Anda di halaman 1dari 10

OTONOMI DAERAH

Bagus Odhy W. M. Aresy Zein Wildan Arif F.

Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti: Politik luar negeri; Pertahanan; Keamanan; Yustisi; Moneter dan fiskal nasional; dan Agama.

Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada daerah, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat. Daerah yang di berikan otonomi khusus: 1) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 2) Provinsi Aceh 3) Provinsi Papua

1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta) sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744).

Provinsi Aceh Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan.

Provinsi Papua Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN No 4151).
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain.

Pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia


A. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini. Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip: a) Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya b) Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah c) Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

B. Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru


Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya

Aturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Otonomi Daerah 1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 2) Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah 3) Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah 4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 5) Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 6) Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 7) Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai