Anda di halaman 1dari 43

Case Report Session

Tiara Ella Sari Dwi Sabtika Freade Akbar

Preseptor: Dr. Ardizal Rahman, Sp. M (K) Dr. Heksan, Sp. M (K)

Mata merupakan organ sensorik untuk melihat berbagai hal di sekitar kita. Diketahui mata memiliki beberapa lapisan dari luar ke dalam, yaitu sklera, koroid, dan retina. Makalah ini akan fokus membicarakan mengenai sclera.

Sklera seperti bagian tubuh yang lain, tentu dapat sakit juga. Sakit akibat peradangan pada sclera biasa disebut skleritis. Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.5

Skleritis sering disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan imunitas, dan penyakit metabolik sistemik.5 Karena penyakit ini berisiko pada pasien yg mengalami kelainan tersebut, bersifat kronis, dan merupakan kasus darurat, maka kami mengangkat kasus ini sebagai Case Report Session. Pembahasan selanjutnya mengenai penyakit ini akan dibahas pada bab tinjauan pustaka.

Case Report Session ini membahas mengenai anatomi,fisiologi, definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinik, penatalaksanaan serta prognosis skleritis.

Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk menambahkan pengetahuan mengenai skleritis.

Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada berbagai literatur dan kepustakaan berupa buku, jurnal dan internet.

Skleritis peradangan pada lapisan sklera ditandai dengan adanya infiltrasi selular destruksi kolagen remodeling vascular

terjadi karena diperantarai oleh proses imunologis atau sebagai akibat dari suatu infeksi dan trauma lokal
skleritis juga dapat didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskuler yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.

sangat jarang 6 kasus dari 10.000 penduduk


94 % skleritis anterior

6 % skleritis posterior.

meningkat pada pasien yang mengkonsumsi bifosfonat wanita : pria adalah 1.6 : 1 11 87 tahun, rata-rata pada usia 52 tahun.

Kelainan jaringan ikat Autoimun


Systemic Lupus Erytematous

Poliarteritis nodosa
Seronegatif spondiloartropati Sarcoidosis Inflammatory bowel disease dll

Skleritis dibagi menjadi 2 : Skleritis Anterior


Diffuse Anterior Scleritis

Nodular Anterior Scleritis


Necrotizing Anterior Scleritis with Inflamation Necrotizing Anterior Scleritis without Inflamation

Skleritis Posterior

Diffuse Anterior Scleritis


Peradangan yang meluas pada seluruh permukaan

sclera Skleranya edema dan kemerahan Merupakan skleritis yang paling umum terjadi

Nodular Anterior Scleritis


Adanya satu atau lebih nodul radang yang eritem,

tidak dapat digerakkan Nyeri pada sclera anterior 20% kasus berkembang menjadi skleritis nekrosis.

Diffuse Anterior Scleritis

a) Nodular Anterior Scleritis b) Penipisan dari sclera setelah resolusi dari nodul

Necrotizing Anterior Scleritis with Inflammation


Nyeri sangat berat Kerusakan pada sclera terlihat jelas Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai

sklerokeratitis.
Necrotizing

Anterior

Scleritis

without

Inflammation
Biasa terjadi pada pasien yang sudah lama menderita

rheumatoid arthritis Diakibatkan oleh pembentukan nodul rhematoid Dikenal sebagai skleromalasia perforans.

Jarang terjadi Ditandai dengan adanya nyeri tekan bulbus okuli Penurunan penglihatan, dengan sedikit atau tanpa kemerahan dan proptosis. Terdapat perataan dari bagian posterior bola mata Penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sclera) Edema retrobulbar Dapat dijumpai vitritis ringan, penglepasan retina eksudatif, edema macular, dan papiledema

Anterior Scleritis

Posterior Scleritis

Kompleks imun Proses peradangan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV)

Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun (IgG dengan antigen). Hipersensitivitas tipe III:
reaksi lokal (reaksi Arthus)
reaksi sistemik.

Reaksi lokal Daya ikat rendah, ambang batas aktivasi melalui reseptor ini lebih tinggi dari pada untuk reseptor IgE reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan dengan tipe I (4 8 jam)

Reaksi sistemik antigen dalam sirkulasi kompleks antigen antibodi deposisi kompleks oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pengaktivasian dari sel mast melalui FcgammaRIII netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan membran basement sekitarnya. Kompleks tersebut dapat terdisposisi pada bermacam macam lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi

oleh sel T spesifik antigen = hipersensitivitas tipe lambat sel jaringan dendritik telah mengangkat antigen peptida yang sesuai berikatan dengan MHC kelas II kontak dengan sel TH1 di jaringan memproduksi sitokin infiltrasi seluler yang mana sel mononuklear (sel T dan makrofag) cenderung mendominasi. Reaksi maksimal memakan waktu 48 72 jam.

Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera, yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler (peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau bagian posterior mata

Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan : Anamnesis Rasa nyeri gejala yang paling sering indikator terjadinya inflamasi yang aktif Karakteristik nyeri : nyeri terasa berat

nyeri nyeri dapat menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus rasa nyeri dapat memburuk pada malam hari dapat membangunkan pasien dari tidurnya. nyeri hilang sementara dengan penggunaan obat analgetik

Mata berair dan fotofobia tanpa disertai

secret mukopurulen Penurunan ketajaman penglihatan disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan Tanda primernya adalah mata merah.

Necrotizing

anterior

scleritis

with

inflammation mengeluhkan rasa nyeri yang hebat disertai tajam penglihatan yang menurun, bahkan dapat terjadi kebutaan.
Non-necrotizing scleritis

Tajam penglihatan biasanya tidak akan terganggu, kecuali bila terjadi komplikasi seperti uveitis.

Riwayat penyakit dahulu : Penyakit vascular atau penyakit jaringan ikat. Penyakit infeksi Penyakit miscellaneous (atopi, gout, trauma kimia, rosasea) Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, dll Post pembedahan pada mata

Pemeriksaan tajam penglihtan

Visus normal atau menurun Gangguan visus lebih jelas pada skleritis

posterior
Pemeriksaan

umum pada kulit, sendi, jantung, dan paru-paru dapat dilakukan apabila dicurigai adanya penyakit sistemik.

Pemeriksaan sclera

Sklera tampak difus, merah kebiru-biruan


Setelah beberapa peradangan, akan terlihat

daerah penipisan sklera Area berwarna hitam, abu-abu, atau coklat yang dikelilingi oleh peradangan aktif menandakan proses nekrosis.

Apabila proses berlanjut area tersebut

menjadi avaskuler menghasilkan sequester berwarna putih di tengah dan di kelilingi oleh lingkaran berwarna hitam atau coklat gelap.

Pemeriksaan slit-lamp

Untuk menentukan adanya keterlibatan

secara menyeluruh atau segmental. Injeksi yang meluas ciri khas dari diffuse anterior scleritis. Pada skleritis kongesti maksimum terdapat dalam jaringan episkleral bagian dalam dan beberapa pada jaringan episklera superficial.

Sudut posterior dan anterior terdorong

maju atau bergeser ke depan karena adanya edema pada sclera dan episklera. Penggunaan lampu hijau dapat membantu mengidentifikasi area avaskuler pada sclera Pemeriksaan kelopak mata untuk kemungkinan blefaritis atau konjungtivitis dapat dilakukan.

Pemeriksaan skleritis posterior

Dapat ditemukan tahanan gerakan mata,

sensitivitas pada palpasi dan proptosis Pemeriksaan funduskopi papiledema, lipatan koroid dan perdarahan atau ablation retina

Pemeriksaan Penunjang

untuk mencari etiologi dari skleritis. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah Factor rheumatoid dalam serum

Kadar asam urat serum


Antibodi antinuclear serum (ANA) Serum

antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya skleritis posterior.

Episkleritis Reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera Umumnya mengenai satu mata Episkleritis sering tampak seperti skleritis. Namun, pada episkleritis proses peradangan dan eritema hanya terjadi pada episklera, yaitu perbatasan antara sklera dan konjungtiva. Episkleritis mempunyai onset yang lebih akut dan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan skleritis. Episkleritis tidak menimbulkan turunnya tajam penglihatan.

Terapi disesuaikan dengan penyebabnya Terapi awal skleritis obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan indometasin 100 mg perhari atau ibuprofen 300 mg perhari nyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan peradangan

Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid biasanya diberikan peroral prednison 80 mg perhari yang diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari Penyakit yang berat metil prednisolon 1g setiap minggu

Obat-obat imunosupresif lain dapat digunakan Siklofosfamid sangat bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Steroid topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi harus diberikan terapi spesifik.

Tindakan bedah untuk memperbaiki perforasi sklera atau kornea. Tindakan ini diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea.

Necrotizing scleritis dan scleritis with extensive scleral thinning atau perforation memiliki prognosis lebih buruk daripada jenis skleritis lainnya. Prognosis skleritis secara umum tergantung pada penyakit yang mendasarinya.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai