Haper
Haper
1
I. PENDAHULUAN
1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
Perdata
2. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
3. Asas-asas Hukum Acara Perdata
2
II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI
INDONESIA
1. Kekuasaan Kehakiman yang Mandiri
2. Badan Peradilan Negara
3. Lingkungan Lembaga Peradilan
4. Kompetensi Lembaga Peradilan
3
III.TATA CARA PENGAJUAN
TUNTUTAN HAK
1. Pengertian Tuntutan Hak Keperdataan
2. Pihak-pihak dalam Perkara Perdata
3. Tata Cara Pengajuan Gugatan
4. Penggabungan Tuntutan Hak
5. Upaya-upaya Menjamin Hak
4
IV.PROSES PEMERIKSAAN
PERKARA DI SIDANG PENGADILAN
5
V. PUTUSAN HAKIM DAN
PELAKSANAANNYA
1. Pengertian Putusan dan Macam-macam
Putusan
2. Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim
3. Syarat-syarat Pelaksanaan Putusan
Hakim
4. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Hakim
6
1.1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata
7
Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
Perdata
Hukum Acara Perdata-------- adalah seperangkat
norma hukum yang mengatur bagaimana
caranya menegakkan hukum perdata
material,khususnya dalam hal terjadi
pelanggaran hak atas subyek hukum tertentu
oleh subyek hukum yang lain melalui
perantaraan hakim untuk mencegah terjadinya
perbuatan main hakim sendiri
8
Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
Perdata
Hukum Acara Perdata ---------- secara
kongkrit hukum acara perdata mengatur
tentang bagaimana caranya mengajukan
tuntutan hak,memeriksa dan memutusnya
serta pelaksanaan daripada putusannya
(Mertokusumo,1998:2)
9
1.2. Sumber-sumber Hukum Acara
Perdata
Sumber Hukum material yaitu sumber hukum
dalam arti bahan diciptakannya atau disusun
suatu norma hukum.
10
Sumber Hukum Material
Sumber dalam arti sumber filosofis;
11
Sumber Hukum Formal
Sumber Hukum Tertulis
HIR,RBg,RV
Undang-undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
UU No.3 Tahun 2009 dan UU No.5 Tahun 2004 Perubahan atas
Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
UU No. 49 Tahun 2009 danUU No.8 Tahun 2004 Perubahan atas
undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
UU No 50 Tahun 2009 dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana
lainnya dalam bidang peradilan
12
Sumber Hukum Formal
Sumber Hukum Tidak Tertulis
Yurisprudensi
13
1.3. Asas-Asas Hukum Acara perdata
14
Asas Hakim Bersifat Menunggu
Adalah asas yang menyatakan ada
tidaknya perkara di muka hakim
tergantung inisiatif dari para pihak
sendiri yang berkepentingan, Hakim
lebih bersifat menunggu sampai perkara
diajukan di hadapannya.
15
Ius Curia Novit
Pengadilan atau hakim tidak boleh
menolak untuk
menerima,memeriksa ,mengadili dan
memutus suatu perkara yang
diajukan,sekalipun dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang
jelas,melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya ( Pasal 10 ayat (1) UU
No.48 Tahun 2009 )----- Hakim dianggap
tahu akan hukumnya (ius curia novit).
16
Hukum Tidak Ada / Kurang Jelas
Dalam hal hukumnya tidak ada atau kurang jelas
hakim wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat ( Pasal 5 ayat (1)
UU No. 48 Tahun 2009)
Penafsiran Hukum
Yurisprudensi
Doktrin dan ilmu pengetahuan
Kebiasaan dalam Praktek Peradilan
17
Asas Hakim Bersifat Pasif
Dalam memeriksa perkara hakim tidak ikut
menentukan luas pokok perkara,luas pokok perkara
ditentukan sendiri oleh para pihak,apa yang
diinginkan untuk diperiksa,diadili dan diputuskan
oleh hakim menjadi hak sepenuhnya dari para
pihak. Pengadilan atau hakim hanya mempunyai
tugas untuk membantu pencari keadilan dan
berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana,cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 ayat (2)
UU No.48 Tahun 2009)
18
Hakim Wajib Memeriksa dan
Mengadili
Hakim Wajib memeriksa dan mengadili seluruh
gugatan dan hakim dilarang untuk menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
lebih dari yang dituntut, dalam hal hakim
memutuskan melampaui batas kewenangannya
maka putusannya dapat dibatalkan oleh
pengadilan yang lebih tinggi, putusan dapat
dimintakan banding,kasasi maupun peninjauan
kembali.
19
Asas Sidang Terbuka Untuk Umum
Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka
untuk umum, kecuali Undang-undang
menentukan lain ( Pasal 13 ayat (1) UU No.48
Tahun 2009), sidang pengadilan dapat dihadiri,
didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh
orang-orang yang memang dilarang oleh
undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini
berakibat putusan hakim menjadi batal demi
hukum ( Pasal 13 ayat (3) UU No.48 Tahun
2009 )
20
Tujuan Sidang Terbuka Untuk Umum
Untuk menjamin terlaksananya
sistem peradilan yang obyektif, adil dan
fair serta memungkinkan adanya control
social dari masyarakat.
21
Pengecualian Asas Sidang Terbuka
Untuk Umum
Sidang dapat dilakukan secara
tertutup dalam hal: menyangkut perkara
anak-anak, perkara kesusilaan, perkara
yang berkaitan dengan ketertiban umum
dan rahasia negara, perkara perkawinan
dan perceraian.
22
Asas Mendengar Kedua Belah Pihak
( audi et alteram partem )
Kedua belah pihak yang bersengketa ,baik
penggugat maupun tergugat harus didengar
keterangannya secara sama dan adil,hakim tidak
boleh memihak dan berat sebelah dalam
memeriksa dan memutus perkara, hakim harus
obyektif,adil dan fair dalam memperlakukan
para pihak yang bersengketa“ Pengadilan
mengadili menurut hukum dan tidak membeda-
bedakan orang ( Pasal 4 ayat (1) UU No.48
Tahun 2009).
23
Asas Putusan hakim Harus Disertai
Alasan-alasan
“ Segala putusan Pengadilan selain harus
memuat alasan dan dasar putusan
tersebut,memuat pula pasal tertentu dari
peraturan perundangan yang bersangkutan
atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili ( Pasal
50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 )”
24
Dasar Alasan Putusan hakim
Alasan Berdasarkan Fakta-faktanya
27
Perkara Prodeo
Bagi pihak-pihak yang tidak mampu
dapat mengajukan permohonan agar
perkaranya diperiksa secara Cuma-Cuma
(prodeo ) dengan disertai surat keterangan
tidak mampu dari pemerintah setempat,
biaya perkara ditanggung oleh negara
( Pasal 56 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009
)
28
Asas tidak ada keharusan untuk
mewakilkan
Pada prinsipnya dalam perkara
perdata para pihak dapat beracara sendiri
di muka pengadilan tanpa harus
mewakilkan pada seorang wakil atau
kuasa hukum,tetapi para pihak dapat juga
mewakilkan atau menguasakan pada
orang lain untuk beracara di muka
pengadilan sebagai kuasa hukumnya.
29
Bantuan Hukum
Setiap orang yang tersangkut perkara
berhak memperoleh bantuan hukum
( Pasal 56 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009
)
30
Wakil /Kuasa berdasarkan undang-undang (wettelijke
vertegenwoodig atau legal mandatory )
31
Wakil atau kuasa berdasarkan
perjanjian
Wakil atau kuasa berdasarkan adanya
perjanjian pemberian kuasa untuk
melakukan suatu perbuatan hukum
tertentu ,misalnya kuasa khusus untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri
antara seorang penggugat dengan
pengacaranya.
32
Acara Kepailitan
Dalam acara khusus permohonan pernyataan
pailit ,ketentuan asas tidak ada keharusan untuk
mewakilkan menjadi tidak berlaku dengan
adanya ketentuan bahwa setiap permohonan
yang berkaitan dengan kepailitan harus diajukan
oleh seorang kuasa(Advokat) sebagaimana
diatur dalam Pasal 7 UU No37 Tahun 2004
tentang kepailitan.
33
. Asas obyektifitas
Hakim dalam
menerima,memeriksa,mengadili dan
memutuskan setiap perkara harus berlaku
adil,obyektif dan fair tidak boleh
memihak pada salah satu pihak kedua
belah pihak harus diperlakukan secara
imbang.
34
jaminan penerapan asas obyektifitas
Sebagai jaminan penerapan asas obyektifitas ada
beberapa asas yang terkait dan saling
mendukung,misalnya adanya asas sidang terbuka
untuk umum,asas mendengar kedua belah
pihak,asas putusan disertai alasan-alasan,asas
hakim majelis dan lain sebaginya,di samping itu
untuk lebih menjamin asas obyektifitas pada para
pihak diberikan adanya “hak ingkar (recusatie atau
hak wraking)”
“Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar
terhadap hakim yang akan mengadili perkaranya
( Pasal 17 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 ) “
35
Hak Ingkar
Adalah hak seorang yang diadili
untuk mengajukan keberatan yang disertai
dengan alasan terhadap seorang hakim
yang mengadili perkaranya (Pasal 17 ayat
(2) UU No.48 Tahun 2009)
36
Dasar Alasan Hak Ingkar
Dasar alasan pengajuan hak ingkar ( Pasal 17 ayat (3,4,5) UU No.48
Tahun 2009, Pasal 374 ayat (1) HIR) :
Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda
sampai derajat ketiga,atau hubungan suami atau istri meskipun telah
bercerai,dengan ketua,salah seorang hakim anggota,jaksa,advokat,atau
panitera;
Apabila ketua majelis,hakim anggota,jaksa,atau panitera terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau
hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang
diadili atau advokat;
Apabila hakim atau panitera mempunyai kepentingan langsung atau
tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.
37
Hak Ingkar
Berdasarkan alasan yang sama seorang hakim
atau panitera wajib untuk mengundurkan diri
baik atas keinginan sendiri maupun atas
permintaan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap alasan
pada ayat (5) maka putusan hakim menjadi tidak
sah dan terhadap hakim atau panitera yang
bersangkutan dikenakan sanksi administrative
atau pidana berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku ( Pasal 17 ayat (6) UU
No.48 Tahun 2009 ).
38
. Asas sistem majelis
“Semua pengadilan memeriksa,mengadili
dan memutus dengan sekurang-kurangnya
3 (tiga) orang hakim kecuali undang-
undang menentukan lain (Pasal 11 ayat
(1) UU No.48 Tahun 2009) “
39
1. Asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa ( Pasal 2 ayat (1) UU No.48
Tahun 2009)
40
Asas peradilan yang sederhana,cepat dan biaya
ringan( Pasal 2 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009 )
Sederhana dalam pengertian bahwa peradilan
dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak
formalistis,tidak memerlukan birokrasi yang sulit
serta acaranya mudah difahami oleh masyarakat;
Cepat,dalam pengertian bahwa proses peradilan
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang
penyelesaiannya dapat diukur secara pasti dan
jelas dalam waktu berapa lama suatu perkara
dapat diselesaikan oleh hakim pada semua tingkat;
Biaya ringan,proses peradilan tentu memerlukan
biaya,hanya saja tentunya biaya yang dibebankan
selaras dan sebanding dengan perkara yang
diajukan dan dapat ditanggung oleh masyarakat.
41
II. KEKUASAAN KEHAKIMAN
DI INDONESIA
42
Kekuasaan Kehakiman Yang Mandiri
mandiri dalam tugas yudisial
mandiri dalam bidang administrasi
mandiri dalam bidang organisasi
mandiri dalam bidang financial
43
Kekuasaan kehakiman Yang Merdeka
“ Kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan pancasila demi
terselenggaranya negara hukum Republik
Indonesia ( Pasal 1 butir 1 UU No. 48
Tahun 2009 ) “
44
Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka
“ Kekuasaan kehakiman yang merdeka
mengandung pengertian bahwa kekuasaan
kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak
kekuasaan ekstra yudisial,kecuali dalam hal-hal
sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945 (Penjelasan Pasal 1 UU
No.4 / 2004 )”
“ Kebebasan dalam melaksanakan wewenang
yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim
adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan pancasila,sehingga putusannya
mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia
(penjelasan Pasal 1 UU No.4 Tahun 2004 ) “
45
Kemandirian Peradilan
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya
hakim dan hakim konstitusional wajib
menjaga kemandirian peradilan
Bebas dari campur tangan pihak luar dan
bebas dari segala bentuk tekanan, baik
fisik maupun psikis
46
Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka
“ Segala campur tangan dalam urusan
peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman dilarang,kecuali
dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam
Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 ( Pasal 3 ayat (2) UU No.
48 Tahun 2009 )
47
Kebebasan Wewenang Yudisial
Bersiafat tidak Mutlak dan Dibatasi Oleh :
Nilai-nilai Keadilan;
48
2. Badan Peradilan Negara dan
Lingkungan Peradilan
“ Semua peradilan di seluruh wilayah
negara Republik Indonesia adalah
peradilan negara dan ditetapkan dengan
Undang-undang{ Pasal 2 ayat (3) UU
No.48 Tahun 2009}”
49
Penyelenggaraan Kekuasaan
Kehakiman
“ Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman…..
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum,lingkungan
peradilan agama,lingkungan peradilan
militer,lingkungan peradilan tata usaha
negara,dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
(Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU
No 4 Tahun 2004,Pasal 18 UU No.48 tahun
2009) “
50
Organisasi,administrasi,dan financial
Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya berada di bawah
kekuasaan Mahkamah agung ( Pasal 21
ayat ( 1 ) UU No. 48 tahun 2009)
Mahkamah Konstitusi berada di bawah
kekuasaan dan kewenangan Mahkamah
Konstitusi ( Pasa 29 ayat (4) UU No.48
Tahun 2009)
51
Skema Kekuasaan Kehakiman
MAHKAMAH MAHKAMAH
AGUNG KONSTITUSI
PENGADILAN PENGADILAN
TINGGI TINGGI AGAMA MAHMILTI PT TUN
PENGADILAN PENGADILAN
NEGERI AGAMAI MAHMIL PTUN
52
Pengadilan Khusus
“ Pengadilan Khusus hanya dapat di bentuk dalam
salah satu lingkungan peradilan sebagimana
dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan
Undang-undang (Pasal 15 ayat (1) UU No. 4
Tahun 2004 )
“ Pengadilan khusus,antara lain,adalah pengadilan
anak,pengadilan niaga,pengadilan hak asasi
manusia,pengadilan tindak pidana
korupsi,pengadilan hubungan industrial yang
berada di lingkungan peradilan umum dan perdilan
pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara
( penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 / 2004
53
Peradilan syariah Islam
“ Peradilan syariah Islam di Propinsi Nanggroe
Aceh Darrussalam merupakan pengadilan
khusus dalam lingkungan peradilan agama
sepanjang kewenangannya menyangkut
kewenangnan peradilan agama dan merupakan
penagdilan khusus dalam lingkungan peradilan
umum sepanjang kewenangannya menyangkut
kewenangan pengadilan umum (Pasal 15 ayat
(2) UU No.4 / 2004 )
54
Pengadilan syariah Islam
Terdiri atas Mahkamah Syariah untuk
tingkat pertama dan Mahkamah syariah
Propinsi untuk tingkat banding………
( Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU No. 4
Tahun 2004 ) “
55
2.4. Kompetensi Lembaga Peradilan
56
Kompetensi / kewenangan absolut
Adalah merupakan Kewenangan lembaga peradilan dalam
menerima, memeriksa dan mengadili serta memutus suatu perkara
tertentu berdasarkan atribusi kekuasaan kehakiman yang secara
mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain,baik dalam
lingkungan badan peradilan yang sama,maupun dalam lingkungan
peradilan yang berbeda.
57
Kopetensi Absolut Lingkungan
Peradilan Umum
58
Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus
semua perkara atau sengketa keperdataan pada
tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo
UU No. 8 /2004)
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus
perkara pidana pada tingkat pertama ( Pasal 50
UU No.2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus
pada tingkat pertama perkara koneksitas.
59
Perkara Koneksitas
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama
oleh mereka yang termasuk lingkungan
peradilan umum dan lingkungan peradilan
militer,diperiksa dan diadili oleh pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum,kecuali
dalam keadaan tertentu menurut keputusan
Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus
diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer “ ( Pasal 24 UU
No. 4 / 2004
60
Kompetensi Absulut Pengadilan Tinggi
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara/sengketa
perdata pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat
pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No.2 /1986 Jo UU No 8 /2004 )
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada
tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51
ayat (1) UU No. 2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus ditingkat pertama
dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan
negeri di daerah hukumnya(menyangkut kopetensi relatif---- Pasal
51 Ayat (2) UU No. 2 / 1986 Jo UU No.8 /2004 )
Menerima,memeriksa dan mengadili serta memutus pada tingkat
pertama dan terakhir perkara /sengketa perdata secara prorogasi
(Pasal 3 ayat (1),(2) UU Dar. 1 /1951 ,Pasal 128 (2) RO dan Pasal
85 RBg
61
Kompetensi Absulut Mahkamah Agung
62
memeriksa,mengadili dan memutus sengketa wewenang mengadili : a.
antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan
dalam lingkungan peradilan yang lain, b. antara dua pengadilan yang ada
dalam derah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dari
lingkungan peradilan yang sama dan c. antara dua pengadilan tingkat
banding di lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan
peradilan yang berlainan ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 / 1985 )
63
Kopetensi absulut Mahkamah
Konstitusi
Mahkamah konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk: (Pasal 12 ayat
(1) UU No.4 /2004 )
menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;
64
memutus pembubaran partai politik;
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.
Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan /atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tercela,dan /atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau wakil
Presiden Pasal 12 ayat ( 2 ) UU No. 4 / 2004 ).
65
Kompetensi Relatif
Adalah kewenangan lembaga peradilan
dalam menerima,memeriksa,mengadili
dan memutus suatu perkara tertentu
berdasarkan wilayah hukum suatu
pengadilan berdasar distribusi kekuasaan
kehakiman. Kompetensi relative
menyangkut pertanyaan ke pengadilan
negeri manakah suatu perkara harus
diajukan ?
66
Kompetensi Relative Ditemukan Pengaturannya
dalam Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBg :
67
Dalam hal ada domisili pilihan maka gugatan di ajukan kepada
pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
atau domisili pilihan tersebut ( Pasal 118 ayat (4) HIR,142 ayat (4)
RBg) ------ domisili /tempat tinggal pilihan harus dibuat dengan
akta oleh para pihak (Pasal 24 BW)
Dalam hal pihak tergugatnya lebih dari seorang dan tempat
tinggalnya tidak dalam satu wilayah hukum pengadilan
negeri ,maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di
tempat salah satu tergugat bertempat tinggal. Penggugat dapat
memilih salah satu pengadilan di wilayah hukum para tergugat
bertempat tinggal (Pasal 118 ayat (2) HIR,Pasal 142 ayat (3) RBg )
68
Dalam hal tergugatnya terdiri orang-orang yang
berhutang (debitur) dan penanggung,maka
gugatan diajukan kepada pengadilan negeri yang
meliputi wilayah hukum tempat tinggal si
berhutang atau debitur (Pasal 118 ayat (2)
HIR,142 ayat(2) RBg )
Dalam hal obyek gugatan adalah benda tetap
maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri
yang wilayah hukumnya meliputi letak benda
tetap tersebut -------- asas forum rei sitae ( Pasal
118 ayat (3) HIR,Pasal 142 ayat (5) RBg
69
Dalam hal tergugat tidak mempunyai
tempat tinggal yang dikenal maupun
tempat tinggal yang nyata atau apabila
tergugat tidak dikenal,gugatan dapat
diajukan kepada pengadilan negeri di
tempat penggugat tinggal ( Pasal 118
ayat(3) HIR, 142 ayat (3) RBg) -----
bentuk penyimpangan atas asas actor
sequitur forum rei.
70
Terhadap kompetensi relatif apabila tidak ada
eksepsi maka pengadilan tetap mempunyai
kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
perkara yang telah diajukan oleh penggugat.
Ketidak wenangan pengadilan dengan alasan
melanggar kompetensi relatif harus berdasarkan
adanya eksepsi dari salah satu pihak yang
bersengketa (pihak tergugat). Sedangkan
menyengkut kompetensi absulut ada atau tidak
eksepsi hakim harus menyatakan dirinya tidak
wenang.
71
III. TATA CARA PENGAJUAN
TUNTUTAN HAK
72
3.1. Pengertian Tuntutan hak
73
Macam-macam Tuntutan Hak
Tuntutan hak yang tidak mengandung
sengketa.
74
Tuntutan hak yang tidak mengandung
sengketa
Yaitu tuntutan hak yang diajukan di
muka sidang pengadilan tanpa didahului
adanya persengketaan di antara pihak
pihak yang berkepentingan atau yang
terlibat di dalamnya.
77
Dilihat dari fungsi dan tugas hakim,dalam
permohonan hakim lebih bersifat sebagai
administrator,sedang dalam gugatan hakim bersifat
mengadili diantara kedua belah pihak antara yang
salah dan yang benar.
Dilihat dari putusan yang dihasilkan oleh
hakim,dalam permohonan bentuk putusannya
berupa penetapan,sedangkan dalam gugatan
berbentuk keputusan.
Pada umumnya putusan atas permohonan yang
berupa penetapan tidak memerlukan
eksekusi,sedang putusan atas gugatan pada
umumnya memerlukan eksekusi.
78
3.3. Tata Cara Pengajuan Gugatan di
Pengadilan
Gugatan dapat diajukan secara lisan maupun secara tertulis
79
ISI SURAT GUGATAN ( Pasal 8 No.3
RV):
Identitas dari para pihak,baik penggugat
maupun pihak tergugatnya.
Dalil-dalil Kongkrit adanya hubungan
hukum yang merupakan dasar serta alasan
dari tuntutan (Fundamentum Petendi atau
posita)
Tuntutan yang dikehendaki oleh pihak
penggugat (Petitum )
80
Identitas Para Pihak
Nama Penggugat dan Tergugat;
Umur Penggugat Maupun Tergugat;
Pekerjaan dari Penggugat dan Tergugat
Tempat Tinggal / Domisili / Tempat
Kedudukan Penggugat dan Tergugat,dll
81
Fundamentum Petendi atau posita
Tentang Faktanya (kejadian atau
peristiwanya);
Tentang Hukumnya
82
Tuntutan (Petitum )
Yaitu tentang apa yang dimintakan atau
diharapkan oleh pihak penggugat untuk
diputuskan oleh hakim. Tuntutan harus
lengkap ,jelas dan sempurna,tuntutan
yang tidak lengkap,jelas dan sempurna
akan berakibat tidak diterimanya
tuntutan .
83
Tuntutan atau petitum
Tuntutan pokok atau tuntutan primer
Tuntutan Tambahan
84
Tuntutan pokok atau tuntutan primer
Yaitu tuntutan yang sifatnya pokok terkait
dengan hubungan hukum yang terjadi di
antara para pihak yang harus dipenuhi
oleh pihak tergugat sebagai bentuk
prestasi tertentu.
85
Tuntutan Pengganti atau tuntutan
subsider
Yaitu tuntutan yang diajukan oleh
penggugat yang sifatnya adalah untuk
menggantikan tuntutan primer dalam hal
nantinya tuntutan primer tidak dikabulkan
oleh hakim. Tuntutan subsider harus
sebanding dengan tuntutan primer.
