Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perubahan zaman menyebabkan situasi masyarakat selalu berubah. Perubahan tersebut menuntut perkembangan di segala bidang, terutama dalam dunia pendidikan. Dengan pendidikan manusia tidak hanya memikirkan masa lalu dan sekarang, tetapi juga apa yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi diperlukan dalam peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan dapat diperoleh melalui dua jalur, yaitu pendidikan formal dan non formal. Sekolah merupakan jalur pendidikan formal. Pembelajaran di sekolah dilaksanakan secara sistematis dan menggunakan kurikulum sebagai acuan. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan perangkat pembelajaran yang mencakup tujuan, materi, metode, media, ataupun model pembelajaran dan evaluasi hasil belajar yang mengacu pada kurikulum. Pada kenyataannya kurikulum sering berganti dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sehingga sekolah susah menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Hal ini berpengaruh pada proses pembelajaran di sekolah. Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi dalam pembelajaran pada sekolah formal saat ini adalah rendahnya daya serap peserta didik terhadap apa yang dipelajari. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa yang selalu memprihatinkan. Pernyataan tersebut berdasarkan data nilai ulangan harian mata pelajaran kimia dan fisika kelas X dan nilai UAS (Ujian Akhir Sekolah) untuk kelas IPA di SMA Kristen 1 Kupang. Untuk mata pelajaran kimia rata-rata 40%-50% siswa setiap kelasnya tidak tuntas dengan rerata hasil belajar kurang dari tujuh. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain: daya serap siswa yang rendah, pendekatan pembelajaran yang kurang menarik sehingga kurang memotivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Selain itu dari data nilai UAS (2006-2008) untuk kelas IPA,

rata-rata nilai UAS untuk mata pelajaran kimia terlihat menurun. Kondisi tersebut merupakan hasil pembelajaran yang kurang menyentuh siswa. Dengan kata lain, proses pembelajaran hingga saat ini masih didominasi oleh guru dan tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya. Beberapa siswa merasa jenuh dengan pelajaran kimia dengan alasan terlalu rumit, penuh hafalan dan rumus-rumus yang melihatnya saja sudah merasa pusing apalagi untuk mengerti dan memahaminya. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa siswa tersebut tidak tuntas dalam pembelajaran kimia salah satunya pada pokok bahasan reaksi oksidasi-reduksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan variasi mengajar yang menarik. Beberapa penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif telah dilakukan salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Studens TeamsAchievment Division) atau PPT (Peningkatan Prestasi Tim). Penelitianpenelitian tersebut antara lain: 1. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI Semester 2 SMA N 2 Demak dengan Memberikan Umpan Balik Kuis dalam Model Pembelajaran Studens Teams-Achievment Division (STAD) (Lismiyati, 2006). 2. Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Studens TeamsAchievment Division (STAD) dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia pada Materi Pokok Stoikiometri Siswa Kelas X-6 Semester 1 SMA Negeri 13 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005 (Rina Apitasari, 2005). 3. Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X dengan Menggunakan kombinasi Metode Studens Teams-Achievment Division (STAD) dan Structure Exercise Methode di SMA N 16 Semarang (Renita Tri Parwati, 2006). 4. Pemanfaatan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Studens TeamsAchievment Division) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI SMA Negeri 15 Semarang pada Materi Pokok Kesetimbangan Dalam Larutan (Yuli Susilowati, 2006).

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan masih terdapat beberapa kelemahan antara lain: 1. Manajemen waktu yang kurang baik sehingga siswa tidak memanfaatkan waktu dengan baik untuk diskusi dan pemahaman materi. 2. Belum ada variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe PPT yang menarik perhatian siswa. Dari uraian diatas perlu adanya kombinasi antara model pembelajaran kooperatif dengan media permainan yang menarik dapat memotivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya adalah dengan menggunakan media permainan ular tangga yang dikombinasikan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe PPT (Peningkatan Prestasi Tim). Penggunaan model pembelajaran ini cenderung mengajarkan siswa untuk bekerja sama sebagai tim untuk mencapai tujuan yang sama yaitu tujuan belajar. Dalam pelaksanaannya siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyampaikan materi pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran yang disampaikan. Permainan ular tangga disisipkan setiap akhir pertemuan sebagai penguatan belajar. Berdasarkan masalah dalam pembelajaran kimia yang diuraikan diatas dan menariknya model pembelajaran kooperatif tipe PPT ini, maka akan dilaksanakan penelitian dengan judul: Pemanfaatan Media Ular Tangga yang Dikombinasikan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe PPT (Peningkatan Prestasi Tim) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Kristen 1 Kupang.

1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu: 1. Apakah hasil belajar kognitif siswa yang diajar pokok bahasan reaksi oksidasi-reduksi menggunakan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT terjadi peningkatan yang signifikan? 2. Apakah dengan pemanfaatan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT siswa dapat mencapai ketuntasan belajar untuk pokok bahasan reaksi oksidasi-reduksi? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Mengetahui apakah hasil belajar kognitif siswa yang diajar pokok bahasan reaksi oksidasi-reduksi menggunakan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT terjadi peningkatan yang signifikan. 2. Mengetahui apakah dengan pemanfaatan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT siswa dapat mencapai ketuntasan belajar untuk pokok bahasan reaksi oksidasireduksi. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dengan pembelajaran yang menyenangkan diharapkan anak dapat lebih termotivasi untuk belajar. 2. Dengan pemanfaatan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT (Peningkatan Prestasi Tim) diharapkan kimia bukan lagi pelajaran yang sulit dan menjenuhkan bagi siswa. 3. Dapat memberikan masukan kepada siswa bagaimana cara belajar yang efektif untuk menigkatkan hasil belajar.

1.5. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode kepustakaan atau tinjauan literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan (Chatarina, 2004: 2). Belajar memegang peranan penting dalam perkembangan, kebiasan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia, oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis. Menurut Catharina (2004: 12), banyak ahli di bidang pendidikan yang mencoba memberikan definisi ataupun pengertian belajar ditinjau dari berbagai aspek sehingga muncul berbagai pengertian belajarnya, diantaranya: 1. Gagne dan Berliner dalam Catharina (2004: 12), menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. 2. W. S Winkel dalam Catharina (2004: 12), menerangkan bahwa belajar pada manusia dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. 3. Slavin dalam Catharina (2004: 12), menyatakan belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai belajar, dapat

disimpulakan bahwa belajar dalam arti umum adalah segala aktivitas individu yang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku pada diri individu tersebut. Aktivitas ini dapat berupa latihan maupun pengalaman dalam situasi tertentu dimana tingkah laku yang mengalami perubahan itu menyangkut banyak aspek.

2.2. Permainan Sebagai Media Belajar Permainan merupakan kontes antar pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen utama yang terdapat dalam sebuah permainan yaitu pemain, lingkungan tempat berinteraksi, aturan permainan dan tujuan yang ingin dicapai. Permainan dapat digunakan sebagai media belajar siswa. Tujuan digunakannya permainan sebagai media yaitu untuk membantu siswa dalam belajar secara mandiri dan menciptakan suasana yang rekretatif bagi siswa sehingga belajar terasa lebih menarik. Kelebihan permainan sebagai media belajar antara lain: 1. permainan merupakan kegiatan yang bersifat menyenangkan dan menghibur sehingga siswa tertarik untuk belajar sambil bermain, 2. siswa berpartisipasi untuk belajar, 3. siswa mendapatkan umpan balik, 4. permainan dapat menyesuaikan kondisi siswa, 5. permainan dapat dilakukan di luar kelas, 6. permainan pada umumnya mudah dilakukan. Selain itu, permainan sebagai media belajar juga mempunyai kelemahan yaitu: 1. permainan yang bersifat rumit memerlukan banyak waktu untuk dijelaskan, 2. satu permainan tidak dapat diadopsi untuk semua materi, 3. kurangnya pemahaman aturan permainan oleh siswa dapat menimbulkan kericuhan, 4. siswa yang tidak menguasai materi dengan baik akan mengalami kesulitan dalam bermain. Dalam menggunakan permainan sebagai media belajar, guru harus memperhatikan beberapa hal yaitu: 1. permainan harus benar-benar mengikat perhatian siswa, 2. permainan harus benar-benar menarik dan mudah dilakukan,
7

3. siswa harus dapat terlibat secara penuh dalam permainan.

Permainan yang baik untuk digunakan sebagai media pembelajaran adalah permainan yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. alat atau perlengkapan permainan itu mudah ditemukan atau dibuat, mudah disimpan, dan tahan lama, 2. permainan mempunyai aturan yang jelas dan sederhana 3. permainan dapat dimainkan dalam waktu yang relatif singkat, 4. permainan harus berkaitan atau dapat mencapai tujuan pembelajaran 2.3. Ular Tangga Menurut situs http://id.wikipedia.org/wiki/Ular_tangga, ular tangga merupakan permainan anak-anak berbentuk papan yang dimainkan oleh dua orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil. sejumlah "tangga" atau "ular" digambar di beberapa kotak yang menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada tahun 1870.

Gambar 2.1. Contoh papan permainan ular tangga

Tidak ada bentuk standar dari papan permainan ular tangga. Setiap orang dapat menciptakan sendiri papan mereka dengan jumlah kotak, ular dan tangga yang berlainan. Setiap pemain memulai permainan dengan meletakkan bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri bawah). kemudian secara bergiliran pemain melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul. Jika bidak pemain berhenti di ujung bawah sebuah tangga, bidak tersebut dapat langsung pergi ke ujung tangga yang lain. Bila bidak pemain berhenti di kotak dengan gambar ekor ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain pertama yang bidaknya mencapai kotak terakhir. Biasanya bila seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dadu yang dilempar, mereka mendapat giliran sekali lagi untuk melempar dadu. Jika tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya. Papan permainan ular tangga dapat dimodifikasi menjadi media pembelajaran. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara mengganti peraturan permainan. Pada penelitian sebelumya mengunakan permainan ular tangga dengan papan permainan tetap terdapat ular ataupun tangga seperti pada umumnya. Namun berbeda pada prosedur kenaikan pada tangga dan penurunan pada ular. Pada ular tangga penelitian tersebut untuk dapat menaiki tangga, maka peserta yang berhenti pada ujung bawah tangga harus dapat menjawab pertanyaan yang terdapat di balik kartu bertanda T, sedangkan bila peserta berhenti pada ekor ular agar ia dapat bertahan atau tidak turun ke kepala ular, maka ia harus dapat menjawab pertanyaan yang terdapat di balik kartu bertanda U (Dianto, 2008). Selain bentuk U dan T, modifikasi juga dapat dilakukan dengan mengganti gambar ular dan tangga dengan nomor-nomor bonus yaitu nomornomor tertentu yang disusun acak pada papan ular tangga. Apabila bidak berhenti pada nomo-nomor tersebut, pemain harus menjawab pertanyaan yang disediakan oleh wasit. Jika jawaban pemain tersebut salah atau tidak bisa menjawab pertanyaan, maka pertanyaan bisa dilempar ke pemain lain sampai pertanyaan terjawab dengan benar dan semua pemain paham.

