Anda di halaman 1dari 7

EFUSI PLEURA

Efusi pleura tuberkulosis sering diketemukan di negara berkembang termasuk di Indonesia meskipun diagnosis pasti sulit ditegakkan. Di Indonesia tuberculosis paru adalah penyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan, sebab itu pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Adanya efusi pleura dapat dibuktikan melalui pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat dan transudat dan akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis sudah ditegakkan maka pengelolaannya, efusinya ditangani seperti efusi pada umumnya, sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada umumnya.

PATOFISIOLOGI Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. cairan di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbs oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura visceralis 10 cm H20. Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilitas membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan kedua pleura parietalis dan viseralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura viseralis yang bertekanan rendah. Di samping sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada lapisan sub epitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umumnya ialah kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.

Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi). Pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB primer yang banyak terjadi pada anak-anak. Pada tahun-tahun terakhir ini, umur rata-rata pasien dengan pleuritis TB primer telah meningkat. Hipotesis terbaru mengenai pleuritis TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB. Etiologi Berdasarkan cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi : 1. Transudat, dapat disebabkan oleh : 1.1 Kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri) 1.2 Sindroma nefrotik 1.3 Asites (oleh karena sirosis hepatis) 1.4 Sindroma Vena Cava Superior 1.5 Tumor 1.6 Sindroma Meig 2. Eksudat, dapat disebabkan oleh: 2.1 Pneumonia, dan sebagainya. 2.2 Tumor 2.3 Infark paru 2.4 Radiasi 2.5 Penyakit kolagen 3. Efusi hemoragis, dapat disebabkan oleh : 3.1 Tumor 3.2 Trauma 3.3 Infark paru 3.4 Tuberkulosis

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada penyakit di bawah ini : 1. Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik 2. Asites 3. Infark paru 4. Lupus eritematosus sistemik 5. Tumor 6. Tuberkulosis

GEJALA KLINIK Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain.

Nyeri dada : dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf interkostalis dan segmen torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama pada waktu bernafas dalam, sehingga pernafasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemithorak yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas : terjadi pada waktu permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk : pada umumnya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.

DIAGNOSIS 1. Klinis Anamnesa yang baik tentang keluhan penderita dapat memberikan gambaran adanya efusi pleura serta etiologinya. Pada umumnya penderita mengeluhkan sesak napas yang makin lama makin progresif kadang disertai perasaan tidak enak di dada. Cairan pleura yang kurang dari 300 cc tidak memberi tanda-tanda fisik yang nyata. Bila lebih dari 500 cc akan memberikan kelainan pada peneriksaan fisik yakni: Inspeksi

Bentuk hemitorax yang sakit mencembung ( bila cairan mencapai 1000 cc atau lebih), iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernapasan menurun. Pendorongan mediastinum kearah hemitorax kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan iktus kordis, dapat terjadi bila cairan melebihi 2000 cc. Palpasi Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, ditambah dengan fremitus suara yang menurun, sela iga melebar. Perkusi Redup sampai pekak tergantung jumlah cairannya. Bila cairan tidak memenuhi rongga dada maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan arah dari cranio lateral ke kaudo medial penderita pada posisi duduk. Garis ini di sebut Ellis-Damoisseoux. Garis ini paling jelas di depan dada, kurang jelas di punggung. Auskultasi Suara napas menurun sampai menghilang. Suara bronchial dan egofoni sering dijumpai tepat di aatas efusi.

2. Pemeriksaan penunjuang 2.a. pemeriksaan tuberkulin Seperti diketahui efusi pleura tuberkulosis adalah proses post primer tuberkulosis yang sering terdapat pada penderita dewasa; jarang pada anak dan orang tua. Karena menegakkan diagnosa efusi pleura tuberkulosis sangat sulit, terutama tanpa adanya tuberkulosis paru, maka apabila ada penderita efusi pleura muda umur < 35 tahun disertai dengan pemeriksaan tuberkulin positip, dapat diterapi dengan obat anti tuberkulosis.

2.b. Radiologi Pada rontgen thoraks PA terdapat kesuraman pada hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat diketahui efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan cairan yang minimal. Cairan yang kurang dari 300 cc, pada fluoroskopi maupun foto torax PA tidak tampak. Mungkin kelainan tampak hanya berupa penumpulan sinus kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300 cc, sinus kostofrenikus tidak tampak tumpul tetapi diafragma kelihatan meninggi (ini dapat ditemukan pada efusi pleura yang menikuti sindroma nefrotik). Untuk memastikan dapat dilakukan dengan membuat foto

dada lateral dari sisi yang sakit. Foto torax PA dan lateral dekubitus pada sisi yang sakit seringkali memberi hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit, atau cairan subpulmonal, yaitu tampak garis batas cairan yang sejajar dengan kolumna vertebralis atau berupa garis horizontal.

2.c. Laboratorium Analisa cairan Pleura : Jumlah bakteri tahan asam pada cairan pleura sangat sedikit, sehingga tidak mungkin dilakukan pemeriksaan mikroskop secara langsung. Makroskopis: -Transudat -Eksudat -Kilotorax -Empiema -Mesotelioma maligna Biokimia Perbedaan antara transudat dan eksudat : : jernih, kekuningan : kuning,kuning-kehijauan : putih seperti susu : kental dan keruh (pada empiema anaerob baunya busuk) : sangat kental dan berdarah

Jenis pemeriksaan Rivalta Berat jenis Protein

Transudat -/+ <1,016 <3 gr/100 cc

Eksudat + >0,016 >3 gr/100 cc >0,5

Rasio protein pleura dengan <0,5 protein serum LDH <200 IU

>200 IU >0,6

Rasio LDH cairan pleura <0,6 dengan LDH serum Leukosit <1000/mm3

>1000/mm3

Perhitungan sel dan sitology Leukosit 25.000/mm3 : empyema Banyak netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatitis, tuberculosis paru dini.

Banyak limfosit

: tuberculosis, limfoma, keganasan.

Uji klinis Glukosa : kadar glukosa < 30 mg/100 cc : pleuritis rematoid < 60 mg/100 cc : tuberculosis, keganasan atau pada empiema.

PENGOBATAN Tujuan terapi pada efusi pleura adalah menghilangkan gejala (nyeri dan sesak), mengobati penyakit dasarnya, mencegah fibrosis pleura dengan penurunan fungsi paru, dan mencegah kekambuhan. Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi secara berulang atau dengan pemasangan selang toraks yang di hubungkan dengan Waler Seal Drainage (WSD). Aspirasi cairan (torakosentesis) berulang merupakan tindak an penanganan yang tidak berbeda dengan torakosentesis untuk tujuan diagnostik. Cairan yang dikeluarkan pada setiap kali pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara men dadak . Selain itu, pengeluaran cairan daam jumlah besar secara tiba-tiba bias menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi. Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dengan aman Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura pada mumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura) agar keluhan sesak menderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang berisi penuh. Dianjurkan ntuk melakukan aspirasi sedikit demi sedikit sebanyak 500-1000 cc untuk mencegah edema paru akut akibat pengambilan cairan yang banyak dan cepat.Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi sedikit, asalkan terapi obat anti tuberkulosis diberikan secara adekuat. Sedangkan tuberkulosisnya diterapi dengan obat anti tuberkulosis seperti tuberkulosis paru, dengan syarat terus menerus, waktu lama dan kombinasi obat. Penderita tuberkulosis paru atau dugaan tuberkulosis disertai efusi pleura dapat diterapi obat antituberkulosis.

Dosis obat anti tuberkulosis yang sering digunakan : INH : 300 - 400 mg/hari

Rifampisin : 450 mg/hari (berat badan < 50 kg) 600 mg/hari (berat badan > 50 kg) diberikan 1/2 jam sebelum makan pagi

Streptomisin : 20 - 25 mg/kg BB/hari: intra muskular Pirazinamid : 25 - 35 mg/kgBB/hari Etambutol : 15 - 25 mg/kg BB/hari

Pam amino salisilic acid (PAS) : 200 - 300 mg/kg BB/hari

Semua obat antituberkulosis sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal, kecuali PAS yang diberikan dalam dosis terbagi, karena memberikan efek samping iritasi lambung. Adapun regimen obat anti tuberkulosis yang diperlukan, sama seperti halnya regimen untuk tuberkulosis paru

Anda mungkin juga menyukai