Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

Masalah sumber daya manusia tidak semata menjadi beban seorang manajer perusahaan atau unit organisasi tertentu saja, melainkan banyak pihak yang ikut terkait di dalamnya. Pemahaman akan manajemen dibutuhkan hampir di semua kegiatan dalam perusahaan atau organisasi. Pengetahuan dasar tentang manajemen dan penerapan tentang caracara penerapan manajemen kepada para karyawan dapat memberikan kenyamanan bekerja. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia perlu dipahami dan dikuasai. Penguasaan manajemen yang diikuti dengan psikologi dapat membangun situasi dan kondisi kerja yang bagus. Psikologi memperkuat kemampuan semua pihak di perusahaan, karena semua pihak di perusahaan akan mengetahui dan memahami proses mental yang ada pada organisasi tersebut. Psikologi manjemen dan pengembangan sumber daya manusia membantu organisasi melakukan proses bekerja secara sistematis dan terorganisasi dengan baik. Aktivitas manajemen sumber daya manusia adalah segala tindakan atau langkahlangkah yang dilakukan untuk menyediakan dan mempertahankan suatu jumlah dan kualitas sumber daya manusia (tenaga kerja) yang tepat agar tujuan perusahaan atau organisasi tercapai dengan baik dan tepat. Aktivitas yang tercakup dalam dalam hal ini adalah kepemimpinan, komunikasi, pengembangan karir, rekruitmen, seleksi, pelatihan dan kompensasi, sehingga untuk menunjang pelaksanaannya perlu diadakan kajian secara mendalam mengenai aktivitasaktivitas yang tercakup dalam pengembangan sumber daya manusia. Salah satu aktivitas penting manajemen sumber daya manusia yang dilakukan untuk menyediakan dan mempertahankan jumlah dan kualitas sumber daya manusia adalah kepemimpinan (leadership). Kepemimpinan merupakan tema yang populer, yang tidak saja dibicarakan dan diteliti oleh para sarjana ilmu-ilmu sosial, ilmu perilaku, tapi yang dibicarakan pula oleh masyarakat pada umumnya. Dalam makalah ini, Kami menyajikan beberapa materi kepemimpinan yang kami rasa penting untuk menunjang kelangsungan sebuah perusahaan atau organisasi. Namun meskipun telah banyak teori kepemimpinan yang dikembangkan belum ada satu teoripun yang dirasakan sempurna.

BAB II PEMBAHASAN

1. DEFINISI KEPEMIMPINAN Stogdill (1974) menyatakan bahwa jumlah macam batasan tentang kepemimpinan dapat dikatakan sama dengan jumlah orang yang telah mencoba membuat batasan tentang pengertian tersebut. Pernyataan ini menggambarkan kemajemukan pengertian kepemimpinan. Bennis dan Nanus (1985) melihat perbedaan yang mendasar antara manajemen dengan kepemimpinan. Kepemimpinan adalah mempengaruhi, menunjukkan arah, metode, aksi, dan opini. Bennis mengatakan bahwa pemimpin melakukan hal yang benar sedangkan manajer melakukan hal dengan benar. Hersey dan Blanchard (1982) menyatakan bahwa inti dari kepemimpinan lebih luas daripada manajemen. Kepemimpinan lebih berhubungan dengan efektivitas, sedangkan manajemen lebih berhubungan dengan efisiensi. Menurut Ducker seorang pemimpin/manajer adalah seorang pekerja berpengetahuan, yaitu seorang yang bekerja dengan informasi yang diterima melalui alat inderanya daripada dengan menggunakan kekuatan otot dan keahlian tangannya.

2. TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN a. Teori Fielder Teori Fielder adalah salah satu teori dan program penelitian mengenai pemimpin dari kelompok-kelompok orientasi kerja yg tertua. Berdasarkan teori ini, tinggi rendahnya prestasi kerja kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu (Munandar, 2008:183). Teori Fielder bekerja dengan kelompok-kelompok yang pemimpinnya dapat dikenal dengan jelas dan hasilnya dapat diukur dengan tepat, maka Fielder mengembangkan suatu ukuran orientasi dasar pemimpin yang disebut rekan kerja yang kurang disukai (Least Preferred Co-worker/LPC). Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Fielder mengangggap pemimpin yang memberi nilai LPC rendah sebagai orang yang sangat memperhatikan prestasi karena mereka memberikan nila buruk terhadap setiap prestasi orang lain. Sebaliknya, pemimpin yang memberikan nilai LPC tinggi dianggap berorientasi pada hubungan antar rekan kerja. Berdasarkan hasil LPC tersebut,

Fielder membedakan antara kelompok-kelompok interaksi (dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tigas utama mereka), kelompokkelompok koaksi (bekerja sama pada stu tugas bersama, namun setiap anggota kelompok berdiri sendiri dan prestasi kerja tergantung pada kecakapan, keterampilan, dan motvasinya sendiri), dan kelompok-kelompok konteraksi (terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan perundingan dan perujukan dari tujuan dan pandangan yang saling bertentangan) b. Teori Vroom: kemungkinan Teori Vroom menunjukkan bahwa pribadi-pribadi tertentu yang mengerjakan berbagai macam tugas tertentu lebih menyukai pemimpin-pemimpin autokratis, Vroom mengemukakan bahwa para pemimpin mempunyai kemampuan untuk mengubah-ubah perilaku mereka dari yang paling autokratis menjadi sangat partisipatif, sehingga persoalan kepemimpinan sebenarnya dapat dinyatakan kembali sebagai pengembangan criteria diagnostic yang akan membantu para pemimpin untuk menemukan perilaku mana yang akan diambil untuk situasi tertentu (Schein, 1985:141). Pada hakikatnya, model ini dapat digunakan sebagai alat untuk; membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem-solving situation), menyarankan gaya-gaya kepemimpinan yang layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu: (1) klasifikasi gaya kepemimpinan, (2) kriteria efektivitas keputusan, (3) kriteria penemukenalan jenis situasi pemecahan persoalan. Tabel Satu Taksonomi dari Gaya Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan A-I Ciri-ciri Anda memecahkan masalah persoalan atau mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan informasi yang ada pada saat itu ada pada Anda A-II Anda memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan, lalu memutuskan pemecahannya sendiri. Anda dapat atau tidka dapat mengatakan kepada bawahan apa ersoalannya ketika memperoleh informasi dari mereka. Peran yang dimainkan bawahan Anda dalam

mengambil keputusan adalah memberikan informasi yang diperlukan, dan bukan mengajukan atau menilai alternati-alternatif pemecahan C-I Anda memberitahukan persoalan kepada beberapa bawahan yang relevan secara pribadi, memperoleh gagasan dan saran mereka tanpa mengumpulkan mereka dalam satu kelompok. Kemudian anda mengambil keputusan yang mungkin atau tidak mencerminkan pengaruh dari bawahan C-II Anda memberitahukan persoalan kepada bawahan sebagai satu kelompok, memperoleh gagasan, saran mereka secara kolekitf. Kemudian anda mengambil keputusan yang mungkin atau tidak mencerminkan pengaruh dari bawahan G-I Anda memberitahukan persoalan kepada bawahan sebagai satu kelompok. Bersama-sama mereka anda menghasilkan dan menilai berbagai alternatif pemecahan dan berusaha untu mencapai suatu kesetujuan mengenai satu pemecahan. Peran Anda mirip seorang ketua. Anda tidak mencoba mempengaruhi kelompok untuk menerima pemecahan Anda, dan Anda bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap pemecahan yang didukung oleh seluruh anggota kelompok

c. Teori Kepemimpinan Situasional Pusat Perhatian pada Bawahan ( Hersey dan Blanchard ) Ribuan ulasan mengenai perilaku akhirnya menciut menjadi pemrakarsaan struktur (orientasi hubunga ), yaitu : Pemimpin yang memiliki kemampuan tinggi dalam memprakarsai struktur adalah pemimpin yang memberikan tugas pada anggota, menekankan batas waktu kerja, mengharapkan pekerja mengikuti rutinias dengan ketat, menekankan keunggulan persaingan, memberitahukan pada anggota apa yang diharapkan. Pemimpin yang memiliki kemampuan tinggi dalam memberikan pertimbangan adalah pemimpin yang memberikan waktunya untuk mendengarkan anggota, bersikap ramah dan mudah didekati, menolong bawahan yang punya kesulitan pribadi, membela bawahan. Teori ini berusaha untuk memberikan pemahaman kepada pemimpin tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kedewasaan para pengikutnya. Mereka berpendapat bahwa bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan. Hersey dan Blanchard ( 1977 ) memulai analisis mereka dengan menolak gagasan adanya gaya manajemen yang ideal, sebab semua penelitian memperlihatkan bahwa kelompok yang produktif dan memuaskan dapat ditemukan dalam setiap macam bentuk kepemimpinan ( Fleishman, 1973; Larson, Hunt & Osborn, 1975 ). Saran pokok mereka adalah : Semakin para manajer mampu menyesuaikan gaya perilaku kepemimpinan mereka pada situasi dan kebutuhan dari para pengikut mereka, semakin efektiflah mereka untuk mencapai tujuan pribadi dan tujuan organisasi. ( h. 101 ) Hersey dan Blanchard menentukan 4 gaya dasar kepemimpinan, yaitu : Memberitahu (perilaku atas dasar kesadaran pada tugas tinggi dan tata hubungan rendah), menjual (perilaku atas dasar kesadaran pada tugas dan pada tata hubungan yang tinggi), partisipasi (perilaku atas dasar kesadaran pada tugas rendah dan pada tata hubungan tinggi), pendelegasian (perilaku atas dasar kesadaran pada tugas dan pada tata hubungan yang rendah). Perilaku kepemimpinan yang efektif didefinisikan sebagai perilaku yang layak pada situasi tertentu dalam lingkungan yang lebih luas. Hersey dan Blanchard berasumsi bahwa salah satu tanggung jawab manajer adalah membantu bawahannya untuk meningkatkan kedewasaannya. Manajer harus menyesuaikan dirinya terhadap situasi tidak hanya secara pasif tetapi juga secara aktif.

Kedewasaan ( maturity ) dalam Teori Kepemimpinan Situasional ini diartikan sebagai .. the ability and willingness of people to take responsibility for directing their own behavior ( hlm. 151 ). Mereka juga memperkenalkan variabel lain, yaitu dimensi pokok dari lingkungan kedewasaan bawahan atau kesiagaan mereka untuk menangani tugas yang dihadapi kelompok. Tugas yang menantang suatu kelompok adalah : .. kapasitas untuk menentukan tujuan yang tinggi tetapi dapat dicapai ( motivasi keberhasilan ), kesediaan dan kemampuan untuk memikul tanggung jawab, pendidikan atau pengalaman seseorang atau suatu kelompok. ( 161 ) Teori dasarnya adalah : Jika kedewasaan rendah maka pemimpin seharusnya memiliki kesadaran tinggi akan tugas dan kesadaran rendah akan perilaku hubungan untuk membantu kelompok memperoleh hasil dan mulai belajar. Setelah kedewasaan pengikut meningkat maka pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan menambah perilaku hubungan untuk membantu kelompok tumbuh dengan kemampuannya sendiri. Setelah kedewasaan itu terus meningkat maka pemimpin harus mengurangi baik perilaku tugas maupun hubungannya, karena kelompok itu sedang mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuannya untuk bekerja sendiri. Setelah kelompok itu mencapai kedewasaan maka pemimpin dapat terus mengurangi perilaku tugas dan hubungannya dengan mendelegasikan tugas kepada kelompok dengan harapan mereka akan dapat menyelesaikannya. Untuk membantu melatih para pemimpin, Hersey dan Blanchard mendesain suatu daftar pertanyaan ( LEAD ) yang mencakup 12 macam situasi yang menggambarkan tingkat kedewasaan bawahan yang berbeda-beda. Dalam setiap situasi, penanggap harus memilih salah satu dari keempat jawaban yang mencerminkan keempat macam perilaku dasar. Suatu kelemahan dalam teori ini adalah sampai sekarang belum dikembangkan suatu alat diagnostik untuk mengukur kedewasaan pengikut yang sebenarnya. d. Teori Model I dan Model II Pusat Perhatian pada Perilaku Pemimpin ( Argyris ) Argyris selalu memperhatikan cara-cara meningkatkan fungsi psikologis dalam organisasi dengan pengandaian bahwa jika manajer dan bawahan dapat berbuat sesuatu yang secara psikologis lebih dewasa, maka organisasi maupun orang-orang dalam organisasi itu akan beruntung. Argyris melihat bahwa para manajer dan pemimpin yang ia amati bekerja atas dasar 2 teori yang berbeda, yaitu :Teori yang telah mendapat dukungan : tujuan, pengandaian dan nilai-nilai ya ng menurut kata orang menjadi pedoman perilakunya. Teori dalam penerapan : pengandaian secara tidak langsung yang sesungguhnya menjadi pedoman perilaku yang nyata ( Argyris & Schon, 1974; Argyris, 1976 ). Teori Model I ini dibuat berdasarkan ( 1 ) orang

harus mencapai tujuannya sebagaimana yang ia bayangkan; ( 2 ) orang lebih baik menang daripada kalah; ( 3 ) sebaiknya sedikit mungkin membangkitkan perasaan negatif dalam tata hubungan; dan ( 4 ) orang harus rasional dan sedikit mungkin melibatkan emosi. Argyris menyarankan bahwa nasib organisasi akan lebih baik jika pemimpin mempelajari bagaimana harus berperilaku menurut Model II, yang ditentukan oleh : ( 1 ) suatu tindakan harus didasarkan atas informasi yang benar, ( 2 ) tindakan harus didasarkan atas pilihan bebas yang telah diberitahukan, ( 3 ) tindakan harus didasarkan atas keikatan intern pada pilihan itu dan pemonitoran yang tetap terhadap usaha-usaha untuk melaksanakan pilihan orang. e. Teori Tiga Dimensi ( Reddin ) Reddin ( 1970 ) mengembangkan Teori Tiga Dimensinya dengan menambahkan dimensi ketiga pada dimensi dari Orientasi-Tugas ( OT ) dan dimensi Orientasi-Hubungan ( OH ), yaitu efektifitas. Empat gaya dasar dari perilaku manajerial yang ia temukan adalah : Separated (Perilaku OT dan OH digunakan sedikit sekali), Related (Perilaku OH yang terutama digunakan) Intergrated (Perilaku OH dan OT banyak digunakan), Dedicated (Perilaku OT yang terutama digunakan). Keempat gaya dasar dari perilaku manajerial tersebut masing-masing dapat efektif dalam situasi tertentu, namun juga dapat tidak efektif pada situasi lain. Manajer yang mampu mengubah-ubah gaya manajerialnya sesuai dengan tuntutan situasi yang berubah dikatakan mempunyai style flexibility. Sebaliknya, jika penggantian gaya tidak sesuai dengan situasi yang berubah, maka dikatakan bahwa manajer mempunyai style drift. Dalam situasi dimana rentang perilaku yang sempit adalah yang sesuai, maka manajer yang mempertahankan gaya dasarnya, yang mempunyai flexibilitas rendah, dikatakan mempunyai style resilience. Sebaliknya, jika situasi menuntut satu rentang perilaku yang luas, maka manajer yang mempertahankan satu gaya dasar dikatakan mempunyai style rigidity. Supaya berhasil maka Reddin menyarankan agar para manajer dilatih dalam 3 ketrampilan, yaitu : Situasional sensitivity skill (ketrampilan menanggap situasi), Style flexibility skill (ketrampilan melunturkan gaya), Situasional management skill (ketrampilan manajemen situasi).

3. CIRI-CIRI PRIBADI SEORANG PEMIMPIN De bono (1986) berdasarkan wawancaranya dengan lima puluh orang pria dan wanita yang sangat berhasil dalam bidang kerjanya masing-masing menyimpulkan bahwa ada empat macam faktor (dua ciri pribadi dan dua lainnya merupakan faktor di luar dirinya) yang

menentukan keberhasilan satu atau sekelompok orang. Faktor-faktor tersebut adalah: A little madness (seseorang yang mengetahui dengan pasti dan jelas apa diinginkan serta mempunyai dorongan yang sangat kuat untuk mencapai tujuannya), Very talented (seseorang yang sangat berbakat di bidang tertentu), Rapid growth field (orang yang bekerja dalam bidang yang berkembang sangat cepat memiliki peluang lebih banyak untuk berhasil daripada orang yang bekerja di bidang yang tidak dapat berkembang dengan cepat), Luck (beberapa orang mungkin kebetulan berada di tempat yang tepat dan pada saat yang tepat untuk melakukan usahanya sedangkan beberapa yang lain tidak). A. Ciri-ciri Pemimpin dari Bidang Manajemen Fungsional Berdasarkan tugas-tugas dan wewenangnya, jabatan-jabatan manajemen dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis kelompok jabatan, sesuai dengan bidang manajemen fungsionalnya. Kelompok jabatan manajemen yang berbeda-beda menuntut kelompok ciri-ciri pribadi yang berbeda-beda pula. Munandar (1997) membuat studi perbandingan antara manajer bidang produksi dengan manajer bidang penjualan pada enam perusahaan di Jakarta. Dari studi tersebut antara lain ditemukan bahwa para manajer penjualan cenderung untuk lebih ramah, antusias, lihai, tergantung pada kelompok, serta seksama dalam penjualan. Sedangkan para manajer produksi memiliki kecenderungan untuk lebih menjauhkan diri (aloof), serius, terus terang, dapat berdiri sendiri (self sufficient) dan tidak begitu memperdulikan pergaulan. B. Ciri-ciri Pemimpin pada Tingkat Organisasi yang Berbeda Ghiselli (1971) menemukan sembilan ciri-ciri pribadi yang berperan penting dalam menentukan keberhasilan seorang manajer yang disebut dengan bakat manajerial (managerial talent). Ciri-ciri tersebut berdasarkan urutan

kepentingannya ialah: Supervisory ability, The need for occupational achievement, The need for self-actualization, Intelligence, Self-assurance, Decisiveness, The lack of need for security, The lack of need for working class affinity, Initiative. Makin tinggi tingkat jabatan manajer, makin tinggi ciri-ciri tersebut dimiliki oleh manajer tersebut.

C. Ciri-ciri Manajer Puncak yang Berhasil Bennis dan Nanus (1985) dalam penelitian yang dilakukan terhadap 90 chief executive officers berhasil menemukan empat macam keterampilan dalam menangani manusia, yaitu: (1) Attention through vision. Seorang pemimpin harus memiliki visi atau bayangan masa depan yang jelas. Melalui bayangan ini, mereka akan memiliki motivasi untuk memperoleh hasil. (2) Meaning through communication. Seorang pemimpin harus mampu mengkomunikasikan visi yang dimilikinya dengan jelas dan rinci kepada bawahannya. (3) Trust through positioning. Setelah dikomunikasikan, maka sebuah visi perlu diimplementasikan. Untuk dapat mengimplementasikan visinya, seorang pemimpin harus menetapkan kedudukannya serta memantapkan kepercayaan orang lain. Untuk itu, seorang pemimpin harus bersikap konsisten dan tetap berada pada jalur yang telah disepakati. (4) The deployment of self through positive self-regard and through the Wallenda factor. Faktor utama dari pemimpin yang berhasil ialah perluasan diri, yang dapat dilakukan melalui menghargai diri secara positif. Menghargai diri secara positif bukan merupakan pemusatan pada diri yang egoistik, melainkan terdiri dari tiga komponen utama, yakni: pengetahuan tentang kekuatan-kekuatan yang dimiliki; kemampuan untuk merawat dan mengembangkan kekuatankekuatan tersebut; serta kemampuan untuk secara tajam melihat perbedaan antara kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya dengan kebutuhan-kebutuhan organisasi. D. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut menyatakan

kemampuannya dalam memimpin. Davis dan Newstrom (1995)

bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahannya dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Ada berbagai macam gaya kepemimpinan, diantaranya adalah: (a) Gaya kepemimpinan otoriter (authoritarian), adalah gaya kepemimpinan yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh pemimpin, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. (b) Gaya kepemimpinan demokratis (democratic), adalah gaya

kepemimpinan yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. (c) Gaya kepemimpinan bebas (laissez faire), adalah gaya kepemimpinan yang hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil dimana para bawahanlah yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. (d) Gaya kepemimpinan situasional, adalah gaya kepemimpinan yang lebih melihat situasi: kapan harus bersikap memaksa, kapan harus moderat, dan pada situasi apa pula pemimpin harus memberikan keleluasaan pada bawahan.

4. PERILAKU PEMIMPIN GAYA MANEJEMEN 1. Garida manajerial Blake dan Mouton (1964) dalam mengembangkan garida manajerial mereka, menggunakan dua dimensi. pertama, garis tegak yang dibagi kedalam sembilan bagian yang sama besar, adalah dimensi Perhatian terhadap Manusia (PM). kedua, garis mendatar yang juga dibagi kedalam sembilan bagian yang sama, adalah dimensi Perhatian terhadap Produksi (PP). garis manajerial mereka terdiri dari 81 sel. setiap sel mencerminkan perilaku pemimpin berdasarka kedua dimensi tersebut. gaya yang ideal bagi Blake dan Mouton adalah gaya pencapaian kerja yang berhasil diperoleh dari orang yang terikat; saling ketergantungan melalui suatu kepentingan bersama dalam tujuan organisasi mengarah pada hubungan-hubungan dari kepercayaan dan hormat. tinjauan dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para psikolog seperti Coch dan French Jr (1947), French, Jr. et al. (1960), Sales (1966), Likert (1961), dan Stogdill (1974) membuktikan tidak adanya satu gaya yang secara wajar lebih efektif daripada gaya-gaya lainnya. kepemimpinan adalah suatu proses yang dinamis, bervariasi dari situasi yang satu ke situasi yang lain dengan perubahan dari pimpinan, pengikut dan situasi. efektivitas tergantung pada kesesuaian satu gaya untuk situasi dimana ia digunakan. garida manajerial telah sangat banyak digunakan dalam program-program pengembangan manajemen. popularitas teori ini terletak antara lian pada kemudahan untuk menangkap gagasan dasar dan ancangan positif. 2. Teori contingency

Model contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fieldler (1967) adalah tinggi-rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu. Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Dalam situational favorableness, yaitu sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh tiga variabel situasi, yaitu: hubungan pemimpin-anggota (hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya), struktur tugas (derajat struktur dari tugas yang diberikan kepada kelompok untuk dikerjakan), kekuasaan kedudukan (kekuasaan dan kewenangan yang terbaik dalam kedudukannya), dalam hal ini, Fieldler membedakan antara kelompok-kelompok interaksi, koaksi dan konteraksi (interacting, coacting, dan counteracting groups). Dalam kelompok interaksi dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tugas untama mereka. para anggota kelompok saling tergantung dalam arti bahwa sulit untuk menentukan kontribusi seseorang dalam mencapai tujuan kelompok. Kelompok koaksi juga bekerja sama pada satu tugas bersama. namun setiap anggota kelompok berdiri sendiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan, keterampilan dan motivasinya sendiri. Kelompok konteraksi terdiri dari orang-orang yang bekerja sama untuk tujuan perundingan dan perujukan dari tujuan dan pandangan yang saling bertentangan. 3. Teori tiga dimensi Reddin (1970) mengembangkan teori tiga dimensinya dengan menambahkan dimensi ketiga pada dimensi dari Orientasi-Tugas (OT) dan dimensi Orientasi-Hubungan (OH). dimensi ketiga adalah efektivitas. setiap gaya manajerial sesuai untuk satu situasi tertentu dan tidak sesuai untuk banyak situasi lainnya. seorang manajer harus mencocokkan gaya dasarnya dengan kebutuhan atau tunttan dari situasi. manajer yang berhasil mengubah-gaya manajerial sesuai dengan tuntutan situasi yang berubah dikatakan mempunyai style fexibility. sebaliknya, jika penggantian gaya tidak sesuai yang berubah, maka dikatakan bahwa manajer mempunyai style drift. dapat disimpulkan bahwa menurut teori tiga dimensi, seorang manajer harus dapat menggunakan gaya manajerial sesuai dengan tuntutan situasi sesaat, mengubah gaya jika memang diperlukan dan mempertahankan gaya jika situasi tidak menuntut perubahan.

supaya berhasil maka Reddin menyarankan agar para manajer dilatih dalam tiga keterampilan, yaitu: situational sensitivity skill (keterampilan menganggap situasi), style flexibility skill (keterampilan melenturkan gaya), situational management skill (keterampilan memanajemeni situasi) 4. Teori kepemimpinan situasional Teori kepemimpinan situasional, yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982), yang merupakan pengolahan dari model efektivitas pemimpin yang tiga dimensi, didasarkan atas hubungan kurvalinear antara perilaku tugas dan perilaku hubungan dan kedewasaan. teori ini berusaha untuk meberikan pemahaman kepada pemimpin tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kedewasaan dari para pengikutnya. Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan. Hersey dan Blanchard berasumsi bahwa tingkat kedewasan dari para bawahan tidak tetap. bawahan yang tidak dewasa berubah untuk menjadi lebih dewasa. salah satu tanggungjawab manajer ialah membantu bawahan untuk meningkatkan tingkat kedewasaannya. manajer harus menyesuaikan dirinya terhadap situasi tidak hanya secara pasif tapi juga secara aktif. Variabel-variabel dari kedewasaan ini harus diperhitungkan hanya dalam kaitannya dengan satu tugas tertentu yang harus dilaksanakan. artinya seseorang, atau satu kelompok tidak-dewasa atau dewasa secara keseluruhan. setiap orang cenderung lebih dewasa untuk tugas tertentu dan kurang dewasa untuk tugas yang lain. 5. Kepemimpinan dan pengambilan keputusan Teori kepemimpinan ini merupakan salah satu teori yang termasuk teori contingency. Teori ini dikembangkan oleh Vroom dan Yetton (1973),dan disebut pula sebagai model normative tentang kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model mereka dinamakan normatif, karena mengarah ke pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Pada hakikatnya, model ini dapat digunakan sebagai alat untuk : Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem-solving situations). Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting, yaitu : (1) klasifikasi gaya kepemimpinan, (2) kriteria efektivitas keputusan, (3) kriteria penemu kenalan jenis situasi pemecahan persoalan.

Komponen ketiga yang penting meliputi suatu perangkat dari kriteria dasar yang mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan.

5. FUNGSI-FUNGSI KEPEMIMPINAN Fungsi fungsi kepemimpinan adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Perencanaan Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi. Manfaat manfaat tersebut antara lain: Perencanaan merupakan hasil pemikiran dan analisa situasi dalam pekerjaanuntuk memutuskan apa yang akan dilakukan. Perencanaan berarti pemikiran jauh ke depan disertai keputusan keputusan yang berdasarkan atas fakta fakta yang diketahui. Perencanaan berarti proyeksi atau penempatan diri ke situasi pekerjaan yang akan dilakukan dan tujuan atau target yang akan dicapai. Perencanaan meliputi dua hal, yaitu : Perencanaan tidak tertulis yang akan digunakan dalam jangka pendek, pada keadaan darurat, dan kegiatan yang bersifat terus menerus. Perencanaan tertulis yang akan digunakan untuk menentukan kegiatan kegiatan yang akan dilakukan atas dasar jangka panjang dan menentukan prosedur prosedur yang diperlukan Setiap rencana yang baik akan berisi : Maksud dan tujuan yang tetap dan dapat dipahami, penggunaan sumber sumber enam M secara tepat, cara dan prosedur untuk mencapai tujuan tersebut 2. Fungsi memandang ke depan Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan. Hal ini memberikan jaminan bahwa jalannya proses pekerjaan ke arah yang dituju akan dapat berlangusng terus menerus tanpa mengalami hambatan dan penyimpangan yang merugikan. Oleh sebab seorang pemimpin harus peka terhadap perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil maupun yang besar. 3. Fungsi pengembangan loyalitas Pengembangan kesetiaan ini tidak saja diantara pengikut, tetapi juga unutk para pemimpin tingkat rendah dan menengah dalam organisai. Untuk mencapai kesetiaan ini, seseorang pemimpin sendiri harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari hari yang menunjukkan kepada anak buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan

sebagaimana mestinya. 4. Fungsi Pengawasan Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka hambatan hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga semua kegiatan kembali berlangsung menurut rel yang telah ditetapkan dalam rencana . 5. Fungsi mengambil keputusan Pengambilan keputusan merupakan fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang kurang berani mengambil keputusan. Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain sebagainya. Dalam setiap pengambilan keputusan selalu diperlukan kombinasi yang sebaik-baiknya dari : (a) Perasaan, firasat atau intuisi, (b) Pengumpulan, pengolahan, penilaian dan interpretasi fakta-fakta secara rasional sistematis, (c) Pengalaman baik yang langusng maupun tidak langsung, (d) Wewenang formal yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin dapat menggunakan metode metode sebagai berikut : (a) Keputusan keputusan yang sifatnya sederhana individual artinya secara sendirian. (b) Keputusan keputusan yang sifatnya seragam dan diberikan secara terus menerus dapat diserahkan kepada orang orang yang terlatih khusus untuk itu atau dilakukan dengan menggunakan komputer. (c) Keputusan keputusan yang bersifat rumit dan kompleks dalam arti menjadi tanggung jawab masyarkat lebih baik diambil secara kelompok atau majelis. Keputusan keputusan yang bersifat rumit dan kompleks sebab masalahnya menyangkut perhitungan perhitungan secara teknis agae diambil dengan bantuan seorang ahli dalam bidang yang akan diambil keputusannya. 6. Fungsi memberi motivasi Seorang pemipin perlu selalu bersikap penuh perhatian terhadap anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar rajinbekerja dan menunjukkan prestasi yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya. Pemberian anugerah yang berupa ganjaran, hadiah, piujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan dan dihargai oleh pemimpinnya.

Di lain pihak, seorang pemimpin harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap anak buahnya yang menyeleweng, yang malas dan yang telah berbuat salah sehingga merugikan organisasi, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Untuk melaksanakan fungsi fungsi ini sebaik- baiknya, seorang pemimpin perlu menyelenggarakan daftar kecakapan dan kelakuan baik bagi semua pegawai sehingga tercatat semua hadiah maupun hukuman yang telah diberikan kepada mereka.

BAB III PENUTUP

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegaitankegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan yang sudah ditetapkan bersama dengan maksimal. Terdapat beberapa teori mengenai perilaku kepemimpinan yang efektif, yaitu teori perilaku kepemimpinan model Fiedler, model Vroom, dan model Hersey dan Blanchard, model Argyris, dan model Reddin. Seorang pemimpin memiliki ciri kepemimpinan yang berbeda berdasarkan bidang manajemen fungsional, perbedaan tingkat organisasi, dan ciriciri manajemen puncak yang berhasil. Fungsi kepemimpinan diantaranya: perencanaan, memandang ke depan, pengembang loyalitas, pengawas, mengambil keputusan.

DAFTAR PUSTAKA
Dunnette,M.D. & Hough, L.M (Eds.). 1998. Handbook of Industrial and Organizational Psychology, Volume Two. Mumbai: Jaico Publishing House. Dunnette,M.D. & Hough, L.M (Eds.). 1998. Handbook of Industrial and Organizational Psychology, Volume Two. Mumbai: Jaico Publishing House. Kreither, R. & Kinicki, A. 2005. Perilaku Organisasi. Edisi 5. Terjemahan oleh Erly Suwandi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Munandar, Ashar S. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Schein, Edgar H. 1985. Psikologi Organisasi, Seri Manajemen No.80. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo. Westerman, J. & Donogue, P. 1997. Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Terjemahan oleh Drs. Suparman. Jakarta : Bumi Aksara. http://organisasi.org/jenis_dan_macam_gaya_kepemimpinan_pemimpin_klasik_ otoriter_demokratis_dan_bebas_manajemen_sumber_daya_manusia.

http://kepemimpinan-fisipuh.blogspot.com/2009/03/fungsi-kepemimpinan.html

KEPEMIMPINAN
MAKALAH disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia yang dibina oleh Dr. Marthen Pali, M.Psi.

Disusun oleh: Berliana Marta Y. (308112416056) Chrisma Maharani (308112410396) Dyah Ayu C. (308112416037) Enny Simanungkalit (308112416045) Nurul Kulum (308112416055) Rizki Hayu K. (308112410382) Triana Ayu (308112416050)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai