Anda di halaman 1dari 60

GANGGUAN PERDARAHAN

1. ABORTUS
DEFINISI:
Abortus atau keguguran adalah
berakhirnya kehamilan dengan
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan dengan
usia gestasi kurang dari 20 minggu dan
berat janin kurang dari 500 gram
(Murray, 2002 dalam Mitayani, 2009).
ETIOLOGI:
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi :
Kelainan kromosom, terutama trisomi
autosom dan monosomi X
Lingkungan sekitar tempat implantasi
kurang sempurna
Pengaruh dari luar akibat radiasi,
virus, obat-obatan termasuk faktor
infeksi yang diakibatkan oleh virus
TORCH dan malaria yang menyerang
ibu
2. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis
3. Penyakit ibu yang kronis dan melemahkan
seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia
berat, dan keracunan.
4. Faktor endokrin : Hipertiroidisme, defisiensi
progesterone dan diabetes mellitus
5. Faktor imunologi
 terdapat antibodi kardiolipid yang mengakibatkan
pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga
mengakibatkan kemtian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut.
 Antibody antinuclear , antikoagulan lupus dan
antibodi kardiolipid.
 Inkompatibilitas ABO dengan reaksi antigen antibodi
dapat menyebabkan abortus berulang, karena
pelepasan histamin menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan fragilitas kapiler
6. Faktor nutrisi : Adanya malnutrisi umum
yang sangat berat,
7. Faktor psikologis : biasanya ibu yang belum
matang secara emosional merupakan
kelompok yang peka terhadap terjadinya
abortus
PATOFISIOLOGI:
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam
desiduabasalis, kemudian diikuti oleh nekrosis
jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil
konsepsi terlepas dan dianggap benda asing
dalam uterus.Kemudian uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan benda asing tersebut
ABORTUS BERDASARKAN USIA
KEHAMILAN
 Pada kehamilan kurang dari 8 minggu
villi korialis belum menembus desidua
secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya.
 Pada kehamilan 8-14 minggu
penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak pendarahan.
 Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin
dikeluarkan lebih dahulu daripada
plasenta. Pendarahan tidak banyak jika
plasenta segera dilepas dengan lengkap.
KLASIFIKASI:
1. Berdasar kejadiannya
 Keguguran spontan
 Keguguran buatan
2. Berdasar pelaksananya
 Keguguran buatan terapeutik
 Keguguran buatan ilegal
3. Berdasar gambaran klinis
 Keguguran lengkap (abortus kompletus)
 Keguguran tidak lengkap (abortus inkompletus)
 Keguguran mengancam (imminen)
 Keguguran tak terhalangi (abortus insipien)
 Keguguran habitualis
 Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiosus)
 Missed abortion
DIAGNOSA KEPERAWATAN YG
MUNGKIN MUNCUL
Nyeri Akut berhubungan dengan dilatasi serviks,
trauma jaringan dan kontraksi uterus
Hipovolemiaberhubungan dengan kehilangan vaskuler
dalam jumlah berlebih
Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian diri
sendiri dan janin
Berduka berhubungan kematian janin
2. KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU
DEFINISI:
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dengan implantasi
terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan
tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di
tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga
perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono
Prawiroharjho, 2005).
ETIOLOGI:
1. Faktor Mekanis
 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi
silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa
tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot
pada tuba falopii.
 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba
atau penyempitan lumen.
 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius
dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
 Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia.
 Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional
Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus
perkembangan duktus mulleri yang abnormal.
Refluks menstruasi.
Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar
hormon estrogen dan progesteron.
Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap
ovum yang dibuahi.
Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus
induksi sebelumnya.
PATOFISIOLOGI:
 Kehamilan tuba zigot dapat berimplantasi tepat pada
sel kolumnar tuba maupun secara intercolumnar.
 Di sel kolumnar tuba zigot melekat pada ujung atau
sisi jonjot, endosalping yang relative sedikit mendapat
suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian di
reabsorbsi.
 Di interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot
yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan
endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus
endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak
integritas pembuluh darah di tempat tersebut.

 Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya


tersebut di pengaruhi oleh: tempat implantasi, ketebalan tempat
implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
 uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami hipertropi akibat
pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-
tanda kehamilan juga muncul
 Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan
ektopik adalah :
a. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi.
b. Abortus kedalam lumen tuba.
c. Ruptur dinding tuba.
PENANGANAN:
1. Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan
(salfingo-ovarektomi) atau insisi longitudinal pada tuba dan
dilanjutkan dengan pemencetan agar kantung kehamilan
keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit
kembali.
2. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila
mungkin lakukan insisi pada tepi superior dan kantung
kehamilan dihisap keluar tuba.
3. Operasi Laparoskopik : Salfingostomi
4. Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar
β-hCG rendah maka dapat diberikan injeksi methrotexatekedalam kantung
gestasi dengan harapan bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau
diberikan injeksi methrotexate 50 mg/m3 intramuskuler.
Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik:
 Ukuran kantung kehamilan.
 Keadaan umum baik (“hemodynamically stabil”).
 Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik.
 Kontraindikasi pemberian Methrotexate :
 Laktasi.
 Status Imunodefisiensi
 Alkoholisme.
 Penyakit ginjal dan hepar.
 Diskrasia darah.
 Penyakit paru aktif.
 Ulkus peptikum
5. Pasca terapi konservatif atau dengan methrotexate,
lakukan pengukuran serum hCG setiap minggu sampai
negatif. Bila perlu lakukan “second look operation”.
Diagnosa Keperawatan
Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif ditandai dengan perdarahan.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
Nyeri akut berhubungan dengan rupture tuba.
Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi yang
akan dilakukan.
Berduka b.d kematian janin
PERDARAHAN ANTEPARTUM
A. PLASENTA PREVIA
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan
ari-ari yang letaknya tidak normal, yaitu pada bagian
bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan normal
ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro, 2005).
Plasenta previa adalah plasenta yang tertanam di
segmen bawah uterus sehingga sebagian atau
seluruh plasenta menutupi mulut serviks
internal.
KLASIFIKASI
1. Plasenta previa totalis,
2. Plasenta previa parsialis,
3. Plasenta Previa marginalis,
4. Plasenta letak rendah,
ETIOLOGI
1) Umur dan Paritas
2) Hipoplasia endometrium
3) Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-
ulang, bekas operasi, kuretase dan manual plasenta.
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip
endometrium.
6) Kadang-kadang pada mal nutrisi
TANDA DAN GEJALA
1) Perdarahan secara tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa
nyeri pada kehamilan lebih dari 22 mg.
2) Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga
tidak berbahaya tapi perdarahan berikutnya hampir
selalu lebih banyak dari pada sebelumnya
3) pendarahan yang terjadi berwarna merah segar
KOMPLIKASI
1) Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
2) Prolaps plasenta
3) Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual
dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
4) Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
5) Perdarahan setelah kehamilan
6) Infeksi karena perdarahan yang banyak
7) Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah
PENANGANAN
1) Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
 Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi ekspektatif adalah kehamilan
belum matang, belum ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum Ibu
cukup baik dan bisa dipastikan janin masih hidup.
 Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat inap,
tirah baring dan pemberian antibiotik, kemudian lakukan pemeriksaan
ultrasonografi untuk memastikan tempat menempelnya plasenta, usia
kehamilan letak dan presentasi janin bila ada kontraksi. Berikan obat-
obatan MgSO4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20 mg/hari, betamethason 24 mg
IV dosis tunggal untuk pematangan paru-paru janin
 Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada di
sekitar ostium uteri internum maka dugaan plasenta previa menjadi
jelas. Sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk
menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat .
2) Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan
pervaginam yang aktif dan banyak harus segera
dilaksanakan secara aktif tanpa memandang kematangan
janin. Bentuk penanganan terapi aktif
Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat
menyelamatkan Ibu dan anak atau untuk mengurangi
kesakitan dan kematian.
Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya
pengawasan untuk dapat melakukan pertolongan lebih
lanjut
Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk
pertolongan yang paling banyak dilakukan
B. SOLUSIO PLASENTA

Adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari


tempat perlekatannya yang normal pada rahim
sebelum janin dilahirkan (Saifuddin, 2006).
KLASIFIKASI
1) Solusio Plasenta Parsialis
2) Solusio Plasenta Totalis
3) Prolapsus Plasenta
ETIOLOGI
1) Trauma langsung terhadap Ibu hamil
2) Trauma Kebidanan
3) Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang
pendek
TANDA DAN GEJALA
perdarahan disertai perasaan sakit yang tiba-tiba
diperut,
kepala terasa pusing,
pergerakan janin awalnya kuat kemudian lambat dan
akhirnya berhenti.
Fundus uteri naik,
rahim teraba tegang.
KOMPLIKASI
1) Komplikasi langsung.
Perdarahan, infeksi, emboli dan syok obstetrik.
2) Komplikasi tidak langsung
Couvelair rahim, hifofibrinogenemia, nekrosis
korteks renalis yang menyebabkan tidak
diproduksinya air urin serta terjadi kerusakan-
kerusakan organ seperti hati, hipofisis dan lain-lain .
PENANGANAN
1) Terapi Konservatif
Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan kemudian persalinan
berlangsung spontan. Sambil menunggu berhentinya perdarahan kita
berikan suntikan morfin subkutan, stimulasi kardiotonika seperti coramine,
cardizol dan pentazol serta transfusi darah.
2) Terapi aktif
 Pertolongan persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam
 Tindakan bedah seksio sesarea dilakukan apabila, janin hidup dan
pembukaan belum lengkap, gawat janin tetapi persalinan normal tidak
dapat dilaksanakan dengan segera, persiapan untuk seksio sesarea,
hematoma miometrium tidak mengganggu kontraksi rahim dan observasi
ketat kemungkinan terjadinya perdarahan ulang.
 Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin hidup, gawat janin,
pembukaan lengkap dan bagian terendah didasar panggul, janin telah
meninggal dan pembukaan > 2 cm
PERDARAHAN POSTPARTUM
1. RETENSIO PLASENTA
DEFINISI:
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta
dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat
diikuti perdarahan yang banya, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan
plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta
tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada
kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta,
plasenta inkreta, plasenta perkreta (Manuaba (2008).
ETIOLOGI:
His kurang kuat (penyebab terpenting)
Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di
sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea,
plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang
sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena
penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
PENATALAKSANAAN:
Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line
dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian
cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen.
Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi
dengan hasil pemeriksaan darah.
Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml
larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline)
sampai uterus berkontraksi.
Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika
berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk
mempertahankan uterus
Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan
manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah:
Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400
cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan,
jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus
dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati
karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui
suntikan atau per oral.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi
dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
Diagnosa Keperawatan
Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan
dengan perdarahan
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang di butuhkan untuk pengiriman
oksigen/ nutrient ke sel.
Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan
placenta.
Gangguan aktivitas berhubungan dengan penurunan
sirkulasi, kelemahan.
Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.
SYOK HEMORAGIK
Syok dapat didefinisikan sebagai adanya
ketidaksesuaian antara sirkulasi volume
darah dan kapasitas bantalan vaskular
( Clark et al., 1994).
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh
perdarahan yang banyak.
Tanda dan Gejala
Pada mulanya, nadi menjadi cepat, kulit pucat dan
dingin, dan pernafasn mungkin dalam dan cepat.
Sebagi respons terhadap vasokorisitiksi yang terjadi
kemudian, frekuensi nadi terus meningkat dan menjadi
sulit diraba, kulit dingin, pucat, dan lembab, tekanan
