Anda di halaman 1dari 29

OPTIMALISASI EBTKE BIOMASSA DALAM

MENDUKUNG PEREKONOMIAN DAERAH

KEPALA BAPPEDA PROV. KALBAR


Drs, A H I, MT
PONTIANAK, 30 MARET 2016
KEBIJAKAN
NASIONAL
URUSAN
• Produksi Minyak dan Gas Bumi
• Penyiapan Wilayah Kerja dan Eksplorasi Migas, Alokasi Gas
Bumi Untuk Domestik dan Infrastruktur Gas
• Penyediaan Bahan bakar Minyak, Produksi Kilang, Impor
Minyak Mentah, dan Impor BBM
• Penyediaan LPG
• Jaringan Gas Kota
• Konversi BBM ke BBG untuk Transportasi
• Produksi dan Domestic Market Obligation (DMO) Batubara
• Produksi Mineral
• Peningkatan Nilai Tambah Mineral
URUSAN
• Renegoisasi Kontrak Pertambangan
• Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan
• Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
• Penerimaan Sektor ESDM
• Subsidi dan Harga Energi
• Investasi sektor ESDM
• Kegiatan Kegeologian
• Kegiatan Kelitbangan
• Kegiatan Kediklatan
• Realisasi Anggaran dan Hasil penilaian laporan Keuangan KESDM
• Pengawasan Internal
POTENSI, PEMANFAATAN, PERMASALAHAN
PENGEMBANGAN SDA
NO POTENSI TINGKAT PEMANFAAATAN (%) TANTANGAN/KENDALA
1. MIGAS MINYAK SISA MANFAAT 13 TAHUN PENGUSAHAAN WILKER
GAS BUMI SISA MANFAAT 34 TAHUNTIDAK
OPTIMAL&PRODUKTIF,
PEMBEBASAN LAHAN,
ATURAN MENGENAI PBB
2. CBM UNCONVENTINAL GAS, MAHAL, DAN INFTARSTRUKTUR GAS
(COALBED BELUM DIKEMBANGKAN TERBATAS, KONDISI
METHANE) GEOGRAFIS (LOKASI JAUH)

3. SHALE GAS KONTRAK I PD 31/12/2013 DI WIL KERJA


MNK SUMBAGUT OLEH PT. PERTAMINA
HULU ENERGI, ADA POTENSI DI
KALBAR/KALTENG
4. BATUBARA BERKALORI RENDAH, IND PY 0,6% 80% UTK EKSPOR,
CADANGAN DUNIA BILA INFRASTRUKTUR
DIBANDINGKAN DGN JUMLAH PER PELABUHAN TERBATAS
KAPITA
POTENSI, PEMANFAATAN, PERMASALAHAN
EBTKE
5. PANAS BUMI 4,9% DARI TOTAL POTENSI (PEMANFAATAN TUMPANG TINDIH LAHAN, HARGA
POTENSI DUNI 10%), PULAU KALIMANTAN HANYA BELUM MENARIK 7 PROSES
PUNYA 0,5% DARI POTENSI INDONESIA NEGOISASI SULIT, TIDAK ADA
PEMBEBASAN PPN ATAS IMPOR
BARANG EKSPLOITAS PB, TIDAK
MENARIK INVESTASI PERBANKAN

6. BAHAN BAKAR 5% DARI TOTAL POTENSI HARGA DIPENGARUHI 60% OLEH


NABATI HARGA BAHAN BAKU

7. TENAGA AIR 9% DARI TOTAL POTENSI INVESTASI EBT MASIH TINGGI &
HARGA BLM MENCAPAI
KEEKONOMIAN
8. ENERGI ANGIN BARU MENYELESAIKAN PETA POTENSI ENERGI SEBARAN POTENSI EBT TIDAK
ANGIN DI 2014 DAPAT DIPINDAHKAN, MEMILIKI
FLUKTUASI CUKUP SIGNIFIKAN

