Anda di halaman 1dari 8

BuletinIHQN

VolumeII/Nomor.03/2006

Hal. 1 dari 8

Pengalaman dalam penyusunan Standar Pelayanan Minimal RS sebagai bagian dari persyaratan Badan Layanan Umum
Farichah Hanum*, Hanevi Djasri**, Tjahjono Kuntjoro** Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Pusat Manajemen Pelayana Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM

I. PENDAHULUAN Pasal 2 ayat (4) butir b Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 yang kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 memberikan kewenangan kepada pemerintah (pusat) untuk menetapkan pedoman standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh (pemerintah) Kabupaten/Kota termasuk di bidang kesehatan. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No 1457/ 2003 menetapkan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kab/Kota dimana didalamnya terdapat 54 indikator (47 indikator wajib dan 7 indikator sesuai kebutuhan) dengan jenis pelayanan dan indikator kinerja beserta target yang harus dipenuhi oleh Kab/Kota pada tahun 2010. Kepmenkes ini juga telah diperjelas dengan menerbitkan petunjuk teknis melalui Kepmenkes No. 1091/2004 Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang diharapkan dengan penetapan SPM bidang kesehatan. Oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Untuk memberikan pedoman penyusunan standar tersebut maka dikeluarkan Kepmenkes No 228/2002, tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal RS yaitu standar penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit. Disamping itu dengan diterbitkannya PP no. 23 tahun 2005 yang mengatur masalah pengelolaan keuangan BLU, maka ada kesempatan lebih besar untuk mulai membenahi manajemen RS karena adanya persyaratan yang perlu dipenuhi antara lain menetapkan standar pelayanan minimum RSDK sebagai rumah sakit rujukan utama untuk Propinsi Jawa Tengah perlu memiliki standar pelayanan minimal untuk dapat memberikan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan sekaligus merupakan akuntabilitas rumah sakit.

II. METODE PENYUSUNAN

BuletinIHQN

VolumeII/Nomor.03/2006

Hal. 2 dari 8

Penyusunan dokumen SPM RSDK ini dilakukan melalui serangkaian diskusi dan workshop dengan para manajer RS dr. Kariadi (RSDK) didampingi oleh tim konsultan yang berasal dari Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) FK-UGM. Diskusi dan workshop membahas hal-hal sebagai berikut: 1. Persyaratan SPM dalam BLU 2. Klarifikasi istilah standar yang terdapat dalam SPM dengan standar lain seperti SOP, standar pelayanan medis, dan sebaginya. 3. Mengidentifikasi indikator-indikator mutu pelayanan yang telah diterbitkan oleh pemerintah/ Depkes dan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan dari perubahan buntuk RS menjadi BLU 4. Menyusun dokumen SPM RSDK dengan indikator-indikator dan target/sasaran minimal yang akan dicapai dalam format baku.

III. HASIL 1. PERSYARATAN SPM DALAM BLU Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Apabila definisi tersebut diterapkan di RS, maka dapat dibaca sebagai berikut: RS BLU adalah RS pemerintah yang menjual jasa pelayanan rumah-sakit not-for-profit tetapi tetap dikelola dengan prinsip produktifitas dan efisiensi. Dengan memiliki bentuk sebagai organisasi BLU, maka RS memilki pola pengelolaan keuangan (PPK) yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik (good corporate governance) dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Good coorporate governance sendiri adalah konsep untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan tujuan untuk menjamin agar tujuan RS tercapai dengan penggunaan sumberdaya se-efisien mungkin RS dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi berbagai persyaratan, yaitu: 1. Substantif yang dapat dipenuhi bila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan Iayanan umum yang berhubungan dengan: Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu Pengelolaan dana khusus

BuletinIHQN

VolumeII/Nomor.03/2006

Hal. 3 dari 8

2. Teknis yang dapat dipenuhi apabila kinerja pelayanan sesuai bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU serta kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan: sehat 3. Administratif yang dapat dipenuhi apabila dapat menyajikan dokumen: Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; Pola tata kelola Rencana strategis bisnis Laporan keuangan pokok Standar pelayanan minimum Laporan audit terakhir atau penyataan bersedia untuk diaudit secara independen