darah menurun, pernafasan menjadi lebhi cepat dan
dangkal dan haluaran urine menurun. Mual dan
muntah dan peningkatan kegelisahan juga dapat terjadi.
Seiring dengan syok makin berat, terjadi perubahan
tingkat kesadaran dari mental berkabut, sampai letargi,
koma, dan kematian.
Fase Syok Hemoragik
1. Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap
perdarahan 500-1000 ml pada waktu persalinan tanpa
bahaya oleh karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskuler
dan hematologik selama kehamilan. Jika perdarahan terus
berlanjut, akan timbul fase-fase syok sebagai berikut.
2. Fase Kompensasi
Rangsangan/refleks simpatis : Respons pertama terhadap
kehilangan darah adalah vasokontriksi pembuluh darah
perifer untuk mempertahankan pasokan darah ke organ vital.
Gejala klinik : pucat, takikardia, takipnea.
3. Fase Dekompensasi
 Perdarahan lebih dari 1000 ml pada pasien normal atau
kurang karena faktor-faktor yang ada.
 Gejala klinik : sesuai gejala klinik syok diatas.
 Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki
keadaan dengan cepat tanpa meninggalkan efek
samping.
4. Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan
hipoksia jaringan yang lamadan kematian jaringan dengan akibat
berikut ini.
 Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob yang
terjadi karena kekurangan oksigen.
 Dilatasi arteriol : akibat penumpukan hasil metabolisme
selanjutnya menyebabkan penumpukan dan stagnasi darah di
kapilar dan keluarnya cairan ke dalam jaringa ekstravaskular.
 Koagulasi intravaskular yang luar (DIC) disebabkan lepasnya
tromboplastin dari jaringan yang rusak.
 Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner.
 Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja
tidak adekuat lagi dan jika penyembuhan (recovery) dari fase
akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal
dan/atau hipofise akan timbul.
Penatalaksanaan
identifikasi dan menentukan terapi yang tepat sesuai
dengan penyebab pendarahan
penggantian cairan untukmengatasi hipovolemia.
pemasangan dua jalur iv berdiameter besar dengan
Larutan ringer laktat sesuai kebutuhan untuk
mempertahankan tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg dan
pengeluaran urine lebih dari 25 ml/menit. Jika permulaan
terapi penggantian cairan yang tepat tidak memperbaiki
aliran urine, pemasangan kateter vena sentral untuk
mendaatkan ukuran tekanan vena sentral atau kateter
swan-Ganz
tranfusi darah berperan penting dalam mencegah syok
Diagnosa Keperawatan
 Gangguan ferfusi jaringan janin yang berhubungan dengan
penurunan sirkulasi plasenta.
 Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
darah yang berlebihan.
 Risiko infeksi yang berhubungn dengn penurunan resistensi dan
mekanisme kompensasi.
 Ketakutan yang berhubungan dengan:
 Ketidakpastian hasil akhir
 Kebutuhan akan prosedur dan terapitermasuk bahan
 Kecemasan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai komplikasi dan pengobatan.
 Harga diri rendah situasional yang berhubungan dengan komplikasi
persalinan.
GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
PADA MASA KEHAMILAN
DEFINISI
Disfungsi perdarahan dan pembekuan adalah terjadinya
kelainan dalam pembentukan pembekuan darah dimana
hal ini berhubungan dengan trombosit dan faktor-faktor
pembekuan darah. Abnormalitas yang merupakan
predisposisi seseorang mengalami perdarahan dapat
disebabkan oleh pembuluh darah, trombosit, dan setiap
faktor koagulasi plasma, fibrin atau plasmin.
ETIOLOGI
1. Dinding pembuluh darah yang rentan
mengalami luka, misal dinding pembuluh
darah yang telah mengalami plak
arterosklerosis sebelumnya
2. Aliran darah yang tidak normal, misal
aliran darah pada penderita hipertensi,
aliran darah pada percabangan pembuluh
darah
3. Penyakit kelainan pembekuan darah
TANDA DAN GEJALA
Trombus yang kecil tidak menimbulkan gejala
apapun.
Namun bila trombus sudah menyumbat sehingga
aliran darah menurun maka akan timbul gejala.
Gejala yang umum adalah rasa nyeri akibat sel-
sel tubuh tidak mendapat suplai oksigen. Gejala
lainnya adalah kulit akan teraba dingin, juga
nadi terasa lemah akibat sumbatan.
PENATALAKSANAAN:
Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya
diberikan jika keadaan pasien sudah sangat buruk
dengan trombositopenia berat dengan perdarahan
masif, memerlukan tindakan invasif, atau memiliki
risiko komplikasi perdarahan.
medikamentosa yang dipakai ialah pemberian
antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap
diberikan untuk meningkatkan aktivitas antitrombin III
dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin.

Anda mungkin juga menyukai