mendedahkan inti struktur sosial di Jawa yaitu desa, pasar dan birokrasi-pemerintah, yang ketiganya dimaknai lebih luas daripada makna sehari-hari. Ketiga inti struktur sosial di Jawa tersebut berperan sebagai medan sosial dari ketiga varian agama dan ideologi masyarakat yang mengisi ceruk inti sosial itu di atas.
Berita Bale
Ba le Adarma Kedatangan Tamu dari Kopindo dan Kopma Se-Jawa Tengah
"Abangan, yang mewakili suatu titik berat pada aspek animistis dari sinkretisme Jawa yang melingkupi semuanya, dan secara halus dihubungkan dengan elemen petani; santri, yang mewakili suatu titik berat pada aspek Islam dari sinkretisme itu dan umumnya dihubungkan dengan elemen dagang (dan kepada elemen tertentu dikalangan tani juga); dan priyayi, yang menekankan pada aspek-aspek Hindu dan dihubungkan dengan elemen birokratik..."(Geertz, 1989:8). Purwokerto Sabtu (4/8/2012) malam Bale A d a r m a kedatangan rombongan dari pengurus Kopindo dan Kopma SeJ a w a Te n g a h . R o m b o n g a n Kopma berasal dari UNS, UMS, UMM, IAIN Surakarta, Undip, UMP, STAIN Purwokerto dan tentunya Kopkun. Kedatangan rombongan berbarengan dengan agenda buka bersama yang sebelumnya diselenggarakan di Rumah Makan Asiatic Purwokerto. Bale Adarma diagendakan sebagai salah satu tempat kunjungan oleh rombongan Kopindo dan Kopma Se-Jawa Tengah untuk mengenalkan organisasi yang selain koperasi namun juga masih relevan dengan gerakan koperasi. Selain Bale Adarma, rombongan juga melakukan kunjungan ke Kopkun, Boersa Kampus, KPRI Neu Banyumas, KPRSI SiSehat Margono. Karena memang orang-orang di Bale Adarma juga ada beberapa yang aktif dalam gerakan koperasi, jadi Bale Adarma juga menjadikan koperasi sebagai salah satu tools program pemberdayaannya, jelas Dodi, direktur Bale Adarma saat mengenalkan lembaga kepada rombongan. Dalam kunjungan tersebut Kopindo mensosialisasikan beberapa program kerja terdekat kepada para pengurus Kopma Se-Jawa Tengah, di a ntaranya targetan dalam proses kaderisasi di Kopindo yang kemudian dilanjutkan diskusi ringan tentang perkoperasian dan gerakan sosial. Kita tentu senang dilibatkan dalam gerakan koperasi secara langsung seperti ini, karena memang secara tidak langsung gerakan yang dilakukan Kopindo dan kawankawan juga sejalan dengan cita-cita Bale Adarma, ujar Wildan, manager kajian dan SDM. Acara diakhiri dengan melakukan foto bersama antara Bale Adarma dengan para pengurus Kopindo, dan Kopma Se-Jawa Tengah. Bravo Koperasi! [Aris]
Dari pandangan Geertz di atas, yang disebut Islam yang otentik adalah "Islam santri". Sedangkan "Islam priyayi" dan "Islam abangan" mengandung unsurunsur sinkretisme dan ajaran heterodoks yang mengarah kepada syirik yang paling dilarang dalam Islam. Inilah agaknya yang melatar-belakangi timbulnya gerakan untuk menegakkan syari'ah Islam dalam arena politik. Di bagian lain Geertz menguatkan pendapat bahwa Islam yang ada di Jawa adalah "Islam sinkretis". Geertz (1989:169), menggambarkan kondisi Islam di Indonesia, khususnya di Jawa, dengan mengutip sedikit dari pernyataan Hurgronje, sebagai berikut : orang Indonesia, menyerah dalam sikap murni formal dalam penghormatan terhadap lembagalembaga yang diperintahkan Allah, yang dimana-mana diterima dengan tulus dalam teori tetapi dilaksanakan secara menyimpang dalam praktek.Praktik Budis memperoleh nama-nama Arab, Raja-raja Hindu mengalami perubahan gelar untuk menjadi sultan-sultan Islam, dan orang awam menyebut beberapa roh hutan mereka dengan jin; tetapi sedikit sekali perubahan lainnya.
Menurutnya, hal tersebut karena Islam yang dianut oleh masyarakat Jawa setidak-tidaknya sampai belum lama berselang, mudah menyesuaikan diri, bersifat tentatif, sinkretik dan, yang paling penting, beraneka ragam (Geertz, 1982:17). Hal ini karena Islam di Jawa, terpaksa harus berkompromi dengan tradisi Hindu-Buddha yang sangat mapan di Jawa, sehingga, ia hanya menimbulkan kontras minimal pada campuran animisme-dinamisme, Hinduisme dan Budisme yang telah memesona orang Jawa pada umumnya (Benda, 1985). Beberapa sarjana juga m e m p u n y a i pandangan yang sama mengenai karakter Islam di Jawa yang sinkretik, seperti yang dikemukakan oleh Andrew Beatty (1999) dan Niels Mulder (1999) untuk menyebut beberapa nama saja. Oleh karena itu, para sarjana yang mengatakan corak I s l a m d i Indonesia lebih bercorak sinkretik digolongkan dalam penganut paradigma Islam sinkretik Studi Geertz banyak mendapat kritik dari para sarjana, baik sarjana asal Indonesia sendiri maupun sarjana dari luar Indonesia, diantaranya adalah Parsudi Suparlan, Harsya Bachtiar dan Mark R. Woodward. Tetapi Woodwardlah yang paling keras menentang pendapat Geertz. Woorward dengan metode "struktural-aksiomatik"nya mempunyai pandangan lain. Ia mengintrodusir istilah "Islam Jawa". Menurut pendapatnya, Islam Jawa mempunyai keunikan tersendiri dan merupakan tradisi intelektual dan spiritual yang paling dinamis dan kreatif yang memberikan sumbangan yang besar terhadap pemikiran Islam. Tapi Islam Jawa ini
adalah salah satu varian dari tradisi mistik Islam, yaitu sufisme atau tasawuf. Walaupun demikian, Islam Jawa juga telah mengakomodasi aliran Islam fiqih. Islam Jawa adalah hasil penaklukan Islam terhadap agama dan budaya sebelumnya, termasuk Budha, Hindu dan kepercayaan tradisional yang pada pokoknya adalah animisme dan dinamisme. Lebih lanjut Woodward (1999 Pandangan Woodward mewakili apa yang disebut Islam akulturatif. Setidaknya studi-studi yang dilakukan oleh A.G. Muhaimin, Abdul Munir Mulkhan (1989) dan Nur Syam (2005), untuk menyebut beberapa nama saja, menyangkal bahwa Islam yang ada di Indonesia bercorak sinkretis. Dua paradigma keilmuan di atas sebetulnya berpangkal dari pertanyaan apakah proses yang terjadi di Jawa adalah Jawanisasi Islam ataukah Islamisasi Jawa?. Tanpa bermaksud menyederhanakan persoalan setidaknya penulis sependapat dengan pandangan para sarjana aliran Islam akulturatif bahwa sulit dibantah, sebagaimana pendapat Woodward dalam menjawab pertanyaan Hodgson, Islam begitu sempurna merasuk dalam struktur kebudayaan Jawa, sampaisampai Islam : merupakan kekuatan dominan di dalam ritus-ritus dan kepercayaan-kepercayaan orangorang Jawa Tengah, dan bahwa ia turut membentuk karakter interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari seluruh lapisan masyarakat Jawa(Woodward, 1999:4).
Sudut Bale
Redaktur Pelaksana: Syahid Muttahari |Kontributor: Subhan Layouter: Sucipto | Reporter: Agnes, Ana Diana Distributor: Ryan Rickianto, Firman, Aris Alamat Redaksi: Jalan Jatisari No. 5 Purwokerto Utara Banyumas, Indonesia www.adarma.org