Atas dasar itu maka penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM) menjadi bagian dari proses kegiatan merubah bentuk RS menjadi bentuk BLU. SPM sediri didefinisikan dalam PP 23 tahun 2004 sebagai spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat. Dari definisi ini terlihat bahwa SPM harus memiliki indikator kinerja pelayanan dan standar (target) pencapaiannya Kesimpulan sementara, dengan menjadi BLU maka RS memiliki kebebasan untuk mengelola keuangannya, namun RS diminta berjanji untuk dapat menyediakan pelayanan dengan indikator dan standar kinerja pelayanan yang baik (dalam bentuk SPM) dengan kata lain, semakin tinggi janji yang diajukan (tetapi masuk akal) maka semakin mudah keluarnya ijin BLU. 2. STANDAR Pelanggan baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan-keinginan ataupun harapan terhadap jasa yang disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai persyaratan-persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun demikian pelanggan eksternal sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa yang diinginkan dapat dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan tenaga profesi mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi standar profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Dari pendapat beberapa pakar mutu yang memperhatikan berbagai sudut pandang tersebut, dapat dirangkum ada 16 dimensi mutu: 1. Efficacy: pelayanan yang diberikan menunjukan manfaat dan hasil yang diinginkan 2. Appropriateness: pelayanan yang diberikan relevan dengan kebutuhan klinis pasien dan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan 3. Availability: pelayanan yang dibutuhkan tersedia 4. Accessibility: pelayanan yang diberikan dapat diakses oleh yang membutuhkan 5. Effectiveness: pelayanan diberikan dengan cara yang benar, berdasar ilmu pengetahuan, dan dapat mencapai hasil yang diinginkan

BuletinIHQN

VolumeII/Nomor.03/2006

Hal. 4 dari 8

6. Amenities: kenyamanan fasilitas pelayanan 7. Technical competence: tenaga yang memberikan pelayanan mempunyai kompetensi tehnis yang dipersyaratkan 8. Affordability: pelayanan yang diberikan dapat dijangkau secara finansial oleh yang membutuhkan 9. Acceptability: pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat pengguna 10. Safety: pelayanan yang diberikan aman 11. Efficiency: pelayanan yang diberikan dilakukan dengan efisien 12. Interpersonal relationship: pelayanan yang diberikan memperhatikan hubungan antar manusia baik antara pemberi pelayanan dengan pelanggan, maupun antar petugas pemberi pelayanan. 13. Continuity of care: pelayanan yang diberikan berkelanjutan, terkoordinir dari waktu ke waktu 14. Respect and caring: pelayanan yang diberikan dilakukan dengan hormat, sopan dan penuh perhatian 15. Legitimacy/Accountability: pelayanan yang diberikan dapat dipertanggung-jawabkan (secara medik maupun hukum) 16. Timelines: pelayanan diberikan tepat waktu. Untuk dapat menyediakan pelayanan yang bermutu maka RS harus menetapkan berbagai standar yang terdiri dari standar seluruh aktifitas yang berhubungan/berpengaruh terhadap kualitas hasil dan operasional organisasi dalam mencapai tujuan. Secara definisi, maka standar adalah suatu tingkat mutu yang relevan terhadap sesuatu, standar mutu menjelaskan: Apa yg harus dicapai (Indikator); Tingkat yang harus dicapai (Standar); dan Persyaratan yang harus dipenuhi Donabedian (1988) mengatakan bahwa standar terdiri dari: Standar struktur (input); Standar proses; dan Standar hasil (output) dimana standar ini seharusnya disusun oleh: Pelanggan eksternal; Tenaga profesional; Manajemen; Badan penilai; dan Pemilik. Standar ini berbasis pada research based dan evidence based, tidak pada opinion based. Manfaat dari penyusunan standar adalah untuk: Memantau pelayanan; Menilai tingkat mutu yang diberikan; Indentifikasi kekurangan; Komunikasi harapan; dan Menunjukan pelayanan yang diberikan. 3. INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT Berbagai butir-butir peraturan atau ketentuan tentang mutu pelayanan yang terkait dengan mutu pelayanan di rumah-sakit antara lain: 1. PP 23 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan BLU 2. KepMenKes 228 tahun 2002 tentang pedoman penyusunan SPM RS 3. Buku indikator kinerja RS (Depkes tahun 2004) 4. Buku petunjuk pelaksanaan indikator pelayanan RS (Depkes tahun 1998)

BuletinIHQN

VolumeII/Nomor.03/2006

Hal. 5 dari 8

5. Buku standar RS pendidikan tingkat pengembangan (Depkes 1997) Dalam PP 23 tahun 2005 terdapat aturan mengenai SPM yaitu bahwa SPM mempertimbangkan (dimensi): Kualitas tehnis, proses, tatacara, dan waktu; Pemerataan dan kesetaraan; Biaya; Kemudahan. Dimana dalam penyusunannya harus Standar layanan BLU semestinya memenuhi persyaratan SMART: Specific (fokus pada jenis layanan); Measurable (dapat diukur); Achievable (dapat dicapai); Reliable (relevan dan dapat diandalkan); dann Timely (tepat waktu) Dalam Kepmenkes 228 tahun 2002, maka SPM RS harus memuat standar penyelenggaraan yang terkait dengan: Pelayanan medik; Pelayanan penunjang; Pelayanan keperawatan; Pelayanan bagi Gakin; dan Manajemen rumah sakit (yang terdiri dari manajemen sumberdaya manusia; manajemen keuangan; manajemen sistem informasi rumah sakit; manajemen sarana prasarana; dan manajemen mutu Pelayanan) Dalam buku indikator kinerja RS (ada 10 indikator) dijelaskan bawa indikator kinerja harus diukur dari 4 perspektif, yaitu: Pengembangan SDM, Proses, Kepuasan pelanggan, dan Keuangan Sedangkan dalam buku petunjuk pelaksanaan indikator pelayanan RS terdapat 18 indikator yang dibagi menjadi 4 jenis indikator yaitu: Indikator pelayanan non-bedah; Indikator pelayanan bedah; Indikator pelayanan ibu bersalin dan bayi; dan Indikator tambahan (dibagi rujukan dan nonrujukan) Untuk melengkapi SPM RSDK yang merupakan RS pendidikan maka salah satu sumber indikator mutu pelayanan yang diacu adalah berasal dari buku standar RS pendidikan tingkat pengembangan, yang memuat: Standar spesialisasi; Standar prosedur; Standar sajian pendidikan dokter; Standar sajian minimal penelitian terapan; Standar prasarana; Standar alat medik; Standar alat penunjang medik; Standar pemeriksaan penunjang; Standar perpustakaan; dan Standar tenaga spesialis dan spesials penunjang. Berdasarkan referensi-referensi tersebut maka disusunlah standar pelayanan minimal RSDK. 4. SPM RSDK Hasil workshop dari masing-masing unit RSDK menghasilkan lebih dari 100 indikator yang diusulkan sebagai bagian dari SPM. Indikator-indikator tersebut kemudian diseleksi dan ditambahkan beberapa indikator lain. Seleksi dilakukan dengan melihat jenis indikatornya, apakah indikator input, proses, atau output. Indikator yang diutamakan adalah indikator output, baru kemudian indikator proses. Disamping itu seleksi dilakukan dengan cara menilai tingkat kepentingan dari masing-masing indikator dan dari luasnya cakupan dari sebuah indikator. Dari seleksi tersebut terpilih 39 indikator, dimana indikator ini dapat diseleksi ulang untuk mendapatkan jumlah indikator yang optimal yang dimasukkan kedalam SPM yaitu sebanyak 30 indikator (jumlah optimal indikator yang dapat dipantau dan dikelelo dengan baik) sebagaimana tabel dibawah ini. Sedangkan indikator yang lain tetap dapat gunakan untuk SPM dimasing-masing unit. No Jenis Pelayanan Pelayanan Medik Indikator Target Pencapaian**

BuletinIHQN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Rawat darurat Rawat jalan Rawat inap Pelayanan bedah Sectio Caesaria Pelayanan Maternal Maternal Perinatal Pelayanan Operasi elektif Paska Operasi

