsip Nasional di tiap-tiap Ibu Kota Daerah
Tingkat I, termasuk Daerah-daerah yang
setingkat dengan daerah Tingkat I,
selanjutnya disebut Arsip Nasional Daerah
KEPROTOKOLAN
PENDAHULUAN
• Setiap institusi baik pemerintah maupun swasta suatu
waktu bisa saja menyelenggarakan acara baik yang
bersifat resmi maupun tidak resmi (hiburan).
• Sering kita menyaksikan penyelenggaraan acara yang
berjalan lancar, tertib, khidmat, menarik, tetapi tidak
kurang juga kita menyaksikan penyelenggaraan acara
yang berjalan kacau dan mengecewakan peserta acara.
• Agar penyelenggaraan acara tersebut dapat berjalan
seperti seharusnya, pelaksana kegiatan harus
memahami tentang kegiatan protokoler dan hadirnya
pembawa acara, yang bertugas memandu kegiatan.
Pengaturan Keprotokolan dalam Undang-Undang ini
berasaskan kebangsaan, ketertiban dan kepastian
hukum, keseimbangan, serta keselarasan dan timbal
balik yang bertujuan:
a. memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara,
Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau
organisasi internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu,
dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam
negara, pemerintahan, dan masyarakat;
b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara
agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai
dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik
secara nasional maupun internasional; dan
c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan
antarbangsa.
• Terkait dengan acara resmi, pada umumnya
dibedakan dua jenis yaitu acara resmi
kenegaraaan seperti Upacara Penerimaan Duta
Besar, Jamuan Makan Malam Kenegaraan.
• Selain itu acara resmi non kenegaraan seperti
1. Upacara Pelantikan dan Serah Terima
Jabatan,
2. Upacara Penandatanganan Naskah
Kerjasama, 3. Upacara Peresmian Gedung Baru,
4. Upacara Pembukaan Seminar, Kongres,
Upacara Dies Natalis, Upacara Wisuda, Upacara
Pengukuhan Guru Besar, dll.
• Selain itu, aturan protokoler tidak terlepas
dari Etika Pergaulan umum, yang
mengatur hubungan manusia.
• Etika pergaulan didefiniskan sebagai
ketentuan sopan santun dalam bergaul.
• Sopan santun di satu tempat/negara
kadang berbeda dengan di tempat/negara
lain. Jadi selain mengetahui etika
pergaulan, disarankan unutk menggunakan
perasaan sehingga orang merasa senang
dalam segala suasana & keadaan.
• Salah satu acuan yang dapat kita
pergunakan dalam pembahasan tentang
keprotokolan ini, antara lain adalah
Undang-undang Nomor 9 tahun 2010
PENGERTIAN
Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan
atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata
Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk
penghormatan kepada seseorang sesuai dengan
jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara,
pemerintahan, atau masyarakat.
• Protokol menurut Buku Pedoman Protokol
Negara (2005), diartikan sebagai
serangkaian aturan-aturan keupacaraan
dalam segala kegiatan resmi yang diatur
secara tertulis maupun dipraktekkan, yang
meliputi bentuk-bentuk penghormatan
terhadap negara, jabatan kepala negara,
atau jabatan menteri yang lazim dijumpai
dalam kegiatan antar bangsa.
1. Acara Kenegaraan adalah acara yang diatur
dan dilaksanakan oleh panitia negara secara
terpusat,dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden, serta Pejabat Negara dan
undangan lain.
2. Acara Resmi adalah acara yang diatur dan
dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga
negara dalam melaksanakan tugas dan
fungsi
tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara
dan/atau Pejabat Pemerintahan serta
undangan.
3. Tata Tempat adalah pengaturan tempat bagi
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan,
perwakilan negara asing dan/atau organisasi
internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu
dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi.
4. Tata Upacara adalah aturan untuk melaksanakan
upacara dalam Acara Kenegaraan atau Acara
Resmi.
5. Tata Penghormatan adalah aturan untuk
melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat
Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara
asing dan/atau organisasi internasional, dan Tokoh
Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan
atau Acara Resmi.
UNSUR-UNSUR
KEPROTOKOLAN
1. Tata cara
Acara/Upacara harus dilakukan dengan khidmad & tertib,
menurut aturan dan adat yang sudah tetap dan harus
ditaati.
2. Tata krama
Diperlukan kata-kata yang baik dan tepat menurut tinggi-
rendahnya derajat pejabat, disesuaikan dengan
peristiwanya.
3. Aturan
Acara/Upacara terikat pada rumus-rumus tertentu yang
sudah tetap (seating arrangement, tata tempat, perlakuan
terhadap bendera/lagu kebangsaan. Lambang negara).
ASAS KEPROTOKOLAN
Keprotokolan diatur berdasarkan asas:
a. kebangsaan;
b. ketertiban dan kepastian hukum;
c. keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan; dan
d. timbal balik.
SYARAT PROTOKOL/PEMBAWA ACARA