86
Tuntutan Tambahan
Adalah tuntutan yang sifatnya menambah tuntutan pokok atau
tuntutan subsider,tuntutan tambahan dapat berupa:
◦ tuntutan agar tergugat dihukum membayar beaya perkara;
◦ tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar sejumlah bunga
tertentu;
◦ tuntutan agar tergugat dihukum membayar sejumlah uang paksa;
◦ dalam hal gugat cerai,sering disertai dengan tuntutan tambahan atas
nafkah istri,pembagian harta bersama,atau hak pengasuhan atas
anak;
◦ tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu,meskipun ada upaya hukum perlawanan,banding maupun
kasasi (Uit voerbaar bij vooraad )
87
Syarat-syarat dapat dikabulkannya tuntutan Uit voebaar
bij voorraad (Pasal 180 HIR,Pasal 191 RBg ) antara lain :
88
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 06 Tahun
1975 tanggal 1 Desember 1975 Jo Surat Edaran
Mahkamah Agung No.03 Tahun 1978 tanggal 1 April
1978,
89
putusan yang sifatnya sangat
eksepsional
putusan itu diberikan apabila ada penyitaan
conservatoir yang harga barangnya tidak cukup untuk
memenuhi gugatan
90
Dalam Praktek
Tuntutan tambahan sering juga dirumuskan
dalam bentuk yang beraneka ragam,sering juga
dalam tuntutan tambahan ditambahkan
permintaan “Mohon putusan yang seadil-
adilnya dari hakim “ atau “ Agar Hakim
Mengadili Menurut Keadilan Yang Benar “
Dengan petitum tambahan yang demikian itu
diharapkan hakim dapat memutuskan secara
bebas menurut nilai-nilai keadilan dan
hukum dalam hal petitum primer maupun
sekunder tidak dikabulkan.
91
3.4. Penggabungan atau kumulasi
tuntutan
Kumulasi/penggabungan subyektif
92
Kumulasi/penggabungan subyektif
Yaitu kumulasi yang menyangkut subyek-
subyek yang ada dalam perkara yang
sedang terjadi,misalnya penggugatnya
terdiri dari beberapa orang atau
sebaliknya tergugatnya yang terdiri dari
beberapa orang tergugat atau penggugat
maupun tergugatanya lebih dari seorang.
93
exception plurium litis consortium
Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa
masih ada orang lain yang harus diikutkan
sebagai pihak tergugat dalam perkara
yang diajukan oleh pihak penggugat.
94
Kumulasi /penggabungan obyektif
Yaitu penggabungan tuntutan yang
menyangkut obyek tuntuan,dalam
kumulasi ini penggugat mengajukan lebih
dari satu tuntutan dalam satu perkara
secara sekaligus atas beberapa hubungan
hukum atau peristiwa hukum ,baik yang
saling berhubungan satu sama lain
maupun tidak saling berhubungan.
95
Ada tiga hal yang tidak dimungkinkan adanya
penggabungan atau kumulasi secara obyektif
97
Berperkara dengan pihak ketiga
Dengan cara campur tangan(Intervensi )
98
Dengan cara campur tangan ( Intervensi
)
Intervensimerupakan bentuk
berperkara dengan pihak ketiga
dengan cara masuknya pihak ketiga
dalam sengketa yang terjadi diantara
pihak penggugat dan tergugat
didasarkan atas keinginan dan
kemauan dari pihak ketiga itu sendiri.
99
Dengan cara penanggungan atau
garansi (Vrijwaring )
Dalam Vrijwaring masuknya pihak ke
tiga dalam sengketa yang terjadi di
antara penggugat dan tergugat
berdasarkan keinginan dari penggugat
atau tergugat yang secara sengaja
menarik pihak ke tiga masuk dalam
sengketa mereka.
100
Bentuk Campur Tangan / Intervensi
bersifat menyertai ( Voeging ), dalam intervensi ini pihak ke tiga
yang masuk dalam sengketa antara penggugat dan tergugat bersifat
memihak untuk membela kepentingan salah satu pihak yang
bersengketa,yang lazimnya membela kepentingan dari pihak
tergugat. Dalam intervensi ini sesungguhnya pihak intervinin
masuk dalam sengketa dengan tujuan untuk membela hak-haknya
sendiri dengan jalan membela salah satu pihak yang bersengketa.
101
Bentuk Penanggungan / Garansi
(Vrijwaring)
Vrijwaring formil yaitu apabila seorang
diwajibkan untuk menjamin orang lain
menikmati suatu hak atau benda yang bersifat
kebendaan dan semata-mata hanya menyangkut
hak –hak yang bersifat kebendaan.
103
3.5. Upaya-upaya Untuk Menjamin
Hak
104
Macam-macam sita Jaminan atau
Conservatoir beslag
Conservatoir beslag atas barang miliknya
sendiri(milik penggugat atau pemohon )
105
Conservatoir beslag atas barang
miliknya sendiri
Dalam sita jaminan ini barang yang menjadi
obyek penyitaan adalah barang milik dari
pihak penggugat atau pemohon sendiri yang
dikuasai oleh pihak lain,dalam sita ini
tujuannya bukan untuk menjamin suatu
tuntutan berupa tagihan uang atau pembayaran
sejumlah uang tertentu,akan tetapi lebih
dimaksudkan hanya untuk mejamin suatu hak
kebendaan dari pemohon(penggugat) dan
penyitaan akan berakhir dengan diserahkan
benda obyek penyitaan.
106
Macam-macam Sita Jaminan atas
Barang Sendiri
Revindikatoir beslag ;
Sita Marital
107
Revindikatoir beslag
Yaitu penyitaan yang dilakukan atas permohonan
pemilik barang bergerak yang ada di tangan
pihak orang lain atau di bawah kekuasaan orang
lain (tergugat atau termohon ) secara lisan
maupun secara tertulis ke pengadilan negeri di
tempat orang yang menguasai benda tersebut
bertempat tinggal
110
Conservatoir Beslag atas barang milik
debitur/tergugat/termohon
Bentuk penyitaan inilah yang merupakan bentuk
penyitaan yang sesungguhnya yang bersifat
Conservatoir Beslag (CB) sebagimana ditentukan
dalam Pasal 227 HIR ayat (1) “Jika ada
persangkaan yang beralasan,bahwa orang yang
berhutang sebelum dijatuhkan keputusan
kepadanya,atau sedang keputusan yang dijatuhkan
kepadanya,belum dapat dijalankan,berusaha akan
menggelapkan atau akan mengankut
barangnya ,baik yang tetap maupun tidak tetap
dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari
penagih hutang,maka ketua atas permohonan pihak
yang berkepentingan untuk itu
(pemohon/penggugat) dapat memberikan perintah
supaya barang itu disita untuk menjaga hak 111
Unsur-unsur Conservatoir Beslag
pengajuan conservatoir beslag harus ada alasan praduga
bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau
dilaksanakan beritikat tidak baik untuk mengalihkan
atau menggelapkan barang-barangnya;
barang yang menjadi obyek penyitaan adalah milik dari
pihak tergugat/termohon,bukan milik dari pihak
penggugat atau pemohon;
permohonan Conservatoir Beslag diajukan pada ketua
pengadilan negeri yang memeriksa perkara yang
bersangkutan;
permohonan conservatoir beslag diajukan secara
tertulis;
obyek penyitaan Conservatoir beslag dapat berupa
benda bergerak,benda tidak bergerak atau benda
bergerak milik tergugat yang dikuasai oleh pihak ketiga.
112
Perbedaan Pokok antara Conservatoir
Beslag dan Revindicatoir Beslag :
Obyek permohonan Conservatoir Beslag adalah benda bergerak
maupun benda tetap milik dari debitur/tergugat/termohon
maupun benda bergerak milik debitur/tergugat/termohon yang
dikuasai oleh pihak ketiga,Sedangkan dalam Revindikatoir
Beslag obyek penyitaan adalah benda bergerak milik dari
penggugat/pemohon sendiri yang dikuasai oleh tergugat.
dalam Conservatoir Beslag permohonannya harus disertai adanya
alasan yang berupa praduga adanya itikat tidak baik dari pihak
tergugat untuk mengalihkan /menggelapkan barangnya,
sedangkan dalam Revindikatoir Beslag alasan itu tidak
diperlukan.
