Anda di halaman 1dari 19

suprihadis@gmail.com BAB I KONSEPSI BELAJAR dan PEMBELAJARAN 1.

Makna Belajar dan Pembelajaran Pembelajaran dilakukan senantiasa berasosiasi dengan asumsi-asumsi tentang belajar. Menurut Gagne (1975), belajar merupakan aktivitas mental-intelektual yang bersifat internal. Aktivitas belajar aktualisasinya adalah proses beroperasinya mentalintelektual anak. Indikator proses mental-intelektual dapat di lacak dari hasil operasioperasi mental-intelektual tersebut. Hasil-hasil operasi mental-intelektual aktualisasinya berbentuk perubahan perilaku si belajar, berupa dimilikinya kemampuan kognitif baru seperti memperoleh informasi baru, fakta-fakta baru yang tidak dimiliki sebelumnya, memahami dan dapat menjelaskan konsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan menilai. Selain itu, perubahan perilaku itu, juga diwujudkan anak berupa kemampuankemampuan afektif seperti penghayatan sikap, motivasi, kesediaan anak, penghargaan terhadap sesuatu dan sejenisnya. Di samping juga , perubahan perilaku anak tersebut termanifestasikan dalam wujud perubahan keterampilan fisik anak yang berupa kemampuan mengkordinasikan sistem otot-ototnya untuk melakukan gerakan-gerakan keterampilan tertentu. Beroperasinya mental-intelektual anak tersebut di atas, dapat terjadi manakala ada obyek eksternal di lingkungan sekitar yang menstimulasinya. Obyek eksternal yang dimaksud dapat berwujud data, fakta, peristiwa, problema, perintah, tugas, penjelasan, dan sejenisnya. Ini berarti reaksi mental-intelektual tersebut tidak dapat terjadi tanpa obyek eksternal yang merangsangnya. Jikalau reaksi mental-intelektual itu tidak terjadi, maka gilirannya belajar itupun tidak terjadi.

11

Terjadinya belajar (reaksi mental-intelektual) pada diri anak, memerlukan obyek eksternal yang berupa peristiwa ataupun sistem lingkungan, yaitu serangkaian kondisioning yang dapat merangsang terjadinya belajar pada diri anak. Aktivitas guru yang berupa kegiatan penciptaan peristiwa atau sistem lingkungan, yang dimaksudkan agar mental-intelektual anak terdorong dan terangsang untuk melakukan aktivitas belajar disebut pembelajaran. Dalam kaitan ini Gagne (1975) mendefinisikan pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan dan mendukung belajar siswa (Hanafi dan Manan, 1988:14). Sedangkan Raka Joni (1980:1) menyebutkan, pembelajaran adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Penciptaan sistem lingkungan berarti menyediakan seperangkat peristiwa-kondisi lingkungan yang dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. 1. Faktor-Faktor Penentu Aktualisasi Pembelajaran Proses pembelajaran adalah kompleks mengingat aktualisasinya melibatkan dan ditentukan oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor aktualisasi pembelajaran tersebut dapat di lihat pada diagram berikut ini.

12

Secara makro, faktor-faktor penentu pembelajaran tersebut aktualisasinya didukung oleh sejumlah komponen yang meliputi komponen siswa sebagai raw input, komponen tujuan pembelajaran sebagai out put, komponen guru, materi, media dan manajemen pembelajaran sebagai instrumental input. Selain faktor instrumental, terdapat pula faktor environmental dan structural. Faktor environmental yakni factor yang tidak secara langsung terlibat dalam proses pembelajaran, tetapi cukup mewarnai perwujudan proses pembelajaran. Faktor environmental yang dimaksud misalnya kondisi social ekonomi, kultural, filsafat masyarakat dan sejenisnya. Demikian pula terdapat faktor struktural adalah setting formal kelembagaan, misalnya tujuan sekolah, tujuan pendidikan, visi dan misi sekolah. Sehubungan dengan hal itu, berdasarkan keseluruhan faktor penentunya, proses pembelajaran itu dapat didiagramkan sebagaimana berikut ini.

Sumber: Syamsudin, A, (1983:18), yang telah dimodifikasi oleh Suprihadi Saputro, 2004

13

2. Deskripsi Tindak Pembelajaran Johnson dalam Raka Joni (1980) meninjau kompleksitas dengan menyebutnya keanekaragaman tindakan pembelajaran seperti uraian berikut. a. Dari segi jenis kegiatan guru: pemberian penjelasan verbal. demonstrasi. pemeliharaan tata tertib kelas. pengadaan dan pemeliharaan catatan-catatan. penjagaan dan pembinaan kesehatan mental siswa. penilaian hasil belajar.

b. Dari segi tujuan belajar yang ingin di capai: tujuan kognitif. tujuan afektif. tujuan psikomotor.

c. Dari segi prinsip realitas dalam pembelajaran dalam situasi nyata, seperti magang. stimulasi dalam arti aspek-aspek tertentu pada situasi nyata yang diciptakan sebagai setting belajar. abstraksi, yaitu pengenalan realitas melalui simbol-simbol.

d. Dari segi komponen tingkah laku guru (belajar) (mengajar) drive......................pembangkitan motivasi cue........................pengarahan persepsi

14

response...................pemancingan response reward.....................manipulasi reward

d. Dari segi kubu-kubu teori belajar, mengajar sebagai: behavior modification (conditioning, stimulus response, dan operant conditioning) cognitif restructuring (cognitive assimilation, discovery learning, inquiry approach, dan problem solving) identification/modeling.

3. Dimensi Pembelajaran Sebagai Sistem Proses pembelajaran (proses belajar-mengajar) dapat dilihat sebagai sistem. Sistem artinya kesatuan komponen yang saling berinteraksi (saling berhubungan) dan berinterdependensi (saling bergantung satu dengan yang lain) dalam suatu proses menuju tercapainya tujuan tertentu. Sistem mempunyai ciri-ciri: (1) terdiri atas komponen-komponen (unsur-unsur), (2) antar komponen terjadi interaksi dan interdepensi sebagai satu kesatuan, (3) tiap-tiap komponen memiliki fungsi masingmasing, (4) setiap fungsi menjalankan tugasnya masing-masing, (5) Kesatuan komponen yang menimbulkan nilai tambah, (6) terdapat proses (pemrosesan masukan menjadi hasil). Oleh karena pembelajaran merupakan sistem, yang selanjutnya disebut sistem pembelajaran maka sistem pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagaimana ciri-ciri sistem. Komponen-komponen pembentuk proses pembelajaran menurut Moedjiono, dkk. (1996:19--20), meliputi berikut ini.

Siswa, yakni seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Guru, yakni seorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, katalisator kegiatan belajar mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.

15

Tujuan, yakni pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Perubahan perilaku tersebut mencakup peruba-han koginitif, psikomotorik, dan afektid. Isi pelajaran, yakni segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Metode, yakni cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi dari orang lain, dimana informasi tersebut dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.

Media, yakni bahan pembelajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada para siswa agar mereka dapat mencapai tujuan. Evaluasi, yakni cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar dan sekaligus mememberikan balikan bagi setiap komponen kegiatan belajar mengajar.

4. Dimensi Tujuan dan Hasil Pembelajaran Dimensi tujuan dan hasil pembelajaran memiliki dua dimensi. Kedua dimensi tujuan dan hasil tersebut, adalah berikut ini.
a.

Instructional effects, yakni tujuan pengajaran yang secara eksplisit hendak dicapai dalam proses pembelajaran. Tujuan ini berupa Tujuan Khusus Pembelajaran. Dimensi instructional effect menurut taksonomi Benyamin S. Bloom dalam Kibler (1974:90), mencakup tiga aspek, (1) aspek kognitif, (2) aspek afektif, dan (3) aspek psikomotor. Sementara taksonomi tujuan pembelajaran menurut Gagne meliputi lima kategori, yakni: (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) psikomotorik (Saputro, Suprihadi,1993:26).

b. Nurturant effects, yakni tujuan pengiring sebagai tujuan sampingan yang tercapainya akibat perilaku belajar yang dila-kukan anak. Tujuan ini aktualisasinya

16

pada pola peri-laku anak umpamanya: sikap kritis, terbuka, gemar membaca, kemampuan mengemukakan pendapat dan sebagainya. 4. Dimensi Manajerial dalam Pembelajaran Kegiatan pembelajaran memiliki dua aspek manajemen.
a.

Instructional Management, yakni manajemen yang berhubungan dengan pengelolaan komponen-komponen pembelajaran. Dilihat dari fungsi perencanaan pembelajaran, hasil kegiatan manajemen berupa rancangan pembelajaran atau perencanaan pembelajaran, yang dituangkan dalam satuan pembelajaran. Sedangkan fungsi-fungsi manajemen yang lain seperti fungsi pengorganisasian, fungsi kordinasi, fungsi kontrol, dan lain-lain, terwujud secara integral dalam tindak pembelajaran yang dilakukan guru.

b.

Classroom Management, yakni tindakan guru yang mengacu pada penciptaan iklim kelas agar kondusif bagi kegiatan belajar anak. Ruang lingkup kegiatan manajemen kelas meliputi (1) penciptaan iklim sosial kelas, (2) penciptaan iklim sosioemosional kelas, dan (3) pengelolaan fisikal kelas.

5. Dimensi Proses dalam Pembelajaran Pembelajaran mengimplisitkan adanya dimensi proses. Dari sisi proses, pembelajaran terdiri atas beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi: tahap-tahap pembelajaran, pendekatan, strategi, taktik, metode, teknik, dan prosedur pembelajaran. a. Tahapan Proses Pembelajaran Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi (Jacobsen, Egen dan Kauchak, 1989:9--12).

Tahap Perencanaan. Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa bertolak dari rencana yang matang. Perencanaan pembelajaran yang matang, berisi tentang tujuan

17

yang akan dicapai, materi atau isi pembelajaran yang relevan dengan tujuan, interaksi belajar-mengajar yang cocok dengan tujuan, media dan sumber belajar yang mendukung, materi - bentuk dan teknik evaluasi yang tepat untuk mengukur pencapaian tujuan, serta alokasi waktu yang diperlukan.

Tahap Pelaksanaan. Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap penerapan atas disain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakekat dari tahap pelaksanaan adalah kegiatan opera-sional pembelajaran itu sendiri. Dalam tahap ini, secara operasional guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui penerapan berbagai strategi, metode dan teknik pembelajaran, serta pemanfaatan seperangkat media dan sumber-sumber pembelajaran yang telah direncanakan.

Tahap Evaluasi. Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian. Ada dua aspek yang dijadikan sasaran penilaian, yakni: (1) proses pembelajaran yang dilakukan guru, dan hasil-hasil instruksional. Penilaian atas proses pembelajaran bertu-juan untuk mengkaji : (1) kesesuaian kegiatan operasional pembelajaran dengan disain perencanaannya, dan (2) efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Sedangkan penilaian hasil bertujuan untuk mengkaji tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh anak.

b. Aspek Pendekatan dalam Pembelajaran Aktualisasi proses pembelajaran merupakan manifestasi dari penerapan aspek pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi, wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik yang dikuasai guru tentang hakekat pembelajaran. Pada tataran selanjutnya, konsepsi, wawasan dan asumsi tersebut gilir-annya akan mempengaruhi cara pandang, dan pola pikir guru dalam memahami hakekat pembelajaran. Sebagai implikasi dari pemahaman guru tentang hakekat pembelajaran tersebut, gilirannya akan menentukan tindak guru dalam perancangan maupun dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dengan perkataan lain pendekatan pembelajaran gilirannya akan

18

bermuara pada tindak pembelajaran yang dilaksanakan guru baik pada tahap perencanaan maupun dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang aktual. Seperti telah disebutkan bahwa proses pembelajaran terdiri atas komponenkomponen. Masing-masing komponen memiliki aspek-aspek pembelajaran yang luas barangkali seluas cara guru memandangnya. Karena itulah, maka cara pandang dan wawasan teoritik yang digunakan oleh masing-masing guru mengenai aspek-aspek dari tiap-tiap komponen pembelajaran menjadi sangat beragam. Keragaman wawasan teoritik dan cara pandang guru mengenai aspek-aspek dari masing-masing komponen pembelajaran tersebut, gilirannya akan mempengaruhi keragaman pendekatan pembelajaran yang digunakan, baik pada tataran perencanaan maupun pada tataran pelaksanaan pembelajaran. Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu pada aspek-aspek dari masingmasing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran, akan tercakup penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatanpendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan. Penggunaan multi pendekatan dalam pembelajaran tersebut dapat dikaji, misalnya dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, terdapat macam-macam pendekatan. Untuk mengorganisasikan komponen-komponen perencanaan, misalnya guru dapat menggunakan pendekatan sistem. Sementara dalam perumusan tujuan pembelajaran, terdapat pendekatan behavioristik, yang mengharuskan rumusan tujuan pembelajaran bersifat observable dan measurable. Dari target pencapaian tujuan pembelajaran, terdapat berbagai pendeka-tan yakni pendekatan kognitif, pendekatan afektif, pendekatan psikomotorik atau ketiga-tiganya. Demikian pula pendekatan-pendekatan dalam kegiatan pembelajaran aktual, dikenal pula multi pendekatan. Dari sudut aktivitas belajar siswa, dikenal beberapa pendekatan, yaknipendekatan belajar aktif, pendekatan belajar reseptif, pendekatan proses, pendekatan konsep. Dari sudut hubun-gan gurumurid, dikenal pendekatan humanistik. Dengan demikian, dalam setiap proses pembelajaran, akan berisi sejumlah pendekatan yang diterapkan secara serempak dari masing-masing aspek dan komponen pembelajaran.

19

c. Aspek Strategi dan Taktik Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi. Strategi berkaitan dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi pembelajaran berwujud sejumlah tindakan strategis guru. Keseluruhan tindakan guru tersebut membentuk suatu pola dalam satu keutuhan yang integral. Nilai strategis suatu tindakan guru dapat diuji dan dikaji berdasarkan rasionalitas dan keefektifan serta efisiensi tindakan tersebut dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Bertolak dari gambaran yang diuraikan tersebut di atas, maka strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai keseluruhan pola atau bentuk tindakan strategis guru dalam merealisasi kegiatan pembelajaran untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik pembelajaran berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi. Pelaksanaan strategi operasionalisasinya memerlukan kiat-kiat teknis, agar nilai strategis setiap aktivitas yang dilakukan guru-murid di kelas dapat diwujudkan. Kiat-kiat teknis tertentu terwujud dalam bentuk tindakan prosedural. Kiat teknis-prosedural dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran. Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis-prosedural dari suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas. Kiat untuk melaksanakan prosedur aktivitas di kelas, di samping bersifat terencana, juga bersifat kondisional dan transaksional. Artinya sejumlah aktivitas guru maupun siswa dalam pembelajaran tidak semata-mata terpagu oleh perencanaan yang ada. Berdasarkan realita bahwa guru secara seketika di kelas dapat melakukan perubahanperubahan unsur tertentu tindakan pembelajarannya. Tindakan ini dilakukan guru dengan maksud untuk membuat penyesuaian-penyesuaian tindakan dengan realitas kondisi seketika yang terjadi di kelas. Kiat untuk menjalankan aktivitas kelas yang sifatnya kondisional dan transaksional tersebut dinamakan siasat. Dengan demikian, siasat

20

pembelajaran adalah trik-trik atau tindakan khusus yang diputuskan seketika oleh guru berdasarkan penyesuaian-penyesuaiannya terhadap realitas kondisi yang ada di kelas. d. Aspek Metode dan Teknik Pembelajaran Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangakaian interaksi dinamis antara guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajar tersebut lazimnya dinamakan metode. Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut tentang cara bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari fungsinya merupakan seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada beberapa cara dalam melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi, berdemontrasi dan lain-lain. Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis yang dimaksud adalah gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran (Raka Joni, 1980). Gaya dan variasi dalam penggunaan metode seringkali bersifat individual, sesuai kemampuan dan kemamuan masing-masing guru. Di samping itu, karena penggunaan taktik dan siasat tertentu oleh guru dalam menghadapi situasi tertentu, maka teknik pembelajaran yang dila-kukan guru akan berpola tertentu pula. e. Prosedur Pembelajaran Pembelajaran dari sisi proses, berlangsung dalam bentuk serangkaian kegiatan yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu tahap ketahap selanjutnya, sehingga membentuk alur yang konsisten. Tahapan proses pembelajaran menurut Herbart bergerak dari tahap apersepsi, interaksi, inferensi, generalisasi, aplikasi, dan evaluasi. Tahap-tahap pembelajaran yang secara konsisten berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.

21

Karena itu, prosedur pembelajaran adalah serangkaian tahap-tahap aktivitas pembelajaran sehingga terbentuk suatu alur peristiwa pembelajaran. 6. Dimensi Isi-Pesan Pembelajaran Isi pembelajaran dapat dilihat dari dua segi, (1) substansi isi pembelajaran, (2) aspek nilai-nilai didaktis isi pembelajarannya. a. Substansi isi pembelajaran. Berdasarkan struktur pengetahuan yang dipelajari, isi pembelajaran meliputi, (1) fakta, (2) konsep, (3) generalisasi/ dalil/ hukum/ rumus/aksioma, (4) keterampilan, dan (5) sikap. Merill dalam Gafur (1979) menyebutkan isi pembelajaran meliputi, fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Sedangkan Jerold E. Kemp dalam Gafur (1979), menyebutkan isi pembelajaran merupakan gabungan dari (1) pengeta-huan yang berupa fakta, informasi, (2) keterampilan yang berupa prosedur, keadaan, syarat-syarat, dan (3) sikap. Dari sudut jenis-jenis belajar, isi pembelajaran meliputi, (1) informasi, (2) konsep, (3) prinsip, (4) keterampilan, dan (5) sikap (Saputro, Suprihadi, 1993:60-66). b. Aspek nilai-nilai formal isi pembelajaran. Aspek nilai-nilai didaktis-formal isi pembelajaran meliputi aspek, (1) aspek intelektual (keterampilan intelektual, kreativitas, strategi kognitif, keterampilan analisissintesis, keterampi-an pemecahan masalah, dan sejenis nya, (2) aspek sosial, (3) aspek moral etis, dan pertimbangan moral (4) aspek estetis, (5) aspek sikap, (6) aspek emosional, dan kecerdasan emosional, (7) aspek individual ( motivasi, konsep diri, kesadaran diri), dan (8) keterampilan (keterampilan manual dan motorik). 7. Dimensi Interaksi-Komunikasi dalam Pembelajaran Pembelajaran terwujud dalam bentuk interaksi timbal balik secara dinamis antara guru dan siswa. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai perangsang atau stimulasi yang memancing anak untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang disebut

22

belajar. Pada saat yang lain guru bereaksi atas aksi-aksi yang diperbuat anak. Interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis berangkat dari kondisi awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan pembelajaran. Interaksi dinamis guru-siswa dalam pembelajaran dapat terwujud dalam berbagai bentuk hubungan. Interaksi guru-murid dapat mengambil bentuk hubungan langsung, yakni interaksi secara tatap muka. Dalam bentuknya yang lain hubungan guru-siswa bersifat tidak langsung, yakni melalui perantaraan material pembelajaran seperti paket belajar, modul pembelajaran, penyelesaian tugas-tugas terstruktur, dan sejenis-nya. Di samping itu interaksi guru-siswa terealisasi melalui hubungan yang bersifat campuran. Meskipun guru telah memanfaatkan material pembelajaran, tetapi guru tetap hadir dalam pembelajaran. Pola arus interaksi guru-murid di kelas memiliki berbagai kemungkinan arus komunikasi. Sedikitnya menurut H.C Lindgren dalam Raka Joni (1980), ada empat pola arus komunikasi: (1) komunikasi guru-siswa searah, (2) komunikasi dua arah -arus bolak-balik--, (3) komunikasi dua arah antara guru-siswa dan siswa-siswa, (4) komunikasi optimal total arah. Arus komunikasi dalam pembelajaran ada pula yang membedakan kedalam dua jenis, yakni one way traffic comunication dan two way traffic comunication. Pengaturan materi interaksi, dapat dibedakan dalam beberapa bentuk pengaturan. Pengaturan materi dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yakni implisit, eksplisit, dan implikatif. Pengaturan materi secara implisit yakni pengaturan materi yang bersifat terselubung. Makna (meaning) isi komunikasi tersirat dibalik yang tersurat. Sedangkan pengaturan secara eksplisit, bila mana makna isi komunikasi, tersurat secara lahiriah atau tekstual. Sementara pengaturan secara implikatif, yakni pengaturan materi komunikasi yang maknanya hanya dapat ditemukan dari apa yang tersorot oleh proses komunikasi tersebut. Komunikasi di kelas, Charles (1980:48), membedakan adanya tiga tipe tuturan guru. Pertama, Informing Talk, tipe ini contonya adalah, guru menyampaikan informasi faktual, menjelaskan prosedur, memberikan petunjuk dan tugas-tugas. Kedua, Eliciting

23

Talk, yakni tuturan guru yang diwujudkan dalam bentuk tanyajawab, memberi perintah. Ketiga, Reacting Talk, yakni penuturan guru sebagai reaksi atas tuturan atau perilaku anak. Reacting Talk, dapat dibedakan atas dua bentuk, yakni: (1) acceptance, tuturan guru yang menyatakan menerima misalnya: ya, setuju, bagus, dan seterusnya, (2) rejection, penuturan guru yang berisi pernyataan menolak: tidak, salah, tidak setuju, dan seterusnya. Komunikasi dalam pembelajaran bersifat kondisional-transaksional. Artinya dalam komunikasi pembelajaran dimungkinkan adanya penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi dan kondisi yang berkembang selama proses pembelajaran berlangsung. Penyesuaian-penyesuaian itu dimungkinkan karena proses pembelajaran selalu dina-mis, sehingga perubahan-perubahan itu, sangat dimungkinkan terjadi pada setiap saat. Perubahan-perubahan dalam pembelajaran dapat disebabkan oleh faktor-faktor diluar perencanaan guru. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak harus sepenuhnya bersesuaian dengan disain yang telah dibuat pada tahap perencanaan. 8. Prinsip-prinsip Umum Pembelajaran Ada beberapa prinsip pembelajaran yang perlu diperhatikan untuk membantu kemudahan belajar anak. Prinsip pembelajaran tersebut bertolak dari asumsi dasar (postulat) tentang hal-hal yang menjadi penentu kemudahan dan keberhasilan belajar anak. Prinsip-prinsip pembelajaran yang dimaksud, diantaranya adalah berikut ini.

1. Prinsip Motivasi Belajar Keberhasilan belajar siswa bergantung pula pada derajat motivasi belajar yang dimilikinya. Siswa yang sukses dalam belajarnya, banyak didukung oleh derajat motivasi yang tinggi untuk berhasil. Sebaliknya, fasilitas belajar yang baik, cara guru mengajar yang optimal, kurikulum sekolah yang modern, lingkungan belajar yang kondusif dan seterusnya, tidak dengan sendirinya dapat menjamin kesuksesan belajar anak bilamana tidak dilandasi oleh motivasi belajar yang tinggi dari siswa itu sendiri. Oleh karena itu, motivasi belajar dari siswa memegang peranan penting bagi keberhasilan belajarnya.

24

Pentingnya peranan motivasi untuk mencapai keberhasilan belajar mengingatkan guru untuk mampu mendorong siswa agar memiliki motivasi yang tinggi dalam belajarnya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran, mendorong timbulnya motivasi merupakan tugas guru yang tidak dapat dielakan. Untuk itu, guru dituntut agar memiliki kecermatan dalam memperhatikan kondisi motivasi belajar anak. Sehingga guru peka terhadap kondisi motivasi belajar anak-anak. Kepekaan guru itu sangat diperlukan mengingat dalam kurun waktu pembelajaran, motivasi belajar anak bersifat pasang surut. Berhubung demikian, maka sepanjang pembelajaran, guru dituntut untuk senantiasa mampu mempertahankan dan memperbaharui motivasi anak. Derajat motivasi belajar anak dapat diamati dari perilaku belajar anak dikelas. Ada tiga aspek perilaku belajar siswa yang memperlihatkan adanya motivasi positif dalam belajarnya (Worell dan Stilwell, 1981: 282) . Pertama,adanya inisiasi aktivitas belajar anak, yang diperlihatkan oleh perilaku anak dengan indikator sebagai berikut: (1) anak menunjukkan minat dan keingintahuan yang tinggi, (2) tingginya perhatian anak terhadap pembelajaran yang disajikan, (3) mempunyai dorongan yang kuat untuk menyelesaikan sejumlah tugas dari guru. Kedua, kuantitas dan kualitas usaha anak dalam upaya mencapai kesuksesan belajarnya. Hal ini tampak dari usaha anak untuk belajar keras, menggunakan waktu untuk belajar secara optimal, memanfaatkan waktu untuk belajar di perpustakaan, banyak membaca buku, melengkapi fasilitas belajarnya. Ketiga, tingkat ketepatan dalam menyelesaikan tugas-tugas dari guru. Adanya motivasi positif dalam belajar, diperlihatkan anak dengan sikap senang untuk memecahkan masalah-masalah yang ditugaskan kepadanya dan meningkatnya partisipasi anak dalam penyelesaian tugas-tugas kelompok. Motivasi menjadi sumber tenaga bagi perilaku belajar anak. Tanpa disertai motivasi yang kuat, anak tidak akan memiliki usaha yang kuat untuk beraktivitas belajar. Sebaliknya, dengan motivasi yang kuat, dapat mnjadi tenaga pendorong kuatnya usaha

25

belajar siswa. Kuatnya motivasi tersebut, gilirannya dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar yang dicapai anak ( Worell dan Stilwell, 1981:294). Ada dua sumber motivasi yang dapat dijadikan landasan untuk memotivasi anak. Pertama, motivasi yang bersumber dari dalam diri anak, dan kedua, motivasi yang bersumber dari luar diri anak. Motivasi yang bersumber dari dalam menjadi kontrol internal bagi anak dalam mengelola perilaku belajarnya sendiri (self management of learning). Sedangkan motivasi yang bersumber dari luar (lingkungan anak), dapat diciptakan guru dengan menciptakan kondisi yang dapat menarik minat anak, misalnya dengan gaya mengajar yang antusias, memberikan balikan, dan memberikan reward or incentives (Worell dan Stilwell, 1981: 299). 2. Prinsip Keaktifan Keaktifan belajar berarti keterlibatan intelektual dan emosional anak, disamping keterlibatan fisik dalam perilaku belajarnya. Pola keaktifan sebagaimana yang dimaksud, mengimplisitkan perlunya penerapan Cara Belajar Siswa aktif dalam pembelajaran. Konsep Cara Belajar Siswa Aktif merupakan pengertian yang secara jelas telah menunjuk makna dan atau isi pengertiannya itu sendiri. Cara Belajar Siswa Aktif yaitu konsep yang menjelaskan peranan aktif siswa dalam proses belajar. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa cara belajar siswa aktif merupakan prinsip pembelajaran yang merangsang munculnya aktifitas siswa secara individual maupun berkelompok. Mengapa aktifitas siswa merupakan sorotan dalam pembelajaran? Kiranya dapat dipahami bahwa kebermaknaan hasil belajar (kualitas hasil belajar) sangat bergantung pada tingkat keaktifan siswa. Peranan aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran memegang peranan yang amat penting. Dalam hal retensi hasil belajar ( apakah hasil belajar tahan lama dalam ingatan siswa), dipengaruhi oleh tingkat keaktifan belajarnya. Di samping itu harus di sadari, bagaimanapun belajar dengan sendirinya terwujud dalam bentuk keaktifan siswa, walaupun tentu saja dengan derajad yang berbeda-beda. Keaktifan itu dapat berbentuk aneka ragam sepeti mendengarkan

26

ceramah, berdiskusi, membuat paper, dan menulis laporan mengadakan simulasi. Keaktifan yang lebih penting bahkan sulit diamati misalnya menggunakan khasanah ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah dan menyusun percobaan. Dari berbagai keaktifan seperti telah disebutkan di atas, dapat dirangkum bahwa keaktifan-keaktifan kegiatan belajar tersebut, sebagaimana yang dikehendaki oleh prinsip CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), adalah keaktifan mental-intelektual dan keaktifan emosional siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hakekat Cara Belajar Aktif menunjuk pada keterlibatan mental-intelektual siswa dan keterlibatan emosional siswa didalam kegiatan pembelajaran. Tentu saja, keaktifan-keaktifan intelektual dan emosional tersebut, aktualisasinya mempersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik. Keaktifan mental intelektual dan keaktifan emosional di samping ini juga keaktifan fisik dalam aktifitas pembelajaran, berkaitan dengan asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, serta penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembetukan sikap dan nilai. Rosjidan, dkk (1996:62) menyebutkan, untuk menciptakan keaktifan anak, kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan berikut ini. a. Tercipta situasi kelas yang memungkinkan siswa belajar dengan bebas dan tidak terancam, namun tetap terkendali. b. Kecuali menunjukkan kerangka dasar, guru lebih bersifat tut wuri handayani dalam proses pembelajaran. c. Siswa dihadapkan dengan topik-topik yang problematis. d. Tersedia sumber dan media belajar yang diperlukan siswa. e. Diupayakan adanya pemanfaatan metode, teknik, dan media pembelajaran yang bervariasi namun tetap relevan dengan tujuan. f. Proses belajar yang benar dipandang sama pentingnya dengan pemerolehan hasil yang benar.

27

g. Terjadi interaksi dan komunikasi multiarah antara guru dengan para siswa atau anak. h. Ada sistem reward atau penghargaan yang dapat memuaskan dan meningkatkan motivasi siswa. i. Ada kesempatan bagi siswa untuk memperoleh bantuan dan memecahkan masalahmasalahnya, baik akademik maupun pribadi.

3. Prinsip Pembelajaran Individual Istilah pembelajaran individual mempunyai arti yang luas, bisa berarti setiap siswa diberi kebebasan untuk maju berdasarkan kemampuannya . Berbagai bentuk pembelajaran yang di individual itu semuanya menunjuk kepada perhatian, bantuan dan perlakuan khusus ditujukan kepada anak yang tidak sama minat dan kemampuannya. Perbedaan-perbedaan individual pada umumnya dapat dilihat antara lain berikut ini. a. Perbedaan kematangan intelektual. Perbedaan ini ditengarahi oleh adanya perbedaan kemampuan intelektual anak. Beberapa anak lebih cepat untuk memhami konsep-konsep abstrak, sementara beberapa anak yang lain masih memerlukan kongkritisasi konsep. b. Kemampuan berbahasa, beberapa siswa lebih mudah belajar bahan-bahan pelajaran yang bersifat verbal dan disajikan secara verbal pula. c. Latar belakang pengalaman, beberapa siswa lebih mudah belajar bahan-bahan pelajaran yang ada hubungannya dengan pengalaman masa lalunya. d. Cara/gaya belajar, beberapa siswa lebih mudah menyesuaikan diri dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran dan alat-alat pembelajaran yang dipergunakan daripada siswa yang lain. e. Bakat dan minat, beberapa siswa lebih bergairah dan tidak menemui kesulitan mengikuti beberapa mata pelajaran dibandung dengan teman-teman yang lain.

28

f. Kepribadian, ini menyebabkan siswa bebeda-beda reaksi dan tanggapannya terhadap tingkah laku/ sikap dan cara-cara guru mengajar. Perbedaan-perbedaan individual tersebut di atas (dan masih banyak lagi jenis-jenis perbedaan individual) menuntut perlunya pembelajaran yang diindividualisasikan.

29

Anda mungkin juga menyukai