Henti jantung (Cardiac Arrest) adalah penghentian tiba-tiba fungsi
pemompaan jantung dan hilangnya tekanan darah arteri. Saat terjadinya serangan jantung, penghantaran oksigen dan pengeluaran karbon dioksida terhenti, metabolisme sel jaringan menjadi anaerobik, sehingga asidosis metabolik dan respiratorik terjadi.Pada keadaan tersebut, inisiasi langsung dari resusitasi jantung paru diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan jantung, paru-paru, ginjal, kerusakan otak dan kematian. Etiologi Faktor-faktor Risiko : 1. Usia Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien yang bebas dari CAD simtomatik. 2. Jenis kelamin Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang bebas dari CAD yang mendasari. 3. Merokok Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD (ada efek aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas miokardium ventrikel). Tetapi menurut pengertian Framingham, peningkatan resiko akibat merokok hanya terlihat pada pria. Yang menarik, peningkatan resiko ini menurun pada pasien yang berhenti merokok. Merokok juga meningkatkan insiden CAD yang tampil pada kebanyakan pasien yang menderita henti jantung 4. Penyakit jantung yang mendasari i.Tidak ada penyakit jatung yang diketahui Pasien ini mempunyai pengurangan resiko SCD, bila dibandingkan dengan pasien CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi ventrikel kiri. ii.Penyakit arteri koronaria (CAD) Data dari penelitian Framingham telah memperlihatkan pasien CAD mempunyai frekuensi SCD Sembilan kali pasien dengan usia yang sama tanpa CAD yang jelas. The Multicenter Post Infarction Research Group mengevaluasi beberapa variable pada pasien yang menderita MI. Kelompok ini berkesimpulan bahwa pasien pasca MI dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang kurang dari 40%, 10 atau lebih kontraksi premature ventrikel (VPC) per jam, sebelum MI dan ronki dalam masa periinfark mempunyai peningkatan mortalitas (1-2 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa masalah ini. Jelas pasien CAD (terutama yang menderita MI) dengan resiko SCD yang lebih besar. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu ; • Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy). • Riwayat penggunaan obat-obatan jantung • Abnormalitas kelistrikan jantung (sindroma gelombang QT yang memanjang) • Aterosklerosis iii. Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome ) iv. Penyakit pernafasan v. Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing vi. Tenggelam vii. Sepsis viii. Penyakit neurologis ix. Tersengat Listrik Tanda dan Gejala 1. Tidak sadar(pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba) 2. Pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah secara intermiten) 3. Sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga 4. Pucat secara umum dan sianosis 5. Jika RJP dan pernapasan buatan tidak segera di mulai,miokardium(otot jantung)akan kekuranganoksigen yang di ikuti dengan henti napas. 6. Hipoksia 7. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi) Faktor pencetus a) Aktivitas Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59 pasien yang meninggal mendadak memperlihatkan bahwa setengah dari kejadian ini timbul selama atau segera setelah gerak badan. Tampak bahwa gerak badan bisa mencetuskan SCD, terutama jika aktivitas berlebih dan selama tidur SCD jarang terjadi. b) Iskemia Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh (iskemia dalam distribusi arteri koronaria noninfark) mempunyai insiden aritmia ventrikel yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien iskemia yang terbatas pada zona infark. Daerah iskemia yang aktif disertai dengan tidak stabilnya listrik dan pasien iskemia pada suatu jarak mempunyai kemungkinan lebih banyak daerah beresiko dibandingkan pasien tanpa iskemia pada suatu jarak. c) Spasme arteri koronaria Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat menimbulkan brakikardia sinus, blok AV yang lanjut atau AF. Semua aritmia dapat menyokong henti jantung. Tampak bahwa lebih besar derajat peningkatan segmen S-T yang menyertai spasme arteri koronaria, lebih besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC pada pasien spasme arteri koronaria berhubungn dengan derajat CAD obsruktif yang tetap. Yaitu pasien CAD multipembuluh darah yang kritis ditambah spasme arteri koronaria lebih mungkin mengalami henti jantung dibandingkan pasien spase arteri koronaria tanpa obstuksi koronaria yang tetap. Prognosis Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%. Test Diagnostik • Elektrokardiogram • Tes darah ( elektrolit, test obat, test hormon tyroid ) • Imaging tes ( ft thorax, px nuklir ( thallium), echo ) • Electrical system (electrophysiological) testing and mapping • Ejection fraction testing ( N 55 - 70 ) < 40 risk SCD ( Echo, MRI, CT - scan ) • Kateterisasi Jantung ( CATHLAB ) Penatalaksanaan Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu: • Respons awal ( assesmen ) • Penanganan untuk bantuan hidup dasar ( basic life support ) • Penanganan bantuan hidup lanjutan ( advanced life support ) • Asuhan pasca resusitasi ( Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya henti jantung ) • Penatalaksanaan jangka panjang ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian • Identitas klien Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa, agama,pendidikan,alamat, lingkungan tempat tinggal. • Keluhan utama • Riwayat Penyakit 1). Riwayat penyakit sekarang - Alasan masuk rumah sakit - Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit - Mekanisme atau biomekanik - Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar • Riwayat penyakit keluarga (Perawatan yang pernah dialami • b. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK Kasus Seorang mahasiswa laki-laki berusia 20 tahun sedang merokok di parkiran kampus. Tiba-tiba dadanya sesak dan dia tidak sadarkan diri. Setelah di cek nadi carotisnya tidak ada. Masalah Keperawatan
• Penurunan Curah Jantung
• Gangguan perfusi cerebral • Gangguan pertukaran gas Diagnosa Keperawatan • Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung menurun • Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan perubahan preload, afterload, dan kontraktilitas • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai Oksigen tidak adekuat IMPLEMENTASI Result EVALUASI Implementasi (pelaksanaan) keperawatan Evaluasi yang diharapkan : disesuaikan dengan rencana keperawatan a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar (intervensi), menjelaskan setiap tindakan b. Sirkulasi darah kembali normal yang akan dilakukan dengan pedoman atau sehingga pertukaran gas dapat berlangsung prosedur teknis yang telah ditentukan. c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi Kesimpulan Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama, karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban. Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.