2.4. Model Pembelajaran Kooperatif Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : 2.4.1. Permainan Tim (PT) Penerapan model PT dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa secara heterogen. Tiap kelompok mendapatkan tugas yang sama atau berbeda. Setelah tugas diperoleh, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok. Suasana diskuisi dibuat nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. 1. Membuat kelompok siswa heterogen yang terdiri dari 4 orang kemudian memberikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan. 2. Menyiapkan meja turnamen secukupnya, misalnya 10 meja. Untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditempati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok. 3. Turnamen dilaksanakan dengan cara setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen diberikan gelar superior, very good, good, medium sesuai dengan skor yang diperolehnya.

10

4. Pergeseran, yaitu pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi. Siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama. 5. Menghitung skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual serta memberikan penghargaan kelompok dan individual. Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah: 1. Melatih siswa mengungkap atau menyampaikan gagasannya 2. Melatih siswa untuk menghargai pendapat atau gagasan orang lain 3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial Sedangkan kelemahannya yaitu: 1. Kadang hanya beberapa siswa yang aktif dalam kelompok 2. Tempat duduk yang kadang sulit atau kurang mendukung untuk diatur 3. Memakan banyak waktu 2.4.2. Peningkatan Prestasi Tim (PPT) Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe PPT merupakan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Kegiatan belajar mengajarnya diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. Kegiatan kelompok dalam pembelajaran ini berupa diskusi bahan belajar seperti LKS atau modul secara kolabratif, kemudian menyajikannya dengan cara presentasi kelompok. Selain itu dibuat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok. Menurut Trianto (2007:54), persiapan-persiapan yang dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif tipe PPT antara lain:

11

1. Perangkat pembelajaran Perangkat pembelajaran yang dibutuhkan meliputi Rencana Pembelajaran (RP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya. 2. Membentuk kelompok kooperatif Dalam menentukan kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam satu kelompok heterogen baik berdasarkan prestasi, jenis kelamin, suku dan latar belakang sosial. Kemampuan antar kelompok diusahakan homogen. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok bisa didasarkan pada prestasi akademik. 3. Menentukan skor awal Nilai ulangan sebelumnya dalam kelas ini dapat dijadikan sebagai skor awal. Skor ini bisa berubah setelah diadakan kuis. Selain itu hasil tes masing-masing individu yang diadakan setelah

pembelajaran lebih lanjut juga dapat dijadikan sebagai skor awal. 4. Pengaturan tempat duduk Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif maka pengaturan tempat duduk diusahakan satu kelompok berdekatan supaya tidak kacau. Tempat duduk sebaiknya tidak berpindahpindah. 5. Kerja kelompok Supaya tidak terjadi kekacauan lain, maka terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama dalam kelompok. Hal ini dilakukan agar masingmasing individu dalam satu kelompok lebih saling mengenal. Model pembelajaran kooperatif tipe PPT ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana. Hal ini karena dalam pembelajaran PPT ini masih ada penyampaian materi pelajaran yang cenderung seperti model pembelajaran konvensional. Perbedaan tipe pembelajaran ini dengan metode konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan pada kelompok.

12

Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah: 1. Seluruh siswa menjadi lebih siap. 2. Melatih kerjasama dengan baik. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran ini adalah: 1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan dalam

penyesuaian. 2. Membedakan siswa. 2.4.3. Bidak (Bantuan Individual Dalam Kelompok) Menurut situs http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option= com, bantuan Individual dalam Kelompok (Bidak) adalah terjemahan bebas dari Team Assisted Individually (TAI) yang merupakan model pembelajaran kooperatif dengan karateristirk tanggung jawab belajar adalah pada siswa. Oleh karena itu, siswa harus membangun pengetahuan sendiri, dengan kata lain tidak menerima materi pelajaran dalam bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi antara guru dengan siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi. Langkah-langkah pembelajaran dengan Bidak adalah sebagai berikut. 1. Membuat kelompok secara heterogen dan memberikan bahan ajar berupa modul. 2. Siswa-siswa yang telah dikelompokan belajar dengan dibantu oleh siswa pandai dari anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban dan saling berbagi sehingga terjadi diskusi dalam kelompok. 3. Melaksanakan refleksi dan tes formatif. 4. Memberikan penghargaan terhadap kelompok. Model pembelajaran ini memang mengajak siswa untuk mengkontstruksi pengetahuannya sendiri. Namun, Bidak sulit

diterapkan pada kelas yang siswanya sama sekali belum pernah melaksanakan pembelajaran kooperatif.

13

2.4.4. Jigsaw (Tim Ahli) Langkah-langkah pada pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut. 1. Membagi para siswa kedalam beberapa kelompok secara heterogen yang tiap kelompok beranggotakan 5-6 orang. 2. Memberikan materi pelajaran kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub pokok bahasan. 3. Setiap anggota kelompok membaca sub pokok bahasan yang ditugaskan dan bertanggungjawab untuk mempelajarinya. 4. Anggota dari kelompok lain yang mempelajari sub pokok bahasan yang sama berdiskusi dalam tim ahli. 5. Setiap anggota tim ahli kembali ke kelompoknya mengajar temantemannya setelah selesai berdiskusi. 6. Pada saat bertemu dengan kelompok asal dan berdiskusi, para siswa mendapat tagihan berupa kuis individu. (Trianto, 2007: 57) Kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran ini hampir sama dengan model kooperatif tipe PPT. Selain itu model pembelajaran ini lebih rumit karena diskusi tidak hanya dilaksanakan dalam kelompok, tetapi juga dilakukan oleh tim ahli dari masingmasing kelompok. Hal ini membutuhkan banyak waktu. 2.4.5. Berpikir Berpasangan Berpikir berpasangan atau Think Pairs Share (TPS) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang agar siswa mempunyai lebih banyak waktu untuk berfikir, merespon dan saling membantu. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Berpikir Suatu pertanyaan atau masalah diajukan oleh guru kepada siswa. Dalam beberapa menit siswa diberi waktu untuk berpikir sendiri menemukan jawaban atau jalan keluar dari permasalahan yang diajukan. 2. Berpasangan Guru meminta siswa berpasangan untuk mendiskusikan jawaban yang diperoleh melalui metode berpikir.

14

3. Berbagi Guru meminta pasangan-pasangan tersebut menyampaikan apa yang telah mereka diskusikan kepada seluruh kelas dengan cara presentasi. (Trianto, 2007: 62) Model pembelajaran ini baik untuk melatih kemapuan berpikir kritis siswa dalam diskusi. Tetapi perlu diperhatikan pasangan sebaiknya tidak selalu sama. Dalam kelas besar, presentasi belum tentu bisa disampaikan oleh semua pasangan karena terbatasnya waktu. 2.4.6. Investigasi Kelompok Langkah-langkah pembelajaran Investigasi Kelompok adalah: 1. Membuat kelompok heterogen yang terdiri atas 5-6 siswa dengan orientasi tugas. 2. Merencanakan pelaksanaan investigasi. Tiap kelompok

menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misalnya mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah). 3. Mengolah data penyajian data hasil investigasi, presentasi, kuis individual 4. Membuat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward. http://learning-with-me.blogspot.com/2006/09/

pembelajaran.html Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif paling rumit dan sulit untuk dilaksanakan. Tetapi bisa dilaksanakan untuk kelas yang jumlah siswanya tidak terlalu banyak ataupun sedikit dan mempunyai jam pelajaran lebih. 2.4.7. Kepala Bernomor Langkah-langkah dalam pembelajaran Kepala Bernomor adalah sebagai berikut. 1. Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu.

15

2. Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama). 3. Bekerja kelompok dan presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas. 4. Kuis individual, membuat skor perkembangan tiap siswa serta mengumumkan hasil kuis dan pemberian reward. Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah: 1. Setiap siswa menjadi siap semua. 2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Sedangkan kelemahannya yaitu: 4. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 5. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Dari beberapa model pembelajara kooperatif tersebut yang paling mudah untuk dikombinasikan dengan media ular tangga adalah model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan tidak terlalu rumit dalam pelaksanaannya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe PPT. Dalam pelaksanaannya siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyampaikan materi pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran yang disampaikan. Permainan ular tangga disisipkan setiap akhir pertemuan sebagai penguatan belajar. Gambar ular dan tangga dalam papan permainan diganti dengan nomor-nomor bonus yaitu nomor-nomor tertentu yang disusun acak pada papan ular tangga. Apabila bidak berhenti pada nomo-nomor tersebut, pemain harus menjawab pertanyaan yang disediakan oleh wasit. Jika jawaban pemain tersebut salah atau tidak bisa menjawab pertanyaan, maka pertanyaan

16

bisa dilempar ke pemain lain sampai pertanyaan terjawab dengan benar dan semua pemain paham. 2.5. Hasil Belajar Menurut Chatarina (2004:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas

belajar.Perubahan tingkah laku dikatakan sebagai hasil belajar apabila: 1. Hasil belajar sebagai pencapaian tujuan menekankan pentingnya tujuan mengajar. Ketegasan dalam menetapkan tujuan akan memberikan arah yang jelas pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan pertanyaan mengenai kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dikuasai oleh siswa setelah mengikuti pelajaran. Tingkat pencapaian tujuan menunjukkan kualitas pembelajaran. 2. Hasil belajar merupakan proses kegiatan belajar yang disadari Siswa yang termotivasi akan menunjukkan belajar dengan penuh kesadaran, kesungguhan, tidak ada paksaan untuk memperoleh tingkat penguasaan pengetahuan. Di samping itu motivasi sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan konsentrasi siswa pada pelajaran. 3. Hasil belajar sebagai proses latihan Latihan-latihan adalah suatu pengulangan atau tindakan sebagai respon terhadap rangsangan dari luar, dalam rangka memperoleh kemampuan baru untuk bertindak. Latihan merupakan proses belajar yang disadari oleh pelakunya. 4. Hasil belajar merupakan tindak-tanduk yang berfungsi dalam kurun waktu tertentu atau hasil belajar harus bersifat permanent. Selain itu hasil belajar memberikan informasi mengenai tingkat penguasaan pelajaran yang diberikan selama proses pembelajaran yang dilangsungkan dengan menggunakan alat ukur berupa tes dalam suatu proses evaluasi.

17

2.6. Reaksi Oksidasi - Reduksi Perubahan kimia yang terjadi di sekitar kita beragam jenisnya, seperti pembusukan, fermentasi, reaksi penggaraman atau penetralan, reaksi hidrolisis, reaksi pembakaran/ oksidasi atau reaksi reduksi.Reaksi redoks yaitu reaksi reduksi dan oksidasi, bilangan oksidasi, oksidator, reduktor, dan reaksi autoredoks. 2.6.1. Definisi Reaksi Oksidasi dan Reduksi Di sekitar kita sering dijumpai peristiwa kimiawi seperti logam berkarat, pembuatan besi dari bijih besi, penyepuhan logam, terjadinya arus listrik pada aki atau baterai, buah masak, buah busuk, mercon meledak, kembang api dibakar, dan lain sebagainya. Perkaratan pada logam, pembakaran, pembusukan oleh mikroba, fotosintesis pada tumbuhan, dan metabolism di dalam tubuh merupakan sebagian contoh-contoh reaksi oksidasi dan reduksi. 2.6.2. Konsep Redoks Berdasarkan Pengikatan Dan Pelepasan Oksigen Konsep reaksi oksidasi dan reduksi mengalami perkembangan dari masa ke masa sesuai cakupan konsep yang dijelaskan. Pada mulanya konsep reaksi oksidasi dan reduksi ditinjau dari

penggabungan dan pelepasan oksigen. Reaksi oksidasi didefinisikan sebagai reaksi pengikatan suatu zat dengan oksigen. Sebaliknya reaksi pelepasan oksigen oleh suatu zat disebut reaksi reduksi. Contoh reaksi oksidasi: 1. C(s) + O2(g) CO2(g) 2. 4 Fe(s) + 3 O2(g) 2 Fe2O3(s) 3. Cu(s) + O2(g) CuO(s) 4. S(s) + O2(g) SO2(g) 5. SO2(g) + O2(g) SO3(g) Pada reaksi di atas C mengikat O2 membentuk CO2. Demikian juga Fe, Cu, S, dan SO2 berturut-turut menjadi Fe2O3, CuO, SO2, dan SO3 setelah mengikat oksigen. Jadi, C, Fe, Cu, S, dan SO2 telah mengalami reaksi oksidasi.

18

Contoh reaksi reduksi: 1. 2 SO3(g) 2 SO2(g) + O2(g) 2. 2 KClO3(s) 2 KCl(s) + 3 O2(g) 3. 2 KNO3(aq) 2 KNO2(aq) + O2(g) Perhatikan reaksi di atas, SO3 melepaskan oksigen membentuk SO2, demikian juga KClO3 dan KNO3 masingmasing melepaskan oksigen menjadi KCl dan KNO2. Jadi, SO3, KClO3, dan KNO3 mengalami reaksi reduksi. Pada reaksi termit menghasilkan besi cair yang sering digunakan untuk mengelas benda-benda dari besi, reaksinya adalah: 2 Al(s) + Fe2O3(s) 2 Fe(l) + Al2O3(s) Al mengikat oksigen membentuk Al2O3 berarti Al mengalami oksidasi. Fe2O3 melepaskan oksigen membentuk Fe. Jadi, Fe2O3 mengalami reduksi. Pada reaksi termit tersebut oksidasi dan reduksi terjadi bersamaan, reaksi seperti ini disebut reaksi redoks. 2.6.3. Konsep Redoks Berdasarkan Pengikatan Dan Pelepasan Elektron Pada reaksi Na(s) + S(s) Na2S(s) tidak melibatkan gas oksigen, maka konsep redoks berdasarkan pengikatan dan pelepasan oksigen tidak dapat digunakan. Konsep redoks berkembang, bukan lagi pengikatan dan pelepasan oksigen tetapi pengikatan dan pelepasan elektron. Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron. Contohnya pada pembentukan ion Na+. Na(s) Na+ (aq) + e Sebaliknya reaksi pengikatan elektron disebut reaksi reduksi. Contohnya pada pembentukan ion S2S (s) + 2e S2- (aq) Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi di mana reaksi oksidasi dan reduksi terjadi bersama-sama. 2Na(s) + S(s) Na2S(s) Reaksi di atas dapat ditulis menjadi 2 tahap yaitu: Reaksi oksidasi : 2Na(s) Na+(aq) + 2 e Reaksi reduksi : S(s) + 2 e S2-(aq) Reaksi redoks : 2Na(s) + S(s) Na2S(s)

19

Pada reaksi di atas Na mengalami reaksi oksidasi dan menyebabkan S tereduksi. Zat seperti Na ini disebut reduktor. Sedangkan S disebut oksidator karena menyebabkan Na teroksidasi, dan dia sendiri mengalami reaksi reduksi. 2.6.4. Konsep Redoks Berdasarkan Perubahan (Kenaikkan Dan

Penurunan) Bilangan Oksidasi Sebelum mempelajari konsep reaksi redoks berdasarkan kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi ada baiknya kamu belajar tentang bilangan oksidasi terlebih dahulu. Bilangan oksidasi (bilok) adalah jumlah muatan yang dimiliki atom suatu unsure jika bergabung dengan atom unsur lain. Aturan biloks antara lain: 1. Unsur bebas mempunyai bilok 0 (nol), yang termasuk unsur bebas: unsur diatomik (H2, N2, O2, F2, Cl2, Br2, I2), unsur poliatomik (O3, P4, S8). Selain unsur tersebut adalah unsur monoatomik (Na, K, Mg, C, dan lain-lain). Contoh : a. H dalam H2 b. O dalam O2 dan O3 c. F dalam F2 d. Na dalam Na 2. Unsur H umumnya mempunyai biloks (+1), kecuali pada senyawa hidrida mempunyai biloks (1). Senyawa hidrida adalah senyawa yang terbentuk jika logam bergabung dengan atom H (Contoh: NaH, KH, CaH2). Contoh: H dalam H2O, NH3, HCl. 3. Unsur O umumnya mempunyai biloks (2), kecuali: a. Pada senyawa peroksida contohnya : Na2O2, H2O2, BaO2 mempunyai bilok (1) b. Senyawa F2O mempunyai bilok (+2) c. Senyawa superoksida (contohnya KO2) mempunyai biloks ( ) Contoh: O dalam H2O, Na2O, Fe2O3, MgO.

20

4. Unsur logam dalam senyawa umumnya mempunyai biloks positif. Contoh: a. Golongan IA (Li, Na, K, Rb, dan Cs) mempunyai biloks (+1). b. Golongan IIA ( Be, Mg, Ca, Sr, dan Ba) mempunyai bilok (+2). c. Al3+, Ag+, Zn2+, Pb2+, Pb3+, Fe2+, dan Fe3+. 5. Unsur nonlogam umumnya mempunyai bilok negatif. Contoh: a. Golongan VIIA (F, Cl, Br, I) mempunyai bilok (1). b. Golongan VIA (O, S, Se, Te) mempunyai bilok (2). 6. Jumlah bilok unsur-unsur dalam ion sama dengan jumlah muatannya. Contoh: Bilok S dalam SO42Bilok O = 2 Jumlah bilok = (1 bilok S + 4 bilok O) 2 = (1 bilok S + 4 (2)) 2 = bilok S + (8) Bilok S = +6 7. Jumlah bilok unsur-unsur dalam senyawa sama dengan 0 (nol). Contoh: H2S Jumlah bilok = ((2 bilok H) + (1 bilok S)) 0 = ((2 (+1)) + (1 bilok S)) 0 = (+2) + bilok S Bilok S = (2) Reaksi oksidasi adalah reaksi kenaikkan bilok. Sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penurunan bilok.

21

Contoh: 1. Zn(s) + 2HCl(aq) ZnCl2(aq) + H2(g) Bilok Zn (unsur bebas) = 0 Bilok Zn dalam ZnCl2 = +2 Berarti Zn mengalami kenaikkan bilok, maka Zn mengalami reaksi oksidasi. Bilok H dalam HCl = +1 Bilok H dalam H2 (unsur bebas) = 0 Jadi, H mengalami penurunan bilok, maka H mengalami reaksi reduksi. 2. Reaksi pemakaian baterai: Zn + 2NH4Cl ZnCl2 + 2NH3 + H2 Bilok Zn (unsur bebas) = 0 Bilok Zn pada ZnCl2 = +2 Berarti Zn mengalami kenaikkan bilok, maka Zn mengalami reaksi oksidasi. Bilok H pada NH4Cl = +1 Bilok H pada H2 (unsur bebas = 0 Berarti H mengalami penurunan bilok, maka H mengalami reduksi. 3. Reaksi pelapisan logam. Cu + 2AgNO3 Cu(NO3)2 + 2Ag Bilok Cu (unsur bebas) = 0 Bilok Cu pada Cu(NO3)2 = +2 Berarti Cu mengalami kenaikkan bilok, maka Cu mengalami reaksi oksidasi. Bilok Ag pada AgNO3 = +1 Bilok Ag (unsur bebas) = 0 Berarti Ag mengalami penurunan bilok, maka Ag mengalami reaksi reduksi. Pada oksidasi) dan reaksi di atas terjadi kenaikkan bilok (reaksi bilok (reaksi reduksi) secara reaksi

penurunan

bersamasama, maka disebut reaksi redoks. Jika suatu zat mengalami reaksi oksidasi sekaligus reduksi, maka reaksi ini disebut autoredoks (disproporsionasi).

22

BAB III PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penelitian tersebut digunakan populasi siswa kelas X SMA Kristen 1 Kupang sebanyak 109 orang, yang terbagi dalam 3 kelas. Dengan data nilai mid semester digunakan 49 uji normalitas dan homogenitas. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa populasi mempunyai homogenitas yang sama. Dan seluruh populasi dalam kelas berdistribusi normal. Kemudian peneliti mengambil secara acak dari populasi sebagai sampel. Diperoleh kelas X E sebagai kelompok eksperimen dengan media ular tangga yang dikombinasikan

dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT dan X D sebagai kelompok kontrol dengan menggunakan metode konvensional. Peneliti memilih atau mengambil pokok bahasan reaksi oksidasi-reduksi karena di dalam pokok bahasan ini terdapat konsep-konsep dan perhitungan kimia. Penelitian dilaksanakan dalam waktu kurang lebih 1 bulan. Kelas eksperimen diberikan pengajaran dengan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT. Dalam metode ini peneliti membagi 37 siswa menjadi 8 kelompok yakni 5 kelompok yang terdiri dari lima orang dan 3 kelompok yang terdiri dari empat orang. Pembagian kelompok dilakukan berdasarkan nilai mid semester, jenis kelamin dan latar belakang sosial yang di konsultasikan dengan guru. Hal ini dilakukan agar dihasilkan siswa yang kemampuannya heterogen dalam satu kelompok dan antar kelompok memiliki kemampuan yang homogen. Kegiatan pelaksanan pembelajaran dilakukan 8 kali pertemuan dengan pertemuan pertama untuk pretest dan pertemuan terakhir untuk posttest. Dalam setiap pertemuan tempat duduk siswa diatur sedemikian rupa sehingga siswa yang satu kelompok berdekatan. Dalam pembelajaran peneliti menjelaskan hal-hal pokok dan memberi contoh-contoh perhitungan serta

23

latihan kepada siswa. 50 Kemudian dilanjutkan dengan diskusi antar kelompok tentang materi yang sudah diajarkan. Sebagai penguatan sisa jam pelajaran digunakan untuk bermain ular tangga . Sebelum penelitian dilakukan peneliti menyadari akan timbul kendala dalam hal kerja kelompok karena siswa belum terbiasa untuk bekerja secara kooperatif dalam kelompok. Untuk itu, peneliti memberikan tugas kelompok awal setelah pelaksanaan pretest sebelum pertemuan pembelajaran pertama dan menjelaskan kepada siswa akan pentingnya kerjasama dalam kelompok. Kemudian pada kegiatan awal dalam pertemuan pertama pembelajaran guru menanyai siswa secara acak. Hal ini dilakukan untuk melatih tanggung jawab siswa terhadap tugas kelompoknya. Selain itu, sebelumnya peneliti mengadakan pertemuan dengan wasit tiap kelompok di luar jam pelajaran untuk membahas bagaimana tata cara permainan ular tangga. Awalnya peneliti merencanakan bahwa wasit untuk tiap kelompok bergantian, tapi kemudian diperoleh kesepakatan bahwa wasit untuk tiap kelompok tetap. Penilaian terhadap wasit dilakukan oleh guru (peneliti). Dari 8 kali pertemuan permainan ular tangga dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada pertemuan kedua, ketiga, kelima dan ketujuh. Dalam permainan ular tangga ini siswa bermain dalam kelompok masing-masing dengan wasit yang berasal dari kelompok lain. Papan ular tangga dimodifikasi dengan mengganti gambar ular dan tangga dengan nomornomor bonus yaitu nomor-nomor tertentu yang disusun acak pada papan ular tangga. Apabila bidak berhenti pada nomor-nomor tersebut, pemain harus menjawab pertanyaan yang disediakan oleh wasit. Jika jawaban benar pemain mendapatkan skor 10. Jika jawaban pemain tersebut salah atau tidak bisa menjawab pertanyaan, maka pertanyaan bisa dilempar ke pemain lain sampai pertanyaan terjawab dengan benar dan semua pemain paham. Siapapun yang dapat menjawab pertanyaan wasit dengan benar akan mendapat skor 10 untuk tiap soalnya. Apabila tidak ada yang bisa menjawab dengan benar maka wasitlah yang harus menjelaskan jawaban sampai semua paham. Jadi wasit sebelumnya sudah mendapatkan soal sekaligus kunci jawaban singkat. Bila

24

wasit tidak mampu menjelaskan jawaban maka wasit boleh bertanya langsung pada guru (peneliti). Untuk pertemuan keenam kegiatan pembelajaran diisi dengan presentasi masing-masing kelompok dengan tugas kelompok yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. Akan tetapi, pelaksanaanya tidak sesuai seperti yang direncanakan karena waktu yang terbatas. Jadi presentasi hanya bisa dilakukan di tempat duduk masing-masing kelompok yang dilanjutkan dengan diskusi antar kelompok. Di dalam pembelajaran, siswa diarahkan untuk bersifat aktif dalam pembelajaran. Pertemuan terakhir, yaitu pertemuan ke-8 digunakan untuk evaluasi. Dari hasil evaluasi didapatkan data hasil belajar kognitif siswa kelompok eksperimen dan kontrol yang selanjutnya digunakan dalam analisis data. Siswa yang diajar dengan model pembelajaran PPT mempunyai hasil belajar yang lebih baik, hal ini dikarenakan dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk selalu bekerja sama dalam tim atau kelompoknya untuk meningkatkan prestasi timnya dengan cara meningkatkan pemahaman dan prestasi setiap individu dalam kelompok. Selain itu siswa diberi penguatan dengan permainan media ular tangga yang memancing diskusi dan keaktifan siswa. Siswa juga diberitahukan perkembangan skor tiap kelompok dan individu. Kemudian penghargaan diberikan kepada kelompok terbaik dan individu terbaik. Hal ini dilakukan untuk memotivasi siswa dalam belajar baik baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Peneliti berusaha melakukan prosedur dengan benar dan maksimal, namun hasil yang didapatkan masih belum memuaskan dan kelemahankelemahan penelitian sebelumnya belum sepenuhnya teratasi. Beberapa kendala yang dihadapi dalam penelitian ini antara lain penentuan sampel secara cluster random didapatkan kelas X E sebagai kelas eksperimen dan X D sebagai kelas kontrol. Menurut guru pembimbing kondisi kedua kelas secara umum baik, namun ketika peneliti melakukan penelitian ternyata kelas kontrol lebih tertib sehingga pembelajaran dapat berlangsung tanpa hambatan berarti. Namun kelas eksperimen berbeda, kelas ini lebih ramai sehingga banyak menit yang terbuang sia-sia. Hal ini juga yang menyebabkan peneliti

25

kesulitan untuk mengadakan pembelajaran presentasi kelompok. Peneliti sudah mencoba berkonsultasi dengan guru pembimbing namun hasilnya belum maksimal hingga penelitian usai. Permainan ular tangga dari peneliti juga masih perlu dikembangkan lagi dengan bentuk yang lebih menarik serta soal yang lebih berbobot dan memancing diskusi. Selain itu, peneliti menyadari bahwa instrumen yang dikembangkan belum sempurna sehingga belum dapat membedakan dengan baik antara kelas eksperimen yang diajar dengan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran PPT dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran PPT. Dari beberapa penelitian sebelumnya yang peneliti temukan, kebanyakan metode STAD tidak divariasi, kalaupun divariasi belum menggunakan permainan sebagai media belajar tapi dengan model atau metode pembelajaran lain. Tujuan digunakannya permainan sebagai media belajar adalah untuk membantu siswa belajar secara mandiri dan menciptakan suasana yang rekreatif sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu fungsi media ular tangga yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai penguatan belajar yang berbentuk permainan. Penelitian tentang media permainan ular tangga sebelumnya masih mempunyai kelemahan dalam aturan permainan yang belum memancing diskusi dan dalam waktu pelaksanaannya. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha membuat aturan permainan agar siswa tidak hanya bermain tapi juga belajar bersama dalam memecahkan soal. Dalam hal waktu pelaksanaan, permainan, hanya dilakukan 4 kali dengan pertimbangan agar siswa tidak bosan. W. S Winkel dalam Catharina (2004: 12), menerangkan bahwa belajar pada manusia dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Dalam penelitian ini, media ular tangga digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa pada pokok bahasan reaksi oksidasi-reduksi.

26

Sedangkan model pembelajaran PPT melatih siswa bagaimana bekerja sama dalam tim atau kelompok dan memahami makna serta pentingnya melakukan sesuatu secara bersama untuk mencapai tujuan bersama. Setiap siswa dalam tim mempunyai tanggung jawab yang sama untuk meningkatkan prestasi timnya dengan cara saling berbagi baik itu sebuah pengetahuan atau sebuah ketidaktahuan. Dari hal tersebut diharapkan siswa dapat mengalami perubahan dalam perilaku dan sikapnya. Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengadakan pembelajaran praktikum untuk melatih ketrampilan atau aspek psikomotorik siswa. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan persiapan peneliti. Menurut Chatarina (2004:4) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas

belajar.Perubahan tingkah laku dikatakan sebagai hasil belajar apabila: 1. Hasil belajar sebagai pencapaian tujuan menekankan pentingnya tujuan mengajar. Ketegasan dalam menetapkan tujuan akan memberikan arah yang jelas pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, sebelum penelitian peneliti menyusun perangkat pembelajaran berupa RPP, alat evaluasi serta mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran, 2. Hasil belajar merupakan proses kegiatan belajar yang disadari Dalam proses pembelajaran, peneliti memberikan motivasi kepada siswa ataupun kelompok diantaranya dengan memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok yang berprestasi. 3. Hasil belajar sebagai proses latihan Proses latihan dan pengulangan dalam penelitian ini dilakukan dengan media ular tangga. 4. Hasil belajar merupakan tindak-tanduk yang berfungsi dalam kurun waktu tertentu atau hasil belajar harus bersifat permanent. Selain itu hasil belajar memberikan informasi mengenai tingkat penguasaan pelajaran yang diberikan selama proses pembelajaran yang

dilangsungkan dengan menggunakan alat ukur berupa tes dalam suatu proses evaluasi. Dalam hal ini, di akhir pembelajaran peneliti

27

mengadakan evaluasi hasil belajar dengan instrument tes yang sebelumnya telah diuji keampuhannya. Walaupun dalam kurikulum KTSP terdapat tiga ranah yang diukur yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, tujuan pembelajaran pada pokok bahasan lebih

menekankan ranah kognitif. Hal ini dapat dilihat dari standar kompetensi, kompetensi dasar hingga indikator pada pokok bahasan tersebut. Selain itu, media ular tangga dibuat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada ranah kognitif karena yang terdapat dalam media tersebut adalah soal-soal yang berfungsi sebagai penguatan siswa setelah proses pembelajaran. Walaupun demikian peneliti tidak ingin melupakan ranah afektif dan psikomotorik begitu saja, maka media ular tangga dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT yang mengasah sikap dan ketrampilan siswa. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa yang dikaji dalam skripsi ini hanya aspek kognitif saja.

28

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa : 1. Media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT meningkatkan hasil belajar kognitif siswa yang diajar pokok bahasan reaksi oksidasi-reduksi. Hal ini berdasarkan hasil uji tanda Wilcoxon untuk nilai posttest mempunyai jumlah rank positif yang lebih besar (221) dari rank negatifnya (104). 2. Siswa dapat mencapai ketuntasan belajar untuk pokok bahasan reaksi oksidasi reduksi dengan media ular tangga yang dikombinasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe PPT. Hal ini berdasarkan rata-rata hasil posttest kedua kelas lebih dari 65, yaitu rata-rata untuk kelas eksperimen 71,8 dan untuk kelas control 66,2. 4.2 Saran Saran yang dapat diberikan terkait penelitian ini yaitu : 1. Sebelum melakukan penelitian perlu dicermati dengan teliti populasi yang akan diteliti, sehingga sampel benar-benar homogen bukan hanya dari sisi akademik tetapi juga sisi-sisi lain seperti kondisi kelas. 2. Ular tangga perlu dikembangkan lagi baik dari bentuk, aturan permainan maupun soal-soalnya. 3. Guru hendaknya lebih kreatif dalam menyampaikan pelajaran sehingga dengan kondisi kelas seperti apapun pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. 4. Sebaiknya dalam mengajar terdapat guru pendamping sehingga guru tidak kewalahan dalam mengawasi permainan. 5. Sebaiknya permainan ular tang dilakukan di luar jam pelajaran. 6. Hasil penelitian hanya bisa digunakan untuk sekolah tertentu yang mempunyai kelas kecil.
29

DAFTAR PUSTAKA

Anni, C.T. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UNNES. Suharsimi Arikunto. 2002a. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bahri, S dan A.Z. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Erlangga. Dianto. 2008. Pengaruh Penggunaan Ular Tangga Redoks sebagai Media ChemoEdutainment Bervisi Sets terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Kelas X Semester II Tahun 2007/2008. Semarang: Universitas Negeri Semarang. http://id.wikipedia.org/wiki/Ular_tangga http://learning-with-me.blogspot.com/2006/09/ pembelajaran.html Lismiyati. 2006. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI Semester 2 SMA N 2 Demak dengan Memberikan Umpan Balik Kuis dalam Model Pembelajaran Studens Teams-Achievment Division (STAD). Semarang: Universitas Negeri Semarang. Mungin Eddy Wibowo, dkk. 2008. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Nana Sudjana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo Poerwadarminta, W. J. S. 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rina Apitasari. 2005. Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Studens Teams-Achievment Division (STAD) dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia pada Materi Pokok Stoikiometri Siswa Kelas X-6 Semester 1 SMA Negeri 13 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Semarang: Universitas Negeri Semarang Renita Tri Parwati. 2006. Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas X dengan Menggunakan kombinasi Metode Studens Teams-Achievment Division (STAD) dan Structure Exercise Methode di SMA N 16 Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Saptorini. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Semarang: Unnes Soeprodjo. 1997. Metode Statistik. Semarang: Jurusan Kimia FPMIPA IKIP Semarang.

30

Anda mungkin juga menyukai