VolumeII/Nomor.03/2006 Emergency respon time di IGD tidak lebih dari 5 menit* Waktu tunggu pelayanan rawat jalan tidak lebih dari 1 jam Angka infeksi nosokomial Respon time tindakan operasi SC cito tidak lebih dari 30 menit Persentase kematian ibu karena eklampsia* Persentase kematian ibu melahirkan karena sepsis* AngkaKematian bayi dg Berat badan < 2000gr Waktu tunggu operasi elektif tidak lebih dari dari 2 hari* Angka infeksi luka operasi (AILO) Angka komplikasi pasca bedah (AKBP) Kelengkapan rekam medik* Pemeriksaan radiodiagnostik konvensional tidak lebih dari 24 jam Waktu tunggu program Radioterapi tidak lebih dari 4 minggu Waktu penyelesaian V & R luar jenazah tidak lebih dari 5 hari Angka sterilitas alkes yang telah disterilkan di unit CSSD Kecepatan pemeriksaan emergensi BGA tidak lebih dari 15 menit Prosentasi permintaan darah yang dapat dilayani Kecepatan pemeriksaan potong beku tidak lebih dari 30 menit Pelayanan resep obat jadi pasien rawat jalan 30 menit Angka kejadian decubitus

Hal. 6 dari 8 100 % > 70% 2% > 70 % < 2% < 0,5% 1% > 98 % <2% <2% > 60 % > 80 % > 70 % > 90 % 100 % 100 % > 85 % > 75% > 90 %

10. Paska Operasi 11. Rekam medik Pelayanan penunjang 12. Radiodiagnostik 13. Radioterapi 14. Forensik 15. CSSD 16. Laboratorium emergensi 17. Bank darah 18. Potong beku 19. Pelayanan farmasi Pelayanan keperawatan 20.

< 2%

BuletinIHQN 21. 22. Pelayanan bagi Gakin 23. 24. 25. Manajemen SDM 26. 27. 28. Manajemen keuangan 29. 30. 31. Manajemen sistem informasi RS 32. 33. Manajemen pemeliharaan sarana dan sanitasi 34. 35. Manajemen mutu 36. 37. 38. 39.

VolumeII/Nomor.03/2006 Angka kejadian phlebitis Kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan Jumlah pasien Gakin di rawat jalan Ratio jumlah TT kelas III Pemanfaatan TT kelas III (BOR) Kepuasan pegawai* Rata-rata jam pelatihan karyawan pertahun * Penilaian Kinerja pegawai Cost recovery* Waktu tunggu pembayaran rawat inap 30 menit Rata-rata pembayaran hutang 8 hari

Hal. 7 dari 8 < 2% > 75%

?? > 30% > 70% > 75% 36 jam 90 % 60% ??? ???

Akurasi data pengolahan data elekronik Kenyamanan komunikasi melalui telepon

> 50 % <3%

Kesesuaian pemeriksaan baku mutu limbah cair RS Komplain tentang kebersihan dan keindahan Rumah Sakit

100% 10 kali

Akreditasi 16 pelayanan Akreditasi RS pendidikan tipe A Persentase Tim Daltu yang aktif Indeks kepuasanan masyarakat sesuai SK Menpan

Dipertahankan Dipertahankan 80% 80%

* indikator berasal dari referensi: Buku indikator kinerja RS

BuletinIHQN

VolumeII/Nomor.03/2006

Hal. 8 dari 8

Setiap indikator ditulis dalam format baku dalam bentuk tabel yang terdiri dari kolom: Nomor Indikator; Jenis Pelayanan; Nama indikator; Rasionalisasi ; Numerator; Denominator; Target pencapaian; Tipe indikator; Dimensi mutu.

IV. PENUTUP SPM harus dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan. Sebuah perencanaan yang baik selain digunakan untuk mewujudkan akuntabilitas juga dapat menjadi alat bantu dari tercapainya tujuan organisasi yang dalam konsep BLU bertujuan untuk meningkatkan produktifitas dan efektifitas. Sebagai bagian dari proses perencanaan, maka maka tahap lanjut dari penyusunan SPM adalah mengkaji sistem peningkatan mutu pelayanan klinik dan pelayanan penunjang yang dibutuhkan dengan cara mengidentifikasi gap antara pencapaian indikator kinerja yang ditetapkan dalam SPM dengan hasil yang telah tercapai pada saat ini. Dari gap tersebut dapat disusun rencana jangka pendek dan jangkah panjang yang diperlukan untuk mengatasi gap yang ada.

Anda mungkin juga menyukai