Permohonan atas Conservatoir Beslag diajukan dengan surat
tertulis, Sedang dalam Revindikatoir beslag dapat secara lisan
maupun tertulis
Dalam Conservatoir Beslag bertujuan untuk pembayaran
sejumlah uang tertentu, sedang dalam Revindicatoir Beslag
bertujuan untuk penyerahan atas barang atau benda yang menjadi
obyek penyitaan.
113
Persamaan Conservatoir Beslag dan
Revindicatoir Beslag :
114
IV. PROSES PEMERIKSAAN DI
SIDANG PENGADILAN
115
4.1. Pencabutan dan Perubahan Gugatan
Pencabutan gugatan pada prinsipnya
diperbolehkan,pencabutan gugatan dapat
dilakukan oleh penggugat,perkara mau dilanjutkan
atau tidak sesungguhnya menjadi hak dan
kewenangan dari para pihak sendiri.
117
pencabutan gugatan dilakukan setelah
pihak tergugat memberikan jawaban
118
Penambahan dan perubahan gugatan
Penambahan atau perubahan gugatan pada
prinsipnya juga diperbolehkan,HIR tidak
mengatur tentang masalah penambahan dan
perubahan gugatan,termasuk hal apa yang boleh
dan tidak boleh untuk ditambah atau dirubah.
Dalam praktek perubahan dan penambahan
diperbolehkan sepanjang tidak merugikan para
pihak khususnya kepentingan pihak tergugat dan
penambahan atau perubahan tersebut tidak
menambah atau merubah tentang pokok
perkaranya.
119
4.2. Putusan Gugur,Verstek dan
Putusan Damai
120
Putusan Gugur
121
Pasal 124 HIR
“ Jikalau sipenggugat,walaupun dipanggil
dengan patut,tidak menghadap pengadilan
negeri pada hari yang ditentukan itu dan tidak
juga menyuruh seorang lain menghadap selaku
wakilnya,maka gugatannya dipandang gugur
dan sipenggugat dihukum membayar biaya
perkara;akan tetapi sipenggugat berhak,sesudah
membayar biaya yang tersebut,memasukkan
gugatannya sekali lagi “
122
Pemanggilan benar,syah dan patut
Pemanggilan dilakukan dan diberikan secara
langsung pada yang bersangkutan atau wakilnya
di tempat tinggal atau domisilinya.
Dalam hal panggilan tidak dapat diberikan
secara langsung pada yang bersangkutan maka
surat panggilan disampaikan melalui kepala desa
atau lurah di tempat tinggal yang bersangkutan
Dalam hal tempat tinggal atau domisili yang
bersangkutan tidak diketahui atau tidak dikenal
maka surat panggilan harus ditempel di kantor
pengadilan yang bersangkutan dan di kantor wali
kota atau bupati.
123
Pemanggilan Benar,Syah dan Patut
Surat panggilan harus memperhatikan masa
tenggang waktu yang patut antara diterimanya
pemanggilan dengan waktu sidang,sekurang-
kurangnya panggilan disampaikan tiga hari kerja
sebelum sidang dimulai.
Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dan
dibuatkan berita acara pemanggilan pihak-pihak.
Di dalam praktek biasanya pemanggilan akan
dilakukan oleh pengadilan pada para pihak dua
kali berturut-turut,baru kalau pemanggilan kedua
tidak hadir juga dapat dijatuhkan putusan gugur.
124
Putusan Verstek( Pasal 125 HIR )
Jika sitergugat,walaupun sudah dipanggil dengan patut tidak
menghadap pada hari yang ditentukan,dan tidak juga
menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,maka
gugatan itu diterima dengan putusan tak hadir,kecuali jika
nyata kepada pengadilan negeri,bahwa gugatan itu melawan hak
atau tidak beralasan
Akan tetapi jika sitergugat dalam surat jawabannya
mengajukan perlawanan (tangkisan) bahwa pengadilan
negeri tidak berhak menerima perkara itu,hendaklah
pengadilan negeri,walaupun si tergugat sendiri atau
wakilnya tidak menghadap,sesudah didengar
sipenggugat,mengadili perlawanannya dan hanya kalau
perlawanannya itu ditolak,maka putusan dijatuhkan
mengenai pokok perkara.
125
Putusan Verstek
Jika gugatan diterima,maka putusan pengadilan
negeri dengan perintah ketua diberitahukan
kepada orang yang dikalahkan,dan serta itu
diterangkan kepadanya bahwa ia berhak dalam
waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam
Pasal 129,mengajukan perlawanan terhadap
putusan tak hadir itu pada majelis pengadilan itu
juga
Di bawah keputusan tak hadir itu panitera
pengadilan mencatat,siapa yang diperintahkan
menjalankan pekerjaan itu dan pakah
diberitahukannya tentang hal itu baik dengan
surat maupun dengan lisan.
126
Syarat-syarat putusan verstek yang mengabulkan
gugatan (Pasal 125 ayat (1) HIR :
127
verszet (Perlawanan )
Terhadap putusan Verstek yang isinya
mengabulkan gugatan pihak tergugat
dapat mengajukan verszet (Perlawanan )
pada pengadilan negeri yang telah
memutus putusan verszet tersebut.
128
Tenggang waktu untuk mengajukan
perlawanan
Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek
diberitahukan kepada pihak yang dikalahkan itu
sendiri
Sampai hari kedelapan setelah teguran seperti
yang dimaksud dalam Pasal 196 HIR,apabila
yang ditegur tidak datang menghadap
Kalau tidak datang waktu ditegur,sampai hari
kedelapan setelah sita eksekutorial (197 HIR ).
129
Upaya Banding Atas Putusan Verstek
Terhadap putusan verstek yang isinya
menolak gugatan,bagi pihak penggugat
dapat mengajukan upaya hukum banding
ke pengadilan tinggi berdasarkan
ketentuan tentang upaya hukum banding
130
Putusan Damai
Putusan Damai adalah putusan
pengadilan yang dijatuhkan oleh hakim
berdasarkan hasil perdamaian para pihak
yang telah disepakati dalam akta
perdamaian
Putusan damai bersifat menghukum
kedua belah pihak untuk mematuhi dan
mentaati isi perdamaian yang telah
disepakati oleh penggugat dan tergugat
131
Perdamaian Di Luar Sidang
132
Perdamaian Di Dalam sidang
133
Jawaban Tergugat dan Gugat Balik
(Rekonvensi)
Jawaban yang tidak secara langsung
mengenai pokok perkara berupa
tangkisan atau eksepsi
134
Tangkisan(Eksepsi)
135
eksepsi prosesuil (processueel )
Eksepsi tentang ketidak wenangan hakim dalam
memeriksa suatu perkara tertentu ,baik
menyangkut kopetensi absulut maupun relative.
Eksepsi bahwa hakim telah melanggar asas nebis
in idem.
Eksepsi bahwa perkara yang sama sedang
diperiksa oleh pengadilan negeri yang lain.
Eksepsi bahwa perkara sedang diperiksa oleh
pengadilan banding atau kasasi.
Eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai kualifikasi / sifat untuk bertindak di
muka pengadilan.
136
eksepsi berdasar hukum material
eksepsi delatoir yaitu eksepsi yang
menyatakan,bahwa gugatan penggugat belum
dapat dikabulkan,misalnya karena penggugat
telah memberikan penundaan pembayaran dan
sebagainya.
137
Jawaban Yang Menyangkut Pokok
Perkara
menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan / tuntutan
mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya
dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik
(rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh
gugatan / tuntutan
mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya
dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik
(rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh
gugatan / tuntutan
mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya
dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik
(rekonvensi ).
138
Gugat Rekonvensi (Gugat Balik)
Gugat balik atau Rekonvensi diajukan oleh
tergugat terhadap penggugat secara bersama-
sama dalam memberikan jawabannya,sebelum
proses pembuktian dilakukan.
139
Gugat Rekonvensi Yang Tidak
Diperbolehkan (Pasal 132 a HIR )
apabila dalam gugat konvensi (gugat asal ) penggugat bertindak
sebagai suatu kualitas tertentu atau berdasarkan sifatnya,sedang
dalam gugat balik (Rekonvensi )menyangkut diri pribadi dari
penggugat atau sebaliknya. Contohnya dalam gugat konvensi
penggugat pertindak sebagai wali ,orang tua atau pengampu, maka
dalam gugat balik tidak boleh ditujukan pada penggugat secara
pribadi.
Jika pengadilan negeri yang memeriksa gugat konvensi secara
absulut tidak wenang memeriksa gugat balik (Rekonvensi).
Dalam perkara sengketa pelaksanaan putusan
Dalam hal pada pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugat
rekonvensi,maka pada tingkat banding tidak boleh ada gugat
rekonvensi.
Dalam hal perkara yang menyangkut bezit dan egendom atau
penguasaan dan kepemilikan.
140
Keuntungan adanya Gugat Balik
( Rekonvensi )
menghemat biaya
mempermudah pemeriksaan perkara
mempercepat proses penyelesaian
sengketa
menghindarkan terjadinya putusan yang
saling bertentangan.
141
4.4. Proses Pembuktian dan Macam-
macam Alat Bukti
Dalam perkara perdata para pihak
sendirilah,baik penggugat maupu tergugat yang
harus membuktikan kebenaran dari dalil-dalail
yang diajukan baik dalam gugatan maupun
dalam jawaban. Tugas hakim adalah
memberikan penilaian apakah dalil-dalil yang
diajukan oleh para pihak dapat diterima
berdasarkan pembuktian yang diajukan.
Yang harus dibuktikan oleh para pihak adalah
peristiwa yang disengketakan dan tidak semua
peristiwa harus dibuktikan
142
Peristiwa Yang Tidak Perlu Dibuktikan
karena memang peristiwanya tidak perlu untuk
dibuktikan atau diketahui atau dianggap tidak
mungkin untuk diketahui oleh hakim. Misalnya
dalam hal dijatuhkan putusan verstek,dalam hal
gugatan diakui oleh tergugat,dalam hal ada sumpah
penentu atau dalam hal bantahan kurang cukup.
Karena memang peristiwanya secara ex officio
dianggap dikenal atau diketahui oleh hakim.
Misalnya terhadap peristiwa-peristiwa notoir atau
peristiwa yang sudah diketahui oleh
umum,peristiwa-peristiwa yang terjadi selama
persidangan.
Karena menyangkut pengetahuan tentang
pengalaman yang diperoleh berdasarkan
pengetahuan umum.
143
Pengertian Pembuktian
Pembuktian dakam arti yang logis,kata membuktikan berarti
memberikan kepastian yang absulut kebenarannya sehingga
pembuktian yang sebaliknya sudah tidak
dimungkinkan,pembuktian ini biasanya didasarkan pada suatu
aksioma tertentu yang pasti.
Pembuktian dalam arti yang konvensionil,membuktikan adalah
memberikan kepastian,hanya kepastiannya bukan kepastian yang
absulut melainkan kepastian yang bersifat relative.
Pembuktian dalam arti yuridis,membuktikan dalam ari yuridis
adalah pembuktian yang bersifat konvensionil dalam arti yang
khusus,yaitu bahwa pembuktian dalam arti yuridis kebenarannya
hanya berlaku bagi pihak-pihak yang bersengketa saja dan tidak
berlaku bagi orang lain.
144
Membuktikan dalam arti yuridis
adalah memberikan kepastian dasar yang
cukup pada hakim yang memeriksa
perkara yang bersangkutan guna
mendapatkan kepastian tentang kebenaran
peristiwa yang diajukan oleh para pihak.
145
Beban Pembuktian
adalah menyangkut pertanyaan siapa yang harus
terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk
melakukan pembuktian atas peristiwa yang
disengketakan, apakah pihak penggugat atau
pihak tergugat. Persoalan pembuktian
merupakan persoalan adil tidak adil,persoalan
fair tidak fair,oleh karena itu pembagian beban
pembuktian merupakan persoalan yang tidak
mudah bagi hakim,karena hakimlah yang harus
membagi dan menentukan siapa yang harus
membuktikan.
146
Asas Umum Beban Pembuktian
diatur dalam Pasal 163 HIR,Pasal 283
RBg,Pasal; 1865 BW,yang menyatakan “
Barang siapa menyatakan mempunyai
suatu hak atau menyebutkan suatu
peristiwa untuk meneguhkan haknya
atau untuk membantah adanya hak
orang lain,maka orang itu harus
membuktikan adanya hak atau
peristiwa itu “
147
Ketentuan Khusus Tentang Beban
Pembuktian
Pasal 533 BW “orang yang menguasai barang
tidak perlu membuktikan adanya itikad
baiknya,siapa yang mengemukakan adanya
itikad tidak baik harus membuktikan “
Pasal 535 “ Kalau seseorang sudah memulai
menguasai sesuatu untuk orang lain ,maka selalu
dianggap meneruskan penguasaan
tersebut ,kecuali apabila terbukti sebaliknya”
Pasal 1244 “ Kreditur dibebaskan dari
pembuktian kesalahan dari debitur dalam hal
adanya wanprestasi “
148
Teori Beban Pembuktian
Teori pembuktian yang bersifat menguatkan belaka (bloot
affirmatief ) ----- menurut teori ini,maka pihak yang harus
membuktikan adalah pihak yang mengemukakan adanya sesuatu
bukan pihak yang mengingkarinya.
Teori hukum subyektif ----------- berdasarkan teori ini suatu
proses perdata itu selalu merupakan pelaksanaan hukum
subyektif atau bertujuan mempertahankan hukum subyektif dan
pihak yang mengemukakan adanya sesuatu hak harus
membuktikan.
Teori Hukum Acara --------- berdasarkan teori ini maka beban
pembuktian didasarkan pada kesamaan kedudukan antara
penggugat dan tergugat,sehingga dalam membagi beban
pembuktian harus didasarkan pada nilai keadilan,keseimbangan
dan nilai kepatutan bagi para pihak.
149
Teori Beban Pembuktian
Berdasarkan beberapa teori tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa dalam pembagian
beban pembuktian hakimlah yang mempunyai
peranan menentukan siapa yang harus
membuktikan dan bagaimana pembagiannya
secara adil bagi para pihak. Di dalam praktek
pembagian beban pembuktian dipandang adil
dan patut, kalau pihak yang dibebani
pembuktian adalah pihak yang paling sedikit
dirugikan jika disuruh untuk membuktikan.
150
Macam-macam Alat Bukti dan
Kekuatan Pembuktiannya
Dalam hukum acara perdata dikenal adanya
beberapa macam alat bukti ( Pasal 164 HIR atau
Pasal 284 RBg ) :
alat bukti surat atau tertulis
alat bukti saksi
alat bukti persangkaaan (vemoedens,
praesumptiones )
alat bukti pengakuan
alat bukti sumpah.
151
Alat Bukti Surat atau Tertulis
adalah alat bukti yang berbentuk sesuatu
apapun yang memuat tanda-tanda bacaan
yang berupa pencurahan isi hati atau buah
pikiran seseorang yang dapat digunakan
untuk membuktikan adanya suatu
peristiwa hukum atau perbuatan hukum
tertentu.
152
Macam-Macam Alat Bukti Surat
alat bukti surat yang berupa surat biasa
atau bukan akta;
153
Surat Biasa
adalah surat yang pembuatannya tidak
dimaksudkan sebagai alat pembuktian
atas suatu peristiwa atau perbuatan hukum
tertentu,kalau kemudian dijadikan alat
bukti semata-mata karena adanya
kepentingan yang menghendaki dan
sifatnya kebetulan saja.
154
Akta
adalah surat yang diberi tandatangan yang
memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi
dasar dari pada suatu hak atau perikatan
yang dibuat secara sengaja sejak semula
untuk kepentingan pembuktian atas
peristiwa atau perbuatan hukum yang
tercantum di dalamnya.
