Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan Penyakit kardiovaskular saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia.

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998. Sindroma koronaria akut (SKA) termasuk salah satu penyakit kardiovaskular yang mengancam jiwa dan merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai. Diagnosis dini dan penanganan yang cepat merupakan hal yang sangat penting dan secara langsung mempengaruhi harapan hidup. Definisi Sindroma koronaria akut adalah gabungan gejala klinik yang menadakan iskemia miokard akut, yang terdiri dari angina pectoris tidak stabil akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil dengan angina pectoris tidak stabil adalah apakah iskemi yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya marker kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina pectoris tidak stabil bila pasien mempunya keluhan iskemi sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan angina pectoris tidak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI. Faktor yang mempengaruhi aliran koroner 1. Keadaan anatomis dan mekanis

Arteri koroner bermuara di pangkal aorta pada sinus valsava, yang berada di belakang katup aorta. Arus darah yang keluar dari ventrikel kiri bersifat turbulen yang meneyebabkan terhambatnya aliran koroner. 2. Faktor mekanis akibat tekanan pada arteri koroner Arteri koroner tidak seluruhnya berada di permukaan jantung, tetapi sebagian besar berada di miokard, sehingga waktu jantung berkontrkasi (sistol) tekanan intra miokard meningkat, hal ini akan menghambat aliran darah koroner. Karena itu dapat dipahami aliaran darah koroner 80% terjadi saat diastol dan 20% saat sistol. 3. Sistem otoregilasi Otot polos arteriol mampu melakukan adaptasi, berkontraksi (vasokontriksi) maupun berdilatasi (vasodilatasi) baik oleh rangsangan metabolis maupun adanya zat-zat lain seperti adenin ino K+, prostaglandin dan kinin. Demikian pula oleh karena adanya regulasi syaraf, baik ayng bersifat alfan adan beta adrenergik, maupun yang bersifat tekanan (baroreseptor). 4. Tekanan perfusi Meskipun aliran darah ke dalam arteri koroner dapat terjadi, tetapi perpusi ke dalam jaringan membutuhkan tekanan tertentu, yang disebut tekanan perfusi. Tekanan perfusi dipengaruhi oleh tekanan cairan di dalam rongga jantung, khususnya tekanan ventrikel kiri, yang secara umum diketahui melalui pengukuran tekanan darah. Tekanan perfusi normal antara 70 mmHg sampai 130 mmHg. Pada tekanan perfusi normal tersebut sistem otoregulasi berjalan dengan baik. Bila tekana perfusi menurun dibawah 60 mmHg, maka sistem regulasi aliran dara koroner tidak bekerja, sehingga aliran darah koroner hanya ditentukan oleh tekanan perfusi itu sendiri. Hal itu menyebabkan kebutuhan jaringan tidak tercukupi. Dalam klinis keadaan ini menunjukkan suatu fase hipotensif yang mengarah ke gagal jantung. Artinya kerja jantung tidak mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, karena sistim otoregulasi lumpuh.

Faktor Resiko Faktor resiko terjadinya SKA dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu fakor resiko yang dapat di modifikasi dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, hipertensi, dan obesitas. A. Faktor resko yang tidak dapat dimodifikasi 1. Usia Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap faktor-faktor aterogenik. 2. Jenis kelamin Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai menopause, setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita sebelum menopause. 3. Ras Orang bAmerika-Afrika lebih rentan tehadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. 4. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Besarnya pengaruh genetik dan lingkungan belum diketahui. Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas. B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi 1. Merokok Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan

arteri, nikotin menyebakan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri. 2. Dislipidemia Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas) berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid terikat pada protein, karena lipid tidak larut dalam plasma. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan trigliseridan. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Peningkatan kolesterol LDL dihubungkan dengan meninghkatnya resiko penyakit jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang rendah ternyata bersifat aterogenik. 3. Diabetes Mellitus Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDl dari sirkulasi akan di bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di hepar menurun, 4. Hipertensi Peningkatan tekana darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui , tejadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi semakin terancam dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen miokardium meningkat sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa menjadi infark. Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekana tinggi yang lama. Hipertensi dapat meningktkan kemungkinan terjadinya ruptur pembuluh darah. dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya LDL yang berikatan dengan dinding vaskuler.

5. Obesitas Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.

Faktor Pencetus 1. Hipertensi Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel pembuluh darah akibat tekana tinggi yang lama. Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak pada pembuluh darah. 2. Anemia 3. Kerja fisik/olahraga Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap jaringan dan miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa menjadi infark

Price, Silvia A. Patofisiologi, Konsep kinis Proses,Proses Penyakit, ed4. 1995.. Ajkarta: EGC McPhee, Sthepen J. Pathophysiology of Disease, a introduction to clinical medicine. 2003. United States: McGraw Hill Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. Kuku Ajar kardiologi. 2004. Jakarta: Balai penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai