ISSN 1829-9334
Editorial
Pembaca sekalian, Tuhan telah menganugerahkan alam untuk dikelola dengan baik. Apa jadinya jika alam tidak terkelola dengan baik, bahkan beberapa aktivitas yang dilakukan manusia cenderung merusak anugerah tersebut. Untuk edisi kali ini, kami sajikan artikel tentang Merkuri yang banyak dituding sebagai salah satu penyebab pencemaran lingkungan, dengan judul Merkuri dan Bahayanya bagi Kesehatan. Penggunaan pengawet seperti formalin tetap meluas walau hal tersebut sesuai peraturan yang berlaku jelas-jelas dilarang. Sebagai artikel kedua, kami sajikan artikel tentang formalin yang digunakan oleh nelayan sebagai bahan pengawet ikan, dan kemungkinan mencari alternatif pengganti dengan bahan yang berasal dari alam yang lebih aman yaitu biji Hapesong yang di daerah Banten dan Pariaman biasa digunakan sebagai pengawet ikan. Sementara itu, agar masyarakat dapat mengenali dengan mudah bentuk perkembangan obat bahan alam, Badan POM telah mengeluarkan keputusan Kepala Badan POM nomor HK.00.05.42411 ten tang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Artikel lain yang patut anda simak adalah C ara Sederhana untuk Perbaiki Program Komunikasi Karyawan . Selamat membaca. Redaksi
INFOPOM
Badan POM
DAFTAR ISI
1. Merkuri dan Bahayanya bagi Kesehatan 2 Penyalahgunaan formalin sebagai pengawet ikan, mungkinkah mencari penggantinya ? Cara Sederhana untuk Perbaiki Program Komunikasi Karyawan 4 Keputusan Kepala
sebagai katalisator dalam produksi soda kaustik dan desinfektan serta untuk produksi klorin dari sodium klorida. Merkuri inorganik dalam bentuk H g ++ ( M e r c u r i c ) d a n H g + (Mercurous), misalnya: Merkuri klorida (HgCl2) termasuk bentuk Hg inorganik yang sangat toksik, kaustik dan digunakan sebagai desinfektan; Mercurous chloride (HgCl) yang digunakan untuk teething powder dan laksansia (calomel); Mercurous fulminate yang bersifat mudah terbakar. Merkuri organik terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain: Metil merkuri dan etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil rantai pendek dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan. Misalnya memakan ikan yang tercemar zat tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis dan kongenital; Merkuri dalam bentuk alkil dan aril rantai panjang dijumpai sebagai antiseptik dan fungisida. BAHAYA UTAMA TERHADAP KESEHATAN Merkuri elemental (Hg) paling sering menyebabkan keracunan melalui rute
inhalasi, bila tertelan ternyata tidak menyebabkan efek toksik karena absorpsinya yang rendah kecuali jika ada fistula atau penyakit inflamasi gastrointestinal atau jika merkuri tersimpan untuk waktu lama di saluran gastro-intestinal. Pemaparan secara Intravena dapat menyebabkan emboli paru. Karena bersifat larut dalam lemak, bentuk Merkuri elemental mudah melalui sawar otak dan plasenta. Di otak ia akan terakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana ia akan teroksidasi menjadi bentuk merkurik (Hg++), ion merkurik ini akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga menggangu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam merkuri membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan. Merkuri inorganik sering diabsorpsi melalui gastro-intestinal, paru-paru dan kulit. Pemaparan akut dan kadar tinggi Merkuri inorganik dapat menyebabkan gagal ginjal sedangkan pada pemaparan kronis dengan dosis rendah dapat menyebabkan proteinuri, sindroma
Hg + (Mercurous); dan Merkuri organik. Merkuri elemental (Hg) terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air raksa, amalgam gigi, alat elektrik, batu baterai dan cat. Juga digunakan
INFOPOM
Penasehat : Drs. H. Sampurno, MBA; Penanggung Jawab: Dra. Mawarwati Djamaluddin; Pimpinan Redaksi : Dra. Aziza Nuraini MM; Sekretaris Redaksi : Dra. Reri Indriani; Redaksi : Dra. Rosmulyati Ilyas, Dra. Sutarni, Ir. Wisnu Broto, MS, Drs. Ketut Kertawijaya, Dra. Sumaria, Dra. Elza Rosita, MM, Dra. Rr Maya Gustina A, Dra. Yunida Nugrahanti; Redaksi Pelaksana : Dra. Murti Hadiyani, Irhama SSi, Dra. T. Asti Isnariani M.Pharm, WardhonoTirtosudarmo, Ssi, Irmayanti S. Kom; Sirkulasi : Yulinar SKM, Triswanto, Netty Sirait. Alamat Redaksi : Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, Telp. 021-42889117, Fax. 021-42889117, e-mail : infopom@indo.net.id Redaksi menerima naskah yang berisi informasi yang terkait dengan OMKABA. Kirimkan melalui alamat redaksi dengan format MS. Word 97 spasi ganda maksimal 2 halaman kuarto. Redaksi berhak mengubah sebagian isi naskah untuk diterbitkan.
Halaman 2
INFOPOM
Badan POM
nefrotik dan nefropati yang berhubungan dengan gangguan imunologis. Merkuri organik, terutama bentuk rantai pendek alkil (metil merkuri) dapat menimbulkan degenerasi neuron di korteks cerebri dan cerebellum serta mengakibatkan parestesi distal, ataksia, disartria, tuli dan penyempitan lapang pandang. Metil merkuri mudah pula melalui plasenta dan berakumulasi dalam fetus yang mengakibatkan kematian dalam kandungan dan cerebral palsy. GAMBARAN KLINIS Pemaparan Elemental akut Merkuri
Granulomas dapat terbentuk setelah injeksi merkuri elemen. Pemaparan elemental kronis Merkuri
Aplikasi garam merkuri pada kulit dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati perifer, nefropati, eritema, dan pigmentasi. Pemaparan akut Merkuri Organik Menyebabkan iritasi gastro- intestinal berupa mual, muntah, sakit perut dan diare. Keracunan Phenyl mercury (merkuri aromatis) menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal, malaise, mialgia dan syndrome mimic viral. Keracunan metil merkuri menyebabkan efek pada gastrointestinal yang lebih ringan tetapi menimbilkan toksisitas neurologis yang berat berupa: rasa sakit pada bibir, lidah dan pergerakan (kaki dan tangan), konfusi, halusinasi, iritabilitas, gangguan tidur, ataxia, hilang ingatan, sulit bicara, kemunduran cara berpikir, reflek tendon yang abnormal, pendengaran rusak, lapangan penglihatan mendekati konsentris, emosi tidak stabil, tidak mampu berpikir, stupor, koma dan kematian (Clarkson, 1990; Marsh et al, 1987 ). Pemaparan Organik kronis Merkuri
Menimbulkan triad yang klasik, yaitu: ginggivitis dan salivasi, tremor dan perubahan neuro-psikiatri. Gangguan psikiatri berupa depresi, perasaan malu, marah, cemas, iritabilitas, agresif, hilang ingatan, hilangnya kepercayaan diri, sukar tidur, tidak nafsu makan atau tremor ringan. Selain itu dapat dijumpai kelainan pada ginjal berupa proteinuri. Pemaparan Inorganik akut Merkuri
Inhalasi gas merkuri dapat menyebabkan bronkhitis korosif yang disertai febris, menggigil, dispnea, hemoptisis, pneumonia, edema paru (Adult Respiratory Distress Syndrome), sianosis bahkan fibrosis paru. Keluhan gastrointestinal berupa: mual, muntah, ginggivitis, keram perut dan diare. Kerusakan sistem syaraf pusat berupa kelainan neuropsikiatrik (erethism), tremor, iritabilitas, emosi yang labil, hilang ingatan, cemas, depresi, sakit kepala, reflek abnormal dan perubahan EEG. Rash kemerahan dengan deskuamasi kulit terutama pada tangan dan kaki dijumpai terutama pada anak-anak. Kelainan pada ginjal dapat berupa proteinuri, kelainan elektrolit urin, disuri dan sakit ejakulasi. Efek psikiatri berupa depresi, perasaan malu, marah, iritabilitas, cemas, nafsu makan menurun atau agresif. Pemaparan merkuri melalui intravena dapat menyebabkan emboli paruparu dengan hemoptysis dan pada foto thorax dijumpai densitas metalik. Edisi Juli 2004 Edisi November 2004
Setelah menelan zat ini timbul gejala iritasi mukosa berupa stomatitis, rasa logam, rasa panas, hipersalivasi, edema laring, erosi esofagus, mual, muntah, hematemesis, hematokhezia, keram perut, ARDS, shock dan gangguan ginjal berupa proteinuri, hematuri dan glikosuri. Gagal ginjal akut dapat terjadi dalam 24 jam. Perdarahan gastrointestinal dapat menyebabkan anemia dan syok hipovolemi. Kontak pada kulit akibat penggunaan krem yang mengandung garam merkuri dapat menimbulkan pigmentasi, rasa terbakar dan dapat menyebabkan toksisitas sistemik. HgCl2 dapat menyebabkan iritasi kulit sedangkan merkuri fulminat dan merkuri sulfida menyebabkan dermatitis kontak. Penggunaan calomel (HgCl) dapat menyebabkan Pinks disease pada anak-anak yang ditandai: rash eritematosus, febris, splenomegali, iritabilitas dan hipotonia. Pemaparan Inorganik kronis Merkuri
Menyebabkan suatu sindroma yang kronis. Penelanan kronik bentuk alkil rantai pendek (metil merkuri) menyebabkan disartria, parestesi, ataxia dan tuli. Dapat pula terjadi Tunnel vision dan skotoma multipel atau erethism. Keracunan Fenil merkuri dan methoxyethil merkuri menimbulkan gangguan yang sama dengan pemaparan kronis merkuri inorganik. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Hb, Leukosit, Trombosit, Analisa gas darah, Elektrolit, Kreatinin, Urea N, Gula darah, Urin. Halaman 3
Menimbulkan triad yang klasik, yaitu: ginggivitis dan salivasi, tremor dan perubahan neuropsikiatri.
INFOPOM
Badan POM
Kadar merkuri darah pada pemaparan akut merkuri elemental dan inorganik. Secara normal kadar merkuri dalam darah adalah < 4 ug/dl. Beratnya gejala keracunan bentuk alkil rantai pendek berhubungan dengan kadarnya dalam darah. Pada kadar 20-50 ug/dl biasanya menimbulkan gejala, dan pada
Terapi Chelation
Biasanya diberikan pada pasien keracunan merkuri yang simtomatik, kecuali alkil rantai pendek yang diekskresi melalui empedu.
Dimerkaprol :
Indikasi: keracunan merkuri inorganik yang berat, pasien simtomatik, adanya kerusakan ginjal atau alergi penisilin. Kontra indikasi: pasien keracunan metil merkuri (merkuri organik) karena dimerkaprol meningkatkan kadar merkuri pada sistem syaraf pusat. Dosis 3-5 mg/kg/dosis IM setiap 4 jam selama 48 jam pertama; dilanjutkan 2,5 - 3 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam kedua, selanjutnya 2,5 3 mg/kg setiap 12 jam selama 7 hari berikutnya. Urin diusahakan agar selalu dalam kondisi alkali. (Drs. Maurits Sitepu) Daftar Pustaka 1. Dreisbach RH, Robertson WO, Handbook of Poisoning , 12th ed, Appleton & Lange, California, 1987, 238-242. 2. Elberger ST, Brody GM, Cadmium, Mercury, and Arsenic, in: Viccellio P, (Editor). Handbook of Medical Toxicology, First edition,. Little, Brown and Co. Boston. 1993, 286-288. 3. Ellenhorn, MJ, Schonwald S, Ordog G, Wasserberger J. Ellenhorns Medical Toxicology Diagnosis & Treatment of Human Poisoning. Second Ed,. Williams & Wilkins, Baltimore, 1997, 1588 1590. 4. Kosnett MJ, Mercury, in: Olson KR (Editor). Poisoning & Drug Overdose. 2nd edition,. Prentice Hall Int Inc, London, 1994, 210213. 5. POISINDEX Editorial System Staff, Mercury, (Management/ Treatment Protocol) in Rumack BH & Spoerke DG (Eds), POISINDEX Information System, icromedex Englewood, Co, 2000. Edisi November 2004 Edisi Juli
D-PENICILLAMINE.
Indikasi: diberikan pada kasus keracunan gas merkuri dan
Keracunan ???
Jangan panik segera hubungi: BIDANG INFORMASI KERACUNAN BADAN POM
Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat 10560 Telp. (021) 42889117; (021) 4259945 Fax. (021) 42889117 Hp : 081310826879 (24 jam) e-mail: informasi@pom.go.id pusatiomker@cbn.net.id
150 ug/dl berdampak fatal.Kadar merkuri (kecuali merkuri alkil rantai pendek) dalam urine 24 jam: Normal : < 10 ug/l
Terpapar dengan jelas : > 100 ug/l Simtomatik : > 300 ug/l
merkuri inorganik yang tidak berat, keracunan merkuri elemental kronis dan neuropati akibat merkuri inorganik. Kontraindikasi: pasien yang alergi penicillin. Dosis: peroral dewasa 100 mg/ kg/hari sampai maksimal 1 gram/ hari dibagi dalam 4 dosis, selama 5 hari. Pasien perlu dimonitor adanya proteinuri. Terapi dihentikan jika terjadi: febris, rash, leukopeni dan trombositopeni. Efek merugikan lainnya: nausea, vomitus, neuritis optikus dan sindroma lupus.
Halaman 4
INFOPOM
Badan POM
warna merah pada daging sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut merupakan daging segar atau bukan. Sesuai dengan uraian diatas, pengawet memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, untuk menjaga kualitas yang memadai sebagaimana yang diinginkan. Dengan demikian, pengawet diperlukan dalam pengolahan makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Di masyarakat kita sekarang ini, penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian luas penggunaannya sehingga tidak lagi mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen. Sebagai contoh adalah masih ada nelayan/kapal penangkap ikan/pukat harimau yang tega menambahkan formalin pada ikan hasil tangkapannya tanpa memikirkan bahaya bagi
kesehatan tubuh manusia. Para nelayan tersebut tidak memikirkan dampaknya secara jangka panjang terhadap kesehatan generasi berikutnya bangsa Indonesia. Penambahan formalin oleh nelayan dapat dilakukan di dalam kapal penangkap ikan atau dapat juga dilakukan setelah kapal merapat di pelabuhan. Perbuatan semacam ini jelas harus dicegah dan ditindak secara tegas karena pemerintah harus melindungi rakyatnya dari keterpaparan yang terus menerus akibat pemakaian pengawet formalin yang salah alamat ini. Sesuai dengan SK Menkes RI No.722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, penambahan formalin dalam makanan jelas - jelas dilarang. Badan POM dalam hal ini berwenang melakukan pengawasan terhadap penggunaan formalin ya n g d i g u n a k a n sebagai pengawet makanan sebagaimana tercantum dalam salah satu misi Badan POM yaitu Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan
Halaman 5
INFOPOM
Badan POM
penggunaan yang salah dari produk obat, narkotik, psikotropik dan zat adiktif serta resiko akibat penggunaan produk dan bahan berbahaya. FORMALDEHID / FORMALIN Berdasarkan sumbernya, formaldehid untuk pengawet berasal dari hasil sintesis secara kimia. Formaldehid adalah gas yang biasanya tersedia dalam bentuk larutan 40 % (formalin). Merupakan cairan jernih, tidak berwarna dengan bau menusuk. Uapnya merangsang/bereaksi cepat dengan selaput lendir hidung, tenggorokan dan saluran pencernaan. Selain itu dapat menyebabkan iritasi mata. Konsentrasi 0.5 sampai 1 bpj di udara dapat dideteksi dari baunya, konsentrasi 2 sampai 3 bpj dapat menyebabkan iritasi ringan. Sedangkan pada konsentrasi 4 sampai 5 bpj pada umumnya tidak dapat ditoleransi oleh manusia. Jika disimpan formaldehid akan dimetabolisme menjadi asam formiat dan metanol. Asam formiat kemudian dikonversi menjadi metilformat. Pada suhu yang sangat rendah akan terbentuk trioksimetilin. Titik didih formaldehid pada 1 atm adalah 96C, pH 2,8-4,0 dan dapat bercampur dengan air, aseton, alkohol. Sehari-harinya formaldehid digunakan untuk mengawetkan
Halaman 6
serangga, hewan kecil bahkan mayat manusia disamping berperan sebagai desinfektan, bahan tambahan pada pembuatan kertas tisu untuk toilet. Formaldehid bekerja sebagai bakterisid dengan cara denaturasi. Disamping itu juga bersifat astringent. Pada kosmetika digunakan sebagai deodorant dan antihidrolitik (menghambat keringat). Namun formalin juga digunakan sebagai pengawet makanan walaupun sudah jelas-jelas hal ini dilarang. Ada makanan tertentu yang banyak digemari dan dikonsumsi oleh banyak orang seperti mie basah dan tahu, yang mengandung formalin atau formaldehid yang mengandung kurang lebih 37% formaldehid dalam air dan biasanya ditambahkan metanol 10 -15 % agar terbentuk polimer rendah yaitu paraformaldehid, yang pada pemanasan akan terpolimerisasi menjadi formaldehid bebas. Pada hewan, formaldehid jelas bersifat karsinogenik karena dari penelitian menggunakan hewan percobaan yang dipaparkan dengan formaldehid konsentrasi 6 sampai 15 bpj selama 2 tahun ternyata formaldehid menginduksi squamous-cell carcinoma pada rongga hidung tikus dan mencit. Karena penggunaan formalin masih marak di masyarakat, sedangkan pengawet masih tetap
Edisi Juli 2004 Edisi November 2004
INFOPOM
Badan POM
dibutuhkan, maka diperlukan adanya alternatif lain yang dapat menggantikan formalin sebagai pengawet, salah satunya adalah biji hapesong. BIJI HAPESONG Biji Hapesong merupakan nama daerah tanaman ini di Sumatera Utara (Toba). Tanaman ini berasal dari tumbuhan Pangium edule REINW dengan klasifikasi sbb : Divisio : Spermatophyta SubDivisio : Angiospermae Kelas : Dikotiledoneae Bangsa : Cistales Suku : Flacourtiaceae Genus : Pangium Spesie : Pangium edule Reinw.12) Biji Hapesong mempunyai nama lain Kepayang (bahasa Indonesia) dan Pangi (bahasa Melayu) dan nama daerah lain seperti Jakarta: Pucung, Minangkabau: Kapayang, Lapencuang, Kapecong, Simaung, Lampung: Kayu tuba buah, Sunda: Pacung, Picung, Jawa: Pakem, Bali: Pangi, Sumbawa: Kalowa, Makassar: Kalowa , Bugis: Pangi . Tanaman berupa pohon dengan tinggi sampai 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Daerah penyebaran hampir mencakup
Juli 2004 Edisi November 2004
seluruh nusantara. Terdapat liar di Pulau Jawa pada ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Pohon ini mulai berbuah di awal musim hujan pada umur
15 tahun dan dengan jumlah 300 biji setiap pohonnya . Di Banten dan Pariaman, biji hapesong digunakan untuk mengawetkan ikan. Adapun caranya adalah dengan cara biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Ikan laut yang baru ditangkap dibersihkan isi perutnya dan setelah itu rongga perutnya diisi dengan cincangan biji hapesong. Umumnya ikan tersebut dapat bertahan sampai dengan 6 hari . Selain itu, wadah/ keranjang ikan dapat juga ditaburi cincangan tersebut dimana untuk pengangkutan jauh terkadang memakai campuran hapesong dengan garam dengan perbandingan 1 bagian garam dan 3 bagian biji hapesong atau hanya biji hapesong saja. Selain sebagai pengawet ikan, masih banyak kegunaan tanaman ini. Misalnya kayunya dapat dipakai untuk batang korek api. Daunnya digunakan sebagai obat cacing dan bijinya sebagai antiseptik. Kulit kayu yang diremas-remas dan ditaburkan diatas air dapat mematikan ikan (tuba ikan) maupun udang. Disamping itu, inti biji yang digerus itu dapat juga digunakan untuk membersihkan kutu / caplak pada lembu tetapi hati-hati jangan sampai termakan oleh ternak
Halaman 7
INFOPOM
Badan POM
pada saat dilakukan pengobatan karena mengandung asam sianida. Adapun cara menghilangkan asam sianida pada biji hapesong: Buah yang masak dan jatuh sendiri disimpan selama 10 14 hari sampai terlihat daging buahnya membusuk, lalu bijinya dipisahkan , dicuci dan direbus cukup lama , dinginkan selanjutnya ditumpuk dalam lubang di luar rumah, akhirnya ditutupi dengan daun pisang serta tanah. Biarkan biji terkubur selama 40 hari, setelah itu dikeluarkan dan dibersihkan. Akan diperoleh biji dengan isi warna coklat, berlemak , licin dan siap dijual ke pasar dengan nama kluwak. Didaerah tertentu misal di Sumatera Barat minyak yang dihasilkan biji kepayang dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak bening diperoleh dengan cara biji-biji yang sudah masak mula-mula direndam dalam air selama 2-3 jam lalu dikupas, noda hitam dalam inti biji dibuang . Setelah itu biji direndam dalam air selama 24 jam . Setelah itu biji dijemur di panas terik matahari hingga biji mengeluarkan minyak jika dipijit. Untuk memperoleh minyaknya, biji dikempa. Di Indrapura, minyak ini dipakai untuk menggoreng ikan. Untuk mencegah minyak menjadi tengik maka wadah penyimpanan botol dipanaskan
Halaman 8
terlebih dulu dan setiap 2 hari sekali, minyak dipanaskan. Di Palembang, minyak yang dihasilkan dari biji ini digunakan sebagai minyak oles untuk penyakit radang sendi dan penyakit kulit 11) Kesimpulan: Penggunaan formalin sebagai pengawet pada makanan masih tetap dilakukan walau hal ini jelas-jelas dilarang. Diharapkan penyalah gunaan tersebut tidak meluas dan harus terus diupayakan mencari penggantinya. Biji hapesong dari tumbuhan Pangium edule yang di daerah Banten dan Pariaman biasa dipakai untuk mengawetkan ikan, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti formalin dalam pengawetan ikan. Namun tentu saja untuk tercapainya hal itu perlu perlu dilakukan sosialisasi secara gencar . Dengan demikian budidaya tanaman hapesong kiranya dapat turut hadir memperkaya kebun tanaman obat Indonesia. (Drs.Jenry W Badjongga H.T. Simanjuntak Apt.M.Si) Pustaka : 1. http://www.epa.gov/iris/subst/ 0419.htm 2. http://www.balavi.co.th 3. http://www.saje.ca/chemicalingredient_hist.htm 4. http://vm.cfsan.fda.gov/~dms/ fdpreser.html (FDA Consumer, October 1993 )
5. The United States Pharmacopeia The National Formulary USP 25 NF 20, p. 775 6. Clarke E.G.C.,Isolation and Identification of Drugs, Volume 2, Britain, 1978,hlm. 349 7. J.Oneil Maryadele et.al.,The Merck Index, 13 th ed., Merck & Co Inc., New York.,2001 8. Goseselin Robert E et.al.,Clinical Toxicology of Commercial Products, 5 th ed., William and Wilkins, Baltimore/London, 1984 9. Iswarial V. And Guruswamin MN.,Pharmacology and Pharmaco-Therapeutics, Vikas Publishing House PLT Ltd, New Delhi, 1979 hlm.624 10. Goodman and Gilmans,The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10 th ed., McGraw Hill,New York,2001 11.Badan Litbang Departemen Kehutanan RI, Heyne K., Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III, Cet.1., Jakarta, 1987, hlm.1448-1451 12.Sugati S.Sri dan Hutapea Jonny R. Dr., Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid I, Badan Litbang Depkes, Jakarta, 1991
Edisi Juli 2004 Edisi November 2004
INFOPOM
Badan POM
INFOPOM INFOPOM
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN ( REPUBLIK INDONESIA Nomor : HK.00.05.4.2411 Tentang KETENTUAN POKOK PENGELOMPOKAN DAN PENANDAAN OBAT BAHAN ALAM INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1. 2.
Bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah mendorong perkembangan obat bahan alam, meliputi peningkatan mutu, keamanan, penemuan indikasi baru dan formulasi. Bahwa masyarakat perlu mengenali bentuk perkembangan obat bahan alam sebagaimana dimaksud pada butir a, sehingga penggunaan obat bahan alam menjadi lebih efektif. Bahwa untuk itu perlu diadakan penandaan yang mudah dikenal berupa logo untuk kelompok obat bahan alam. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden nomor 46 tahun 2002; Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 2002; Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM/2002 tentang Organisasi dan Tatakerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
MEMUTUSKAN
3. 4.
Menetapkan :
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG KETENTUAN POKOK PENGELOMPOKAN DAN PENANDAAN OBAT BAHAN ALAM INDONESIA.
Pasal 1 (1). Yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia; (2). Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi : a. Jamu b. Obat Herbal Terstandar c. Fitofarmaka
Halaman 10
Pasal 2 (1). Jamu harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. 2). Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium;
Edisi November 2004 Edisi Juli 2004
INFOPOM
Badan POM
(3). Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata kata : Secara tradisional digunakan untuk , atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran. Pasal 3 (1). Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik; c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi; d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Pasal 4 (1) Fitofarmaka harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik; c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi; d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. (2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi. Pasal 5 (1) Kelompok Jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan JAMU sebagaimana contoh terlampir; (2). Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/ brosur ; (3) Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih
Edisi November 2004 Edisi Juli 2004
atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo; (4). Tulisan JAMU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan JAMU; Pasal 6 Produk obat bahan alam kelompok jamu yang telah memperoleh izin edar sebelum keputusan ini ditetapkan masih diperbolehkan menggunakan penandaan dengan logo lama Pasal 7 (1) Obat Herbal Terstandar sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir b harus mencantumkan logo dan tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR sebagaimana contoh terlampir; (2) Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa JARI JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur; (3) Logo (jari jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo; (4) Tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR yang dimaksud pada Ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR. Pasal 8 (1) Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir harus mencantumkan logo dan tulisan FITOFARMAKA sebagaimana contoh terlampir; (2) Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur;
Halaman 11
INFOPOM
Badan POM
(3) Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo; (4) Tulisan FITOFARMAKA yang dimaksud pada Ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan FITOFARMAKA. Pasal 9 Semua ketentuan mengenai persyaratan dan penandaan obat bahan alam tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini.
H. SAMPURNO
Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia No. HK. 00.05.4.2411 Tanggal : 17 Mei 2004 1. Logo untuk Kelompok Jamu 2. Logo untuk Kelompok Obat Herbal Terstandar 3. Logo untuk Kelompok Fitofarmaka
H. SAMPURNO
Edisi Juli 2004 Halaman 12 Edisi November 2004