9. SURYA POTENSI INDONESIA 112.000 GWp,


TERMANFAATKAN 494 MWp (<1% DARI TOTAL
POTNESI)
10. ARUS LAUT SKALA PENELITIAN
RENSTRA KESDM
KELISTRIKAN
KALBAR RUPTL
2016 - 2025
SISTEM KELISTRIKAN
KALBAR
• Sistem kelistrikan di Kalimantan Barat terdiri
atas satu sistem interkoneksi 150 kV dan
beberapa sistem isolated.
• Sistem interkoneksi meliputi sekitar
Pontianak hingga Singkawang.
• Sistem isolated terdiri atas Sistem Sambas,
Bengkayang, Ngabang,Sanggau, Sekadau,
Sintang, Nanga Pinoh, Putussibau,
Ketapang, dan sistem tersebar.
PASOKAN
• PLTD Sewa 266 MW (52,71%)
• PLTD/PLTG Sendiri 222 MW (43,97 %)
• Sisanya berasal dari PLTS, PLTMH, dan
pembelian listrik dari excess power Sarawak,
Malaysia.
• Kapasitas terpasang pembangkit adalah 506
MW dengan daya mampu 434 MW dan total
beban puncak sebesar 405 MW.
IMPORT LISTRIK
• Periode 2016-2025, Rencana Daya Mampu
Sistem Kalbar direncanakan mencapai 1.124
MW (tanpa impor Sesco)
• Impor Sesco 2015-2019 diperuntukkan :
1. Mengurangi BBM dan beban puncak pada
kedua sistem tersebut.
2.Jika Pembangunan PLTU Kalimantan Barat
terlambat (Di luar beban puncak)
EBTKE KALBAR
POTENSI SUMBER ENERGI
KALBAR
• (sumber
PLTA Nanga Pinoh denganRUPTL
kapasitas 98 MW.
• Potensi Biomassa Sawit PLTU Biomassa.
• Potensi Sampah Kota sebesar 300 ton/hari utk PLTU
berbasis sampah.
• Potensi Batubara 160.598.700 ton tersebar di
Kabupaten Sintang, Melawi, dan Kapuas Hulu, dengan
kandungan kalori tinggi (4.795-7.880 kcal/kg)
• Potensi uranium 25.436 ton (data Mei 2014).
PENGEMBANGAN NUKLIR
• No Policy on”kapasitas terpasang komersial”
pada Kebijakan Energi Nasional (PP 79/2014)
• Belum terbentuk Badan Usaha yang
mengelolan dan mengembangan nuklir pada
skala komersil.
• Biaya dan resiko tinggi (KPBU/PPP)
• Kalbar mendorong kebijakan dan mengambil
keputusan “Go Nuclear” di dalam RUKN,
TINDAKLANJUT
?
• TUJUAN PENGEMBANGAN EBTKE ? MIX ENERGY 26% TAHUN
2019, REALISASI MIX ENERGI 6%?
(Indonesia memiliki potensi EBT lebih dari 400 GW. Dari potensi
tersebut, baru dimanfaatkan sekitar 2%. Untuk mengoptimalkan
pengembangan EBT, Pemerintah menetapkan sasaran EBT
dalam bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025.
Dengan target tersebut artinya, kapasitas penyediaan
pembangkit listrik EBT tahun 2025 adalah sebesar 45 Giga Watt
(GW). Kapasitas pembangkit tersebut antara lain terdiri dari PLT
Panas Bumi sebesar 7,2 GW; PLT Air sebesar 18 GW; PLT
Minihidro dan Mikrohidro sebesar 3 GW; PLT Bioenergi sebesar
5,5 GW; PLT Surya sebesar 6,5 GW; PLT Angin sebesar 1,8 GW:
dan untuk PLT Energi Terbarukan lainnya sekitar 3,1 GW.

• TINDAKLANJUT SEPERTI APA YANG DIPERLUKAN ?


KEBIJAKAN FISKAL
Biaya produksi energi dari EBT relatif tinggi sehingga tidak mampu
bersaing dengan energi fossil yang disubsidi oleh negara bertahun
tahun lamanya.
(Kebijakan Fiskal)
Di sisi permintaan energi, sasaran utama kebijakan fiskal bertujuan
untuk mengakselerasi kegiatan konservasi energi dengan
memotivasi badan usaha dan konsumen untuk memilih proses
produksi dan konsumsi serta barang yang ramah lingkungan
sekaligus meningkatkan kontribusi terhadap PDB Indonesia.
Di sisi penawaran energi, sasaran utama kebijakan fiskal berpotensi
untuk memotivasi investasi pembangunan sarana dan prasarana
energi yang lebih ramah lingkungan, terutama energi baru dan
energi terbarukan dengan potensi terbesar seperti energi dari gas
alam, energi air, energi panas bumi, dan energi biomassa.
KEBIJAKAN SUBSIDI
• Dari total 23 juta pelanggan rumah tangga daya 900 VA, hanya
4.058.186 rumah tangga yang layak diberikan subsidi.
Pemerintah melakukan kebijakan “tariff
adjustment”/penyesuaian tarif tenaga listrik untuk
mendorong masyarakat lebih hemat listrik sehingga dapat
menurunkan beban puncak penyediaan tenaga listrik.
• Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan
Sumber Energi Terbarukan (EBT) Untuk Penyediaan Tenaga
Listrik guna mewujudkan harga listrik EBT yang kompetitif dan
ekonomis bagi masyarakat. Permen mengatur harga
pembelian maksimum tenaga listrik oleh PT PLN (Persero)
yang dihasilkan dari energi terbarukan yaitu tenaga matahari,
angin, air, biomassa, biogas, sampah, dan panas bumi.
Pembelian Tenaga Listrik EBTKE
(Permen ESDM 12/2017)
• Harga pembelian tenaga listrik ditetapkan maksimal 85% dari Biaya
Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan setempat, jika BPP
Pembangkitan setempat lebih dari rata-rata BPP Pembangkitan
Nasional. Harga pembelian 100% dari BPP Pembangkitan setempat,
jika BPP Pembangkitan setempat kurang dari atau sama dengan rata-
rata BPP Pembangkitan Nasional. Pengaturan tarif berlaku untuk
Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Surya, PLT Bayu, PLT Air, PLT
Biomassa, PLT Biogas.
• Selain itu, untuk PLT Sampah dan PLT Panas Bumi, berlaku harga
pembelian tenaga listrik 100% BPP Pembangkitan setempat, jika BPP
Pembangkitan setempat lebih dari rata-rata BPP Pembangkitan
Nasional. Sementara untuk harga pembelian tenaga listrik
berdasarkan kesepakatan berlaku jika BPP Pembangkitan berada di
wilayah Sumatera, Jawa, Bali atau wilayah yang BPP setempat kurang
dari atau sama dengan BPP Pembangkitan Nasional.
KEBIJAKAN INVESTASI
• Pasar yang kompetitif perlu diciptakan sehingga residu biomassa
dari kehutanan dapat dimanfaatkan optimal, tanpa berefek
negatif pada keberlanjutan eksploitasi.
• Pengembangan bioenergi dari biomassa harus diintegrasikan
dengan kebijakan terkait dari sektor energi, lingkungan,
pertanian, dan kehutanan, sehingga terjadi insentif yang
merangsang pertumbuhan dari semua sektor yang diintegrasikan.
• Kebijakan yang dibuat harus berjangka panjang untuk
merangsang investasi, dan pemerintah harus menetapkan target
dan ukuran kebijakan yang menguntungkan semua pihak.
• Kontinuitas penelitian, pengembangan, desiminasi, dan
demonstrasi terhadap tipe/jenis biomassa, manajemen, serta
teknologi konversinya, sehingga efektif dan efisien secara
ekonomi dan ramah lingkungan dari sisi ekologi.
KEBIJAKAN INVESTASI
• Pasar yang kompetitif perlu diciptakan sehingga residu biomassa
dari kehutanan dapat dimanfaatkan optimal, tanpa berefek
negatif pada keberlanjutan eksploitasi.
• Pengembangan bioenergi dari biomassa harus diintegrasikan
dengan kebijakan terkait dari sektor energi, lingkungan,
pertanian, dan kehutanan, sehingga terjadi insentif yang
merangsang pertumbuhan dari semua sektor yang diintegrasikan.
• Kebijakan yang dibuat harus berjangka panjang untuk
merangsang investasi, dan pemerintah harus menetapkan target
dan ukuran kebijakan yang menguntungkan semua pihak.
• Kontinuitas penelitian, pengembangan, desiminasi, dan
demonstrasi terhadap tipe/jenis biomassa, manajemen, serta
teknologi konversinya, sehingga efektif dan efisien secara
ekonomi dan ramah lingkungan dari sisi ekologi.
RE EBTKE
• RE Nasional hampir mencapai 90%, tersisa 10% yang belum tercapai,
namun kenyataannya masih banyak desa yang belum dilistriki
(hampir 2500 an desa).

• Permen ESDM Nomor 38/2016 tentang Percepatan Elektrifikasi di


Perdesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau
Kecil Berpenduduk Melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik Untuk Skala Kecil menetapkan indikator target 2.510 desa
terlistriki sampai tahun 2019 dengan kapasitas hingga 50 MW.

• Mungkinkah definisi RE yang Pemerintah gunakan sekarang diubah


parameternya menjadi RE Kab/Kota/Desa untuk menggambarkan
tingkat pemenuhan kelistrikan di Kab/Kota/Desa.

• Atau mungkinkah perlu RE EBTKE untuk menilai keberhasilan


perencanaan dan pelaksanaan EBTKE di Indonesia?? Agar
Pemerintah dapat melakukan “self assesment” akan upaya yang
telah dilakukan ??
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai