Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman CA CERVIX

Case Report

Disusun oleh Rabiatul Adawiah 05.48846.00247.09 Pembimbing dr.Andriansyah, Sp.OG Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Abdul Wahab Sjahranie Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2011 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh y ang tidak normal dan dapat menyerang berbagai jaringan di dalam organ tubuh, ter masuk organ reproduksi wanita yang terdiri dari payudara, rahim, indung telur, d an vagina.1 Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahun jumlah penderi ta kanker bertambah 6,25 juta orang atau setiap 11 menit ada satu penduduk menin ggal dunia karena kanker dan setiap 3 menit terdapat satu penderita kanker baru. 2 Salah satu kanker yang menyebabkan kematian pada wanita adalah ca cervix. Angka kejadian dan angka kematian akibat ca cervix di dunia menempati urutan kedua set elah kanker payudara. Sementara di negara berkembang termasuk Indonesia masih me nempati urutan teratas sebagai akibat kematian.3,4 Berdasarkan hasil penelitian WHO (2010), pada tahun 2008 kejadian ca cervix menempati urutan ketiga setelah k anker payudara dan kanker kolorektum pada wanita, dimana terjadi 529.828 kasus b aru dan 275.128 wanita meninggal karena ca cervix.5,6 Di Indonesia diperkirakan sekitar 90 sampai 100 kasus baru ca cervix diantara 10 0.000 penduduk pertahunnya,6 dan saat ini masih menempati urutan kedua setelah k anker payudara.7 Data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit ( SIRS) Indonesia tahun 2006, menunjukkan bahwa ca cervix menempati urutan kedua ( 11,07%) setelah kanker payudara (19,64%).3 Mortalitas ca cervix di Indonesia mas ih tinggi karena 90% terdiagnosis pada stadium invasif, lanjut bahkan terminal. Ca cervix belum merupakan program pemerintah, sehingga ditangani oleh perorangan , perkumpulan dan lembaga swadaya masyarakat. Perkembangan prekanker menjadi ca cervix sering luput dari pengamatan sehingga mortalitas ca cervix tetap tinggi.8 Penyebab ca cervix belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor ekstrinsik memp unyai hubungan erat dengan kejadiannya, diantaranya adalah jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden tinggi pada wanita yang telah menikah, terutama pada g adis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (kurang dari 16

tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi apabila jarak per salinan amat dekat, sosioekonomi rendah, hygiene seksual yang jelek, aktivitas s eksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang ditemukan pada pasangan suami yang disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang men galami infeksi HPV (human papilloma virus) tipe 16 dan 18 dan kebiasaan merokok. 9 Bertambahnya usia juga akan meningkatkan risiko terjadinya ca cervix. Di beberap a negara, insiden ca cervix mulai meningkat pada usia 30-35 tahun dan mencapai p uncaknya pada usia 50-60 tahun.10 Sedangkan menurut Aziz (2001), berdasarkan pen elitian di RSUP dr. Ciptomangunkusumo, insiden ca cervix meningkat sejak usia 25 -34 tahun dan menunjukkan puncaknya pada usia 35-44 tahun.9 Beberapa gejala yang ditimbulkan pada ca cervix antara lain adalah perdarahan me lalui vagina, misalnya setelah melakukan koitus (pasca senggama), atau perdaraha n menstruasi yang lebih banyak dan lebih sering, ataupun timbul perdarahan diant ara siklus menstruasi.11 Selain itu terdapat pula gejala keputihan, terjadi perd arahan pervaginam meskipun telah memasuki masa menopause dan timbul nyeri panggu l (pelvis). Gejala ca cervix yang banyak terjadi menurut Aziz (2001) adalah perd arahan pervaginam abnormal (56%), selanjutnya diikuti dengan nyeri pelvis (9%) d an keputihan (4%).9 Angka kematian penderita ca cervix di Indonesia sebagian besar disebabkan karena terlambatnya datang untuk berobat, sehingga pasien yang datang ke tempat pelaya nan kesehatan sudah berada pada stadium lanjut yaitu sekitar 70%.2 2. Tujuan a. Menambah pengetahuan tentang Ca Cervix b. Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan literatur e mengenai Ca cervix BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ca cervix Ca cervix adalah tumbuhnya sel-sel abnormal yang terjadi pada daerah leher rahim uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan liang senggama (vagina),12 da n merupakan kanker primer yang berasal dari leher rahim (kanalis servikalis dan atau porsio).13

Secara histologik permukaan leher rahim dilapisi oleh epitel kolumnar pada bagia n proksimal dan epitel gepeng tanpa keratin pada bagian distal.15 Zona transform asi antara kedua jenis epitel tersebut disebut dengan zona squamocolumnar juncti on (SCJ) dan merupakan daerah terbanyak ca cervix dan lesi prekursornya berasal. 16 Sebagian besar ca cervix (80-90%) adalah kanker sel skuamosa, sedangkan 10-20% a dalah adenokarsinoma.17 Selain itu, terdapat jenis histologi sel ca cervix yang lain yaitu yang berjenis sel kecil atau small cell. Gambaran histologi small cel l jarang ditemukan, namun sifatnya lebih progresif dan potensial untuk menimbulk

an metastase meski dalam stadium awal bila dibandingkan dengan jenis hsitologi s el ca cervix yang lain. Prognosisnya pun sangat buruk dengan angka harapan hidup selama 5 tahun pada stadium awal sebesar 31,6% - 36,4%, sedangkan untuk stadium lanjut sebesar 0% - 14%. 2.2 Etiologi Ca cervix Penyebab terjadinya ca cervix belum diketahui,11 tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kanker ini, sebagai berikut : 2.2.1 Usia Ca cervix terjadi mulai dari dekade kedua kehidupan.15 Setengah dari perempuan d idiagnosis dengan penyakit ini adalah antara 35 - 55 tahun dan jarang mempengaru hi perempuan di bawah usia 20 tahun.17 Menurut Diananda (2007), usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhad ap ca cervix. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadin ya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko ca cervix pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsin ogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia. 2.2.2 Usia pertama menikah Usia pertama kali menikah atau berhubungan seksual merupakan salah satu faktor y ang cukup penting, karena terjadinya ca cervix dengan masa latennya memerlukan w aktu 30 tahun sejak melakukan hubungan seksual pertama, sehingga hubungan seksua l pertama dianggap awal dari mula proses munculnya ca cervix.18 Menurut Aziz (20 02), wanita menikah dibawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemung kinan terjadinya ca cervix daripada yang menikah setelah berusia 20 tahun ke ata s.4 Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukur an kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan j uga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam r ongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada leher rahim. Pa da usia muda, sel-sel mukosa pada leher rahim belum matang dan terjadi proses me taplasia skuamosa yang aktif yang terjadi di dalam zona transformasi. Artinya, m asih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari lua r. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma ataupun bahan karsinogenik.4,12 Metaplasia skuamosa merupakan suatu proses fisiologi, tetapi di bawah pengaruh k arsinogen, perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona transfo rmasi yang tidak patologik. Perubahan ini menginisiasi suatu proses neoplasia in traepitel leher rahim (Cervic Intraepithel Neoplasma = CIN) yang merupakan fase prainvasif dari ca cervix.4 2.2.3 Paritas Ca cervix dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan risiko mendapat ca cervix.21, 23 Pada beberapa penelitian den gan metode case control didapatkan bahwa wanita yang 3 atau 4 kali partus memili ki 2.6 kali risiko untuk terkena ca cervix, sedangkan wanita yang melahirkan leb ih dari 7 memiliki risiko sebesar 3.8 kali.19 Alasan fisiologi adanya hubungan antara paritas dan ca cervix sampai saat ini be lum jelas, namun kemungkinan faktor hormonal pada saat kehamilan yang membuat wa nita lebih peka terhadap infeksi HPV (human papilloma virus) dan trauma serviks pada saat melahirkan diduga sebagai alasannya.19 2.2.4 Kontrasepsi yang pernah digunakan Diananda (2007) mengatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko ca cervix 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko ca cervix karena jarin gan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid pe rempuan.17 WHO melaporkan risiko relatif pada pemakai kontrasepsi oral sebesar 1 ,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.11 Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim/intrauterine device (AKDR/IUD) juga didug a dapat mempengaruhi terjadinya ca cervix. Penggunaan IUD berpotensi terhadap te

rjadinya erosi serviks akibat iritasi kronik dari benang sehingga memudahkan ter jadinya infeksi yang kemudian menjadi radang yang terus-menerus. Iritasi kronik tersebut dapat menyebabkan transformasi sel epitel normal menjdi epitel displast ik yang reversibel setelah pengangkatan IUD.20 2.2.5 Berganti-ganti pasangan seksual Menurut Diananda (2007), berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya p enyakit kelamin, salah satunya HPV.20 Risiko terjadinya ca cervix meningkat lebi h dari 10 kali bila mitra seks 6 atau lebih.12 2.2.6 Penyakit menular seksual (PMS) Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan sek sual. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, diantaranya adala h HPV (human papilloma virus), HSV (herpes simplek virus), HIV (human immunodefi ciency virus) dan Klamidia. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus terseb ut dapat bersatu ke dalam gen DNA sel pejamu sehingga menyebabkan terjadinya mut asi sel.11 1. HPV (human papilloma virus) Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya ca cervix sehingga wa nita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena ca cervix.15 Menurut Rasjidi (2007), saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teriden tifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV merupakan virus risiko rendah yang jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tip e risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umum nya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko ting gi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35 , 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe y ang lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% ca cervix diseba bkan oleh tipe 16 dan 18. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih d ari 50% ca cervix.15 Sedangkan menurut Sjamsuddin (2001), dari berbagai peneliti an terdapat tiga golongan HPV yang berhubungan dengan ca cervix, yaitu : HPV ris iko rendah (HPV tipe 6, 11 dan jarang tipe 46 pada kanker invasif), HPV risiko s edang (HPV tipe 33, 35, 40, 43, 51, 56, dan 58) dan HPV risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, dan 31).11 Menurut Dellas (1997) dan Cotrans dkk( 1999), HPV merupakan faktor inisiator ca cervix. Secara seluler, mekanisme terjadinya ca cervix berkaitan dengan siklus s el yang diekspresikan oleh HPV. Genom virus ini terdiri dari the early region (E ) yang mengkode protein dan berperan pada replikasi genom, sedangkan the late re gion (L) berisi gen-L yang mengkode protein kapsid.16 Protein utama yang terkait dengan karsinogen adalah E6 dan E7. Protein E6 (oncop rotein) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene p53. Protein E7 (oncoprotein) mempunyai peran dalam proli ferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor suppressor gene pRb. Protein E7 akan mengikat gen Rb. Gen p53 adalah gen yang mengkode phosphoprotein inti s el dan bertindak sebagai negatif regulator dalam siklus sel, sehingga dikelompok kan dalam gen-gen penekan tumor. Gen Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung ja wab pada tumor retina mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen penekan tumor.21 Bentuk genom HPV sirkuler jika terintegrasi akan menjadi linier dan terpotong di antara gen E2 dan E1. Integrasi antara genom HPV dan DNA manusia menyebabkan ge n E2 tidak berfungsi, jika E2 tidak berfungsi akan merangsang E6 dan E7 berikata n dengan gen p53 dan pRb. Protein E6 dari HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inakt ivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-dependent prot eolytic pathway (E6AP), sehingga akan terjadi penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7 (oncoprotein) akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat s ama seperti pada protein p53. Ikatan E7 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak te rikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli pro liferasi sel. Siklus sel yang tidak terkontrol menyebabkan proliferasi sel meleb ihi batas normal sehingga berubah menjadi sel karsinoma.21

Prevalensi puncak infeksi HPV dimulai pada usia sekitar 20 tahun, yaitu setelah wanita memulai aktivitas seksualnya. Kemudian menjadi kondisi pre-kanker setelah 10 tahun kemudian dan mencapai fase invasif pada usia 40-50 tahun. 2. HSV (herpes simplek virus) Saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa virus ini berperan besar dalam m engakibatkan ca cervix. Oleh karena itu diduga hanya sebagai ko-faktor atau dapa t dianggap sama dengan karsinogen kimia atau fisik.11 3. HIV (human immunodeficiency virus) HIV merupakan virus penyebab AIDS (acquired immue odeficiency syndrome) yang mer usak system kekebalan tubuh dan pada wanita meningkatkan risiko terjadinya infek si HPV. Dengan kata lain, wanita yang terkena AIDS akan meningkatkan risiko ca c ervix. Sistem imun berfungsi penting dalam menghancurkan sel kanker dan memperla mbat pertumbuhan dan penyebarannya. Pada wanita dengan HIV, pre ca cervix lebih cepat berkembang menjadi kanker invasif dibanding wanita non HIV.11 4. Klamidia Klamidia merupakan bakteri yang dapat menginfeksi sistem reproduksi. Bakteri ini dapat menyebar melalui kontak seksual. Infeksi Klamidia dapat menyebabkan terja dinya infeksi pelvis yang mengakibatkan infertil. Beberapa penelitian menunjukka n bahwa wanita yang pernah dan baru terinfeksi Klamidia berdasarkan pemeriksaan tes darah memiliki risiko yang tinggi terhadap ca cervix. Infeksi Klamidia serin g tidak menyebabkan gejala apapun, sehingga wanita tidak tahu jika telah terinfe ksi bakteri tersebut.11 2.2.7 Pasangan seksual yang tidak sirkumsisi Beberapa penelitian mengatakan bahwa pria yang sudah disirkumsisi akan menurunka n risiko terjadinya infeksi HIV, HSV-2 dan HPV, selain itu juga menurunkan risi ko terjadinya trikomoniasis dan vaginosis bakterial pada pasangan wanitanya.19,2 0 Sirkumsisi merupakan tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis (preputium). Pria yang belum disirkumsisi, ketika melakukan hubungan seksual akan mengakibatkan terjadinya retraksi preputium seh ingga paparan mukosanya mengenai langsung vagina ataupun cairan leher rahim. Pad ahal rongga pada preputium kondisinya lembab, sehingga menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan HPV dan HSV-2, sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi. 19 2.2.8 Merokok Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok/sig aret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon hete rocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok, konsentrasi nikotin pada getah leher rahim 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bah an tersebut pada leher rahim adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.11 Risiko wanita perokok terkena 4-13 kali le bih besar dibandingkan wanita bukan perokok.15 2.3 Patologi Ca cervix Epitel leher rahim terdiri dari 2 jenis, yaitu epitel skuamosa dan epitel kolumn ar, kedua epitel tersebut dibatasi oleh squamocolumnar junction (SCJ). Yang leta knya tergantung pada umur, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita dengan akt ivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retra ksi otot oleh prostaglandin.11 Selama perkembangannya, epitel silindris penghasil mucus di endoserviks bertemu

dengan epitel gepeng yang melapisi eksoserviks, keseluruhan serviks yang terpaja n dilapisi oleh sel gepeng. Epitel silindris tidak tampak dengan mata telanjang atau secara kolposkopi. Seiring dengan waktu pada sebagian besar perempuan muda, terjadi pertumbuhan ke bawah epitel silindris dibawah eksoserviks (ektropion), sehingga SCJ terletak di bawah eksoserviks dan epitel silindris menjadi terpajan . Remodelling terus berlanjut dengan regenerasi epitel gepeng dan silindris pada zona transformasi, sehingga SCJ kembali pada tempatnya dan epitel silindris tid ak terpajan lagi.12

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epi tel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadan gan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa d isebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akti vitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses m etaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ ba ru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolum nar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.11 Proses terjadinya ca cervix sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia. Ma suknya bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel secara genetik atau mutagen pad a saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Pe rubahan biasanya terjadi pada daerah SCJ atau daerah transformasi. Sel-sel yang mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, kanker in situ dan kemudian berkemban g menjadi kanker invasif.11, 20 2.4 Klasifikasi Ca cervix Terdapat dua klasifikasi ca cervix, yaitu : 23 1. Berasal dari portio (leher rahim pars vaginalis) yang disebut skuamos se l atau epidermoid kanker (ektoserviks rahim). Menurut gambaran klinisnya, epider moid kanker dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: a) Stadium preklinis Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronika biasa. b) Stadium permulaan (early stage) Sering tampak sebagai lesi disekitar ostium uteri externum, pada batas kedua jen is epitel. Tampak sebagai daerah yang granuler, keras, lebih tinggi dari sekitar nya dan mudah berdarah. Kadang-kadang permukaannya tertutup oleh pertumbuhan yan g papiler. c) Stadium setengah lanjut (moderately advanced stage) Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir portio. Bentuknya seperti bloem kool (=cauliflower growth). Bentuk ini disebut everting atau exophytic. Bila tum buhnya ke dalam jaringan leher rahim disebut inverting atau endophytic. Teraba s

ebagai indurasi yang keras. d) Stadium lanjut (advanced stage) Terjadi pengrusakan oleh jaringan leher rahim, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah. Vagina disekitarnya menjadi keras , juga ligamentum latum sebagai akibat infiltrasi jaringan kanker dan juga karen a infeksi. Selanjutnya jaringan kanker dapat mengenai rectum, kandung kemih dan dapat menyembuhkan fistula. 2. Berasal dari kanalis servikalis yang disebut adenokarsinoma (endoserviks rahim) Berdasarkan gambaran mikroskopis ca cervix dibedakan menjadi dua, yaitu :23 1. Kanker intraepithelial-kanker insitu (KIS) Adalah keadaan dimana seluruh lapisan epitel gepeng diganti oleh sel abnormal ya ng tidak berdiferensiasi, yang tidak dapat dibedakan dengan sel-sel kanker. Peru bahan-perubahan ini belum menembus membrane basalis atau pembuluh limfa. 2. Kanker invasif Umumnya gejala belum sesuai dengan derajat ketidak matangan sel. Makin tidak mat ang selnya-selnya, makin radiosensitif. Stadium dari tumor lebih penting dari pa da jenis selnya. 2.5 Gejala Klinis Ca cervix Pada stadium dini ca cervix tidak menunjukkan gejala yang khas atau bahkan tida k ada gejala sama sekali sehingga sulit diketahui.1 Beberapa tanda dan gejala pa da ca cervix antara lain keputihan, perdarahan vagina yang abnormal, nyeri, anem ia dan lain-lain.20 Keputihan merupakan keluarnya cairan mukus yang encer, yang keluar dari vagina m akin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Sedangkan perd arahan timbul sebagai akibat terbukanya pembuluh darah yang makin lama akan lebi h sering terjadi. Perdarahan ini dapat terjadi setelah coitus, dicurigai terjadi pada menstruasi yang lama dan banyak dan dapat pula terjadi pada wanita menopau se. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat stadium lanjut, terutama pad a tumor yang bersifat eksofitik. Gejala klinis lain pada ca cervix yaitu nyeri, rasa nyeri timbul akibat infiltra si sel tumor ke serabut saraf. Rasa nyeri daerah pelvis dirasakan di perut bagia n bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa menjalar ke paha da n ke seluruh panggul. Nyeri bersifat progresif, sering dimulai dengan low back p ain di daerah lumbal, menjalar ke pelvis dan tungkai bawah. Dapat pula terjadi n yeri pada saat BAK (buang air kecil) atau BAB (buang air besar). Anemia juga dap at terjadi karena adanya perdarahan pervaginam yang berulang. Pada kasus ca cerv ix yang telah metastasis dapat terjadi kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.20 2.6 Penyebaran Ca cervix Penyebaran ca cervix terdiri atas 3 cara, yaitu : 1) melalui pembuluh darah, 2) pembuluh limfe, 3) langsung menyebar ke parametrium, korpus uterus, vagina, kand ung kemih dan rektum.1 Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat m enyebar ke kelenjar iliaka dalam (hipogastrika). Ca cervix umumnya terbatas pada daerah panggul saja tetapi tergantung dari kondisi imunologi tubuh penderita. K anker in situ (KIS) akan berkembang menjadi mikro invasive dengan menembus membr an basalis. Jika sel tumor sudah berada dalam pembuluh darah atau limfa maka pro sesnya sudah invasif penyebaran secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornis es vagina, korpus uterus, rectum dan kandung kemih dimana pada tingkat akhir (te rminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.20 Penyebaran secara limfogen kearah parametrium akan menuju ke kelenjar limfe regi onal melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliaka interna, eksterna dan ko munis, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, melalui trunkus limfatiku s di kanan dan vena subklavia kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang dan otak. 23

2.7

Stadium Klinik Ca cervix

Gambar 2.7: Stadium Klinis Ca cervix 24 Tabel 2.7 Stadium Klinik Ca cervix Menurut FIGO 2000 25 Stadium Kriteria 0 Lesi belum menembus membrane basalis I Lesi tumor masih terbatas di leher rahim IA1 Lesi telah menembus membrane basalis kurang dari 3 mm dengan diameter pe rmukaan tumor < 7 mm IA2 Lesi telah menembus membrane basalis > 3mm tetapi < 5 mm dengan diameter permukaan tumor <7 mm IB1 Lesi terbatas di leher rahim dengan ukuran lesi primer < 4 mm IB2 Lesi terbatas di leher rahim dengan ukuran lesi primer > 4 mm II Lesi telah keluar leher rahim (meluas ke parametrium dan sepertiga proks imal vagina) IIA Lesi telah meluas ke sepertiga vagina proksimal IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding panggul III Lesi telah keluar dari leher rahim (menyebar ke parametrium dan atau sep ertiga vagina distal) IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal/bawah IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul dengan gangguan fung si ginjal tanpa penyebab yang jelas IV Lesi menyebar keluar dari organ sekitar atau jauh IVA Penyebaran ke organ sekitar di daerah panggul IVB Penyebaran Jauh

2.8 Diagnosis Ca cervix Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Sitologi Pemeriksaan ini dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap). Pap smear dapat mend eteksi lesi secara dini dengan tingkat ketelitian sampai 90% pada kasus ca cervi x,11 akibatnya angka kematian akibat ca cervix pun menurun sampai lebih dari 50% . Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang di eksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel leher rahim merupakan mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan sehat dan sakit. Sitolog

i adalah cara skrining sel-sel leher rahim yang tampak sehat dan tanpa gejala un tuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.11 Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear seca ra teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menun jukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut : 22 a. Normal. b. CIN I : displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat gan as), dimana sel abnormal terbatas pada sepertiga luar lapisan permukaan yang mel apisi serviks. termasuk didalamnya adalah perubahan sel yang disebabkan oleh vir us HPV. c. CIN II : displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ga nas), dimana sel abnormal menempati setengah dari lapisan permukaan serviks. d. CIN III : kanker in situ (kanker terbatas pada lapisan leher rahim paling luar) dan kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan leher rahim y ang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya), dimana keseluruhan lapisan epitel tersusun oleh sel abnormal namun belum menyebar ke bawah permukaan.

2. Biopsi Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luk a pada leher rahim, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abno rmalitas atau kanker. 26 Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika squamocolumnar junction (SCJ) terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SCJ tidak terlihat seluruhnya atau hanya terl ihat sebagian sehingga kelainan di kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.11 3. Kolposkopi (pemeriksaan leher rahim dengan lensa pembesar) Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-15x, unt uk menampilkan porsio dipulas terlebih dahulu dengan asam asetat 3-5%. Pada pors io dengan kelainan (infeksi HPV atau NIS) terlihat bercak putih atau perubahan c orakan pembuluh darah.26 4. Konisasi Konisasi leher rahim adalah pengeluaran sebagian jaringan leher rahim sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servik alis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, konisasi harus dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan k olposkopi atau dapat pula dengan menggunakan tes Schiller.11 Pada tes ini diguna kan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 10 ml). Leher rahim diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sed angkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.11 Konisasi diagnostic dilakukan pada keadaan dimana proses dicurigai berada di end oserviks rahim, lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi, diag nostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsi, dan jika terdapat kese njangan hasil sitologi dan histopatologik.11 5. Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) IVA merupakan pemeriksaan skrining alternative dari Papsmear karena murah dan pr aktis, sangat mudah dilakukan dengan peralatan sederhana. Pemeriksaan ini dilaku kan dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspek

ulo. Zat ini akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler epitel abnormal. Cairan ekstraseluler hipertonik ini akan menarik cairan intraseluler sehingga m embrane akan kolaps dan jarak antar sel semakin dekat. Akibatnya jika permukaan epitel disinari maka sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma namun akan d ipantulkan dan permukaan epitel abnormal akan berwarna putih.26 Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan juga akan berwarna putih setel ah pengusapan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghil ang, ini yang membedakannya dengan proses pra-kanker dimana epitel putih lebih t ajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehin gga terjadi koagulasi protein yang lebih banyak.26 Makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya. Demiki an pula makin makin tajam batasnya, makin tinggi derajat jaringannya, sehingga d engan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal ( merah homogen) dan bercak putih (displasia). Dibutuhkan satu sampai dua menit un tuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi larutan a sam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan hilang se telah sekitar 50-60 detik. Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih namun dikatakan suatu leukoplakia.26 2.9 Penatalaksanaan Ca cervix 2.9.1 Pencegahan Kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari faktor-faktor penyebab kanker. Pencegahan kanker didefinisikan sebagai pengidentifikasian fakt or-faktor yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebab-sebab ini tidak efektif dengan cara-cara apapun yang mungkin.11 Pencegahan ca cervix dapat berupa pencegahan primer sekunder maupun tersier. Pen cegahan primer merujuk pada kegiatan/langkah yang dapat dilakukan oleh setiap or ang untuk menghindarkan diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan tumbuhnya kanker.11 Pencegahan primer ini dapat berupa : 1, 19 1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, perni kahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. 2. Dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat kel amin dan tidak merokok. 3. Memperbanyak makan sayur dan buah segar serta berolahraga Pencegahan sekunder diterapkan dengan pengidentifikasian kelompok populasi beris iko tinggi terhadap kanker, skrining populasi tertentu, deteksi dini kanker pada individu yang tidak bergejala (asimtomatik) dan pengubahan perilaku manusia seh ingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.11 Skrining ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan pap smear pada wanita diatas usia 25 tahun, telah menikah d an sudah mempunyai anak.1 Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan program skri ning dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki prognosis pada seb agian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mere ka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan yang r elatif murah. Di beberapa negara maju yang telah melakukan program skrining peny akit ca cervix dalam upaya menemukan penyakit pada tingkat prakanker, dapat menu runkan kematian sampai lebih dari 50%.27 Pencegahan tersier ditujukan pada seseorang yang telah positif menderita ca cerv ix dan menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan. Sehin gga perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan atau fungsi orga n yang cacat, supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita ca cervix pasca menjalani ope rasi contohnya yaitu dengan melakukan gerakan-gerakan untuk membantu mengembalik an fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat kemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan m emakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali.27 2.9.2 Pengobatan Ca cervix dapat ditangani dengan pembedahan, terapi radiasi atau kemoterapi. Pen

entuan terapi yang digunakan berdasarkan stadium, ukuran dan lokasi kanker, usia dan kondisi kesehatan pasien.27 Terapi ca cervix dilakukan bilamana diagnosis t elah dipastikan secara histologik.20 Pengobatan pada ca cervix dapat berupa : 1. Pembedahan Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Ku ratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifesta si klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.15 Pembedahan dipilih hanya untuk ca cervix stadium I atau II. Ada beberapa macam bentuk terapi bedah, antara lain : a) radical trachelectomy, merupakan suatu cara pembedahan dimana leher rahim, sebagian vagina dan limfonod i pelvis diangkat. Pembedahan ini ditujukan untuk tumor yang kecil dan pada pasi en ca cervix yang ingin memiliki keturunan lagi; b) total hysterectomy, dilakuka n pengangkatan uterus dan leher rahim; c) radical hysterectomy, dilakukan pengan gkatan leher rahim, beberapa jaringan disekitar leher rahim, uterus dan sebagian vagina. Pembedahan secara radikal dan total histerektomi harus diikuti dengan p engangkatan jaringan tuba dan ovarium yang dikenal sebagai salpingo-oophorectomy , dan pengangkatan limfonodi yang berada didekat tumor. 2. Terapi penyinaran (radioterapi) Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pad a daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusa k sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.15 Terdapat dua macam terapi pe nyinaran untuk ca cervix, yaitu : a) terapi radiasi eksternal, dilakukan sebanya k lima kali dalam seminggu (sekali dalam sehari) selama 6 minggu, b) terapi radi asi internal (brachytherapy), terapi ini dilakukan dengan menempatkan kapsul rad ioaktif di vagina atau dekat leher rahim. terapi ini dapat diulang dua kali atau lebih selama beberapa minggu. 3. Kemoterapi Apabila kanker telah menyebar ke luar panggul, maka dianjurkan menjalani kemoter api. Kemoterapi menggunakan obat obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti -kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut.15 2.10 Prognosis Prognosis ca cervix tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik tumor . Biasanya penyakit ini ditemukan dalam stadium lanjut, maka angka harapan hidup nya tidak seberapa baik.20 Harapan hidup selama 5 tahun pada pasien ca cervix ya itu 100% pada stadium prainvasif, 90% pada stadium I, 82% pada stadium II, 35% p ada stadium III dan 10% pada stadium IV. Pasien ca cervix yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengo batan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien y ang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setel ah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.28

BAB III LAPORAN KASUS A. Anamnesis Anamnesis dan pemeriksaan fisik r 2011 Identitas Pasien Nama : Ny.H Usia : Jenis Kelamin : Wanita Status Perkawinan Agama : Suku :

dilakukan di Ruang Mawar pada tanggal 22 Novembe

40 tahun : Islam Bugis Menikah

Pekerjaan Alamat MRS Identitas Suami Nama : Tn.M Usia Jenis Kelamin : Status Perkawinan Agama Suku Pekerjaan Alamat

: : : Pria : : :

: Ibu Rumah Tangga Jl.Mas Penghulu RT.09 17 November 2011 45 tahun : Menikah Islam Bugis : Buruh Pelabuhan Jl.Mas Penghulu RT.09

Keluhan Utama : Perdarahan dari jalan lahir Riwayat Penyakit Sekarang Perdarahan dari jalan lahir dialami pasien sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sa kit. Darah yang keluar cair dan berwarna kehitaman. Sudah pernah mengalami hal y ang sama sekitar 4 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri panggul yang terus-terusan. Riwayat keputihan sejak 5 bulan, berbau dan gatal. Riwayat perdarahan post coitus sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. BAK tidak ada ke luhan, BAB tidak ada kurang lebih 1 minggu. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi tidak ada Riwayat Asma Bronkiale tidak ada Riwayat Sakit Jantung tidak ada Riwayat Diabetes mellitus tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien Riwayat Menstruasi Usia Menarche : 10 tahun Lamanya haid : 5 7 hari Jumlah darah : 2x ganti pembalut/hari Status Perkawinan Perkawinan pertama Lamanya menikah : 22 tahun Kawin pertama usia : 18 tahun Riwayat Obstetri 1. 1991/Rumah/aterm/Spontan/Dukun kampung/Perempuan/Sehat 2. 1993/Rumah/aterm/Spontan/Dukun kampung/Perempuan/Sehat 3. 1995/Rumah/aterm/Spontan/Dukun kampung/Laki laki/Sehat 4. 1997/Rumah/aterm/Spontan/Dukun kampung/Laki laki/Sehat Riwayat Kontrasepsi Suntik 3 bulan selama 10 tahun (sudah berhenti) Pil selama 2 tahun B. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum : Lemah Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6 Tekanan Darah : 100/60 mmHg Frekuensi Nadi : 88x/menit, regular isi cukup, kuat angkat Frekuensi Nafas : 20x/menit, regular Suhu : 36,4oC, aksiler Kepala Mata Konjunctiva anemis (+/+), Sclera ikterik (-/-),

Telinga Mulut

Pupil isokor 3 mm/3mm, Refleks cahaya (+/+) Hidung Deviasi septum nasi (-) Pernapasan cuping hidung (-) Gangguan pendengaran (-) Sianosis (-) Pucat (+) Leher Deviasi trakea (-) Pembesaran KGB (-)

Thoraks S (-) D Sonor Sonor Sonor

Paru Inspeksi Palpasi S Sonor sonor Sonor Perkusi

: :

Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran IC Gerakan dada simetris.

Auskultasi Suara Nafas (+) Jantung Inspeksi Palpasi : Perkusi : ung kiri : midclavicula Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi : Perkusi : Auskultasi Ekstremitas Superior Inferior

vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

: Ictus cordis tampak Ictus cordis teraba batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra, batas jant line ICS V sinistra : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-) : Cembung Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-) timpani di seluruh lapangan abdomen : Bising usus (+) normal : Hangat (+), edema (-) : Hangat (+), edema (-)

Pemeriksaan Ginekologi Inspekulo : Tampak darah yang menggumpal berwarna merah kehitaman merembes dari OUE dan tam pak lesi dengan perdarahan pada dinding cervix sampai vagina 1/3 distal. Vaginal Toucher : o Vulva/vagina normal o Portio : teraba berdungkul dungkul o Korpus uteri : kaku dan terfiksir o Perdarahan (+) Pemeriksaan Laboratorium Kadar 17/11/11 25/11/11 Leukosit 20.800 11.300 Hb 4,8 12

Ht 14,4% Trombosit BT 4 CT 12 Ureum 27,6 Creatinin Na 124 K 4,4 Cl 101

34,9 446.000 223.000

1,4

Pemeriksaan Patologi Anatomi Lokalisasi : Vagina anterior Laporan pemeriksaan : Diterima jaringan biopsi ukuran 1,5 x 1,5 x 0,5 cm, rapu h Mikroskopik : Diantara jaringan nekrotik dan perdarahan lama, didapatk an invasive Undiff, squamous cell carcinoma Kesimpulan : Vagina Anterior, biopsi : Invasive Undiff, Squamous Cell Carcinoma DD Transitional Cell Carcinoma, Infiltratif Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax Kesan : Cor pulmo dalam batas normal, tidak ditemukan adanya metastase Pemeriksaan USG Abdomen Uterus ukuran 6,1 x 11,2 cm. Cervix uterus besar, ukuran 6,5 x 6,5 cm. Liver, gall bladder, pancreas, spleen, kedua kidney, urinary bladder dan caecum tidak tampak kelainan. Tidak ada ascites intra abdomen et pelvis Banyak udara dalam G.I.T Tidak tampak tanda metastase Kesan : Sesuai untuk Ca Cervix uterus. Tidak tampak tanda metastase. Diagnosis Ca Cervix stadium IIIA Terapi IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC 2 kolf/hari Inj.Cefotaxime 3x1 gr Inj.Asam Traneksamat 3 x 250 mg Pronalges Supp II/12 jam Pasang Tampon Pro Kemoterapi

FOLLOW UP Tanggal S 17/11/11

Nafsu makan ( ), perdarahan dari jalan lahir (+) CM, TD : 80/40, N : 102x /menit, RR : 20x/menit, T : 36oC, Rh (-/-), pembesaran kelenjar limfe supraklavi kula (-/-), KGB inguinal (-/-) Hb : 4,8 gr/dl Ca cervix IVFD RL 24 tpm Transfusi PRC 2 kolf/hari Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr (iv) Transamin 3 x 500 mg (iv) Inj.Ranitidin 2 x 1 ampul (iv) Tramadol 3 x 1 tab 18/11/11 s.d

20/11/11 Nafsu makan ( ), perdarahan dari jalan lahir (+), BAB (-) CM, TD : 90/50, N : 78x/menit, RR : 20x/menit, T : 36oC, Rh (-/-), pembesaran kelenjar limfe sup raklavikula (-/-), KGB inguinal (-/-) Ca cervix IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC 2 kolf/hari Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr (iv) Transamin 3 x 500 mg (iv) Inj.Ranitidin 2 x 1 ampul (iv) Tramadol 3 x 1 tab SF 2 x 1 Asam Folat 3 x 1 21/11/11 s.d 23/11/11 Nafsu makan (+), perdarahan dari jalan lahir (+), BAB (-), pusing (+) CM, TD : 100/50, N : 88x/menit, RR : 20x/menit, T : 36,5oC, Rh (-/-), pembesaran kelenjar limfe supraklavikula (-/-), KGB inguinal (-/-) Ca cervix IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC 2 kolf/hari Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr (iv) Transamin 3 x 500 mg (iv) Inj.Ranitidin 2 x 1 ampul (iv) Tramadol 3 x 1 tab Drip Vit. K 1 ampul Laxadin Syr 3 x 1 C Diet Tinggi serat 24/11/11 Nafsu makan (+), perdarahan dari jalan lahir (+), BAB (-), pusing (+), n yeri ulu hati (+), nyeri daerah panggul CM, TD : 100/50, N : 80x/menit, RR : 18x /menit, T : 36,2oC, Rh (-/-), pembesaran kelenjar limfe supraklavikula (-/-), KG B inguinal (-/-) Ca cervix IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC 2 kolf/hari Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr (iv) Stop Transamin 3 x 500 mg (iv) Antasida Syr 3 x 1C Drip Tramadol 1 ampul/kolf Drip Vit. K 1 ampul Laxadin Syr 3 x 1 C Diet Tinggi serat Rencana : Foto thorax USG Abdomen 25/11/11 Perdarahan dari jalan lahir (+), BAB (-), pusing (+), lemas (+), nyeri d aerah panggul CM, TD : 100/60, N : 80x/menit, RR : 20x/menit, T : 36,3oC, Rh ( -/-), pembesaran kelenjar limfe supraklavikula (-/-), KGB inguinal (-/-) Hb : 12 gr/dl Ca cervix IVFD RL 20 tpm Transamin 3 x 500 mg (iv) Antasida Syr 3 x 1C Drip Tramadol 1 ampul/kolf Drip Vit. K 1 ampul Laxadin Syr 3 x 1 C Diet Tinggi serat 26/11/11 Perdarahan dari jalan lahir (+), BAB (-), pusing (+), lemas (+), nyeri d aerah panggul CM, TD : 100/60, N : 84x/menit, RR : 20x/menit, T : 36,5oC, Rh (

-/-), pembesaran kelenjar limfe supraklavikula (-/-), KGB inguinal (-/-) Ca cervix IVFD RL 20 tpm Transamin 3 x 500 mg (iv) Antasida Syr 3 x 1C Drip Tramadol 1 ampul/kolf Laxadin Syr 3 x 1 C Diet Tinggi serat Cek KDL 27/11/11 s.d 30/11/11 Perdarahan dari jalan lahir (+), BAB (-), lemas (+) CM, TD : 100/60, N : 84x/menit, RR : 20x/menit, T : 36,5oC, Rh (-/-), pembesaran kelenja r limfe supraklavikula (-/-), KGB inguinal (-/-) Ca cervix IVFD RL 20 tpm Transamin 3 x 500 mg (iv) Inj.Cefotaxime 3 x 1 gr (iv) Inj.Ranitidin 2 x 1 ampul Drip Tramadol 1 ampul/kolf Dulcolax 3 x 1 tab Diet Tinggi serat 1/11/11 Pasien pulang paksa Pro Kemoterapi Ke I

BAB IV PEMBAHASAN A. Fakta Anamnesis Teori

Usia pasien 40 tahun Usia pertama kali menikah 18 tahun Riwayat Obstetri : P4A0 Kontrasepsi : Pil selama 2 tahun dan suntik 3 bulan selama 10 tahun Pernikahan pertama Pasien tidak merokok Keluhan Pasien : Perdarahan dari jalan lahir yang berwarna kehitaman. Riwayat perdarahan post coitus Nyeri panggul Riwayat keputihan sejak 5 bulan, berbau dan gatal. BAB (-) 1 minggu Faktor Risiko terjadinya Ca Cervix : Usia. Usia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap Ca Cervix. Usia pertama kali berhubungan seksual atau menikah. Wanita berhubungan seksual a tau menikah dibawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan te rjadinya Ca cervix daripada yang menikah setelah berusia 20 tahun ke atas. Multi paritas. Ca cervix dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan risiko mendapat Ca cervix. Wanita yang 3 atau 4 kali partus memiliki 2,6 kali risiko untuk Ca cervix, sedangkan wanita yang me lahirkan > 7 memiliki risiko sebesar 3,8 kali. Kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu le bih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Berganti-ganti pasangan seksual. Risiko terjadinya Ca cervix meningkat lebih dar i 10 kali bila mitra seks 6 atau lebih Merokok. Risiko wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok Gejala Klinis : A. Tanpa keluhan B. Dengan Keluhan :

Perdarahan pervaginam yang abnormal. Nyeri. Rasa nyeri daerah pelvis dirasakan di perut bagian bawah sekitar panggul yang biasanya unilateral yang terasa menjalar ke paha dan ke seluruh panggul. Anemia Keputihan Gangguan BAK, BAB Keluhan lain sesuai tempat penyebaran penyakit B. Pemeriksaan Fisik Fakta Teori Keadaan umum : tampak lemah Konjunctiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-) Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe supraklavikula maupun inguinal Inspekulo : Tampak darah yang menggumpal berwarna merah kehitaman merembes dari OUE dan tam pak lesi kehitaman dengan perdarahan difus pada dinding cervix Vaginal Toucher : Vulva/vagina normal Portio : teraba berdungkul dungkul Korpus Uteri : kaku dan terfiksir Perdarahan (+) Anemis Pembesaran kelenjar linfe supraklavikula, inguinal Pemeriksaan Ginekologi : Vaginal Toucher Vagina : fluor, fluksus (perdarahan) Portio : dungkul, padat, rapuh atau menggaung, dengan ukuran bervariasi Adneksa parametrium : dievaluasi tanda-tanda penyebaran, teraba : kaku, padat, a pakah ada tanda tanda tumor

C. Pemeriksaan Penunjang Fakta Teori Hasil Biopsi : Invasive Undiff, Squamous Cell Carcinoma DD Transitional Cell Car cinoma, Infiltratif Hasil Foto Thorax : Cor pulmo dalam batas normal, tidak ditemukan adanya metasta se Hasil USG Abdomen : Sesuai untuk Ca Cervix uterus. Tidak tampak tanda metastase RFT : Ureum = 27,6, Cr = 1,4 Pemeriksaan Sitologi (Pap Smear). Pap smear d t mendeteksi lesi secara dini dengan tingkat ketelitian sampai 90% pada kasus Ca cervix. Biopsi. Dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau lu ka pada leher rahim, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abn ormalitas atau kanker. Sebagian besar ca cervix 80-90% adalah kanker sel skuamos a, sedangkan 10-20% adalah adenokarsinoma Kolposkopi Konisasi Tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan : LFT, RFT Foto Thorax USG ginjal/abdomen D. Diagnosis Fakta Teori Ca Cervix stadium IIIA : Tampak lesi dengan perdarahan pada dinding cervix sampai vagina 1/3 distal, Fung si Gnjal norm) Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang Biopsi (diagnosis pasti) Stadium IIIA : penyebaran sampai ke vagina 1/3 distal

E. Fakta Terapi Terapi

Penatalaksanaan Teori : IVFD RL 20 tpm Transfusi PRC 2 kolf/hari Inj.Cefotaxime 3x1 gr Inj.Asam Traneksamat 3 x 250 mg Pronalges Supp II/12 jam Inj.Ranitidin 2 x 1 ampul Drip tramadol 1 ampul/kolf Dulcolax 3 x 1 tab Diet tinggi serat Kuratif : Pro Kemoterapi (tetapi pasien menolak untuk dikemoterapi) Pencegahan : Hidup sehat (menghindari faktor penyebab Ca cervix) pencegahan primer, sekunder, tersier Pengobatan : A. Terapi Supportif B. Terapi Kuratif Pembedahan (stadium I IIA) Kemoterapi Radioterapi C. Prognosis Fakta Teori Prognosis : ad malam Hasil Biopsi : Invasive Undiff, Squamous Cell Carcinoma DD Transitional Cell Car cinoma, Infiltratif. Pasien menolak untuk dikemoterapi Tergantung dari tingkatan klinik dan is histologik tumor Harapan hidup selama 5 tahun pada pasien Ca cervix yaitu 100% pada stadium prain vasif, 90% pada stadium I, 82% pada stadium II, 35% pada stadium III dan 10% pad a stadium IV Pasien Ca cervix yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengo batan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