155
Dokumen (UU No.13/1985)
kertas yang berisikan tulisan yang
mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan,keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan atau pihak-pihak yang
berkepentingan. Dari pengetian tentang
dokumen seperti tersebut ,jelas bahwa
surat,baik surat biasa maupun akta
merupakan dokumen.
156
Tanda Tangan
adalah pembubuhan nama dari si pembuat atau si
penandatangan,berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-
undang bea meterai No.13 tahun 1985
Tandatangan-------adalah “Sebagimana lazimnya
dipergunakan,termasuk pula paraf teraan atau cap
tandatangan atau cap paraf teraan cap nama atau tanda
lainnya sebagai pengganti tandatangan “
Dipersamakan dengan tandatangan adalah sidik jari
atau cap jempol yang sudah di “waarmerking “ oleh
notaries atau pejabat lain yang diberi kewenangan
untuk itu .
157
Pasal 2 ayat (1) UU No.13/1985
Tentang Bea Meterai
Alat bukti surat wajib dibubuhi metarai
Meterai berfungsi sebagai bentuk kewajiban
pembayaran pajak bea meterai
Untuk dapat digunakan sebagai alat bukti yang
sah di muka pengadilan sebagai akta
Putusan MA tanggal 13 Maret 1971 No.589 K
/SIP/1970 berpendapat bahwa surat bukti yang
tidak dibubuhi meterai tidak merupakan alat bukti
yang sah
Bukti surat yang sejak semula belum dibubuhi
meterai dapat dimintakan pemeteraian kemudian (
Nazegeling) pada pejabat kantor pos
158
Macam-macam Akta
Akta di bawah tangan
Akta otentik
159
Akta Di Bawah Tangan
Akta yang sengaja dibuat oleh para pihak sediri
tanpa bantuan seorang pejabat dengan tujuan
untuk pembuktian atas suatu peristiwa atau
hubungan hukum tertentu
Akta di bawah tangan yang memuat hutang
sepihak wajib ditulis tangan sendiri oleh
pembuatnya,atau setidak-tidaknya tentang
keterangan yang menguatkan jumlah atau
besarnya atau banyaknya yang harus dipenuhi
ditulis sendiri dengan huruf seluruhnya.
160
Kekuatan Pembuktian Akta
Kekuatan pembuktian akta sebagai alat
bukti di pengadilan dapat dilihat dari:
Kekuatan pembuktian Lahir;
Kekuatan pembuktian Formil;
Kekuatan pembuktian material
161
Kekuatan Pembuktian Lahir Akta Di
Bawah tangan
Akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan
lahir;
Tandatangan akta di bawah tangan dapat diakui
dapat juga diingkari oleh pembuatnya
Akta di bawah tangan yang diakui
tandatangannya oleh para pihak yang membuat
menjadikan akta di bawah tangan memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna;
Dalam hal tandatangan para pihak
diingkari,maka kebenaran akta harus diperiksa
kebenarannya.
162
Kekuatan Pembuktian Formil akta Di
Bawah tangan
Akta di bawah tangan yang diakui
tandatangannya memiliki kekuatan
pembuktian formil;
Telah memberikan kebenaran bahwa
keterangan atau pernyataan dalam akta
adalah keterangan atau pernyataan dari si
penandatangan.
163
Kekuatan Pembuktian Materiil Akta Di
Bawah Tangan
Akta di bawah tangan yang sudah diakui
tandatangannya memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna seperti akta otentik;
Isi keterangan di dalam akta di bawah tangan
yang sudah diakui tandatangannya secara
materiil dianggap benar bagi para pembuatnya
dan pihak-pihak yang diuntungkan dari akta
tersebut.
164
Akta Otentik
Akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh
penguasa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku,baik dengan bantuan maupun tidak dari pihak yang
berkepentingan,dengan mencatat apa yang dimntakan untuk dimuat
di dalamnya oleh yang berkepentingan;
Suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi
wewenang untuk itu,merupakan bukti yang lengkap (sempurna)
antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang
mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya
dan bahkan tentang yang tercantum di dalamnya sebagai
pemberitahuan belaka,akan tetapi yang terakhir ini hanyalah
sepanjang yang diberitahukan itu erat hubunannya dengan pokok
dari akta ( Pasal 165 HIR,Pasal 285 RBg,Pasal 1868 BW)
165
Kekuatan Pembuktian Akta Otentik
Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap atau
sempurna bagi para pihak yang membuat,ahli waris dan pihak
ketiga yang mendapatkan hak dari akta yang bersangkutan;
Jika tidak ada bukti yang sebaliknya dan sebanding ,maka akta
otentik selalu dianggap benar isinya tanpa pembuktian lebih
lanjut.
Terhadap pihak ketiga akta otentk merupakan alat bukti yang
mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas dan
penilaiannya diserahkan pada pertimbangan hakim;
Aktaotentik mempunyai kekuatan pembuktian lahir,formil
maupun kekuatan pembuktian materiil
166
Alat Bukti Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh pihak ketiga di
luar pihak-pihak yang bersengketa yang diberikan secara lisan,langsung
dan pribadi di muka sidang pengadilan tentang apa yang
dilihat,didengar,dialami atau dia ketahui atau dia rasakan terhadap suatu
peristiwa,kejadian atau perbuatan hukum tertentu.
Kesaksian bukan merupakan kesimpulan atau pendapat atau dugaan
dari seseorang.
pada asasnya pembuktian dengan saksi dapat dipakai dalam segala perkara
perdata ,kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 1895 BW,Pasal
139 HIR)
Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga (Testimonium de auditu)
bukan merupakan keterangan saksi.
Seorang Saksi bukanlah saksi (Unus testis nullus testis) keterangan dari
seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap tidak cukup dan
tidak boleh dijadikan dasar putusan hakim.
167
Unsur-unsur Keterangan Saksi
Keterangan saksi diberikan oleh pihak
ketiga;
Keterangan diberikan secara langsung,lisan
dan pribadi di dalam sidang;
Keterangan yang diberikan merupakan
peristiwa,kejadian atau perbuatan yang
dilihat,didengar,dialami atau dirasakan
sendiri;
168
Kekuatan Pembuktian Saksi
Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi
mempunyai kekuatan pembuktian yang
bebas,artinya hakim mempunyai
kebebasab untuk menilai apakah
keterangan saksi itu dapat dipecaya atau
tidak sangat tergantung pada penilaian
hakim
169
Parameter Penilaian Keterangan
Saksi(172 HIR)
Kesesuaian atau kecocokan antara keterangan
saksi yang satu dengan yang lainnya
Kesesuaian keterangan saksi dengan apa yang
diketahui dari segi lain tentang perkara yang
disengketakan
Pertimbangan yang mungkin ada pada saksi
untuk memberikan keterangan
kesaksiannya,misalnya cara hidup,adat
istiadat,serta martabat saksi atau segala seuatu
yang munkin dapat mempengaruhi tingkat
kejujuran dari saksi.
170
Testimonium de auditu
Keterangan yang diperoleh dari pihak
ketiga bukan merupakan keterangan saksi.
171
Unus testis nullus testis
172
Golongan Orang Yang Dianggap Tidak
Mampu Menjadi saksi
Golongan orang yang tidak mampu secara mutlak (hakim
dilarang mendengar mereka sebagai saksi)
a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut garis
keturunan yang lurus dari salah satu pihak;
b. Sumi istri dari salah satu pihak ,meskipun sudah bercerai.
Golongan orang yang tidak mampu secara relatif (nisbi):
a. anak-anak yang belum mencapai usia 15 tahun;
b. orang-orang yang sakit ingatannya.
173
Alasan Bagi Golongan Yang Secara
Absulut Tidak Dapat Menjadi Saksi
Pihak-pihak ini pada umumnya dianggap kurang obyektif apabila
didengar keterangannya sebagai saksi;
untuk menjaga hubungan kekeluargaan agar tetap baik di antara
para pihak;
untuk mencegah timbulnya tekanan batin setelah memberikan
keterangan sebagai saksi.
174
Golongan Orang Yang Memiliki Hak
Ingkar Untuk Menjadi Saksi
175
Kewajiban Saksi
Kewajiban untuk menghadap;
Kewajiban untuk bersumpah;
Kewajiban untuk memberikan keterangan
dengan benar.
176
Sanksi Bagi Saksi Yang Tidak Mau
Menghadap
177
Alat Bukti Persangkaan
Persangkaan merupakan alat bukti yang
bersifat tidak langsung.
Persangkaan adalah kesimpulan-
kesimpulan yang oleh undang-undang
atau hakim ditarik dari suatu peristiwa
yang terang nyata ke peristiwa lain yang
belum terang kenyataannya ( Pasal 1915
BW )
178
Persangkaan
Persangkaan berdasarkan undang-undang
atau hukum (Praesumptiones juris);
Persangkaan yang merupakan kesimpulan
hakim atau persangkaan berdasarkan
kenyataan atau fakta ( Praesumtiones facti
)
179
Persangkaan Berdasar Hukum/Undang-
undang
Persangkaan yang telah diberikan oleh undang-undang sendiri yang
menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dan harus dibuktikan
dengan peristiwa yang tidak diajukan
Praesumptiones juris Tatum,yaitu persangkaan berdasarkan undang-undang
yang masih dimungkinkan ada bukti lawan.
Contoh : Pasal 633 BW tentang tembok batas, Pasal 658 BW tentang parit
atau selokan batas, Pasal 1394 tentang 3 Kuitansi pembayaran sewa
180
Persangkaan Berdasarkan Kenyataan
( Praesumptiones Facti )
Pada persangkaan berdasarkan
kenyataan,hakimlah yang memmutuskan
berdasarkan kenyataannya,apakah mungkin dan
sampai berapa jauhkah kemungkinannya untuk
membuktikan suatu peristiwa tertentu dengan
membuktikan peristiwa lain.
Persangkaan berdasarkan fakta,hanya boleh
diperhatikan oleh hakim pada waktu
menjatuhkan putusan apabila persangkaan itu
bersifat :PENTING,SAKSAMA,TERTENTU
dan ada HUBUNGANNYA SATU SAMA LAIN
181
Alat Bukti Pengakuan
Keterangan dari salah satu pihak dalam
satu pekara,dimana ia mengakui apa yang
dikemukakan oleh pihak lawan ,baik
sebagian atau keseluruhan adalah benar.
Pengakuan merupakan alat bukti yang
mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna.
182
Macam-macam Pengakuan
Pengakuan Murni;
Pengakuan dengan kualifikasi;
Pengakuan dengan klausula
183
Alat Bukti Sumpah
Sumpah Pelengkap (Suppletoir);
Sumpah Penaksiran ( aestimatoir);
Sumpah Pemutus/Penentu (dicisoir)
184
Putusan Hakim
Suatu pernyataan hakim yang diucapkan
di persidangan karena jabatannya yang
dimaksudkan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa para pihak.
185
Kekuatan Putusan Hakim
Kekuatan Mengikat;
Kekuatan Pembuktian
Kekuatan eksekutorial
186
Susunan dan Isi Putusan
Kepala Putusan;
Identitas Para Pihak;
Pertimbangan (Konsideran);
Amar Putusan ( Diktum)
187
Jenis Putusan Hakim( Pasal 185 ayat 1
HIR )
Putusanakhir;
Bukan putusan akhir
188
Sifat Putusan Akhir
Putusan yang bersifat menghukum
(condemnatoir)
Putusan yang bersifat menciptakan
(constitutif)
Putusan yang bersifat menerangkan /
menyatakan (declaratoir)
189
Putusan Condemnatoir
194
Upaya Hukum Verzet
Verzet atau perlawanan merupakan upaya
hukum yang dapat digunakan oleh
tergugat yang dikalahkan dalam putusan
di luar hadir ( Putusan Verstek )
Bagi penggugat dalamputusan verstek
upaya hukum yang dapatdigunakan
adalah banding.
195
Upaya Hukum Banding
Dasar hukumnya Undang-undang No.20
Tahun 1947 untuk Jawa dan Madura dan
Pasal 199-205 RBg Untuk luar Jawa dan
Madura
Permohonan banding wajib diajukan
dalam jangka waktu 14 hari terhitung
mulai hari berikutnya sejak putusan
diberitahunan pada para pihak.
196
……..Banding
Pada pihak lawan selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 14 hari sejak
diterimanya permohonan banding harus
diberitahu tentang adanya permohonan
banding tersebut.
Dalam jangka waktu 14 hari para pihak
diberikan kesempatan untuk melihat
berkas-berkas banding
197
Memori Banding
Pada pihak pemohon banding
diperbolehkan mengajukan memori
banding
Pada pihak termohon banding
diperbolehkan mengajukan kontra memori
banding
Memori dan kontra memori banding
bukan hal yang diwajibkan
198
Bentuk Putusan Banding
Bersifat menguatkan putusan pengadilan
negeri;
Bersifat memperbaiki putusan pengadilan
negeri;
Bersifat membatalkan putusan pengadilan
negeri.
199
Upaya Hukum Kasasi
Semua putusan yangdiberikan dalam tin
gkat akhir oleh pengadilan lain daripada
Mahkamah Agung dapat dimintakan
kasasi;
Permohonan kasasi diajukan melalui
panitera pengadilan negeri yang memutus
pokok perkara yang dimintakan kasasi
200
Kasasi
Permohonan kasasidapat diajukan secara
lisan maupuntertulis;
Permohonan kasasi dapat diajukan dalam
tenggang waktu 14 hari kerja sesudah
putusan atau penetapan yang dimaksud
diberitahukan kepada pemohon ( Pasal 46
UU No.14/1985)
201
Kasasi
Dalam tenggang waktu 14 hari sejak
permohonan kasasi didaftarkan, pemohon
wajib menyampaikan memori kasasi
( Pasal 47 UU No. 14 / 1985)
Tidak dipenuhinya tenggang waktu
permohonan maupun penyampaian
memori kasasi , permohonan kasasi harus
dinyatakan tidak dapat diterima
202
Kasasi
204
Alasan kasasi
Putusan hakim tidak cukup atau kurang
lengkap dipertimbangkan ( Yurisprudensi
MA No.492 K/SIP/1970
205
Upaya Hukum Luar Biasa
PeninjauanKembali ( Request Civil )
Perlawanan Pihak Ketiga ( Derden
Verzet )
206
Peninjauan Kembali
208
Alasan Peninjauan Kembali
Apabila putusan didasarkan pada tipu muslihat
atau kebohongan atau di dasarkan pada bukti palsu;
Apabila setelah perkara diputus ditemukan bukti-
bukti baru yang bersifat menentukan;
Apabila telah dikabulkan sesuatu yang tidak
dituntut atau melebihi dari yang dituntut;
Apabila ada bagian yang dituntut yang tidak
diputus tanpa dipertimbangkan sebabnya;
Apabila ada putusan yang saling bertentangan;
Apabila dalam putusan ada kekilafan hakim yang
nyata.
209
Jangka Waktu PK ( Pasal 69 UU No
14 /1985
Jangka waktu pengajuan PK adalah `180 hari untuk:
1. untuk alasan pertama sejak diketahui kebohongan
atau tipu muslihat, atau untuk putusan pidana
sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. untuk alasan kedua sejak ditemukannya bukti
baru yang menentukan;
3. untuk alasan ketiga, keempat dan enam
sejakputusan memperoleh kekuatan tetap dan telah
diberitahukan pada para pihak;
4. untuk alasan terakir sejak putusan terakhir yang
bertentangan memperoleh kekuatan hukum tetap
210
Pelaksanaan Putusan
Putusan yang memerlukan eksekusi adalah
putusan yangbersifat Condemnatoir
sedangkan putusan yang bersifat
declataroir dan constitutif tidak
memerlukan eksekusi.
Putusan yang dapat dieksekusi adalah
putusan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap atau terhadap putusan
yang mengabulkan tuntutan dapat
dilaksaakannya putusan terlebih dulu
211