Anda di halaman 1dari 22

Asuhan Keperawatan Update tata laksana Kegawat

Daruratan Cardiac Arrest

Presented by Muhamad Hasan


Question
• Apa definisi Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
• Bagaimana etiologi Henti Jantung (Cardiac Arrest)?Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung
(Cardiac Arrest)?
• Bagaimana prognosis Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
• Bagaimana pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang Henti Jantung (Cardiac
Arrest)?
• Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
Definisi

Henti jantung (Cardiac Arrest) adalah penghentian tiba-tiba fungsi


pemompaan jantung dan hilangnya tekanan darah arteri. Saat terjadinya
serangan jantung, penghantaran oksigen dan pengeluaran karbon dioksida
terhenti, metabolisme sel jaringan menjadi anaerobik, sehingga asidosis
metabolik dan respiratorik terjadi.Pada keadaan tersebut, inisiasi langsung dari
resusitasi jantung paru diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
jantung, paru-paru, ginjal, kerusakan otak dan kematian.
Etiologi
Faktor-faktor Risiko :
1. Usia
Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien yang bebas dari CAD
simtomatik.
2. Jenis kelamin
Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang bebas
dari CAD yang mendasari.
3. Merokok
Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD (ada efek
aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas miokardium ventrikel). Tetapi menurut pengertian
Framingham, peningkatan resiko akibat merokok hanya terlihat pada pria. Yang menarik,
peningkatan resiko ini menurun pada pasien yang berhenti merokok. Merokok juga meningkatkan
insiden CAD yang tampil pada kebanyakan pasien yang menderita henti jantung
4. Penyakit jantung yang mendasari
i.Tidak ada penyakit jatung yang diketahui
Pasien ini mempunyai pengurangan resiko SCD, bila dibandingkan dengan pasien
CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi ventrikel kiri.
ii.Penyakit arteri koronaria (CAD)
Data dari penelitian Framingham telah memperlihatkan pasien CAD mempunyai
frekuensi SCD Sembilan kali pasien dengan usia yang sama tanpa CAD yang jelas.
The Multicenter Post Infarction Research Group mengevaluasi beberapa variable
pada pasien yang menderita MI. Kelompok ini berkesimpulan bahwa pasien pasca
MI dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang kurang dari 40%, 10 atau lebih kontraksi
premature ventrikel (VPC) per jam, sebelum MI dan ronki dalam masa periinfark
mempunyai peningkatan mortalitas (1-2 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa
masalah ini. Jelas pasien CAD (terutama yang menderita MI) dengan resiko SCD
yang lebih besar.
Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu ;
• Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
• Riwayat penggunaan obat-obatan jantung
• Abnormalitas kelistrikan jantung (sindroma gelombang QT yang
memanjang)
• Aterosklerosis
iii. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome )
iv. Penyakit pernafasan
v. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing
vi. Tenggelam
vii. Sepsis
viii. Penyakit neurologis
ix. Tersengat Listrik
Tanda dan Gejala
1. Tidak sadar(pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba)
2. Pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah
secara intermiten)
3. Sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga
4. Pucat secara umum dan sianosis
5. Jika RJP dan pernapasan buatan tidak segera di mulai,miokardium(otot
jantung)akan kekuranganoksigen yang di ikuti dengan henti napas.
6. Hipoksia
7. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa
atau brakialis pada bayi)
Faktor pencetus
a) Aktivitas
Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59 pasien yang meninggal
mendadak memperlihatkan bahwa setengah dari kejadian ini timbul selama atau segera setelah
gerak badan. Tampak bahwa gerak badan bisa mencetuskan SCD, terutama jika aktivitas
berlebih dan selama tidur SCD jarang terjadi.
b) Iskemia
Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh (iskemia dalam distribusi
arteri koronaria noninfark) mempunyai insiden aritmia ventrikel yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien iskemia yang terbatas pada zona infark. Daerah iskemia yang
aktif disertai dengan tidak stabilnya listrik dan pasien iskemia pada suatu jarak mempunyai
kemungkinan lebih banyak daerah beresiko dibandingkan pasien tanpa iskemia pada suatu
jarak.
c) Spasme arteri koronaria
Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat
menimbulkan brakikardia sinus, blok AV yang lanjut atau AF. Semua
aritmia dapat menyokong henti jantung. Tampak bahwa lebih besar derajat
peningkatan segmen S-T yang menyertai spasme arteri koronaria, lebih
besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC pada pasien spasme arteri koronaria
berhubungn dengan derajat CAD obsruktif yang tetap. Yaitu pasien CAD
multipembuluh darah yang kritis ditambah spasme arteri koronaria lebih
mungkin mengalami henti jantung dibandingkan pasien spase arteri
koronaria tanpa obstuksi koronaria yang tetap.
Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8
sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung. Kondisi tersebut
dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera
(sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk
secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan
defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti
jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30%
sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator
yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti
meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera
mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest
sebesar 64%.
Test Diagnostik
• Elektrokardiogram
• Tes darah ( elektrolit, test obat, test hormon tyroid )
• Imaging tes ( ft thorax, px nuklir ( thallium), echo )
• Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
• Ejection fraction testing ( N 55 - 70 ) < 40 risk SCD ( Echo, MRI,
CT - scan )
• Kateterisasi Jantung ( CATHLAB )
Penatalaksanaan
Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu:
• Respons awal ( assesmen )
• Penanganan untuk bantuan hidup dasar ( basic life support )
• Penanganan bantuan hidup lanjutan ( advanced life support )
• Asuhan pasca resusitasi ( Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi
klinis saat terjadinya henti jantung )
• Penatalaksanaan jangka panjang
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
• Identitas klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa,
agama,pendidikan,alamat, lingkungan tempat tinggal.
• Keluhan utama
• Riwayat Penyakit
1). Riwayat penyakit sekarang
- Alasan masuk rumah sakit
- Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit
- Mekanisme atau biomekanik
- Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar
• Riwayat penyakit keluarga (Perawatan yang pernah dialami
• b. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK
Kasus
Seorang mahasiswa laki-laki berusia 20 tahun sedang merokok di
parkiran kampus. Tiba-tiba dadanya sesak dan dia tidak sadarkan diri.
Setelah di cek nadi carotisnya tidak ada.
Masalah Keperawatan

• Penurunan Curah Jantung


• Gangguan perfusi cerebral
• Gangguan pertukaran gas
Diagnosa Keperawatan
• Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa
jantung menurun
• Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan perubahan
preload, afterload, dan kontraktilitas
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai Oksigen
tidak adekuat
IMPLEMENTASI Result EVALUASI
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan Evaluasi yang diharapkan :
disesuaikan dengan rencana keperawatan a. Sirkulasi darah kembali normal
sehingga transport O2 ­kembali lancar
(intervensi), menjelaskan setiap tindakan
b. Sirkulasi darah kembali normal
yang akan dilakukan dengan pedoman atau sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
prosedur teknis yang telah ditentukan. c. Kemampuan pompa jantung
meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak
terpenuhi
Kesimpulan
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama,
karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian
jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa
CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi
kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun
teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di
tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.

Anda mungkin juga menyukai