BAB V KESIMPULAN Pasien wanita 40 tahun dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunja ng didapatkan penegakan diagnosis yang telah sesuai dengan literature dalam mend ukung diagnosis Ca Cervix stadium IIIA. Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri dari terapi suportif dan terapi kuratif yaitu kemoterapi. Tetapi pasien ini menolak untuk dilakukan kemoterapi sehingga penatalaksanaan belum optimal. Prognosis untuk pasien ini adalah ad malam karena berdasarkan hasil biopsi ditem ukan : Invasive Undiff, Squamous Cell Carcinoma DD Transitional Cell Carcinoma, Infiltratif dan pasien menolak untuk dikemoterapi. DAFTAR PUSTAKA 1. Yellia M. Mengenal Kanker. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Depok : PT Agromedia Pustaka; 2009. h. 1,9.

2. Bustan, MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Penerbit Rinn eka; 1997. h. 71 3. Aziz, M. F. Skrining dan deteksi dini kanker serviks. Dalam H. M. Ramli , R. Umbas, & S. S. Panigoro, editor. Deteksi dini kanker. Jakarta: Balai Penerb it Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. h. 97-110 4. Rasjidi I., Sulistiyanto H. Human Papilloma Virus dan Eradikasi Kanker L eher Rahim. Jakarta : Sagung Seto; 2007. 5. World Health Organization. Most Frequent Cancers : World. 2010. (Online) . (http://globocan.iarc.fr/factsheets/populations/factsheet.asp?uno=900, diakses 26 November 2011). 6. World Health Organization. Cervical Cancer Incidence and Mortality World wide in 2008. 2010. (Online). (http://globocan.iarc.fr/factsheets/cancers/cervix .asp, diakses 26 November 2011). 7. BKKBN. Tiap Satu Jam Wanita di Indonesia Meninggal Akibat Kanker Leher R ahim. 2004. (Online). (http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailBerita.php?MyID=378, di akses 26 November 2011). 8. Suwiyoga IK. Tes Human Papillomavirus Sebagai Skrining Alternatif Karsin oma Serviks. Cermin Dunia Kedokteran. 2006: 151 9. Pangemanan WT. Penyakit Neoplasma. Dalam : Abdul Bari Saifuddin TR, Gula rdi H. Wiknjosastro, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pust aka Sarwono Prawirohardjo; 2008. h. 895. 10. Adab P, Hedley AJ. Preventing Avoidable Death : The Case of Cervical Can cer in Hongkong. HKMJ; 1997. 3: 428. 11. Mardjikoen P. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam: Abdul Bari Saifuddin TR G HW, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohar djo; 2008. h. 381-387. 12. Tapan E. Kanker Leher Rahim. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplemente r. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2005. h. 13-20. 13. Garcia AA. Cervical Cancer. 2007. (Online). (http://emedicine.medscape.c om/article/253513-overview, diakses 26 November 2011) 14. Crum CP. The Female Genital Tract. Dalam : Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran, editor. Pathologic Basis of Disease. Edisi 7. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h. 1072-1073. 15. Well M, Ostor AG, Crum CP, Tommasino , Nesland JM, Goodman AK, et al. Ep ithelial Tumours. Dalam : Tavassoli FA, Devilee P, editor. World Health Organiza tion Classification of Tumours: Pathology and Genetics of Tumours of The Breast and Female Genital Organ. Lyon: IARC Press; 2001. h. 260-261. 16. Shaw W, Howkins J, Bourne G. Gynaecologic Oncology. Dalam : Padubidri V G, Daftary SN, editor. Shaws Textbook of Ginecology. Edisi 13. India: Elsevier; 2 004. h. 382,384,388,389. 17. Chen J, Macdonald OK, Gaffney DK. Incidence, Mortality, and Prognostic F actors of Small Cell Carcinoma of The Cervix. American College of Obstetricians and Gynecologists; 2008. 111(6) : 1394-1402. 18. ACCP. Cervical Cancer Prevention : Fact Sheet. 2004. (Online). (http://w

ww.path.org/files/RH_fs_risk_factors.pdf, diakses 26 November 2011). 19. American Cancer Society. Cervical Cancer. 2009. (Online). (http://docume nts.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003094-pdf.pdf, diakses 26 No vember 2011) 20. Prayitno A, Darmawan R, Yuliadi I, Mudigdo A. Ekspresi Protein p53, Rb, dan c-myc pada Kanker Serviks Uteri dengan Pengecatan Imunohistokimia. Biodivers itas. Surakarta: Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD dr. Muwardi Suraka rta; 2005. 6: 157-159. 21. Novel SS, Safitri R, Nuswantara S. Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui U ji Sitologi dan DNA HPV. Cermin Dunia Kedokteran; 2010. 37: 91-92. 22. Bagian Obstetri dan Ginekologi. Ginekologi. Bandung: FK UNPAD; 1981. h. 129-132. 23. SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Karsinoma Serviks Uteri. Pedoman D iagnosis dan Terapi RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda Kallimantan Timur. Edisi V I. Samarinda; 2006. h. 93-94. 24. Andrijono, Dr. Sp.OG(K). Sinopsis Kanker Ginekologik. Jakarta: Divisi On kologi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI; 2004. h. 56,66. 25. Suharto O. Hubungan Ibu dengan Partisipasi Ibu Melakukan Pemeriksaan Pap smear di Klinik Adhiwarga PKBI Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Ahm ad Dahlan; 2007. 26. Kerkar RA, Kulkarni YV. Screening for Cervical Cancer : An Overview. J o f Obstet and Gynecol of India; 2006. 56: 115-122. 27. National Cancer Institute. What You Need To Know About Cervical Cancer. 20 08. (Online). (http://www.cancer.gov/cancertopics/wyntk/cervix.pdf, diakses tang gal 27 November 2011). 28. Cunningham FG, Leveno KL, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Asuhan Prenatal. Dalam: William Obstetric. Edisi 21. NY: McGraw-Hill Company ; 2006. h. 245.

Anda mungkin juga menyukai